DISUSUN OLEH :
201920729173
A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Definisi Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri
Salmonella typhii dan bersifat endemik yang termasuk dalam penyakit
menular (Cahyono, 2010).
Demam thypoid merupakan penyakit infeksi menular yang terjadi pada anak
maupun dewasa. Anak merupakan yang paling rentan terkena demam tifoid,
yang biasanya banyak terjadi pada anak usia 5-19 tahun. Penyakit ini
berhubungan erat dengan higiene perorangan dan sanitasi lingkungan.
kematian demam tifoid pada anak lebih rendah bila di banding dengan
dewasa (Dewi, 2011)
Demam typhoid atau sering disebut dengan tifus abdominalis adalah
penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang berpotensi menjadi
penyakit multi sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhi (Muttaqin, A
& Kumala, S. 2011)
Demam typhoid atau Typhoid Fever ialah suatu sindrom sistemik terutama
disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam typhoid merupakan jenis
terbanyak dari salmonelosis.Jenis lain dari demam enterik adalah demam
paratifoid yang disebabkan oleh S. paratyphi A, S. schottmuelleri (semula S.
paratyphi B), dan S. hirschfeldii (semula S. paratyphi C).Demam Typhoid
memperlihatkan gejala lebih berat dibandingkan demam enterik yang lain
(Widagdo, 2011).
2. Etiologi
Menurut Widagdo (2011), penyebab dari demam typhoid adalah salmonella
typhi, termasuk dalam genus salmonella yang tergolong dalam family
enterobacteriaceae. Salmonela bersifat bergerak, berbentuk batang, tidak
membentuk spora, tidak berkapsul, gram (-).Tahan terhadap berbagai bahan
kimia, tahan beberapa hari/ minggu pada suhu kamar, bahan limbah, bahan
makanan kering, bahan farmasi dan tinja. Salmonela mati pada suhu 54.4º C
dalam 1 jam, atau 60º C dalam 15 menit.
Salmonella typhi sama dengan salmonella yang lain adalah bakteri gram
negative, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora,
fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari
ologoskarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope
antigen (K) yang terdiri dari polisakarida kompleks yang membentuk lapis
luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat
memperoleh plasmid faktor R yang berkaitan dengan resistensi terhadap
multiple antibiotic (Nurarif & Kusuma, 2015)
3. Patofisiologi
4. Manifestasi Klinis
1. Inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari
2. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
3. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani
akan menyebabkan syok, stupor, dan koma
4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 hari dan bertahan selama 2-3 hari
5. Nyeri kepala, nyeri perut
6. Kembung, mual, muntah, diare, konstipasi
7. Pusing, bradikardi, nyeri otot
8. Batuk
9. Epiktaksis
10. Lidah yang berselaput
11. Hepatomegali, splenomegali, meteorismus
12. Gangguan mental berupa somnolen
13. Delirium atau psikosis
14. Dapat timbul gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda sebagai
penyakit demam akut dengan disertai syok dan hipotermia
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi
sekunder
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan
penanganan khusus
c. Pemeriksaan uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap bakteri
salmonella typhi. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya
agglutinin dalam serum penderita demam tifoid. Akibat adanya infeksi
oleh salmonella typhi maka penderita membuat antibody (agglutinin)
d. Kultur
Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama
Kultur urine : bisa positif pada akhir minggu kedua
Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga
e. Anti salmonella typhi igM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut
salmonella typhi, karena antibody igM muncul pada hari ke3 dan 4
terjadinya demam.
(Nurarif & Kusuma, 2015)
7. Penatalaksanaan
a. Non farmakologis
1) Bed rest
2) Diet : diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya
nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet berupa
makanan rendah serat
b. Farmakologis
1) Kloramfenikol, dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 kali
pemberian, oral atau IV selama 14 hari
2) Bila ada kontraindikasi kloramfenikol diberikan ampisilin dengan
dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian IV saat
belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau amoksisilin dengan
dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali, pemberian oral/IV
selama 21 hari kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kgBB/hari
terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral selama 14 hari
3) Pada kasus berat, dapat diberi ceftriaxone dengan dosis 50
mg/kgBB/hari dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kgBB/hari,
sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari
4) Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotic
adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon
g. Pemeriksaan laboratorium
1) Darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relative, dan
aneosinofilia pada permukaan sakit
2) Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal
3) Biakan empedu basil salmonella typhosa dapat ditemukan dalam
darah pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering
ditemukan dalam urine dan feses
4) Pemeriksaan widal. Untuk membuat diagnosis yang diperlukan
ialah titer zat anti terhadap antigen O. titer yang bernilai 1/200 atau
lebih menunjukkan kenaikan yang progresif
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan penyakit
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (infeksi)
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat
d. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat dan hipertermi
e. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus
gastrointestinal
3. Intervensi Keperawatan
a. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan penyakit
1) Kaji tanda dan gejala hipotermia serta hipertermi
2) Perbanyak asupan cairan oral
3) Untuk hipertermi : batasi aktivitas pada hari yang panas, dan
lepaskan baju yang berlebihan
4) Untuk hipotermi : tingkatkan aktivitas dan pertahankan nutrisi yang
adekuat
5) Laporkan kepada dokter jika hidrasi adekuat tidak dapat
dipertahankan
6) Berikan obat antipiretik jika perlu
d. Resiko kekurangan volume cairan b/d intake yang tidak adekuat dan
hipertermi
1) Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan
2) Pantau status hidrasi
3) Tingkatkan asupan oral
4) Berikan cairan sesuai kebutuhan
DAFTAR PUSTAKA
Lynda Juall Carpenito – Moyet. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta :
EGC
Susilaningrum, R., Nursalam, & Utami, S. (2013). Asuhan Keperawatan Bayi dan
Anak Untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika.