Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK


DENGAN DEMAM THYPOID DIRUANG DAHLIA
RUMAH SAKIT URIP SUMOHARJO

SABTU, 12 JUNI 2020

DISUSUN OLEH :

YUNI WIDYA PRANSISKA

201920729173

PROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PRINGSEWU-LAMPUNG
TAHUN 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN
DENGAN DEMAM THYPOID

A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Definisi Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri
Salmonella typhii dan bersifat endemik yang termasuk dalam penyakit
menular (Cahyono, 2010).
Demam thypoid merupakan penyakit infeksi menular yang terjadi pada anak
maupun dewasa. Anak merupakan yang paling rentan terkena demam tifoid,
yang biasanya banyak terjadi pada anak usia 5-19 tahun. Penyakit ini
berhubungan erat dengan higiene perorangan dan sanitasi lingkungan.
kematian demam tifoid pada anak lebih rendah bila di banding dengan
dewasa (Dewi, 2011)
Demam typhoid atau sering disebut dengan tifus abdominalis adalah
penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang berpotensi menjadi
penyakit multi sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhi (Muttaqin, A
& Kumala, S. 2011)
Demam typhoid atau Typhoid Fever ialah suatu sindrom sistemik terutama
disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam typhoid merupakan jenis
terbanyak dari salmonelosis.Jenis lain dari demam enterik adalah demam
paratifoid yang disebabkan oleh S. paratyphi A, S. schottmuelleri (semula S.
paratyphi B), dan S. hirschfeldii (semula S. paratyphi C).Demam Typhoid
memperlihatkan gejala lebih berat dibandingkan demam enterik yang lain
(Widagdo, 2011).

2. Etiologi
Menurut Widagdo (2011), penyebab dari demam typhoid adalah salmonella
typhi, termasuk dalam genus salmonella yang tergolong dalam family
enterobacteriaceae. Salmonela bersifat bergerak, berbentuk batang, tidak
membentuk spora, tidak berkapsul, gram (-).Tahan terhadap berbagai bahan
kimia, tahan beberapa hari/ minggu pada suhu kamar, bahan limbah, bahan
makanan kering, bahan farmasi dan tinja. Salmonela mati pada suhu 54.4º C
dalam 1 jam, atau 60º C dalam 15 menit.
Salmonella typhi sama dengan salmonella yang lain adalah bakteri gram
negative, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora,
fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari
ologoskarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope
antigen (K) yang terdiri dari polisakarida kompleks yang membentuk lapis
luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat
memperoleh plasmid faktor R yang berkaitan dengan resistensi terhadap
multiple antibiotic (Nurarif & Kusuma, 2015)

3. Patofisiologi
4. Manifestasi Klinis
1. Inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari
2. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
3. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani
akan menyebabkan syok, stupor, dan koma
4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 hari dan bertahan selama 2-3 hari
5. Nyeri kepala, nyeri perut
6. Kembung, mual, muntah, diare, konstipasi
7. Pusing, bradikardi, nyeri otot
8. Batuk
9. Epiktaksis
10. Lidah yang berselaput
11. Hepatomegali, splenomegali, meteorismus
12. Gangguan mental berupa somnolen
13. Delirium atau psikosis
14. Dapat timbul gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda sebagai
penyakit demam akut dengan disertai syok dan hipotermia

Periode infeksi demam thypoid, gejala dan tanda :

Minggu Keluhan Gejala Patologi


Minggu Panas berlangsung Gangguan Bakteremia
1 insidious, tipe panas saluran cerna
stepladder yang
mencapai 39-40º c,
menggigil, nyeri kepala
Minggu Rash, nyeri abdomen, Rose sport, Vaskulitis,
2 diare atau konstipasi, splenomegali, hiperplasi pada
delirium hepatomegali peyer’s patches,
nodul typhoid
pada limpa dan
hati
Minggu Komplikasi : Melena, ilius, Ulserasi pada
3 perdarahan saluran ketegangan payer’s patches,
cerna, perforasi dan abdomen, koma nodul tifoid pada
syok limpa dan hati
Minggu Keluhan menurun, Tampak sakit Kolelitiasis,
4 relaps, penurunan berat berat, kakeksia carrier kronik
badan

(Nurarif & Kusuma, 2015)


5. Komplikasi
a. Pendarahan usus. Bila sedikit, hanya ditemukan jika dilakukan
pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika perdarahan banyak, maka
terjadi melena yang dapat disertai nyeri perut dengan tanda2 renjatan.
b. Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan
terjadi pada bagian distal ileum.
c. Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi, tetapi dapat terjadi tanpa
perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut hebat,
dinding abdomen tegang, dan nyeri tekan.
d. Komplikasi diluar usus. Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat
sepsis, yaitu meningitis, kolesistisis, ensefalopati, dan lain-lain
(Susilaningrum, Nursalam, & Utami, 2013)

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit
normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi
sekunder
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan
penanganan khusus
c. Pemeriksaan uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap bakteri
salmonella typhi. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya
agglutinin dalam serum penderita demam tifoid. Akibat adanya infeksi
oleh salmonella typhi maka penderita membuat antibody (agglutinin)
d. Kultur
Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama
Kultur urine : bisa positif pada akhir minggu kedua
Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga
e. Anti salmonella typhi igM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut
salmonella typhi, karena antibody igM muncul pada hari ke3 dan 4
terjadinya demam.
(Nurarif & Kusuma, 2015)
7. Penatalaksanaan
a. Non farmakologis
1) Bed rest
2) Diet : diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan akhirnya
nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet berupa
makanan rendah serat
b. Farmakologis
1) Kloramfenikol, dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 kali
pemberian, oral atau IV selama 14 hari
2) Bila ada kontraindikasi kloramfenikol diberikan ampisilin dengan
dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian IV saat
belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau amoksisilin dengan
dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali, pemberian oral/IV
selama 21 hari kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kgBB/hari
terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral selama 14 hari
3) Pada kasus berat, dapat diberi ceftriaxone dengan dosis 50
mg/kgBB/hari dan diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kgBB/hari,
sekali sehari, intravena, selama 5-7 hari
4) Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotic
adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Sering ditemukan pada anak berumur di atas 1 tahun
b. Keluhan utama berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,
pusing, kurang bersemangat, dan nafsu makan kurang
c. Pada kasus yang khas demam berlangsung tiga minggu, bersifat febris
remiten, dan suhu tidak tinggi sekali.
d. Umunya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berapa dalam, yaitu
apatis atau somnolen.
e. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseola. Kadang
ditemukan pula bradikardi dan epistaksis pada anak besar
f. Pemeriksaan fisik
1) Terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah.
Lidah tertutup selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan,
jarang disertai tremor
2) Abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Bisa terjadi
konstipasi dapat juga diare atau normal
3) Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan

g. Pemeriksaan laboratorium
1) Darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relative, dan
aneosinofilia pada permukaan sakit
2) Darah untuk kultur (biakan, empedu) dan widal
3) Biakan empedu basil salmonella typhosa dapat ditemukan dalam
darah pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering
ditemukan dalam urine dan feses
4) Pemeriksaan widal. Untuk membuat diagnosis yang diperlukan
ialah titer zat anti terhadap antigen O. titer yang bernilai 1/200 atau
lebih menunjukkan kenaikan yang progresif

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan penyakit
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (infeksi)
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat
d. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat dan hipertermi
e. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus
gastrointestinal

3. Intervensi Keperawatan
a. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan penyakit
1) Kaji tanda dan gejala hipotermia serta hipertermi
2) Perbanyak asupan cairan oral
3) Untuk hipertermi : batasi aktivitas pada hari yang panas, dan
lepaskan baju yang berlebihan
4) Untuk hipotermi : tingkatkan aktivitas dan pertahankan nutrisi yang
adekuat
5) Laporkan kepada dokter jika hidrasi adekuat tidak dapat
dipertahankan
6) Berikan obat antipiretik jika perlu

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (infeksi)


1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
2) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan
3) Berikan informasi tentang nyeri
4) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis
5) Kolaborasikan pemberian analgetik, jika perlu

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang


tidak adekuat
1) Timbang pasien pada interval yang tepat
2) Identifikasi faktor yang mempengaruhi kehilangan selera makan
3) Berikan makanan sedikit tapi sering
4) Tawarkan kudapan yang sesuai jika perlu
5) Kolaborasikan pemberian obat antiemetic atau analgetik, jika perlu

d. Resiko kekurangan volume cairan b/d intake yang tidak adekuat dan
hipertermi
1) Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan
2) Pantau status hidrasi
3) Tingkatkan asupan oral
4) Berikan cairan sesuai kebutuhan

e. Konstipasi b/d penurunan motilitas traktus gastrointestinal


1) Identifikasi faktor yang mempengaruhi konstipasi
2) Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang efek diet pada
eleminasi
3) Tingkatkan pemasukan cairan oral
4) Minta program dari dokter untuk pemberian bantuan eleminasi
seperti pemberian laksatif dan supositoria

DAFTAR PUSTAKA
Lynda Juall Carpenito – Moyet. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta :
EGC

NANDA. Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2012-2014. Philadelphia :


NANDA International

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagosa Medis NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Susilaningrum, R., Nursalam, & Utami, S. (2013). Asuhan Keperawatan Bayi dan
Anak Untuk Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika.

Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku : Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta :


EGC

Anda mungkin juga menyukai