Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

DEMAM TIFOID

I. Konsep Dasar Medis


A. Definisi
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik yang
bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini
ditandai panas berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa
keterlibatan struktur endothelia atau endokardial dan invasi bakteri
sekaligus multiplikasi kedalam sel fagosit monocular dari hati, limpa,
kelenjar limfe usus dan peyer’s patch dan dapat menular pada orang
lain melalui makanan atau air yang terkontaminasi (Nurarif &
Kusuma, 2015).
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus
halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan
pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran
(Apriyadi E, 2018).
Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang disebabkan
oleh bakteri ditandai dengan demam insidious yang berlangsung lama,
sakit kepala yang berat, badan lemah, anoreksia, dan bradikardi. (Dr.
H. Masriadi, 2017).

B. Etiologi
Salmonella typhi sama dengan salmonella yang lain adalah
bakteri Gram-negatif, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak
membentuk spora, fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatic (O)
yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari
protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida.
Mempunyai makromolekuler lipopolisakarida kompleks yang
membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin.
Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang
berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotic (Nurarif &
Kusuma, 2015).

C. Patofisiologi
Penularan salmonella typhi dapat ditularkan melalui
berbagai cara, yaitu dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Finger
(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.
Kuman salmonella masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan
dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi
masuk ke usus halus yang melepaskan zat pirogen dan menimbulkan
infeksi. Infeksi ini bisa merangsang pusat mual dan muntah di medulla
oblongata dan akan menskresi asam lambung berlebih sehingga
mengakibatkan mual dan timbul nafsu makan berkurang. Apabila
nafsu makan berkurang maka terjadi intake nutrisi tidak adekuat dan
terjadi perubahan nutrisi. Selain itu juga kuman yang masih hidup
akan masuk kejaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili
usus halus kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia
primer) dan menuju sel-sel retikuloendotelial, hati, limfa dan organ-
organ lainnya. (Dr. H. Masriadi, 2017).

D. Manifestasi klinis
1. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
2. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak
bertentangan akan menyebakan syok, stupor dan koma
3. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari
4. Nyeri kepala, nyeri perut
5. Kembung, mual, muntah, diare, konstipasi
6. Pusing, bradikardi, nyeri otot
7. Batuk
Lidak yang berselaput (kotor ditengah, tepian ujung merah serta
tremor) (Nurarif & Kusuma, 2015).

Periode infeksi demam typhoid, tanda dan gejala :


Minggu Keluhan Gejala Patologi

Minggu Panas Gangguan Bakteremia


pertama berlangsung saluran cerna
insidious, tipe
panas
stepladder yang
mencapai 39-
40◦C,
menggigil,
nyeri kepala
Minggu kedua Rash, nyeri Rose sport, Vaskulitis,
abdomen, diare splenomegali, hiperplasi pada
atau konstipasi, hepatomegali peyer’s pathces,
delirium nodul tifoid
pada limpa dan
hati

Minggu ketiga Komplikasi, Melena, illeus, Ulserasi pada


perdarahan ketegangan peyer’s pathces,
saluran cerna, abdomen, koma nodul tifoid
perforasi, syok pada limpa dan
hati
Minggu Keluhan Tampak sakit Koleliaiasis,
keempat, dst menurun, berat, kakeksia carrier kronik
relaps,
penurunan BB

E. Pentalaksanaan Medik
1. Non farmakologi
a. Bed rest
b. Diet : diberikan bubur saring kemudian bubur kasar dan
kahirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet
berupa makanan rendah serat.
2. Farmakologi
a. Kloramfenikol, dosis 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 kali
pemberian, oral atau IV selama 14 hari.
b. Bila ada kontraindikasi kloamfenikol diberikan ampisilin
dengan dosis 200mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali.
Pemberian intarvena saat belum dapat minum obat selama 21
hari atau amokcisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari terbagi
dalam 3-4 hari. Pemberian oral/intravena selama 21 hari
kontrimoksasol dengan dosis 8 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-
3 kali pemberian oral selama 14 hari.
c. Pada kasus berat dapat diberi ceftriaxone dengan dosis 50
mg/kgBB/hari dan diberikan 2 kali sehari atau 80
mg/kgBB/hari, sekali sehari, intarvena selama 5-7 hari.
d. Pada kasus yang diduga megalami MDR, maka pilihan
antibiotika adalah meropenem, azithromisin dan
fluoroquinolon.
F. Komplikasi
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perporasi usus
c. Illeus paralitik
2. Komplikasi extra intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan
sepsis), miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia dan
syndrome uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
d. Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis,
kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis, dan
perinepritis.
f. Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis,
spondilitis dn arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : dellirium, meningiusmus,
menigitis, polineuritis perifer, sindroma guillain bare dan
sindroma katatinia.

G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar
leukosit normal. Leukositosit dapat terjadi walaupun tanpa disertai
infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan uji widal
Ujia widal dilakukan untuk mendeteksi danya antibodi terhadap
bakteri salmonella typhi. Ujia widal dimaksudkan untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita demam
tifoid. Akibat adanya infeksi oleh salmonella typhi maka penderita
membuat antibodi (aglutinin).
3. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering menignkat, tetapi akan kembali normal
setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak
memerlukan penanganan khusus.
4. Kultur
Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama
Kultur urin : bisa postif pada akhir minggu kedua
Kultur feses : bila positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga
5. Anti Salmonela typhi IgM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi
akut salmonella typhi karena antibodi IgM muncul pada hari ke 3
dan 4 terjadinya demam.

H. Prognosis
Prognosis demam tifoid pada anak baik asal pasien cepat
berobat. Mortalitas pada pasien yang dirawat adalah 6%. Prognosis
menjadi tidak baik bila terdapat gambaran klinik yang berat seperti
demam tinggi (hiperpireksia), febris kontinu, kesadaran sangat
menurun (sopor, koma atau delirium), terdapat komplikasi yang berat
misalnya dehidrasi dan asidosis, perforasi.
II. Konsep Dasar Keperawatan
A. Pengkajian
1. Biodata klien, meliputi Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat,
Pendidikan, Pekerjaan, Nomor Registrasi, Status Perkawinan,
Aggama Dan Tanggal Masuk Rumah Sakit.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama yang di rasakan klien saat ini
b. Riwayat kesehatan sekarang
c. Riwayat kesehatan massa lalu
d. Riwayat kesehatan keluarga
3. Riwayat Psiko – Sosial – Spiritual
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum : klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat
38-41◦C, muka kemerahan
2. B1 (Breathing) : pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas
cepat dan dalam dengan gambaran seperti bronchitis
3. B2 (Blood) : terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi
relatif, hemoglobin rendah.
4. B3 (Brain) : kulit kering, turgor kulit menurun, muka tampak
pucat.
5. B4 (Bladder) : bibir kering dan pecah-pecah, mukosa bibir
kering, lidah kotor, mual, muntah, anoreksia, konstipasi
6. B5 (Bowel) : saat dipalpasi didaptkan limpa dan hati membesar
dengan konsentrasi lunak serta nyeri tekan pada abdomen.
Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi
peristaltik usus meningkat.
7. B6 (Bone) : kelelahan, kelemahan.
B. Diagnosa keperawatan
1. Hipertermi
2. Nyeri akut berhubungan dengan proses peradangan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
4. Resiko kekuarngan volume cairan berhubungan dengan iantake
yang tidak adekuat dan peningkatan suhu tubuh.
5. Konstipsi berhubungan dengan penurunan morlititas trakus
gastrointestinal (penurunan motilitas usus).

C. Intervensi
No DX. Kep Noc SIKI

1 Hipertermia - Thermoregulation - Identifikasi


- Suhu tubuh tidak panas lagi penyebab
Kriteria hasil : hipertermia
- Monitor suhu tubuh
- Suhu tubuh dalam rentang
- Sediakan lingkungan
normal
yang dingin
- Nadi dan rr dalam rentang
- Anjurkan tirah
normal
baring
- Tidak ada perubahan warna
- Kolaborasi
kulit dan tidak ada pusing
pemberian cairan
elektrolit intravena
(bila perlu)
2 Nyeri akut - Pain level - Identifikasi factor
- Pain control pencetus dan pereda
- Comfort level nyeri
Kriteria hasil : - Monitor kualitas
nyeri
- Mampu mengontrol nyeri
- Monitor lokasi dan
- Melaporkan bahwa nyeri
penyebaran nyeri
berkurang dengan
- Monitor durasi dan
mengunakan manejemen
frekuensi nyeri
nyeri
- Mampu mengenali nyeri
- Mengatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
3 Ketidakseimbanga - Nutrional status : food and - Identifikasi status
n nutrisi kurang fluid intake, nutrient intake nutrisi
dari kebutuhan - Weigh control - Identifikasi alergi
tubuh Kriteria hasil : dan intoleransi
makanan
- Adanya peningkatan BB
- Identifikasi makan
sesuai dengan tujuan
yang disukai
- BB ideal sesuai dengan TB
- monitor berat badan
- Mampu mengidentifikasi
- berikan makanan
kebutuhan nutrisi
tinggi kalori dan
- Tidak ada tanda-tanda mal
tinggi protein
nutrisi
4 Resiko kekuarngan - Fluid balance - Monitor vital sign
volume cairan - Hydration - Kolaborasikan
- Nutritional status : food pemberian cairan IV
and fluid inatke - Monitor status gizi
- Monitor berat badan
Kriteria hasil

- Mempertahankan urine
output sesuai dengan usia
dan BB, Bj urine normal
dan HT normal
- Tekanan darah, suhu dan
nadi dalam batas normal
- Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi
5 Konstipasi - Bowel elimination - Monitor tanda dan
- Hydration gejala konstipasi
Kriteria Hasil - Monitor feses :
- Mempertahankn bentuk feses frekuensi, konsistensi
lunak setiap 1-3 hari dan volume
- Bebas dari ketidaknyamanan - Dukung intake cairan
dan konstipasi - Anjurkan pasien
- Mengidentifikasi indikator untuk diet tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
- Feses lunak dan berbentuk

D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana
tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama
pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah
dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan
interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan
efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan
keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi,
dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan
dan bagaimana respon pasien.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan.
Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai
setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan
dalam perencanaan. Bentuk evaluasinya antara lain terjadi peningkatan
mobilitas fisik, peningkatan koping individu, serta mampu melakukan
aktivitas sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Amina Huda Nurarif, S. N., & Hardi Kusuma, S. N. (2015). Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Nanda Ni-Noc. Yogyakarta:
Medication publishing.

Masriadi, S. S. (2017). Epidemologi Penyakit Menular. Depok: PT Rajagrafindo


Persada

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DPP

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Apriadi E, & Sarwili Indri. 2018. Perilaku Hygiene Seseorang dengan Kejadian
Demam Tifoid. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai