Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN THYPOID FEVER

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Definisi penyakit
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan
oleh Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara
berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini
juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena
penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk,
kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar hyiene
industri pengolahan makanan yang masih rendah (Simanjuntak, C.H, 2009).

B. Etiologi atau faktor risiko penyakit


Penyebab dari demam thypoid adalah infeksi dari bakteri Salmonella thypi
yang merupakan bakteri gram negative, mempunyai flagella, tidak berkapsul,
tidak membentuk spora, fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatic (O)
yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein
dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polosakarida. Mempunyai
makromolekuler lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari
dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella thypi juga dapat
memperoleh plasmid factor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap
multiple antibiotic.

C. Patofisiologi
Kuman Salmonella masuk bersama makanan/minuman. Setelah berada dalam
usus halus kemudian mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus
(terutama Plak Peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan
peradangan dan nekrose setempat, kuman lewat pembuluh limfe masuk ke
aliran darah (terjadi bakteremi primer) menuju ke organ-organ terutama hati
dan limfa. Kuman yang tidak difagosit akan berkembang biak dalam hati dan
limfa sehingga organ tersebut membesar disertai nyeri pada perabaan.

Pada akhir masa inkubasi (5-9 hari) kuman kembali masuk dalam darah
(bakteremi sekunder) dan menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam

1
kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong di atas
Plak Peyer. Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi
usus. Pada masa bakteremi ini, kuman mengeluarkan endotoksin yang
mempunyai peran membantu proses peradangan lokal dimana kuman ini
berkembang.

Demam tifoid disebabkan karena Salmonella Typhosa dan endotoksinnya


merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang
meradang. Zat pirogen ini akan beredar dalam darah dan mempengaruhi pusat
termoregulator di hipotalamus yang menimbulkan gejala demam. (PPNI,
2009)

2
D. Pathways
Salmonella thypi masuk kedalam saluran GI

Lolos dari asam lambung Dimusnahkan oleh asam lambung

Masuk ke usus halus


Masuk aliran darah (bakterimia sekunder)

Masuk ke pembuluh limfe


Endotoksin

Masuk ke peredaran darah (Bakterimia primer)


Terjadi kerusakan sel

Masuk ke retikulo endotelial terutama hati dan limfa


Melepas zat epirogen oleh leukosit
Masuk ke hati Masuk ke limfa

Mempengaruhi thermoregulator di hipotalamus


Pembesaran hati Pembesaran limfa

Hipertermia
Hepatomegali Splenomegali

Lase plak pleyer / mobilitas usus

Erosi asam lambung / peristaltik usus

Mual, muntah Diare Risiko


Perdarahan Nyeri akut
dan anoreksia Konstipasi
masif

Ketidakseimbangan Risiko
Risiko syok nutrisi kurang dari ketidakseimbangan
kebutuhan elektrolit

3
E. Manifestasi klinik
Tanda dan gejala dari demam thypoid sebagai berikut (Nurarif dan Huda,
2015)
1. Gejala pada anak : Inkubasi anatara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari.
2. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
3. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani
akan menyebabkan shock, Stupor dan koma.
4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selam 2-3 hari
5. Nyeri kepala, nyeri perut, kembung, mual muntah, diare, konstipasi
6. Nyeri otot
7. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepid an ujung merah serta tremor)
8. Delirium atau psikosis
Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda
sebagai penyakit demam akut dengan diseryai syok dan hipotermia.

F. Pemeriksaan diagnostik
Menurut widodo 2012 pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid
adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
1. Pemeriksaan Laboratorium: leukosit, Hb, SGOT dan SGPT,
2. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam
typhoid.
3. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien
yang disangka menderita tifoid.
4
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain: perdarahan saluran cerna dan
perforasi usus, dehidrasi akibat mual muntah dan diare yang berkepanjangan

H. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan demam tifoid menurut Yudhistira, (2009) masih
menganut trilogi penatalaksanaan yang meliputi : istirahat dan perawatan, diet
dan terapi penunjang (baik simptomatik maupun suportif), serta pemberian
antimikroba. Selain itu diperlukan pula tatalaksana komplikasi demam tifoid
yang meliputi komplikasi intestinal maupun ekstraintestinal.
1. Istirahat dan Perawatan
Bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.
Tirah baring dengan perawatan dilakukan sepenuhnya di tempat seperti
makan, minum, mandi, dan BAB/BAK. Posisi pasien diawasi untuk
mencegah dukubitus dan pnemonia orthostatik serta higiene perorangan
tetap perlu diperhatikan dan dijaga.
2. Diet dan Terapi Penunjang
Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat.
a. Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa gejala
meteorismus, dan diet bubur saring pada penderita dengan
meteorismus. Hal ini dilakukan untuk menghindari komplikasi
perdarahan saluran cerna dan perforasi usus. Gizi penderita juga
diperhatikan agar meningkatkan keadaan umum dan mempercepat
proses penyembuhan.
b. Cairan yang adekuat untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan
diare.
c. Primperan (metoclopramide) diberikan untuk mengurangi gejala mual
muntah dengan dosis 3 x 5 ml setiap sebelum makan dan dapat
dihentikan kapan saja penderita sudah tidak mengalami mual lagi.
3. Pemberian Antimikroba atau antibiotik

5
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
2. Keluhan utama
Keluhan utama demam thypoid adalah panas atau demam yang tidak
turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare
serta penurunan kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke
dalam tubuh.
4. Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam thypoid.
5. Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
6. Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak
makan sama sekali.
b. Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah
baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan,
hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam
tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak
keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan
cairan tubuh.
c. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar
tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
d. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
e. Pola persepsi dan konsep diri
6
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan
penyakitanaknya.
f. Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham
pada klien.

7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum:
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 –
410 C, muka kemerahan.
b. Tingkat kesadaran: Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
c. Sistem respirasi: Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan
dalam dengan gambaran seperti bronchitis.
d. Sistem kardiovaskuler: Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi
relatif, hemoglobin rendah.
e. Sistem integumen: Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak
pucat, rambut agak kusam
f. Sistem gastrointestinal: Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut
kering, lidah kotor (khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi,
nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.
g. Sistem muskuloskeletal: Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan
adanya kelainan.
h. Sistem abdomen: Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar
dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada
perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik
usus meningkat
.
B. Diagnosa keperawatan
1. Hipertemia
2. Nyeri akut
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
4. Risiko syok
5. Risiko ketidakseimbangan elektrolit

7
6. Risiko Konstipasi

C. Intervensi keperawatan
Dx. Kep Tujuan dan KH (NOC) Intervensi Keperawatan (NIC)
Hipertermia Tujuan: - Perawatan demam
setelah dilakukan tindakan  Pantau suhu dan tanda-tanda vital
keperawatan selama 3x24 lainnya
jam diharapkan hipertermia R: pemantauan suhu untuk mengetahui
berkurang perubahan kondisi pasien
 Monitor asupan dan keluaran
KH: R: memantau asupan dan keluaran
- Perubahan tanda-tanda pasien apakah sesuai atau tidak untuk
vital (Suhu) mencegah terjadinya komplikasi
 Dorong konsumsi cairan pada pasien
R: konsumsi cairan yang banyak dapat
membantu proses penguapan dalam
tubuh
 Pantau tanda-tanda dari infeksi
R: memantau tanda infeksi untuk
mencegah terjadinya komplikasi yang
lain
 Berikan selimut hangat saat fase
dingin atau berikan pakaian atau linen
tempat tidur ringan saat fase
bergejolak/flush

- Manajemen pengobatan
 Kolaborasi pemberian obat sesuai
dengan protokol (Naprex, Broadced)
R: membantu mengatasi demam pasien

Nyeri akut Tujuan: - Pemberian anagesik


Setelah dilakukan tindakan  Kolaborasi dengan dokter pemberian
keperawatan selama analgesik (Naprex)
3x24jam diharapkan nyeri R: untuk membantu mengurangi nyeri
akut berkurang pasien
KH: - Manajemen lingkungan
- Pasien mengatakan skala  Ciptakan lingkungan yang aman dan
nyeri berkurang (1-2) nyaman bagi pasien
- Pasien dapat mnegontrol R: lingkungan yang aman dan nyaman
nyeri dapat membantu pasien agar lebih
tenang
- Manajemen nyeri
 Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik nyeri, onset/durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas atau
beratnya nyeri dan faktor pencetus
R: untuk mengetahui dan memantau
karakteristik nyeri pasien
 Gunakan strategi komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri dan sampaikan

8
penerimaan pasien terhadap nyeri
R: untuk membantu mengidentifikasi
nyeri pasien
- Pengaturan posisi
 Tempatkan pasien dalam posisi
terapeutik yang sudah dirancang
(posisi nyaman)
R: untuk membantu mengurangi nyeri
pasien
- Terapi relaksasi
 Dapatkan perilaku yang menimbulkan
relaksasi, yaitu: nafas dalam, terapi
distraksi (menonton tv, bermain game)
R: mengajarkan pada pasien cara
melakukan teknik relaksasi dan
distraksi untuk mengurangi nyeri dan
mengalihkan perhatian dari nyeri yang
dirasakan
- Bantuan perawatan diri
R: membantu aktivitas pasien
Ketidakseimbangan Tujuan: - Manajemen nutrisi
nutrisi kurang dari setelah dilakukan tindakan  Pantau nilai laboratorium, khususnya
kebutuhan keperawatan selama 3x24 transferin albumin, dan elektrolit
jam diharapkan R: untuk mengetahui kandungan
ketidakseimbangan nutrisi protein dan elektrolit pasien.
kurang dari kebutuhan  Pemantauan nutrisi
berkurang R: untuk mengumpulkan dan
menganalisis data pasien untuk
KH: mencegah dan meminimalkan kurang
- Nafsu makan meningkat gisi.
- Nilai laboratorium  Ciptakan lingkungan yang
dalam batas normal menyenangkan untuk pasien
- Sariawan berkurang R: untuk meningkatkan nafsu makan
hingga hilang pasien.
 Kolaborasi pemberian diet sesuai
kondisi pasien
R: kolaborasi dengan ahli gizi dan
dokter untuk menentukan diet yang
sesuai untuk membantu proses
penyembuhan pasien atau untuk
membantu meningkatkan nilai
laboratorium pasien
 Monitor adanya mual dan muntah.
R: Memantau mual dan muntah pasien.

- Managemen gangguan makan


 Ajarkan metode untuk perencanaan
makan
R: untuk membantu keluarga pasien
merencankan makan pasien.
 Berikan informasi yang tepat tentang
kebutuhan nutrisi dan bagaimana
memenuhinya
R: memberikan informasi kepada
pasien dan keluarga pasien.
Risiko syok Tujuan: - Pencegahan perdarahan
setelah dilakukan tindakan  Monitor dengan ketat risiko terjadinya
keperawatan selama 3x24 berdarahan pada pasien
jam diharapkan risiko syok R : memantau adanya perdarahan pada

9
berkurang pasien
 Catat nilai hb dan hematokrit sebelum
KH: dan sesudah pasien kehilangan darah
- Status sirkulasi sesuai indikasi
- Keparahan infeksi R : untuk memntau kadar hb dan
- Tanda tanda vital hematokrit untuk mencegah terjadinya
komplikasi
 Instrusikan pasien untuk meningkatkan
makan yang kaya vitamin K
R : vitamin K untuk membantu proses
pembekuan darah dan kesehatan tulang
 Instrusikan pasien dan keluarga untuk
memonitor tanda tanda perdarahan dan
mengambil tindakan yang tepat jika
terjadi perdarahan
R : untuk membantu mencegah risiko
perdarahan pasien, karena keluarga
yang selalu menunggu disamping
pasien

Risiko Tujuan: - Autotransfrusi


ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan  Dapatkan persetujuan dari pasien
elektrolit keperawatan selama 3x24 R: mendapatkan persetujuan pasien
jam diharapkan risiko untuk tindakan tranfusi darah pasien
ketidakseimbangan  Siapkan darah untuk reinfusi
elektrolit berkurang R: menyiapkan darah untuk reinfusi
sesuai dnegan golongan darah dan
KH: mencegah adanya kesalahan
- Nilai laboratorium  Dokumentasikan waktu, kondisi darah
elektrolit dalam batas dan respon pasien
normal R: sebagai dokumen pasien dan
pemantauan kondisi pasien

- Menejemen elektrolit
 Monitor hasil lab yang sesuai dengan
retensi cairan (hematokrit, eletrolit
atau Na, K, Ca, Mg dll)
R: memantau kadar elektrolit pasien
- Monitor tanda-tanda vital
 Monitor TD, RR, S, SpO2, CRT
R: memantau keadaan umum pasien,
untuk mengetahui sirkulasi O2 dalam
tubuh pasien
Risiko konstipasi Tujuan: - Manajemen konstipasi
setelah dilakukan tindakan  Monitor tanda dan gejala konstipasi
keperawatan selama 3x7 R: memantau tanda dan gejala yang
jam diharapkan risiko mungkin terjadi yang menyebabkan
konstipasi berkurang konstipasi
 Monitor bising usus
KH: R: memonitor pergerakan usus
- BAB lancar  Kolaborasi pemberian obat sesuai
- Tidak mengejan protokol
R: membantu mencairkan feces bila
terjadi pengerasan
 Dukung asupan nutrisi
R: pemilihan asupan nutrisi yang
sudah dikonsultasikan oleh dokter dan
ahli gizi dapat membantu mencegah
konstipasi

10
DAFTAR PUSTAKA
Bulecheck, dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) 2015-2017. Alih
Bahasa: Nurjannah & Tumanggor. Singapura: Elsevier
Herdman, T Heather. 2018. Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan:
definisi dan klasifikasi 2018-2020. Alih bahasa: Keliat, Budi Anna, dkk.
Jakarta: EGC

Moorhead, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) 2015-2017. Alih


Bahasa: Nurjannah & Tumanggor. Singapura: Elsevier

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction

11

Anda mungkin juga menyukai