Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN THYPOID DI RUANG III A PERGIWA

RSUD BAGAS WARAS KLATEN

DI Susun Oleh

NAMA :ROVA LEODRI PUTRA

NIM : SN162142

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA

TAHUN AJARAN 2017/2018


LAPORAN PENDAHULUAN THYPOID

PADAAnk. W DI RUANG PERGIWA RSUD BAGAS WARAS


KLATEN

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Demam thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang
disebabkan oleh Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di
berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan
subtropis. (Simanjuntak, 2009)
Demam thypoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih
dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran.
(Nursalam, 2005)
Demam thypoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus
dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. (Rampengan, 2007)

2. Etiologi

Etiologi demam thypoid adalah salmonella thypi (S.thypi) 90 % dan


salmonella parathypi (S. Parathypi Adan B serta C). Bakteri ini berbentuk
batang, gram negatif, mempunyai flagela, dapat hidup dalam air, sampah dan
debu. Namun bakteri ini dapat mati dengan pemanasan suhu 600 selama 15-
20 menit. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, pasien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :

a. Aglutinin O (antigen somatik) yang dibuat karena rangsangan antigen O


(berasal dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H (antigen flagela) yang dibuat karena rangsangan antigen H
(berasal dari flagel kuman).
c. Aglutinin Vi (envelope) terletak pada kapsul yang dibuat karena
rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar pasien
menderita tifoid. (Aru W. Sudoyo, 2009)
3. Patofisiologi

Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke


dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana
asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti
aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2,
inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi
dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus
halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa
dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-sel M, sel
epitel khusus yang melapisi Peyers patch, merupakan tempat
internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus,
mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati
sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella
typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di dalam
folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe.
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang
lamanya ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun
pejamu makaSalmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus
torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat
mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai oeh Salmonella
typhi adalah hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung empedu dan
Peyers patch dari ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik
secara langsung dari darah atau penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi
organisme di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan
melalui tinja. Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas,
hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi
penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari Salmonella
typhi menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus
dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain.
Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem
vaskular yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan
pada darah dan juga menstimulasi sistem imunologik. (Soedarmo, dkk., 2012)
Patwhay

Kuman Salmanella typhi, Salmanella


Paratyphi masuk ke saluran cerna

Sebagian masuk usus halus


Sebagian dimusnahkan asam lambung
Di ileum terminalis membentuk limfoid
plaque peyeri

Peningkatan asam lambung Sebagian hidup dan Sebagian menembus lamia


menetap propia

Mual, muntah Perdarahan Masuk aliran linfe

Perforasi Masuk dalam kelenjar linfe


masentrial

Intake berkurang ( madequat) PERITONITIS Menenbus dan masuk aliran darah

Nyeri akut Masuk dan bersarang dihati


dan limpa

nutrisi kurang dari Nyeri otot, nyeri kepala Hepata megali, Splenomegali
kebutuhan tubuh
Intoleransi aktivitas Infeksi Salmonella typhi,
Paratyhpi dan Endotoksin

Dilepasnya zat pirogen oleh leukosit pada jaringan


yang meradang

DEMAM THYPOID

peningkatan suhu badan/hipertermi


4. Manifestasi Klinik
a. Pada kondisi demam, dapat berlangsung lebih dari 7 hari, febris
reminten, suhu tubuh berangsur meningkat
b. Ada gangguan saluran pencernaan, bau nafaas tidak sedap,bibir
kering pecah-pecah (ragaden), lidah ditutpi selaput putih kotor
(coated tongue, lidah limfoid) ujung dan tepinya kemerahan, biasanya
disertai konstipasi, kadang diare, mual muntah, dan jarang kembung.
c. Gangguan kesadaran, kesadaran pasien cenderung turun, tidak
seberapa dalam, apatis sampai somnolen, jarang sopor, koma atau
gelisah
d. Relaps (kambung) berulangnya gejala tifus tapi berlangsung ringan
dan lebih singkat
5. Komplikasi

a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
b. Komplikasi extra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma
uremia hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis
dan arthritis. 7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus,
meningitis, polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma
katatonia.

6. Penatalaksanaan

a. Perawatan.
1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk
mencegah komplikasi perdarahan usus.
2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya
tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
b. Diet.
1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7 hari.
c. Obat-obatan.
1) Klorampenikol
2) Tiampenikol
3) Kotrimoxazol
4) Amoxilin dan ampicillin
Pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan
setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan
makanan, hindari minum susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari
minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan hindari makanan pedas.
B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Indentitas klien
Identitas penanggung jawab

a. Riwayat keperawatan

Keluhan utama
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kesehatan keluarga

Genogram

Riwayat kesehatan lingkungan

b. Pengkajian pola kesehatan fungsional

Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan


Pola nutrisi/metabolik
Pola eliminasi
Pola aktivitas dan latihan
Pola istrahat tidur
Pola kognitif perseptual
Pola persepsi konsef diri
Pola hubungan peran
Pola seksualitas reproduksi
Pola mekanisme koping
Pola nilai dan keyakinan

c. Pemeriksaan fisik

Keadaan/ penampilan umum


Kepala
Muka
Leher
Dada
Abdomen
Genetalia
Rektum
Ekstremitas

d. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah
pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
o Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya
leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam
typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-
batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun
tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder
o Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
o Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi
bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi
demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung
dari beberapa faktor:
a. Teknik pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan
laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik
dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang
baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia
berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada
minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya.
Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat
menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat
anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat
dan hasil biakan mungkin negatif.
o Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella
thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada
orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji
widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid.
Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
b.Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
c. Aglutinin VI, yang dibuat karena rangsangan antigen VI (berasal
dari simpai kuman).

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang


ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar
klien menderita typhoid .

2. Diagnosa keperawatan
1. Hipertermi b/d proses infeksi salmonella thypi.
2. Nyeri akut b/d agens cedera biologis (infeksi virus Salmonella
paratyphi)
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kurang
asupan makanan.
3. Perencanaan Keperawatan

NO DIAGNOSA NOC NIC

KEPERAWATAN

1 Perubahan nutrisiv Nutritional Status : Manajemen Nutrisi


kurang dari kebutuhan Nutritional status : 1. kaji pola makan klien
tubuh berhubungan food and fluid
2. Kaji adanya alergi
dengan intake yang intake
makanan.
tidak adekuat ( Nutritional status :
3. Kaji makanan yang
sekunder tidak nafsu nutrient intake
disukai oleh klien.
makan, mual dan Weight control
4. Kolaborasi dg ahli gizi
kembung ) untuk penyediaan nutrisi
Kriteria Hasil : terpilih sesuai dengan
Adanya kebutuhan klien.
peningkatan BB 5. Anjurkan klien untuk
sesuai dengan meningkatkan asupan
tujuan
nutrisinya.
BB ideal sesuai
6. Yakinkan diet yang
dengan tinggi
dikonsumsi mengandung
badan
cukup serat untuk
Mampu mencegah konstipasi.
mengidentifikasi 7. Berikan informasi
kebutuhan nutrisi tentang kebutuhan
Tidak ada tanda nutrisi dan pentingnya
tanda malnutrisi bagi tubuh klien.
Menunjukkan
Monitor Nutrisi
peningkatan
8. Monitor BB setiap hari
fungsi pengecapan
jika memungkinkan.
dari menelan
9. Monitor respon klien
Tidak terjadi terhadap situasi yang
penurunan BB mengharuskan klien
yang berarti makan.
10. Monitor lingkungan
selama makan.
11. Jadwalkan
pengobatan dan tindakan
tidak bersamaan dengan
waktu klien makan.
12. Monitor adanya
mual muntah.
13. Monitor adanya
gangguan dalam proses
mastikasi/input makanan
misalnya perdarahan,
bengkak dsb.
14. Monitor intake
nutrisi dan kalori.

2 Resiko kurangnya Fluid balance Fluid Management


volume cairan Hydration a. Timbang popok /
berhubungan dengan Nutritional status : pembalut jika
kurangnya intake food and fluid diperlukan
cairan dan intake b. Pertahankan catatatn
peningkatan suhu Kriteria Hasil intake dan output yang
tubuh. Mempertahankan akurat
urine output sesuai c. Monitor status hidrasi
dengan usia dan d. Monitor vital sign
BB, BJ urine e. Monitor masukan
normal, HTT makanan / cairan dan
normal itung intake kalori
TD, nadi, SB dalam harian
batas normal f. Kolaborasikan
Tidak ada tanda pembarian cairan IV
tanda dehidrasi, g. Monitor status nutrisi
elastisitas h. Berikan cairan IV pada
turgorkulit baik, suhu ruangan
membrane mukosa i. Dorong masukan oral
lembab, tidak ada j. Dorong keluarga untuk
rasa haus yang membatu pasien
berlebihan makan
k. Kolaborasi dengan
dokter
l. Atur kemungkinan
transfuse
m. Monitor tingkat Hb
dan hematoktrit
3 Hipertermi Thermoregulasi a. Monitor suhu sesering
Setelah dilakukan mungkin
berhubungan dengan
tindakan keperawatan b. Monitor warna dan
proses infeksi
selama..pasien suhu kulit
salmonella thypi. menunjukkan : c. Monitor tekanan darah,
Suhu tubuh dalam batas nadi dan RR
normal dengan kreiteria d. Monitor penurunan
hasil: tingkat kesadaran
Suhu 36 37C e. Monitor WBC, Hb, dan
Nadi dan RR Hct
dalam rentang f. Monitor intake dan
normal output
Tidak ada g. Berikan anti piretik:
perubahan h. Kelola
warna kulit dan Antibiotik:
tidak ada ..
pusing, merasa i. Selimuti pasien
nyaman j. Berikan cairan
intravena
k. Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
l. Tingkatkan sirkulasi
udara
m. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
n. Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
o. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
p. Monitor hidrasi seperti
turgor kulit,
kelembaban membran
mukosa
4 Kurang perawatan diri
Self care : Activity of Self Care assistane : ADLs
Daily Living (ADLs) a. Monitor kemempuan
berhubungan dengan
Setelah dilakukan klien untuk perawatan diri
istirahat total.
tindakan keperawatan yang mandiri.
selama . Defisit b. Monitor kebutuhan klien
perawatan diri teratas untuk alat-alat bantu
dengan kriteria hasil: untuk kebersihan diri,
Klien terbebas dari berpakaian, berhias,
bau badan toileting dan makan.
Menyatakan c. Sediakan bantuan sampai
kenyamanan klien mampu secara utuh
terhadap untuk melakukan self-
kemampuan untuk care.
melakukan ADLs d. Dorong klien untuk
Dapat melakukan melakukan aktivitas
ADLS dengan sehari-hari yang normal
bantuan sesuai kemampuan yang
dimiliki.
e. Dorong untuk melakukan
secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak
mampu melakukannya.
f. Ajarkan klien/ keluarga
untuk mendorong
kemandirian, untuk
memberikan bantuan
hanya jika pasien tidak
mampu untuk
melakukannya.
g. Berikan aktivitas rutin
sehari- hari sesuai
kemampuan.
h. Pertimbangkan usia klien
jika mendorong
pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.

5 Kurangnya Kowlwdge : disease NIC :


process a. Kaji tingkat pengetahuan
pengetahuan tentang
Kowledge : health pasien dan keluarga
penyakitnya
Behavior b. Jelaskan patofisiologi
berhubungan dengan Setelah dilakukan dari penyakit dan
tindakan keperawatan bagaimana hal ini
kurang informasi.
selama . pasien berhubungan dengan
menunjukkan anatomi dan fisiologi,
pengetahuan tentang dengan cara yang tepat.
proses penyakit dengan c. Gambarkan tanda dan
kriteria hasil: gejala yang biasa muncul
Pasien dan keluarga pada penyakit, dengan
menyatakan cara yang tepat
pemahaman tentang d. Gambarkan proses
penyakit, kondisi, penyakit, dengan cara
prognosis dan yang tepat
program pengobatan e. Identifikasi
Pasien dan keluarga kemungkinan penyebab,
mampu dengan cara yang tepat
melaksanakan f. Sediakan informasi pada
prosedur yang pasien tentang kondisi,
dijelaskan secara dengan cara yang tepat
benar g. Sediakan bagi keluarga
Pasien dan keluarga informasi tentang
mampu menjelaskan kemajuan pasien dengan
kembali apa yang cara yang tepat
dijelaskan h. Diskusikan pilihan terapi
perawat/tim atau penanganan
kesehatan lainny i. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara
yang tepat atau
diindikasikan
j. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat

4. Evaluasi
1. Suhu tubuh dalam rentang normal
2. Nadi dan RR dalam rentang normal
3. Nyeri berkurang
4. Merasa nyaman setelah nyeri berkurang
5. Terjadinya peningkatan berat badan
6. Tidak terjadi penurunan berat badan
DAFTAR PUSTAKA

Deden, S.Kep,Ns dan Rahayu,Ningsih, S.Kep. Ns. 2010. Keperawatan Medikal

Bedah ( Sistem Pencernaan). Yogyakarta : Gosyen Publishing

Lestari Titik. 2016. Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta : Nuha Medika

Kusuma, Hardhi dan Nurarif,Huda,Amin. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC (Jilid 1). Yogyakarta :

Nugroho, Susilo. 2011. Pengobatan Demam Tifoid. Yogyakarta: Nuha Medika


Mansjoer, Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius
Mediaction Publishing Kusuma, Hardhi dan Nurarif,Huda,Amin. 2013. Aplikasi

Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC

(Jilid 2). Yogyakarta : Mediaction Publishing

Simanjuntak, C. H. 2009. Demam Tifoid, Epidemiologi dan Perkembangan

Penelitian. Cermin Dunia Kedokteran No. 83. Jakarta. Nuha

Soedarmo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI
Widodo, D. 2007. Buku Ajar Keperawatan Dalam. Jakarta: FKUI

Anda mungkin juga menyukai