Disusun oleh:
Wahyu Yani Tri Widodo
72020040021
B. ETIOLOGI
Menurut Widagdo (2011) Etiologi dari demam Thypoid adalah
Salmonella typhi, termasuk genus Salmonella yang tergolong dalam famili
Enterobacteriaceae. Salmonella bersifat bergerak, berbentuk spora, tidak
berkapsul, gram (-). Tahan terhadap berbagai bahan kimia, tahanbeberapa hari /
minggu pada suhu kamar, bahan limbah, bahan makanan kering, bahan
farmasi, dan tinja. Salmonella mati pada suhu 54,4º C dalam 1 jam atau 60º C
dalam 15 menit. Salmonella mempunyai antigen O (somatik) adalah komponen
dinding sel dari lipopolisakarida yang stabil pada panas dan antigen H
(flagelum) adalah protein yang labil terhadap panas. Pada S. typhi, juga pada S.
Dublin dan S. hirschfeldii terdapat antigen Vi yaitu polisakarida kapsul.
C. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Ngastiyah (2014) Gambaran klinik demam tifoid pada anak
biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Penyakit ini masa tunasnya 10-
20 hari, tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan. Sedangkan jika
melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin
ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri
kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan berkurang. Gambaran
klinik yang biasa ditemukan menurut Ngastiyah (2014) adalah:
1. Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris remiten
dan suhu tidak tinggi sekali. Selama seminggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien
terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga, suhu berangsur-
angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-
pecah (ragaden), lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung
dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat
ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus), hati dan limpa
membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi
tetapi juga dapat terjadi diare atau normal
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis
sampai samnolen, jarang terjadi sopor, koma atau gelisah kecuali
penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan. Di samping
gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan
anggota gerak dapat ditemukan roseola yaitu bintik-bintik kemerahan
karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada
minggu pertama yaitu demam. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardi
dan epitaksis pada anak dewasa
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit tifus abdominalis,
akan tetapi berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu
kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan.
Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ
yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.
Mungkin terjadi pada waktu penyembuhan tukak, terjadi invasi basil
bersamaan dengan pembentukan jaringan fibrosis
D. PATHOFISIOLOGI
Kuman masuk melalui mulut, sebagian kuman akan dimusnahkan dalam
lambung oleh asam lambung. Sebagian kuman lagi masuk ke usus halus, ke
jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang usus halus. Kemudian
kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia primer), dan mencapai sel-sel
retikulo endoteleal, hati, limpa dan organ lainnya.Proses ini terjadi dalam masa
tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikulo endoteleal melepaskan kuman ke
dalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya.
Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh terutama limpa,
usus, dan kandung empedu. Pada minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia
plaks player. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi
nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks player. Pada minggu
keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus
dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu
hepar, kelenjar-kelenjar mesentrial dan limpa membesar. Gejala demam
disebabkan oleh endotoksil, sedangkan gejala pada saluran pencernaan
disebabkan oleh kelainan pada usus halus (Suriadi &Yuliani, 2010).
E. PATHWAY
Empedu Endotoksin
Mempengaruhi pusat
Hepatomegali Splenomegali
thermoregulator
dihipotalamus
Nyeri
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pemberian antibiotik untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran
kuman. Antibiotik yang dapat digunakan:
a) Cloramfenikol: Obat ini digunakan untuk menekan fungsi sumsum
tulang, sehingga tidak boleh diberikan pada penderita dengan gangguan
fungsi sumsum tulang belakang.
b) Tiamfenikol: Efektifitasnya hampir sama dengan kloramfenikol, tetapi
komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik
lebih rendah.
c) Kotrimoksazol.
d) Ampisillin/ Amoksilin: Diberikan selama dua minggu. Kemampuan obat
ini menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan
kloramfenikol.
e) Sefalosporin generasi ketiga: Golongan sefalosporin generasi ke tiga
yang terbukti efektif untuk demam tifoid adalah Ceftriaxone. Golongan
Fluorokuinolon: Norfloksasin , Siprofloksasin, Ofloksasin, Pefloksasin,
Fleroksasin.
f) Kombinasi antibiotik: Pemakaian kombinasi 2 antibiotik atau lebih
hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik,
peritonitis atau peforasi, syok septik.
g) Kortikosteroid: Penggunaan steroid hanya diindikasikan pada toksik
tifoid atau demam tifoid yang mengalami syok septik.
H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1) PENGKAJIAN
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,
agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register
dan diagnosa medik.
2) Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak
turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare
serta penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke
dalam tubuh.
4) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
5) Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
6) Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak
makan sama sekali.
b. Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah
baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami
gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien
dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang
berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat
meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
c. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar
tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
d. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan
suhu tubuh.
e. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan
penyakitanaknya.
f. Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu
waham pad klien.
g. Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat
di rumah sakit dan klien harus bed rest total.
h. Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua akan nampak cemas.
7) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38
– 410 C, muka kemerahan.
b. Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
c. Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam
dengan gambaran seperti bronchitis.
d. Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin
rendah.
e. Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut
agak kusam
f. Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas),
mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa
tidak enak, peristaltik usus meningkat.
g. Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
h. Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan
konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi
didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus
meningkat.
2) DIAGNOSA KEPERAWATAN.
1. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi kuman
salmonella thypii.
2. Nyeri berhubungan dengan agens cidera biologi.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual muntah
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat dan peningkatan suhu tubuh.
5. Konstipasi berhubungan dengan factor fisiologis (perubahan pola
makan)
3) INTERVENSI KEPERAWATAN
NO Diagnosa Tujun dan Kriteria Intervensi (NIC)
Keperawatan Hasil (NOC)
1 Hipertermi Setelah dilakukan - Mengontrol panas
berhubungan dengan tindakan keperawatan - Monitor suhu
proses inflamasi 3x24 jam diharapkan minimal tiap 2 jam
kuman salmonella mengalami - Monitor suhu basal
thypii. keseimbangan secara kontinyu sesui
termoregulasi dengan dengan kebutuhan.
kriteria hasil : - Monitor TD, Nadi,
a. Suhu tubuh dalam dan RR
rentang normal 35,9 - Monitor warna dan
C – 37,5 suhu kulit
b. Nadi dan RR dalam - Monitor penurunan
rentang normal tingkat kesadaran
c. Tidak ada - Berikan pengobatan
perubahan warna untuk mengatasi
kulit penyebab demam
d. Tidak ada pusing - Berikan cairan intra
vena
- Tingkatkan sirkulasi
udara
- Berikan pengobatan
untuk mencegah
terjadinya menggigil
- Temperature
Regulation
- Monitor tanda- tanda
hipertermi
- Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
- Berikan obat
antipiretik sesuai
dengan kebutuhan
- Lepasakan pakaian
yang berlebihan dan
tutupi pasien dengan
hanya selembar
pakaian.
2 Nyeri berhubungan Setelah dilakukan -Lakukan pengakjian
dengan agens cidera tindakan keperawatan nyeri secara
biologi 3x24 jam diharapkan komprehensif termasuk
nyeri teratasi dengan lokasi, karakteristik,
kriteria hasil : durasi, frekuensi,
a. Mampu mngontrol kualitas dan faktor
nyeri (tahu prespitasi.
penyebab nyeri, -Observasi reaksi
mampu nonverbal dari
menggunakan ketidaknyamanan
teknik -Pilih dan lakukan
nonfarmakologi penanganan nyeri
untuk mengurangi (farmakologi, non
nyeri, mencari faramakologi dan
bantuan). interpersonal)
b. Melaporkan bahwa -Ajarkan tentang teknik
nyeri berkurang non faramakologi
dengan -Berikan analgetik untuk
menggunakan mengurangi nyeri
manajemen nyeri -Tingkatkan istirahat
c. Mampu mengenali
nyeri (skala,
intensitas,
frekuensi dan tanda
nyeri)
d. Menyatakan rasa
nyaman setelah
nyeri tulang
berkurang.
3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan - Monitor adanya
nutrisi kurang dari tindakan keperawatan penurunan berat badan
kebutuhan 3x24 jam diharapkan - Monitor turgor kulit
berhubungan dengan nutrisi terpenuhi - Monitor kadar albumin,
mual muntah dengan kriteria hasil : total protein, Hb, dan
a. Adanya kadar Ht
peningkatan berat - Kaji adanya alergi
badan sesuai makanan
dengan tujuan - Kolaborasi dengan ahli
b. Berat badan ideal gizi untuk menentukan
sesuai dengan jumlah kalori dan
tinggi badan nutrisi yang dibutuhkan
c. Mampu pasien
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-
tanda malnutrisi
e. Menunjukkan
peningkatan fungsi
pengecapan dari
menelan
4 Resiko kekurangan Setelah dilakukan - Monitor vital sign
volume cairan tindakan keperawatan - Monitor masukan
berhubungan dengan 3x24 jam diharapkan makanan/caoran dan
intake yang tidak tidak kekurangan hitung intake kalori
adekuat dan volume cairan dengan harian
peningkatan suhu kriteria hasil : - Kolaborasikan
tubuh. a. Mempertahankan pemberian cairan
urine output sesuai intravena
dengan usia dan - Monitor status cairan
BB, BJ urine termasuk intake dan
normal, HT normal output cairan
b. Tekanan darah, - Monitor hb dan
nadi, suhu tubuh hematokrit
dalam batas normal - Dorong pasien untuk
c. Tidak ada tanda- menambah intake oral
tanda dehidrasi,
elastisitas turgor
kulit baik,
membrane mukosa
lembab, tidak ada
rasa haus yang
berlebihan
4) PENGGUNAAN REFERENSI
Azis. (2014). Pengantar kebutuhan dasar manusia. Jakarta: Salemba
medika.
Hidayat. (2010). pengantar ilmu keperawatan anak. jakarta: salemba
medika.
sudoyono. (2012). Buku ajar ilmu penyakit dalam, Edisi 4, Jilid 1. Jakarta:
Departemen ilmu penyakit dalam FKUI.