Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

DEMAM THYPOID DI RUANG M.SYUJA’


RS PKU MUHAMMADIYAH MAYONG

Disusun oleh:
Wahyu Yani Tri Widodo
72020040021

PROGRAM PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DEMAM THYPOID
A. PENGERTIAN
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan
oleh Salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara
berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini
juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena
penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk,
kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene
industri pengolahan makanan yang masih rendah (Hidayat, 2010).
thypoid merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang
disebabkan oleh salmonella thypii, penyakit ini dapat ditularkan melaui kuman,
mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman salmonella thypii (Azis
H.A. 2014).
Thypoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A, B, C. Sinonim dari
penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis (Sudoyo, A 2012).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa demam tifoid adalah
suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A, B
dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang
terkontaminasi.

B. ETIOLOGI
Menurut Widagdo (2011) Etiologi dari demam Thypoid adalah
Salmonella typhi, termasuk genus Salmonella yang tergolong dalam famili
Enterobacteriaceae. Salmonella bersifat bergerak, berbentuk spora, tidak
berkapsul, gram (-). Tahan terhadap berbagai bahan kimia, tahanbeberapa hari /
minggu pada suhu kamar, bahan limbah, bahan makanan kering, bahan
farmasi, dan tinja. Salmonella mati pada suhu 54,4º C dalam 1 jam atau 60º C
dalam 15 menit. Salmonella mempunyai antigen O (somatik) adalah komponen
dinding sel dari lipopolisakarida yang stabil pada panas dan antigen H
(flagelum) adalah protein yang labil terhadap panas. Pada S. typhi, juga pada S.
Dublin dan S. hirschfeldii terdapat antigen Vi yaitu polisakarida kapsul.
C. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Ngastiyah (2014) Gambaran klinik demam tifoid pada anak
biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Penyakit ini masa tunasnya 10-
20 hari, tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan. Sedangkan jika
melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin
ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri
kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan berkurang. Gambaran
klinik yang biasa ditemukan menurut Ngastiyah (2014) adalah:
1. Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris remiten
dan suhu tidak tinggi sekali. Selama seminggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore hari dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien
terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga, suhu berangsur-
angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-
pecah (ragaden), lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung
dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat
ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus), hati dan limpa
membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi
tetapi juga dapat terjadi diare atau normal
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis
sampai samnolen, jarang terjadi sopor, koma atau gelisah kecuali
penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan. Di samping
gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan
anggota gerak dapat ditemukan roseola yaitu bintik-bintik kemerahan
karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada
minggu pertama yaitu demam. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardi
dan epitaksis pada anak dewasa
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit tifus abdominalis,
akan tetapi berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu
kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan.
Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ
yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.
Mungkin terjadi pada waktu penyembuhan tukak, terjadi invasi basil
bersamaan dengan pembentukan jaringan fibrosis

D. PATHOFISIOLOGI
Kuman masuk melalui mulut, sebagian kuman akan dimusnahkan dalam
lambung oleh asam lambung. Sebagian kuman lagi masuk ke usus halus, ke
jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang usus halus. Kemudian
kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia primer), dan mencapai sel-sel
retikulo endoteleal, hati, limpa dan organ lainnya.Proses ini terjadi dalam masa
tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikulo endoteleal melepaskan kuman ke
dalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya.
Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh terutama limpa,
usus, dan kandung empedu. Pada minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia
plaks player. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi
nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks player. Pada minggu
keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus
dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu
hepar, kelenjar-kelenjar mesentrial dan limpa membesar. Gejala demam
disebabkan oleh endotoksil, sedangkan gejala pada saluran pencernaan
disebabkan oleh kelainan pada usus halus (Suriadi &Yuliani, 2010).
E. PATHWAY

Kuman Salmonella typhi yang


Lolos dari asam Dimusnahkan oleh asam
masuk ke saluran
gastrointestinal lambung

Pembuluh darah limfe Bakteri masuk usus halus

Peredaran darah (bakterimia Masuk retikulo endothelial


promer) (RES) terutama hati dan limfa

Masuk kealiran darah


Berkembang biak di hati dan
(bakteremia sekunder)
limfa

Empedu Endotoksin

Terjadi kerusakan sel


Rongga usus pada
kel. Limfoid halus
Merangsang melepas zat
epirogen oleh leukosit
Pembesaran hati Pembesaran limfe

Mempengaruhi pusat
Hepatomegali Splenomegali
thermoregulator
dihipotalamus

Lase plak peyer Penurunan /


peningkatan mobilitas Hypertermi
usus

Erosi Resiko kekurangan


Penurunan / peningkatan
volume cairan
peristaltic usus

Nyeri

Konstipasi / diare Peningkatan asam


Perdarahan masif lambung

Anoreksia mual muntah

Komplikasi perforasi dan Ketidakseimbangan nutrisi


perdarahan usus kurang dari kebutuhan tubuh

(Suriadi &Yuliani, 2010).


F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
(Suriadi &Yuliani, 2010) Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid
adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia
tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah
leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan
kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau
infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan Sgot Dan Sgpt
Sgot Dan Sgpt pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam
typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa
faktor :
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang
lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang
digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat
demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu
kambuh biakan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia
sehingga biakan darah negatif.
4. Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan
mungkin negatif.
5. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien
yang disangka menderita tifoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien
membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari
simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar
klien menderita tifoid.
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap
kuman Salmonella typhi. Uji widal dikatakan bernilai bila terdapat
kenaikan titer widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau
titer widal O > 1/320, titer H > 1/60 (dalam sekali pemeriksaan) Gall
kultur dengan media carr empedu merupakan diagnosa pasti demam
tifoid bila hasilnya positif, namun demikian, bila hasil kultur negatif
belum menyingkirkan kemungkinan tifoid, karena beberapa alasan,
yaitu pengaruh pemberian antibiotika, sampel yang tidak mencukupi.
Sesuai dengan kemampuan SDM dan tingkat perjalanan penyakit
demam tifoid, maka diagnosis klinis demam tifoid diklasifikasikan atas:
1. Possible Case dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan
gejala demam,gangguan saluran cerna, gangguan pola buang air
besar dan hepato/splenomegali. Sindrom demam tifoid belum
lengkap. Diagnosis ini hanya dibuat pada pelayanan kesehatan
dasar.
2. Probable Case telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir
lengkap, serta didukung oleh gambaran laboratorium yang
menyokong demam tifoid (titer widal O > 1/160 atau H > 1/160
satu kali pemeriksaan).
3. Definite Case Diagnosis pasti, ditemukan S. Thypi pada
pemeriksaan biakan ataupositif S.Thypi pada pemeriksaan PCR
atau terdapat kenaikan titerWidal 4 kali lipat (pada pemeriksaan
ulang 5-7 hari) atau titer widal O> 1/320, H > 1/640 (pada
pemeriksaan sekali).

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pemberian antibiotik untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran
kuman. Antibiotik yang dapat digunakan:
a) Cloramfenikol: Obat ini digunakan untuk menekan fungsi sumsum
tulang, sehingga tidak boleh diberikan pada penderita dengan gangguan
fungsi sumsum tulang belakang.
b) Tiamfenikol: Efektifitasnya hampir sama dengan kloramfenikol, tetapi
komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik
lebih rendah.
c) Kotrimoksazol.
d) Ampisillin/ Amoksilin: Diberikan selama dua minggu. Kemampuan obat
ini menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan
kloramfenikol.
e) Sefalosporin generasi ketiga: Golongan sefalosporin generasi ke tiga
yang terbukti efektif untuk demam tifoid adalah Ceftriaxone. Golongan
Fluorokuinolon: Norfloksasin , Siprofloksasin, Ofloksasin, Pefloksasin,
Fleroksasin.
f) Kombinasi antibiotik: Pemakaian kombinasi 2 antibiotik atau lebih
hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik,
peritonitis atau peforasi, syok septik.
g) Kortikosteroid: Penggunaan steroid hanya diindikasikan pada toksik
tifoid atau demam tifoid yang mengalami syok septik.

H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1) PENGKAJIAN
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,
agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register
dan diagnosa medik.
2) Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak
turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare
serta penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi  ke
dalam tubuh.
4) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
5) Riwayat penyakit keluarga 
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
6) Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntah  saat makan  sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak
makan  sama sekali.
b. Pola eliminasi
Eliminasi alvi.  Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah
baring lama.  Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami
gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan.   Klien
dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang
berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat
meningkatkan kebutuhan cairan tubuh. 
c. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar
tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
d. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan
suhu tubuh.
e. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan
penyakitanaknya.
f. Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu
waham pad klien. 
g. Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat
di rumah sakit dan klien harus bed rest total.
h. Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua akan nampak cemas.
7) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Didapatkan  klien   tampak   lemah,   suhu   tubuh   meningkat     38
– 410 C, muka kemerahan.
b. Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
c. Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam
dengan gambaran seperti bronchitis.
d.  Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin
rendah.
e. Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut
agak kusam
f.  Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas),
mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa
tidak enak, peristaltik usus meningkat.
g. Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
h. Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan
konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen.  Pada perkusi
didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik usus
meningkat.

2) DIAGNOSA KEPERAWATAN.
1. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi kuman
salmonella thypii.
2. Nyeri berhubungan dengan agens cidera biologi.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual muntah
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat dan peningkatan suhu tubuh.
5. Konstipasi berhubungan dengan factor fisiologis (perubahan pola
makan)
3) INTERVENSI KEPERAWATAN
NO Diagnosa Tujun dan Kriteria Intervensi (NIC)
Keperawatan Hasil (NOC)
1 Hipertermi Setelah dilakukan - Mengontrol panas
berhubungan dengan tindakan keperawatan - Monitor suhu
proses inflamasi 3x24 jam diharapkan minimal tiap 2 jam
kuman salmonella mengalami - Monitor suhu basal
thypii. keseimbangan secara kontinyu sesui
termoregulasi dengan dengan kebutuhan.
kriteria hasil : - Monitor TD, Nadi,
a. Suhu tubuh dalam dan RR
rentang normal 35,9 - Monitor warna dan
C – 37,5 suhu kulit
b. Nadi dan RR dalam - Monitor penurunan
rentang normal tingkat kesadaran
c. Tidak ada - Berikan pengobatan
perubahan warna untuk mengatasi
kulit penyebab demam
d. Tidak ada pusing - Berikan cairan intra
vena
- Tingkatkan sirkulasi
udara
- Berikan pengobatan
untuk mencegah
terjadinya menggigil
- Temperature
Regulation
- Monitor tanda- tanda
hipertermi
- Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
- Berikan obat
antipiretik sesuai
dengan kebutuhan
- Lepasakan pakaian
yang berlebihan dan
tutupi pasien dengan
hanya selembar
pakaian.  
2 Nyeri berhubungan Setelah dilakukan -Lakukan pengakjian
dengan agens cidera tindakan keperawatan nyeri secara
biologi 3x24 jam diharapkan komprehensif termasuk
nyeri teratasi dengan lokasi, karakteristik,
kriteria hasil : durasi, frekuensi,
a. Mampu mngontrol kualitas dan faktor
nyeri (tahu prespitasi.
penyebab nyeri, -Observasi reaksi
mampu nonverbal dari
menggunakan ketidaknyamanan
teknik -Pilih dan lakukan
nonfarmakologi penanganan nyeri
untuk mengurangi (farmakologi, non
nyeri, mencari faramakologi dan
bantuan). interpersonal)
b. Melaporkan bahwa -Ajarkan tentang teknik
nyeri berkurang non faramakologi
dengan -Berikan analgetik untuk
menggunakan mengurangi nyeri
manajemen nyeri -Tingkatkan istirahat
c. Mampu mengenali
nyeri (skala,
intensitas,
frekuensi dan tanda
nyeri)
d. Menyatakan rasa
nyaman setelah
nyeri tulang
berkurang.
3 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan - Monitor adanya
nutrisi kurang dari tindakan keperawatan penurunan berat badan
kebutuhan 3x24 jam diharapkan - Monitor turgor kulit
berhubungan dengan nutrisi terpenuhi - Monitor kadar albumin,
mual muntah dengan kriteria hasil : total protein, Hb, dan
a. Adanya kadar Ht
peningkatan berat - Kaji adanya alergi
badan sesuai makanan
dengan tujuan - Kolaborasi dengan ahli
b. Berat badan ideal gizi untuk menentukan
sesuai dengan jumlah kalori dan
tinggi badan nutrisi yang dibutuhkan
c. Mampu pasien
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-
tanda malnutrisi
e. Menunjukkan
peningkatan fungsi
pengecapan dari
menelan
4 Resiko kekurangan Setelah dilakukan - Monitor vital sign
volume cairan tindakan keperawatan - Monitor masukan
berhubungan dengan 3x24 jam diharapkan makanan/caoran dan
intake yang tidak tidak kekurangan hitung intake kalori
adekuat dan volume cairan dengan harian
peningkatan suhu kriteria hasil : - Kolaborasikan
tubuh. a. Mempertahankan pemberian cairan
urine output sesuai intravena
dengan usia dan - Monitor status cairan
BB, BJ urine termasuk intake dan
normal, HT normal output cairan
b. Tekanan darah, - Monitor hb dan
nadi, suhu tubuh hematokrit
dalam batas normal - Dorong pasien untuk
c. Tidak ada tanda- menambah intake oral
tanda dehidrasi,
elastisitas turgor
kulit baik,
membrane mukosa
lembab, tidak ada
rasa haus yang
berlebihan

5 Konstipasi Setelah dilakukan - Monitor tanda dan


berhubungan dengan tindakan keperawatan gejala konstipasi
factor fisiologis 3x24 jam diharapkan - Monitor bising usus
(perubahan pola tidak konstipasi - Identifikasi factor
makan) dengan kriteria hasil : penyebab dan
a. Mempertahankan kontribuais konstipasi
bentuk feses lunak - Dukung intake cairan
setiap 1 – 3 hari - Kolaborasikan
b. Bebas dari pemberian laktasif
ketidaknyamanan dan - Anjurkan
konstipasi pasien/keluarga untuk
c. Mengidentifikasi diet tinggi serat.
indicator untuk
mencegah konstipasi
d. Feses lunak
dan berbentuk

4) PENGGUNAAN REFERENSI
Azis. (2014). Pengantar kebutuhan dasar manusia. Jakarta: Salemba
medika.
Hidayat. (2010). pengantar ilmu keperawatan anak. jakarta: salemba
medika.

Ngastiyah. (2014). Perawatan anak sakit. Jakarta: EGC.

sudoyono. (2012). Buku ajar ilmu penyakit dalam, Edisi 4, Jilid 1. Jakarta:
Departemen ilmu penyakit dalam FKUI.

Suriadi, & Yuliani. (2010). Asuhan keperawatan pada anak. Jakarta: PT


Percetakan penebar swadaya.

widagdo. (2011). Penyakit tropis epidimologi, penularan, pencegahan &


pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai