Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ..... DENGAN TYPHUS ABDOMINALIS


DI RUANG ..... RSUD SOEWONDO KENDAL

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Klinik Keperawatan Medikal Bedah I

Dosen Pembimbing : Suharto, SPd, MN

Disusun Oleh :
Syariifah Nela Tawang Sari
P1337420119334

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEMARANG KELAS KENDAL


JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2020/2021
A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Demam typhoid (typhoid fever) seringkali disebut sebagai penyakit tipes,
typhus abdominalis, typhoid fever atau enteric fever, merupakan infeksi sistemik yang
bisa menyerang segala tingkatan usia mulai dari balita hingga lanjut usia (Jurana,
2018). Demam typhoid yang disebabkan oleh bakteri salmonella enterica (khususnya
turunannya Salmonella typhi), salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B,
salmonella typhi C (Sari and Gunawan, 2016; Wiraswati et al., 2020). Secara akut
seringkali menyerang usus halus disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan
gejala demam lebih dari satu minggu antara 7-14 hari (Jainurakhma, 2015; Jurana
2018). Penyebaran demam thypoid ini melalui saluran cerna dimulai dari mulut,
esofagus, lambung, usus dua belas jari, usus halus, usus besar melalui muntahan, urin,
kotoran dari penderita salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui
bahan makanan dan minuman yang telah tercemar (Darmawati, 2014).
2. Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh S. Typhi, basil tifoid, basil gram negatif,
berflagel (bergerak dengan bulu getar), anaerob, dan tidak menghasilkan spora. Untuk
tujuan studi epidemiologis maka prosedur pemeriksaan laboratorium “phage typing”
dan “pulsed field gel electrophoresis” dari S. Typhi mempunyai nilai yang tinggi
untuk melakukan identifikasi terhadap isolat. Untuk demam paratifoid dikenal ada 3
serovarians S.ecterica yaitu: S. Paratyphi A, S. Paratyphi B, S. Paratyphi C dan
dikenal beberapa macam “phage types”. Bakteri tersebut memasuki tubuh manusia
melalui saluran pencernaan dan manusia merupakan sumber utama infeksi yang
mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit saat sedang sakit atau dalam
pemulihan. Kuman tersebut dapat hidup dengan baik sekali pada tubuh manusia
maupun pada suhu yang lebih rendah sedikit, namun mati pada suhu 70ºC maupun
oleh antiseptik.
Salmonella Typhi memiliki tiga macam antigen yaitu, antigen O (somatik)
merupakan polisakarida yang sifatnya spesifik untuk grup Salmonella dan berada
pada permukaan organisme dan juga merupakan somatik atigen yang tidak menyebar,
H (flagela) terdapat pada flagella dan bersifat termolabil dan antigen Vi berupa bahan
termolabil yang diduga sebagai pelapis tipis dinding sel kuman dan melindungi
antigen O terhadap fagositosis.
Salmonella Typhi biasanya ditularkan oleh unggas yang terkontaminasi,
daging merah, telur, dan susu yang tidak dipasteurisasi. Salmonella Typhi ditularkan
melalui kontak dengan hewan peliharaan yang terinfeksi seperti kura-kura, reptil.
Penyakit demam tifoid disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi yang masuk ke
dalam tubuh melalui makanan atau minuman yang tercemar, baik pada waktu
memasak ataupun melalui tangan dan alat masak yang kurang bersih. Kuman tersebut
diserap oleh usus halus yang masuk bersama makanan, kemudian menyebar ke semua
organ tubuh, terutama hati dan limpa, yang berakibat terjadinya pembengkakan dan
rasa nyeri. Kuman tersebut terus menyebar ke dalam peredaran darah dan kelenjar
limfe, terutama usus halus.
Kuman di dalam dinding usus membuat luka atau tukak (dalam bahsa medis)
yang berbrntuk lonjong. Tukak atau luka tersebut akan menimbulkan pendarahan atau
robekan yang mengakibatkan terjadinya penyebaran infeksi ke dalam rongga perut.
Apabila kondisinya sangat parah, maka harus dilakukan operasi untuk mengobatinya
dan berakibat fatal sehingga berujung pada kematian. Selain itu, kuman Salmonella
Typhi yang masuk ke dalam tubuh juga mengeluarkan toksin (racun) yang akan
menimbulkan gejala demam pada penderita. Itulah sebabnya, penyakit ini disebut juga
demam tifoid.
3. Manifestasi Klinis
1) Gejala pada anak : inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari
2) Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
3) Demam turun pada minggu keempat, kecuali demam tidak tertangani akan
menyebabkan syok, stupor, dan koma
4) Ruam muncul pada hari ke 7-10 hari dan bertahan selama 2-3 hari
5) Nyeri kepala, nyeriperut
6) Kembung, mual muntah, diare, konstipasi
7) Pusing, bradikardi, nyeri otot
8) Batuk
9) Epiktaksis
10) Lidah yang berselaput
11) Hepatomegali, splenomegali,meteorismus
12) Gangguan mental berupa somnolen
13) Delirium / psikosis
14) Dapat timbul gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda sebagai penyakit
demam akut dengan disertai syok dan hipotermia
Periode infeksi demam thypoid, gejala dan tanda :

Minggu Keluhan Gejala Patologi

Minggu 1 Panas berlangsung Gangguan saluran Bakteremia


insidious, tipe cerna
panas stepladder
yang mencapai 39-
40ºC, menggigil,
nyeri kepala

Minggu 2 Rash, nyeri Rose sport, Vaskulitis,


abdomen, diare splenomegali, hiperplasi pada
atau konstipasi, hepatomegali payer’s patches,
delirium nodul tifoid pada
limpa dan hati

Minggu 3 Komplikasi : Melena, ilius, Ulserasi pada


perdarahan saluran ketegangan payer’s patches,
cerna, perforasi abdomen, koma nodul typhoid pada
dan syok limpa dan hati

Minggu 4 Keluhan menurun , Tampak sakit berat, Kolelitiasis, carrier


relaps, penurunan kakeksia kronik
berat badan

4. Patofisiologi
Bakteri Salmonellatyphi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam
tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH<2)
banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi,
pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2, inhibitor pompaproton /antasida
dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan
mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan juga
kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan
jejunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan tempat
internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti
aliran kekelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik
sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami
multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear didalam folikel limfe, kelenjar limfe
mesenterika, hati dan limfe (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar
Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAI).
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya
ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka
Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk ke
dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ manapun,
akantetapi tempat yang disukai oleh Salmonella typhi adalah hati, limpa, sumsum
tulang belakang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal. Invasi
kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah/ penyebaran retrograd
dari empedu. Ekskresi organisme diempedu dapat menginvasi ulang dinding usus
/dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak
jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi
penderita melalui pemeriksaan limulus.
Diduga endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam
hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan juga kelenjar limfe mesenterika untuk
memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat
menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil, demam, depresi sumsum
tulang belakang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem imunologik
(Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis.
Jakarta: IDAI).
5. Komplikasi
1) Pendarahan usus. Bila sedikit,hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja
dengan benzidin. Jika perdarahan banyak, maka terjadi melena yang dapat disertai
nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
2) Perforasi usus. Timbul biasanya pada minggu ketiga /setelahnya dan terjadi pada
bagian distal ileum.
3) Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi,tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala abdomenakut, yaitu nyeri perut hebat, dinding abdomen tegang,
dan nyeri tekan
4) Komplikasi diluar usus. Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis, yaitu
meningitis, kolesistisis, ensefalopati, dan lain-lain (Susilaningrum, Nursalam, &
Utami, 2013)
6. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal.
Leukositosis dapa terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder
2) Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh.
Peningkatan SGOT dan juga SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus
3) Pemeriksaan uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap bakteri salmonella
typhi. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya agglutinin dalam serum
penderita demam tifoid. Akibat adanya infeksi oleh salmonella typhi maka penderita
membuat antibody (agglutinin)
4) Kultur
A. Kultur darah : bisa positif pada minggu pertama
B. Kultur urine : bisa positif pada akhir minggu kedua
C. Kultur feses : bisa positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga
5) Anti salmonella typhi igM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut salmonella typhi,
karena antibody igM muncul pada hari ke3 dan 4 terjadinya demam. (Nurarif &
Kusuma, 2015)
B. PATHWAY
C. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya klien dirawat di rumah sakit dengan keluhan sakit kepala, demam, nyeri
dan juga pusing.
3. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya klien mengeluh kepala terasa sakit, demam, nyeri, dan juga pusing, berat
badan berkurang, klien mengalami mual, muntah dan anoreksia, klien merasa
sakit diperut dan juga diare, klien mengeluh nyeri otot.
4. Riwayat penyakit dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit lain/pernah menderita penyakit seperti ini
sebelumnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Kaji adanya keluarga yang menderita penyakit yang sama (penularan).
Pengkajian Pola Fungsional Gordon :
1) Pola persepsi kesehatan manajemen kesehatan
Yang perlu dikaji adalah bagaimana pola sehat – sejahtera yang dirasakan,
pengetahuan tentang gaya hidup dan berhubungan dengan sehat, pengetahuan
tentang praktik kesehatan preventif, ketaatan pada ketentuan media dan
keperawatan. Biasanya anak-anak belum mengerti tentang manajemen kesehatan,
sehingga perlu perhatian dari orang tuanya.
2) Pola nutrisi metabolik
Yang perlu dikaji adalah pola makan biasa dan masukan cairan klien, tipe
makanan dan cairan, peningkatan / penurunan berat badan, nafsu makan, pilihan
makan.
3) Pola eliminasi
Yang perlu dikaji adalah poladefekasi klien, berkemih, penggunaan alat bantu,
penggunaan obat-obatan.
4) Pola aktivas latihan
Yang perlu dikaji adalah pola aktivitas klien, latihan dan rekreasi, kemampuan
untuk mengusahakanaktivitas sehari-hari (merawat diri, bekerja), dan respon
kardiovaskuler serta pernapasan saat melakukan aktivitas.
5) Pola istirahat tidur
Yang perludikaji adalah bagaimana pola tidur klien selama 24 jam, bagaimana
kualitas dan kuantitas tidurklien, apa ada gangguan tidur dan penggunaan obat-
obatan untuk mengatasi gangguan tidur.
6) Pola kognitif persepsi
Yang perlu dikaji adalah fungsi indraklien dan kemampuan persepsi klien.
7) Pola persepsi diri dan konsep diri
Yang perlu dikaji adalah bagaimana sikapklien mengenai dirinya, persepsi klien
tentang kemampuannya, pola emosional, citra diri, identitas diri, ideal diri, harga
diri dan peran diri. Biasanya anak akan mengalami gangguan emosional seperti
takut, cemas karena dirawat di RS.
8) Pola peran hubungan
Kaji kemampuan klien dalam berhubungan dengan orang lain. Bagaimana
kemampuan dalam menjalankan perannya.
9) Pola reproduksi dan seksualitas
Kaji adakah efek penyakitterhadapseksualitas anak.
10) Pola koping dan toleransi stress
Yang perlu dikaji adalah bagaimana kemampuan klien dalam menghadapai stress
dan juga adanya sumber pendukung. Anak belum mampu untuk mengatasi stress,
sehingga sangat dibutuhkan peran dari keluarga terutama orangtua untuk selalu
mendukung anak.
11) Pola nilai dan kepercayaan
Kaji bagaimana kepercayaan klien. Biasanya anak-anak belum terlalu mengerti
tentang kepercayaan yangdianut. Anak-anak hanya mengikuti dari orang tua.
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh
diatas normal (D.0130)
2. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan
gelisah (D.0077)
3. Defisit Nutrisi berhubungan dengan berat badan menurun minimal 10% di
bawah rentang ideal (D.0019)
4. Risiko Hipovolemia ditandai dengan efek agen farmakologis (D.0131)
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan (D.0056)
E. INTERVENSI

Diagnosa
No Tujuan Intervensi
Keperawatan

1. Hipertermia Setelah dilakukan  Manajemen


berhubungan intervensi selama 1 X 24 Hipertermia
dengan proses jam masalah (I.15506)
penyakit ditandai termoregulasi (L.14134)
Tindakan
dengan suhu tubuh membaik dengan kriteria
diatas normal hasil : O:
(D.0130) 1. Suhu tubuh
– Identifikasi
membaik
penyebab
2. Suhu kulit
hipertermia (mis.
membaik
dehidrasi,
3. Kadar glukosa
terpapar
membaik
lingkungan panas,
4. Pengisian kapiler
membaik
5. Ventilasi inkubator)
membaik – Monitor suhu
6. Tekanan darah tubuh
membaik – Monitor kadar
elektrolit
– Monitor haluaran
urine
– Montor
komplikasi akibat
hipertermia

T:

– Sediakan
lingkungan yang
dingin
– Longgarkan atau
lepaskan pakaian
– Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
– Berikan cairan
oral
– Ganti linen setiap
hari atau lebih
sering jika
mengalami
hiperhidrosis
(keringat
berlebih)
– Lakukan
pendinginan
eksternal (mis.
selimut
hipotermia atau
kompres dingin
pada leher, dada,
abdomen, aksila)
– Hindari
pemberian
antipiretik atau
aspirin
– Berikan oksigen,
jika perlu

E:

– Anjurkan tirah
baring

K:

– Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena, jika
perlu

2. Nyeri Akut Setelah dilakukan – Manajemen Nyeri


berhubungan intervensi selama 1 X 24 (I.08238)
dengan agen jam masalah tingkat nyeri
Tindakan
pencedera (L.08066) menurun
fisiologis ditandai dengan kriteria hasil : O:
dengan gelisah 1. Keluhan nyeri
– Identifikasi
(D.0077) menurun
lokasi,
2. Meringis
karakteristlk,
menurun
durasi frekuensi,
3. Gelisah menurun
kuatitas, intensitas
4. Kesulitan tidur
nyeri
menurun
– Identifikasi skala
nyeri
– Identifikasi
respons nyeri non
verbal
– ldentifikasi faktor
yang
memperberat dan
memperingan
nyei
– Identifikasi
pengetahuan dan
keyaninan tentang
nyeri
– Identifikasi
pengaruh budaya
terhadap respon
nyeri
– Identifikasi
pengaruh nyeri
pada kualitas
hidup
– Monitor
keberhasilan
terapi
komplementer
yang sudah
diberikan
– Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik

T:

– Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis.
TENS. hipnosis.
akupregut, terapi
musik,
biofeedback,
terapi pijat
aromaterapi.
teknik imajinasi
terbimbing,
kompres
hangat/dingin,
terapi bermain)
– Kontrol
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri (mis. suhu
ruangan
pencahayaan,
kebisingan)
– Fasilitasi Istirahat
dan tidur
– Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

E:

– Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
– Jelaskann strategi
meredakan nyeri
– Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
– Anjurkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri

K:

– Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu

3. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan – Manajemen


berhubungan intervensi selama 1 X 24 Nutrisi (I.03119)
dengan berat badan jam masalah status nutrisi
Tindakan
menurun minimal (L.03030) membaik
10% di bawah dengan kriteria hasil : O:
rentang ideal 1. Berat badan
– Identifikasi status
(D.0019) membaik
nutrisi
2. Indeks Massa
– Identifikasi alergi
Tubuh membaik
dan intoleransi
makanan
– Identifikasi
makanan yang
disukai
– Identifikasi
kebutuhan kalori
dan jenis nutrient
– Monitor asupan
makanan
– Monitor hasil
pemeriksan
laboratorium

T:

– Lakukan oral
hygiene sebelum
makan, jika perlu
– Fasilitasi
menentukan
pedoman diet
– Sajikan makanan
secara menarik
dan suhu yang
sesuai
– Berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah
konstipasi
– Berikan makanan
tingi kalori dan
tinggi protein
– Berikan suplemen
makanan,jika
perlu

E:

– Anjurkan posisi
duduk, jika
mampu
– Ajarkan diet yang
diprogramkan

K:

– Kolaborasi
pemberian
medikasi sebelum
makan, jika perlu
– Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk menentukan
jumlah kalori dan
jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika
perlu

4. Resiko Setelah dilakukan – Manajemen


Hipovolemia intervensi selama 1 X 24 Hipovolemia
ditandai dengan jam masalah status cairan (I.03116)
efek agen (L.03028) membaik
Tindakan
farmakologis dengan kriteria hasil :
(D.0131) 1. Turgor kulit O :
meningkat
– Periksa tanda dan
2. Perasaan lemah
gejala
menurun
hipovolemia (mis.
3. Keluhan haus
Frekuensi nadi
menurun
meningkat, nadi
4. Frekuensi nadi
teraba lemah,
membaik
tekanan darah
5. Tekanan darah
menurun, turgor
membaik
kulit menurun,
6. Tekanan nadi
membrane
membaik
mukosa kering,
7. Kadar Hb
hematokrit
membaik
meningkat, haus,
8. Kadar Ht
lemah)
membaik
– Monitor intake
dan output cairan
T:

– Hitung kebutuhan
cairan
– Berikan asupan
cairan
– Berikan posisi
modified
Trendelenburg

E:

– Anjurkan
memperbanyak
asupan cairan oral
– Anjurkan
menghindari
perubahan posisi
mendadak

K:

– Kolaborasi
pemberian cairan
IV isotonis
(mis.NaCl, RL)
– Kolaborasi
pemberian cairan
IV hipotonis
(mis.glukosa
2,5%, Nacl 0,4%)
– Kolaborasi
pemberian cairan
koloid
(mis.albumin,
plasmaneta)
– Kolaborasi
pemberian produk
darah

5. Intoleransi Setelah dilakukan  Manajemen


Aktivitas intervensi selama 1 X 24 Energi (I.05178)
berhubungan jam masalah toleransi
Tindakan
dengan kelemahan aktivitas (L.05047) dapat
ditandai dengan teratasi dengan kriteria O :
(D.0056) hasil :
– Identifikasi
1. Frekuensi nadi
gangguan fungsi
meningkat
tubuh yang
2. Keluhan lelah
mengakibatkan
menurun
kelelahan
3. Dispnea saat
– Monitor kelelahan
aktivitas menurun
fisik
4. Dispnea setelah
– Monitor pola dan
aktivitas menurun
jam tidur
– Monnitor lokasi
dan
ketidaknyamanan
selama melakukan
aktivitas

T:

– Sediakan
lingkungan
nyaman dan
rendah stimulus
(mis. Cahaya,
suara, kunjungan)
– Lakukan latihan
rentang gerak
pasif dan atau
aktif
– Berikan aktivitas
distraksi yang
menyenangkan
– Fasilitasi duduk di
sisi tempat tidur,
jika tidak dapat
berpindah atauu
berjalan

E:

– Anjurkan tirah
baring
– Anjurkan
melakukan
aktivitas secara
bertahap
– Anjurkan
menghubungi
perawat jika tanda
dan gejala
kelelahan tidak
berkurang
– Ajarkan strategi
koping untuk
mengurangi
kelelahan

K:

– Kolaborasi
dengan ahli gizi
tentang cara
meningkatkan
asupan makanan

DAFTAR PUSTAKA

Janes Jainurakhma, dkk. 2021. Dasar-Dasar Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam


dengan Pendekatan Klinis. Yayasan Kita Menulis
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo, dkk. 2008. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis,
Edisi Kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. Hal.155-18

Anda mungkin juga menyukai