DISUSUN OLEH :
ANIS MARSELINA
AOA0180873
Laporan Pendahuluaan dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ny.L Dengan Demam Typoid Di
Ruang Sandewa Puskesmas Pakis Kab. Malang Dilaksanakan Pada Tanggal 17-22 Mei 2021 .
Nama : Anis Marselina
Nim : AOA0180873
Prodi : DIII Keperawatan
Instusi : Stikes Kendedes Malang
Mengetahui:
Bakteri
masuk Ke
usus halus
Pembuluh darah
Limfa
Empedu Endotoksin
Mempengar
uhi pusat
theroregulat
or di
hipotalamus
Anoreksia mual muntah
Hipertermi
1.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada demam tifoid adalah sebagai berikut:
A. Perawatan Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi,
observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas
demam atau kurang lebih 14 hari. Mobilisasi pasien harus dilakukan secara bertahap,
sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi
tubuhnya harus diubah-ubah pada waktu tertentu untuk menghindari komplikasi
pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu di perhatikan
karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.
1) Diet
Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan tidak banyak serat.
2) Obat
Obat-obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah:
Kloramfenikol
Menurut Damin Sumardjo (2019), kloramfenikol atau kloramisetin adalah
antibiotik yang mempunyai spektrum luas, berasal dai jamur Streptomyces
venezuelae. Dapat digunakan untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh
beberapa bakteri gram posistif dan bakteri gram negatif. Kloramfenikol dapat
diberikan secara oral. Rektal atau dalam bentuk salep. Efek samping penggunaan
antibiotik kloramfenikol yang terlalu lama dan dengan dosis yang berlebihan
adalah anemia aplastik. Dosis pada anak : 25 – 50 mg/kg BB/hari per oral atau 75
mg/kg BB/hari secara intravena dalam empat dosis yang sama.
Thiamfenikol
Menurut Tan Hoan Tjay dan Kirana Raharja (2017), Thiamfenikol (Urfamycin)
adalah derivat p-metilsulfonil (SO2CH3) dengan spektrum kerja dan sifat yang
mirip kloramfenikol, tetapi kegiatannya agak lebih ringan. Dosis pada anak: 20-30
mg/kg BB/hari.
Ko-trimoksazol
Adalah suatu kombinasi dari trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg TMP dan 50
mg SMX/kg/24 jam). Trimetoprim memiliki daya kerja antibakteriil yang
merupakan sulfonamida dengan menghambat enzim dihidrofolat reduktase. Efek
samping yang ditimbulkan adalah kerusakan parah pada sel – sel darah antara lain
agranulositosis dan anemia hemolitis, terutama pada penderita defisiensi glukosa-
6- fosfodehidrogenase. efek samping lainnya adalah reaksi alergi antara lain
urticaria, fotosensitasi dan sindrom Stevens Johnson, sejenis eritema multiform
dengan risiko kematian tinggi terutama pada anak- anak. Kotrimoksazol tidak
boleh diberikan pada bayi di bawah usia 6 bulan. Dosis pada anak yaitu
trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg TMP dan 50 mg SMX/kg/24 jam, secara
oral dalam dua dosis). Pengobatan dengan dosis tepat harus dilanjutkan minimal
5-7 hari untuk menghindarkan gagalnya terapi dan cepatnya timbul resistensi,
(Tan Hoan Tjay & Kirana Rahardja, 2007, hal:140).
Ampisilin dan Amoksilin Ampisilin: Penbritin, Ultrapen, Binotal.
Ampisilin efektif terhadap E.coli, H.Inflienzae, Salmonella, dan beberapa suku
Proteus. Efek samping, dibandingkan dengan perivat penisilin lain, ampisilin
lebih sering menimbulkan gangguan lambung usus yang mungkin ada kaitannya
dengan penyerapannya yang kurang baik. Begitu pula reaksi alergi kulit
(rash,ruam) dapat terjadi. Dosis ampisilin pada anak (200mg/kg/24 jam, secara
intravena dalam empat sampai enam dosis). Dosis amoksilin pada anak (100
mg/kg/24 jam, secara oral dalam tiga dosis), (Behrman Klirgman Arvin, 2000,
hal:942).
(1) Obat – obat simptomatik:
o Antipiretika (tidak perlu diberikan secara rutin)
o Kortikosteroid (dengan pengurangan dosis selama 5hari)
o Vitamin B komplek dan C sangat di perlukan untuk menjaga kesegaran dan
kekutan badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh darah kapiler.
Secara fisik penatalaksanaannya yang lain:
a) Mengawasi kondisi klien dengan : pengukuran suhu secara berkala setiap 4-6
jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau.
Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik keatas, atau apakah anak
mengalami kejang- Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan
berbahaya bagi perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu mencapai
otak. Terputusnya sulai oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel otak. Dalam
kedaan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya intelektual
tertentu.
b) Buka pakaian dan selimut yang berlebihan.
c) Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan.
d) Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke otak
yang akan berakibat rusaknya sel-sel otak.
e) Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak- Minuman yang diberikan dapat
berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau air teh.
Tujuannya agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh
memperoleh gantinya.
f) Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang.
g) Kompres dengan air hangat pada dahi, ketiak, dan lipatan Tujuannya untuk
menurunkan suhu tubuh di permukaan tubuh anak.
a. B1 (Breathing)
Sistem pernafasan biasanya tidak ditemukan adanya kelainan, tetapi akan
mengalami perubahan jika terjadi respon akut dan gejala batuk kering. Pada
beberapa kasus berat bisa didapat adanya komplikasitanda dan gejala pneumonia.
b. B2 (Blood)
Penurunan tekanan darah, keringat dingin, dan diaphoresis sering didapatkan pada minggu
pertama. Kulit pucat dan akral dingin berhubungan dengan penurunan kadar hemoglobin. Pada
minggu ketiga respon toksi sistemik dapat mencapai otot jantung dan terjadi miokarditis
dengan manifestasi penurunan curah jantung dengan tanda denyut nadi lemah, nyeri dada, dan
kelemahan fisik.
c. B3 (Brain)
Pada pasien dengan dehidrasi berat akan terjadi penurunan perfusi serebral dengan manifestasi
sakit kepala, perasaan lesu, gangguan mental seperti halusinasi dan delirium. Pada beberapa
pasien bisa di dapatkan kejang umum yang merupakan respon terlibatnya system saraf pusat
oleh infeksi S. Typhi. Didapatkan icterus pada sklera terjadi pada kondisi berat.
d. B4 (Blader)
Pada kondisi berat akan didapatkan penurunan urin output respon dari penurunan curah
jantung.
e. B5 (Bowel)
Inspeksi :
Lidah kotor berselaput putih dan tepi hiperemis disertai mistomatitis. Tanda ini jelas mulai
Nampak pada minggu kedua berhubungan dengan infeksi sistemik dan endotoksin kuman.
Sering muntah
Perut kembung
Distensi abdomen
Auskultasi :
Didapatkan penurunan bising usus kurang dari 5 kali per menit pada minggu
pertama dan terjadi kontipasi, serta selanjutnya meningkat akibat diare.
Perkusi :
Didapatkan suara timpani abdomen akibat kembung.
Palpasi :
(1)). Hepatomegaly dan splenomegaly. Pembesaran hati dan linfa
mengindikasikan infeksi yang mulai terjadi pada minggu kedua.
(2)). Nyeri tekan abdomen merupaan tanda terjadinya perforasi dan
peritonitis.
i. B6 (Bone)
Respon sistemik akan menyebabkan maise. Kelemahan fisik
umum dan didapatkan kram otot ekstermitas. Pemeriksaan
integument sering didapatkan kulit menurun, muka tampak pucat,
rambut agak kusam, dan terpenting sering didapatkan tanda
roseola (bitnik merah pada leher, punggung dan paha). Roseola
merupakan suatu nodul kecil sedikit menonjol dengan diameter 2-
4 mm berwarna merah, pucat, serta hilang pada penekanan, lebih
sering terjadi pada akhir minggu pertama dan awal minggu kedua.
Roseola ini merupakan emboli kuman dimana didalamnya
mengandung kuman salmonella dan terutama didapatkan di perut,
dada, dan terkadang bokong maupun bagian fleksor dari lengan
atas (Muttaqin dan sari, 2011).
8) Pemeriksaan Penunjang
a. Darah
Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa
menurun atau meningkat.Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa
hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai
sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam
membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya
leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis typoid
b. SGOT, SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh.
Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus
c. Uji Widal
Titer 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu ke depan, apakah ada kenaikan
titernya. Jika ada maka dinyatakan (+).Jika 1x pemeriksaan langsung 1/320 atau
1/640,langsung dinyatakan (+) pada pasien dengan gejala khas.
Edukasi
13. Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi
14. Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena, jika perlu
No
Register
Medik : 023846
Ruang : rawat inap
Tanggal MRS : 18 mei 2021
Tanggal didata :18 mei 2021
Diagnosa Medis : Demam Typoid
1. PENGKAJIAN
a. Biodata Pasien
Nama : Ny.l
Umur : 53 Tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa
Status Perkawinan : Kawin
Pendidikan : SMP
Alamat : Mendit barat
b. Keluhan Utama:
Pasien mengatakan Demam, mual,muntah, lemas selama 10 hari yang lalu dan
nyeri perut.
c. Riwayat penyakit
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami panas, mual, muntah selama 10
hari yang lalu. Sebelum masuk Rumah Sakit pasien mengalami demam tinggi
pada waktu siang dan malam hari, disertai mual, muntah, keluhan bertambah
berat bila beraktivitas, dan kurang bila dikompres, istirahat dan minum obat.
Pasien meminum obat penurun panas paracetamol dan panasnya turun dan
timbul panas lagi. Setelah pasien merasa sakitnya tidak kunjung sembuh, makin
panas dan lemas. Pasien memeriksakan diri ke IGD puskesmas pakis pada
anamnesa dan hasil observasi pasien mengalami demam selama lebih dari 10
laboratorium dan uji widal. Hasil dari pemeriksaan laboratorium dan uji widal
terdapat leukosit : 4.45 , trombosit : 125 , salmonella typhi H : Positif 1/80. Dan
Pasien mengatakan Demam, mual,muntah, lemas selama 10 hari yang lalu dan
nyeri perut.
Pasien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang mengalami penyakit menular
h. Data Psikologis
1. Status emosi : Normal
2. Konsep Diri
a. Body Image :
Pasien mengatakan tubuhnya tidak sehat dan lemah
b. Self Ideal :
Pasien mengatakan ingin sehat kembali
c. Self esteem :
Pasien mengatakan dirinya dihormati serta dihargai dalam keluarga. klien
tidak malu dengan keadaannya saat ini yang sedang sakit dan masih dirawat
di RS.
d. Role : IRT
e. Identitas :
pasien mengatakan dirinya seorang perempuan, bernama Ny.L tinggi badan
154cm , berumur 53 tahun, tinggal di desa mangliawan ,saat ini dia menjadi
seorang ibu bagi anak-anaknya
i. Data Sosial
1. Pendidikan : SMP
2. Sumber penghasilan : suami
3. Pola komunikasi :
pola komunikasi baik, pasien dapat merespon dengan baik
4. Pola Interaksi : pola interaksi baik meski dengan kondisi bedrest
5. Perilaku : baik
j. Data Spiritual : Beragama Islam
k. Pemeriksaan Fisik
Secara Umum
1. Keadaan Umum : Lemas
2. Kesadaran : Komposmentis
3. Antropometri :
a. TB : 153 cm
b. BB : 60-62kg
4. Tanda vital :
a. TD: 130/80 mmhg
b. N : 80x/menit
c. S : 38,6'C
d. RR : 20x/menit
Secara khusus (Chepalo – Cauda)
1. Kepala dan leher
a. Ekspresi wajah : Kadang meringis
b. Rambut : berwarna hitam, panjang
c. Kulit kepala : bersih, tidak ada lesi dan nyeri tekan
d. Mata : simetris,sclera jernih, konjutiva merah muda, pupil isokor, tidak ada
nyeri tekan
e. Hidung : Tidak ada sumbatan, tidak berlendir, tidak ada pernafasan cuping
hidung, septum di tengah, tidak ada nyeri tekan dan lesi
f. Telinga : Bersih, tidak berlendir, tidak ada luka tekan dan lesi
g. Mulut : keadaan mukosa bibir kiring, lidah kotor, uvula letak simetris
h. Leher : Simetris, tidak ada pembesaran kelenjar limfa dan tiroid, tidak ada
nyeri tekan dan lesi
2. Pemeriksaan Thorak :
a. Pulmonum
Inspeksi : ic tidak tampak
Palpasi : ic teraba di sc v
Perkusi: pekak
b. Cardiovascular
Inspeksi : simetris , tidak ada retraksi dinding dada,tidak ada
penggunaan otot bantu nafas
Palpasi: stem fremitus ,tidak ada nyeri tekan
Perkusi: sonor seluruh lapang paru
Auskiultasi: tidak ada suara tambahan
.
3. Abdomen :
Inspeksi : tidak ada lesi dan tidak ada benjolan
Palpasi : terdapat nyeri tekan bagian ulu hati
Perkusi; suara kembung
Auskiultasi: suara bising usus normal 5x/menit
4. Inguinal – genetalia dan anus : tidak memiliki riwayat ambeien dan tidak
menggunakan kateter.
5. Ekstremitas : pergerakan sendi bebas, tidak ada kelainan pada ekstrimitas.
tangan bagian kiri terpasang infus.
5 4
Kekuatan otot
5 5
6. Integument : kulit kering
l. Data Penunjang
a. Pemeriksaan Diagnostik
laboratorium tgl 18 Mei 2021
DL, Widal, Rapid antibody
HT 39.0%
Bakteri
Entrosit 4.65 x 10₆/ul mengeluarkan
endotoksin
Peradangan lokal
meningkat
Merangsang
hipotalamsu
HIPERTERMIA
RESIKO DEFISIT
NUTRISI
2.1.5 Masalah Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien demam tyipoid adalah:
1. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi penyakit typoid
2. Resiko Defisit Nutrisi berhubungan dengan kurangnya intake makanan yang adekuat
2.1.6 Intervensi
Rencana yang dapat diberikan pada klien dengan demam typoid adalah:
P:
Lanjut intervensi poit 1-6
P:
Lanjut intervensi poit 1,2,,4dan 6
P:
Lanjut intervensi poit 1,2,3,4,dan 6
P:
Hentikan intervensi poit 1-6