Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Penyakit Thypoid

1. Definisi

Demam thypoid abdominalis (demam thypoid, enteric fever) adalah


penyakit infeksi akut yang biasanya terjadi pada saluran pencernaan
dengan gejala demam lebih dari satu minggu,gangguan saluran pencernaan
dan gangguan kesadaran. Thypoid merupakan penyakit infeksi sistemik
akut yang di sebabkan oleh infeksi salmonella thypy. Organisme ini masuk
melalui makanan dan minuman yang sudah terkontraminasi oleh faeses
dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella (Suriadi, 2010).

Demam thypoid adalah penyakit menular yang bersipat akut yang di


tandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang
bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi nodus peyer
distalileum. (Deden Dermawan, 2010).

Merupakan suatu penyakit infeksi sistemik bersipat akut yang di


sebabkan oleh salmonella typhi. Penyakit ini di tandai oleh panas
berkepanjangan, ditopang dengan bakterimia tanpa keterlibatan struktur
endothelial dan invasi kteri sekaligus multiplikasi kedalam sel fagosit
monocular dari hati, limpa, limfa, makanan atau air yang terkontaminasi.
(Sumarno, 2007)

Jadi berdasarkan pengertian thypoid diatas kesimpulannya adalah


demam thypoid merupakan sejenis penyakit yang terdapat pada
pencernaan yang cukup berbahaya dan dan dapat mengancam Jiwa
penderitanya bila terlambat mendapatkan pertolongan medis, thypoid
merupakan penyakit infeksi yang menyerang sistem pencernaan yaitu usus
halus yang di sebabkan oleh kuman salmonella typhi.
2. Etiologi

Sebagai penyebab timbulnya penyakit ini pada seorang penderita di


perkirakan oleh kuman salmonella typhi atau salmonesis prothypi. Selain
dari menyebabkan munculnya penyakit thypoid, kuman itu juga
menyebabkan gastroenteritis (keracunan makanan). Kuman yang
menimbulkan penyakit ini masuk melalui makanan atau minuman yang
sudah tercemar oleh kuman salmonella. Kemudian bersarang di usus halus
penderita, lalu kuman salmonella menggorogoti dinding usus. Akibatnya
usus menjadi luka yang pada waktunya bisa berkembang menjadi tukak
thypoid yang cukup berat. Komplikasi ini umumnya terjadi pada mingggu
ke dua. (Arief, 2008).
3. patofisiologi

Salmonella thyposa

Saluran pencernaan

Lolos dari asam lambung dimusnahkan oleh lambung

Usus halus
Jaringan limfoid
Otak Aliran darah
SSP
Seluruh tubuh kel. Limfoid masuk retikulodentelial

Merangsang Mengeluarkan usus halus masuk limfa dan hati


pusat muntah endotoksin
di modula Nekrosis usus pembesaran hati
oblongata Melepaskan mediator halus dan limfa
Inflamasi
Ulkus di plak nyeri perabaan
Suhu tubuh nyeri kepala penyeri kuadran atas

Hipertermi Gg. Rasa Mortilasi usus Gg. Rasa


nyaman nyeri terganggu nyaman
Kelemahan Bedrest total nyeri perut

Desisit perawatan
Mual Muntah Anoreksia
diri (oral Hygiene)
Paristaltik Paristaltik
Usus Usus
Gg. Pemenuhan
lidah tertutup nafas berbau
nutrisi Konstipasi Diare
selaput putih tidak sedap
kotor kekurangan
Dehidrasi cairan dan
elektrolit

Bibir kering dan Defisit volume


Pecah pecah cairan dan
elektrolit
Masuknya kuman salmonella typhi (S.Typhi) dan salmonella paratyhpi
(S.Paratyphi) kedalam tubuh manusia, terjadi melalui makanan yang
terkontaminasi kuman. Sebagai kuman di musnahkan dalam lambung,
sebagai lolos masuk ke dalam usus dan usus selanjutnya berkembang biak.
Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik, maka
kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke
lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan di fagosit
oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag, kuman dapat hidup dan
berkembang biak di dalam makrifag dan selanjutnya di bawa ke plak
payeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening masenterika.
Selanjutnya melalui duktus kuman yang terdapat di dalam makrofag. Ini
masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang
asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh
terutama hati dan limpa.

Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian


berkembang biak di luar sel atau di ruang sinusoid dan selanjutnya masuk
ke dalam sirkulasi darah lagi, mengakibatkan bakterimia yang kedua
kalinya yang disertai tanda-tanda dan gejalanya penyakit infeksi sistemik.

Di dalam hari,kuman masuk kedalam kandung empedu, baik


berkembang biak, dan bersama cairan empedu dikseresikan secara
intermiten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui
feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus.
Proses yang sama terulang kembali, berhubungan makrofag telah
teraktivitas dan hiperaktif maka pada saat fagositosis kuman salmonella
terhadap pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan
menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, miallgia,
sakit kepala, sakit perut, instabilitas vescular, gangguan mental dan
koagulasi.
Di dalam plak payeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi
hyperplasia jaringan (S.Typhi intra makrofag menginduksi reaksi
hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis organ)
perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar
plague peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat
akumulasi sel- sel mononuclear di dinding usus. Proses patologis jaringan
limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus ,dan
dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin dapat menempel di reseptor sel
endotel ka kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan
neuropsikiatrik, kardiovaskuler, pernafasan dan gangguan organ lainnya.
(Deden Dermawan, 2010)

3. Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang biasa di temukan, yaitu :

a. Demam

Pada kasus-kasus yang khas,demam berlangsung 3 minggu. Bersifat


febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama,
suhu tubuh berangsur-angsur meningkat lagi pada sore dan malam
han. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan
demam. Dalam minggu ketiga suhu badan berangsur-angsur turun dan
normal kembali pada akhir minggu ketiga.

b. Gangguan pada saluran pencernaan

Pada mulut terdapat nafas bau tidak sedap, bibir kering dan pecah-
pecah. Lidah ditutupi selaput putih kotor, ujung di temukan
kemerahan, jarang di temui tremor, Pada abdomen mungkin di
temukan keadaan perut kembung. Hati dan limfa membesar disertai
nyeri pada perabaan, biasanya didapatkan konstipasi akan tetapi
mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.

c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesdaran penderita menurun walaupun tidak seberapa
dalam yaitu apatis sampai somnollen. Jarang stupor, koma atau
gelisah. Disamping gejala-gejala yang biasanya di temukan tersebut,
mungkin pula ditemukan gejala lain. Pada punggung dan anggota
gerak dapat ditemukan bintik-bintik kemerahan karena emboli basil
dalam kapiler kulit. Biasanya ditemukan dalam minggu pertama
demam kadang-kadang ditemukan bradikardia pada anak besar dan
mungkin pula di temukan epistaktis. Transmisi terjadi melalui
makanan dan minuman yang terkontraminasi urin/feses dari penderita
tifus akut dan para pembawa kuman /kapiler. Empat F (Fingers, Files,
Fomites dan Fluids) dapat menyebarkan kuman kemakanan, susu,
buah, dan sayuran yang sering di makan tanpa di cuci/dimasak.
sehingga dapat terjadi penularan penyakit, terutama terdapat di
Negara-negara yang sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan
pembuangan kotoran (sanitasi) yang andal. Masa inkubasi demam
thypoid berlangsung sehingga 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari)
bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa
inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis. (Rief, 2008)

4. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan demam thypoid terdiri dari 3 bagian, yaitu :

a. Perawatan

Penderita demam thypoid perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi,


observasi dan pengobatan. Penderita harus tirah baring dengan
perawatan sepenuhnya ditempat sampai minimal 7 hari bebas demam
atau kurang lebih dari 14 hari, akan membantu dan mempercepat masa
penyembuhan. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya
komplikasi perdarahan usus atau perforasi, yaitu

1) Duduk (waktu makan) : pada hari ke dua bebas panas


2) Berdiri : pada hari ke tujuh bebas panas

3) Berjalan : pada hari ke sepuluh bebas panas

Penderita dengan kesadarannya menurun,posisi tubuhnya harus di


ubah-ubah pada waktu tertentu untuk menghindari komplikasi
pneumonia hipostatik dan decubitus. Defekasi dan buang air kecil
perlu diperhatikan, karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi
rutin.

b. Diet

1) Harus cukup kalori, protein, cairan dan elektrolit.

2) Mudah dicerna dan halus.

3) Kebutuhan 2500 kalori, 100 gr protein, 2-3 liter cairan.

4) Thypoid diet I : bubur susu/cair tidak diberikan pada pasien yang


demam tanpa komplikasi.

5) Thypoid diet II Bubur saring

6) Thypoid diet III Bubur biasa

7) Thypoid diet IV : Nasi tim

8) Prinsif pengelolaan dietetic pada thypoid padat dini, rendah


serat/rendah selulosa.

9) Thypoid biasanya dimulai dari TD II, setelah 3 hari bebas demam


menjadi TD III, sampai 3 hari kemudian dapat digantikan kembali
TD IV.

10) Harus diberikan rendah serat karena pada thypoid abdominalis ada
Juka di ileum terminale bila banyak selulosa maka akan menyebabkan

11) Peningkatan kerja usus, hal ini menyebabkan luka makin hebat.
c. Obat

Obat-obat antimikroba yang sering di pergunakan ialah

1) Kloramfenikol

Di Indonesia, kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama


untuk thypoid. Belum ada obat antimikroba lain yang dapat
menurunkan demam lebih cepat dibandingkan kloramfenikol.
Dosis untuk orang dewasa 3 kali 500 mg sehari peroral atau
intervena, sampai 7 hari bebas demam. Penyuntikan kloramfenikol
suksinat intramuscular tidak di anjurkan karena hidrolisis ester ini
tidak dapat diramalkan dan tempat suntik kan terasa nyeri. Dengan
penggunaan kloramfenikol, demam pada thypoid turun rata-rata
setelah 5 hari,

2) Tiamfenikol

Dosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam thypoid sama dengan


kloramfenikol, Komplikasi hematologis pada penggunaan
tiamfenikol demam pada thypoid turun setelah rata-rata 5-6 hari.

3) Ko-trimoksazol (kombinasi trimethoprim dan sulfametoksazol)

Efektivitas ko-trimoksazol kurang lebih sama dengan


kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa 2 kali 2 tablet perhari,
digunakan sampai 7 hari bebas demam (1 tablet mengandung 80
dan 400mg sulfametolsazol). Dengan mg trimethoprim
kotrimoksazol demam pada thypoid turun rata-rata setelah 5-6 hari.

4) Ampisilin dan amoksillin

Dalam hal kemampuannya untuk menurunkan demam,efektifitas


ampisillin dan amoksillin lebih kecik dibandingkan dengan
kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunaannya adalah penderita
thypoid dengan leukopeni. Dosis yang dianjurkan berkisar antara
75-150 mg/kg berat badan sehari, digunakan sampai 7 hari bebas
demam, dengan amoksillin atau ampisilin demam thypoid turun
rata-rata setelah 7-9 hari, (Aru W.Sudoyo, dkk, 2008)

5. Dampak Penyakit Thypoid terhadap Kebutuhan Dasar Manusia

a. Pengaturan Suhu Tubuh

Masuknya salmonella ke dalam usus sehingga terjadi agitasi antara


antigen dan antibody maka terjadilah peningkatan suhu tubuh.

b. Intoleransi Aktivitas

Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaan dimana individu mengalami


insufisiensi energy fisiologi atau psikologis untuk melakukan aktivitas
sehari-hari yang dibutuhkan atau di inginkan. Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelelahan, letargi dan malaise.

c. Gangguan Pemenuhan Kebutuhan

Nutrisi Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan adalah suatu keadaan


dimana individu yang tidak puasa mengalami atau beresiko
mengalami penururunan berat badan yang berhubungan dengan
masukan tidak adekuat atau metabolisme nutrisi yang tidak adekuat
untuk kebutuhan metabolic.

d. Kekurangan Volume Cairan

Kekurangan volume cairan adalah suatu keadaan seorang individu


vang tidak menjalani puasa mengalami atau beresiko dan mengalami
dehidrasi vaskuler, interstisial atau intravaskuler.

e. Gangguan Istirahat Tidur

Suplai oksigen ke otak menurun sehingga terjadi pusing dan dapat


merangsang RAS maka menyebabkan klien terjaga sehingga terjadi
gangguan istirahat tidur.
f. Gangguan Rasa Aman

Cemas Kurangnya pengetahuan klien terhadap penyakit thypoid


menyebabkan stressor meningkat sehingga klien bertanya-tanya maka
terjadi cemas.

g. Gangguan Rasa Nyaman

Nyeri Reaksi peradangan usus halus menyebabkan kerusakan mukosa


usus halus dan merangsang reseptor nyeri, mengeluarkan
neonatransimutor, bradikinin, serotonin, histamine, nyeri
dipersepsikan.

h. Gangguan Eliminasi

Proses infeksi dalam usus halus dapat meningkatkan peristaltic usus


dan absorbs terganggu sehingga air keluar bersama feses dan BAB
mencret maka terjadilah gangguan eliminasi.

i. Gangguan deficit perawatan diri

Kurang pengetahuan klien tentang adanya kebersihan dirinya sendiri,


menyebabkan klien tidak bisa memperhatikan keadaan kebersihannya
dan adanya kelemahan fisiknya.

(Reny Dalam Asuhan Keperawatan Nanda Nic-Noc, 2015)

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan
leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositos.
Leukositos dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder,
selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan dan trombositopenia.
Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia
maupun limfopenia. Laju endap darah pada demam thypoid dapat
meningkat.
b. SGOT dan SGPT
Sering kali meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh,
kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus
c. Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman S.thypy.
pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara S.thypy dengan
antibody yang di sebut agglutinin. Antigen yang di gunakan pada uji
widal adalah suspense salmonella yang sudah di matikan dan diolah
dilaboratoium (Nursalam, dkk,2008)
d. Uji TUBEX
Uji TUBEX merupakan uji semi-kuantitatif kolometrik yang cepat
(beberapa menit) dan mudah untuk dikerjakan. Uji ini mendeteksi
antibody anti-S thypy 09 pada serum pasien, dengan cara menghambat
ikatan antara lgM anti-09 yang terkonjugasi pada pada partikel
magnetic latek. Hasil positif uji tubex ini menunjukan terdapat infeksi
salmonella sorogrup walau tidak secara spesifik menunjukan pada
S.thypy . infeksi oleh S.parathypy akan memberikan negatif.
e. Uji lgM dipstick
Uji ini secara khusus mendeteksi antibody lgM spesifik terhadap
S.thypi pada specimen serum atau whole blood. Uji ini menggunakan
strip yang mengandung antigen lipopolisakardia (LPS) S.thypy dan
antigen lgM (sebagai control), reagen deteksi yang mengandung
antibody anti lgM yang dilekati oleh lateks pewarna, cairan
membasahi strip sebelum sebelum di inkubasi dengan reagen dan
serum pasien, tabung ujin komponen kelengkapan ini stabil untuk di
simpan selama 2 tahun pada suhu 4-25ºC di tempat kering tanpa
paparan sinar matahari.
f. Kultur Darah
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam thypoid, akan
tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam thypoid, karena
mungkin di sebabkan beberapa hal sebagai berikut :
1) Telah mendapat terapi antibiotic. Bila pasien sebelum dilakukan
kultur darah telah mendapat antibiotic, pertumbuhan kuman
dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negative.
2) Volume darah yang kurang diperlukan kurang lebih 5cc darah.
Bila darah yang di biak terlalu sedikit hasil biakan bisa negative.
Darah yang diambil baiknya secara bedside langsung dimasukan
kedalam media cair empedu untuk pertumbuhan kuman.
3) Riwayat vaksinasi dimasa lampau menimbukan antibody dalam
darah pasien, antibody (agglutinin) ini dapat menekan bakterimia
hingga biakan darah dapat negative.
4) Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat
agglutinin semakin meningkat. (Nursalam, dkk, 2008).
8. Pencegahan
Usaha pencegahan thypoid dapat dibagi sebagai berikut ;
a. Usaha terhadap lingkungan hidup
1) Penyediaan air minum yang memenuhi syarat
2) Pembuangan kotoran manusia yang hygiene
3) Pemberantasan lalat
4) Pengawasan terhadap rumah-rumah makan dan penjualan
makanan
b. Usaha terhadap manusia
1) Imunisasi
2) Menemukan dan mengawasi carrier thypoid
3) Pendidikan kesehatan kepada masyarakat
Dari usaha-usaha tersebut diatas, perbaikan sanitasi, dan
pendidikan kesehatan kepada masyarakat merupakan usaha-usaha
yang paling efektif, walapun membutuhkan waktu yang lama,
akan tetapi hasilnya akan komulatif dan menetap. Vaksinasi
massal merupakan insiden penyakit, tetapi efeknya hilang setelah
beberapa tahun. Oleh karena itu vaksinasi perlu di ulang tiap 5
tahun sekali sehingga memerlukan banyak biaya. (Aru W Sudoyo,
dkk, 2009).
B. Pendekatan Proses Keperawatan
Proses keperawatan adalah metode asuhan keperawatan yang ilmiah,
sistematis, dinamis dan terus menerus serta berkesinambungan dalam rangka
pemecahan masalah kesehatan pasien / klien, dimulai dari pengkajian
(Pengumpulan data, analisa data dan penentuan masalah), diagnosis
keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, pelaksanaan dan penilaian
tindakan keperawatan. (Alimun Aziz Hidayat, 2009)
1. Pengkajian
Pengkajian adalah upaya pengumpulan data secara lengkap dan sisrtematis
untuk di kaji dan di analisa sehingga masalah kesehatan dan keperawatan
yang di hadapi pasien baik fisik, mental, sosial, maupun spiritual dan dapat
di tentukan.
a. Pengumpulan data
1) Biodata
Penyakit ini biasanya terjadi pada usia anak-anak dan ada yang
sudah dewasa, biasanya terjadi pada pria maupun wanita yang
kurang menjaga asuhan makanannya dan tidak bisa menjaga pola
hidup sehat.
2) Keluhan utama
Keluhan utama pada klien thypoid, keluhan utama yang menonjol
yang di rasakan oleh klien adalah badan panas, lemas, lesu, mual dan
muntah
3) Riwayat kesehatan sekarang
Membahas masalah kesehatan klien sekarang yang dirasakan dengan
menggunakan pendektan PQRST, yaitu :
a) P (provokatif / Paliatif) merupakan penyebab dari timbulnya
keluhan pasien sekarang.
b) Q (Qualitas / Quantitas) menunjukan berat ringannya keluhan
yang di rasakan klien.
c) R (Region / Radiadi) menunjukan daerah mana yang terkena.
d) S (Skala severity) menunjukan apa yang memperberat dan
memperingan keluhan klien.
e) T (Time) menunjukan waktu terjadinya dan berapa lama
keluhan itu terjadi.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah dahulu klien pernah mengala keterpaparan, penggunaan
obat-obatan, peminum alcohol dan apakah klien pernah menderita
penyakit yang ada hubungannya dengan apa yang di deritai oleh
klien sekarang.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah diantara keluarga klien ada yang menderita penyakit yang
sama dengan yang di derita klien sekarang, penyakit genetic, atau
penyakit menular lainya terutama dengan riwayat penyakit thypoid.
6) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Tanda tanda vital biasanya di temukan penurunan tekanan
darah, frekuensi nadi yang meningkat, pola pernapasan, yang
cepat dan dangkal serta peningkatan suhu tubuh (>37ºC) berat
badan kurang ideal bahkan ada yang hingga penurunan
kesadaran yaitu somnollen sampai apatis.
b) Pemeriksaan persistem
(1) Sistem penglihatan
Biasanya ditemukan konjungtiva yang anemis menurun,
tidak ada kelainan yang lainya pada system penglihatan.
(2) Sistem pendengaran
Pada pasien thypoid tidak ada kelainan pada sistem
pendengaranya.
(3) Sistem penciuman
Bentuk hidung, kebersihan hidung, fungsi hidung, sebagai
alat indera penciuman.
(4) Sistem pernapasan
Frekuensi nafas, tidak ada suara tambahan, dan tidak
terdapat cuping hidung.
(5) Sistem kardiovaskuler
Biasanya dengan pasien thyfoid ditemuikan tekanan darah
yang meningkat akan tetapi bisa di dapatkan takikardi saat
pasien mengalami peningkatan suhu tubuh.

(6) Sistem pencernaan


Keadaan abdomen, terdapat nyeri tekan/ tidak, pada mulut
terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-
pecah (ragaden), lidah tertutup selaput putih kotor (coated
tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai
tremor. Pada abdomen dapat di temukan keadaan perut
kembung
(7) Sistem genetalia
Biasanya yang di temukan pada pasien thhypoid yaitu
keadaan genetalia yang bersih.
(8) Sistem integument
Biasanya di temukan kulit kemerahan, kulit terasa hangat.
Turgor kulit menurun, kulit teraba lengket dan berkeringat.
Mukosa kulit kering, tercium bau badan.
(9) Sistem musculoskeletal
Biasanya pada pasien thypoid di temukan kelemahan pada
otot, yang disebabkan oleh kelemahan fisik.
(10) Aspek psikologis dan social
(a) Aspek psikologis
Klien mengatakan cemas dan tidak tahu tentang
penyakitnya, klien mengatakan takut, penyakitnya tidak
akan sembuh, klien selalu bertanya tentang cara
pengobatan yang baik.
(b) Aspek social
Klien mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dengan
baik dengan keluarga, teman dan perawat.
7) Pola aktivitas dan istirahat
a) Pola nutrisi
Kebiasaan makan sehari-hari, jam makan, frekuensi makan,
porsi dan jenis makanan yang disukai/tidak disukai, diet,
alergi terhadap makanan. Cairan : jenis minuman, frekuensi,
kehilangan cairan yang berlebihan. Asupan makanan :
minum, makan dan cairan infus.

b) Pola eliminasi
Kebiasaan BAB 5x/hari atau lebih, klien tampak lemah, dan
BAK lancar, peristaltic usus bisa meningkat, frekuensi,
warna, bau, konsistensi dan jumlah.
c) Pola istirahat tidur
Klien tampak lemas dan konjungtiva pucat. Kebiasaan tidur
sehari-hari, jam tidur, kurang tidur, sering terbangun waktu
tidur, masalah yang berhubungan dengan tidur.
d) Personal hygiene
Kebiasaan mandi, cuci rambut, ganti pakaian, gosok gigi,
gunting kuku.
8) Data psikologis, social dan spiritual
a) Data psikologis
Klien dengan penyakit thypoid biasanya klien mengalami
cemas, ketakutan, perasaan tidak berdaya.
b) Data social
Klien dengan penyakit thypoid biasanya klien tidak
ditemukan kelainan pada data sosial.
c) Data spiritual
Dikaji tentang agama yang di anut, dan kebiasaan
beribadah.
9) Data penunjang
a) Darah
Pada penderita demam thypoid bisa didapatkan anemia,
jumlah leukosit normal, bisa menurun atau meningkat.
Penelitian oleh beberapa ilmuan mendapatkan bahwa
hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah
tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifitas dan nilai
normal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam
membedakan antara penderita demam thypoid atau
bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan limpositos
relatif menjadi dugaan kuat diagnosis thypoid.

b) SGOT, SGPT
sering meningkat,tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak
memerlukan penanganan khusus.
c) Uji Widal
Titer 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu ke
depan, apakah ada kenaikan titernya, jika ada maka
dinyatakan (t). Jika 1x pemeriksaan langsung 1/320 atau
1/640, langsung dinyatakan (t) pada pasien dengan
gejala khas.
10) Analisa data
Analisa data merupakan kegiatan akhir dalam tahap pengkajian
setelah di lakukan validasi data. Melalui identifikasi pola atau
masalah dapat di ketahui gangguan/ masalah keperawatan yang
terdapat dan fungsi kesehatan, seperti pada persepsi tatalaksana
kesehatan, pada aktivitas latihan, pola nutrisi (Hidayat, 2009).
No Data Etiologi Masalah

1 - Klien tampak lemah Kuman salmonella thypi Gangguan


- Dalam pemeriksaan yang masuk ke usus halus pengaturan
suhu tubuh dapat yang menyebabkan suhu tubuh
terjadinya peradangan masuknya
peningkatan suhu bakteri kedalam sirkulasi
tubuh darah, yang menyebabkan
- Frekuensi nadi bakteri tersebut
meningkat mengeluarkan endotoksin.
- Pola pernapasan Sehingga akan merangsang
yang cepat dan sintesis dan zat pirogen
dangkal oleh leukosit pada jaringan
- Akral hangat yang meradang impuls
- Kulit tampak tersebut disampaikan pada
kemerahan hipotalamus bagian
termoregulasi melalui
dulkus torasikus sehingga
terjadilah peningkatan suhu
tubuh.

2 - Porsi makan tidak Anoreksia dan demam yang Gangguan


habis terlalu lama, menyebabkan pemenuhan
- Penurunan berat kurangnya makanan yang nutrisi
badan masuk ke usus halus yang kurang dari
- Kurang minat ada menyebabkan penurunan kebutuhan
makanan nutrisi atau cairan sehingga
- Lidah kotot kebutuhan nutrisi yang
- Kurang makanan penting untuk masa
penyembuhan berkurang.
Dan adanya tukak-tukak
pada usus halus yang
menyebabkan penurunan
kemampuan absorpsi
sehingga sari-sari makanan
tidak di serap dengan baik.

3 - Peningkatan saluran Gangguan penyerapan Gangguan


urin makanan yang tidak di pemenuhan
- Turgor kulit serap dalam usus maka kebutuhan
menurun terjadi pengembangbiakan cairan dan
- Membrane mukosa usus sehingga cairan dan elektrolit
kering elektrolit terbuang
- Suhu tubuh lebih
dari (37ºC)

4 - Klien tampak lemah Keadaan fisik yang lemah Gangguan


- ADL di bantu akibat peningkatan suhu intolerasi
- Aktivitas terbatas tubuh menyebabkan aktivitas
- Terdapat penurunan kemampuan untuk
kekuatan otot beraktivitas dibatasi karena
pada penyakit thypoid
harus bedrest total

5 - Klien tampak lemas Stimulasi demam dapat Ganguan


- Konjungtiva pucat mengaktifkan istirahat
- Sering terbangun noreplephrine dan sarap tidur
waktu tidur simpatis trangsang untuk
memasuk sehingga pasien
6 - Klien tampak Redaksi peradangan pada Gangguan
meringis usus halus menyebabkan rasa nyaman
- Muka klien pucat kerusakan pada mukosa nyeri
- Frekuensi napas usus halus dapat
meningkat merangsang reseptor nyeri,
mengeluarkan
neomatransamitos,
bradykinin, histamine,
maka nyeri di presepsikan

7 - Klien tampak gelisah Kurangnya pengetahuan Gangguan


- Klien tampak lemas klien dan keluaga klien rasa aman
- Ekpresi wajah terhadap penyakit thypoid cemas
keluarga klien menyebabkan stressor
tegang meningkat sehingga klien
bertanya tanya maka terjadi
cemas

8 - BAB 5x/hari atau Proses infeksi dalam usus Gangguan


lebih halus dapat meningkat eliminasi
- Klien tampak lemah paristaltik usus dan
- Paristaltik usus bisa absorpsi terganggu
meningkat sehingga air terbuang
bersama feses dan BAB
mencret maka terjadilah
gangguan eliminasi

9 - Badan klien teraba Defisiensi insulin Gangguan


lengket menghambat tranfortasi defisit
- Kuku terlihat glukosa ke sel sel dalam perawatan
panjang jaringan tubuh yang diri
- Kuku terlihat kotor menyebabkan sel kelaparan
- Rambut berantakan dan terjadilah peningkatan
- Penampilan terlihat glukosa dalam darah
tidak rapih menyebabkan hambatan
- Gigi terlihat dalam perpusi jaringan
kekuningan menyebabkan sel
- Baju terlihat tidak kekurangan bahan untuk
rapih metabolisme sehingga
energy yang dihasilkan
berkurang, yang
dampaknya timbul
kelemahan mengakibatkan
klien tidak dapat merawat
dirinya sendiri.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnose keperawatan adalah suatu pertanyaan tentang masalah
ketidaktahuan dan atau ketidakmauan dan atau ketidakmauan pasien baik
dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari maupun dalam penangulangan
masalah kesehatan tersebut berhubungan dengan penyebab (etiologi) dan atau
gejala.
Diagnose keperawatan yang mungkin muncul pada klien thypoid adalah
sebagai berikut :
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi salmonella Thypi.
b. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
c. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan output yang berlebihan.
d. Gangguan intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
e. Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan redaksi perangsangan
pada usus.
f. Gangguan istirahat tidur sehubungan dengan stimulasi demam.
g. Gangguan pola eliminasi sehubungan dengan proses infeksi dalam usus
halus.
h. Gangguan rasa aman cemas sehubungan dengan kurangnya pengetahuan.
i. Gangguan deficit perawatan diri sehubungan dengan kurangnya
perawatan diri dan kelemahan fisik.
3. Perencanaan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan infeksi salmonella typhi dan
inflamasi usus, Tujuan : Pasien mempertahankan suhu dalam batas
normal. Kriteria hasil: Suhu tubuh tetap berada dalam batas yang dapat di
terima.

Rencana keperawatan peningkatan suhu tubuh

Intervensi Rasional

1. anjurkan pasien minum 2,5 Peningakatn suhu tubuh mengakibatkan penguapan


liter/jam tubuh meningkat sehingga perlu dilimbangi dengan
asupan cairan yang banyak.

2. Anjurkan klien menggunakan Untuk menjaga agar klien merasa nyaman, pakaian
pakaian yang tipis dan tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh
menyerap keringat

3. Batasi pengunjung dan kulit Agar klien merasa tenang dan udara di dalam
tidak kemerahan ruangan tidak terasa panas.

4. Observasi TTV tiap 4 jam sekali Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk
dan akral hangat mengetahui keadaan umum pasien.

5. berikan kompres hangat Untuk membantu menurunkan suhu tubuh.

(Wong, 2007)
b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan anoreksia.
Tujuan : pasien mengkonsumsi makanan yang cukup untuk
pertumbuhan dan perkembangan.
Kriteria hasil : klien menkonsumsi nutrisi yang cukup.

Rencana keperawatan Pemenuhan kebutuhan Nutrisi

Intervensi Rasional

1. Berikan makanan sedikit dalam Makan banyak sulit untuk mengatur pasien
frekuensi sering anorexia

2. Berikan perawatan mulut Menghilangkan rasa tidak enak dan dapat


sebelum makan meningkatkan napsu makan

3. Anjurkan makan pada posisi Menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat
duduk dan tegak meningkatkan pemasukan nafsu makan dan untuk
menambah selera makan

4. Berikan makanan dalam keadaan Dapat menurunkan mual dan meningkatkan


hangat toleransi pada makanan

(Wong,2007)

c. Kebutuhan cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan sehubungan


dengan output yang berlebihan
Tujuan : peningkatan saluran urine.
Kriteria hasil : mempertahankan hidrasi yang adekuat.

Rencana Keperawatan Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit

Intervensi Rasional

1. Awasi masukan keluarga dan Memberikan informasi tentang kebutuhan


bandingkan dengan berat badan penggantian/efek terapi
haria, catat kehilangan cairan
melalui diare dan muntah

2. Kaji TTV, pengisian kafiler Indicator volume sirkulasi/perfusi


turgor dan membrane mukosa

3. Observasi tanda-tanda Kadar protombin menurun


pendarahan, contoh
hematuria/melena

4. Berikan contoh IV (biasanya Memberikan cairan pengganti elektrolit


RL)

5. Anjurkan pasien banyak minum Untuk mengganti cairan yang keluar

(Wong, 2007)

d. Gangguan intoleransi aktivitas sehubungan dengan kelemahan fisik


Tujuan : aktivitas di bantu dank lien harus bedrest
Kriteria hasil :
- menunjukan kemampan dalam melakukan aktivitas
- Melaporkan kemampuan dalam aktivitas
- Melakukan aktivitas ringan secara mandiri
- Aktivitas sehari-hari terpenuhi secara mandiri

Rencana Keperawatan Intoleransi Aktivitas


Intervensi Rasional

1. Jelaskan pentingnya aktivitas Diharapkan klien mengerti dan memahami


bagi klien pentingnya aktivitas

2. Lakukan latihan rentang Meningkatkan pemeliharaan otot dan menurunkan


gerak secara konsistensi di resiko kehilangan kalsium
awali dengan gerak pasif
kemudian aktif

3. Libatkan dukungan dan bantuan Diharapkan keluarga mampu untuk aktif dalam
keluarga pada latihan rentang perawatan dan latihan rentang gerak secara
gerak dan aktivitas klien konsisten

(Wong, 2007)
e. Gangguan istirahat tidur sehubungan dengan stimulasi demam
Tujuan : konjungtiva pucat dank lien tampak lemas
Kriteria hasil : konjungtiva tidak pucat , Klien tidak lesu, wajah tampak
segar, dan tidur klien teratur.

Rencana Keperawatan Gangguan Istitahat Tidur

Intervensi Rasional

1. Atur posisi senyaman mungkin Memudah klien untuk tidur

2. Anjurkan klien istirahat Untuk membuat tubuh klien segar


cukup

3. Tata lingkungan yang tenang Untuk membuat klien merasa nyaman

4. Ganti alat tenun dan pakaian Untuk memberikan klien kenyamanan


setiap hari

5. Kurangi pengunjung Untuk mengurangi gangguan saat klien tidur


(Wong, 2007)

f. Gangguan rasa aman cemas sehubungan dengan kurang nya pengetahuan


Tujuan : klien cemas dengan keadaannya dank lien tampak gelisah
Kriteria hasil : klien merasa tidak cemas lagi dan rasa aman cemas cukup
teratasi.

Rencana Keperawatan Gangguan Rasa Aman Cemas

Intervensi Rasional

1. Bina waktu saling percaya Untuk memudahkan intervensi selanjutnya


dengan klien

2. Kaji tingkat kecemasan klien Untuk mengetahui tingkat kecemasan klien

3. Berikan penjelasan tentang Anjurkan klien mengerti tentang penyakit thypoid


kondisi penyakit dan cara dan cara pencegahanya
pencegahanya

4. Libatkan keluarga dalam Anjurkan supaya klien tidak putus asa


meberikan dukungan untuk klien

(arief, 2008)

g. Gangguan pola eliminasi sehubungan dengan proses infeksi dalam usus


halus.
Tujuan : BAB 5x/hari dan paristaltik usus 24x/menit
Kriteria hasil : klien tidak mengeluh sering BAB dan mencret BAB 1x/hari
paristaltik usus 6-12x/menit
Rencana Keperawatan Gangguan Pola Eliminas

Intervensi Rasional

1. Mengurangi resiko infeksi dalam Mengurangi resiko dalam usus


usus

2. Berikan makanan yang Menurunkan paristaltik usus


rendah serat

3. Kolaborasi dalam pemberian Menurunkan sekresi


obat antibiotic dengan dokter

4. Ceftriaxone 1xII (Vial/IV) Digesif, menurukan kram dan diare

(Arief, 2008)

h. Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan redaksi perangsangan


pada usus.
Tujuan : muka klien pucat dan frekuensi napas meningkat
Kriteria hasil : klien tidak mengeluh nyeri, rasa nyeri hilang

Rencana Keperawatan Gangangguan Rasa Nyaman Nyeri

Intervensi Rasional

1. Bantu klien dengan mengatur Untuk mencegah ketegangan otot-otot


posisi nyaman

2. Anjurkan klien untuk Mambantu meningkatan rasa nyamn nyeri dan


istirahat meningkatkan koping

3. Dorong klien menggunakan Untuk mengurangi pengeluaran energi


teknik relaksasi dan visualisasi
nafas dalam

4. Berikan terapi analgetik sesuai Untuk mengatasi nyeri


indikasi

(Arief, 2008)
i. Gangguan defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : kuku terlihat panjang, rambut berantakan, penampilan terlihat
tidak rapih
Kriteria hasil : klien mampu bergerak sesuai intoleransi, klien dapat
memakai pakaian secara mandiri, klien dapat mempertahankan kebersihan
diri dank lien mempu membersihakan diri, bantu klien memilih pakaian
yang mudah di pakai/ di lepas.

Rencana Keperawatan Ganggaun Defisit Perawatan Diri

Intervensi Rasional

1. Sediakan pakaian pada tempat Agar mempermudah dalam mengganti pakaian


yang mudah di jangkau

2. Dekatkan alat-alat penting Mengungkapkan secara verbal kepuasan tentang


klien kebersihan

3. Anjurkan klien mendampingi Meminimalkan gerak yang dapat membuat


dan memantau aktivitas personal kelelahan
hygiene

4. Melakukan per-beden Meminimalkan resiko jatuh

(Arief, 2008)

4. Implemintasi
Tahap dimana perawat melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan
intervensi/ peencanaan yang telah di tentukan. Tahap ini merupakan
pelaksanaan dari semua rencana tindakan keperawatan yang telah di tentukan.
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang
telah di tetapkan. Pada tahap ini melibatkan kolaborasi dengan tim kesehatan
lainnya yang bertanggung jawab terhadap perawatan klien. Perencanaan
tindakan keperawatan akan dapat di laksanakan dengan baik jika mempunyai
keinginan untuk berpartisipasi dalam melaksanakan keperawatan (Nursalam,
2009).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang bertujian
melihat sejauh mana diagnosa keperawatan, intervensi keperawata dan
kesalahan yang terjadi selama pengkajian, analisa data, intervensi,
mengimplementasi keperawatan (Hidayat, 2009).
Tujuan evaluasi adalah klien melihat kemampuan klien dalam mencapai
tujuan , ini bisa di di lakukan dengan klien berdasarkan respon klien terhadap
tindakan i beri yang di berikan. Evaluasi yang di gunakan yaitu evaluasi
formaif yaitu yaitu, evaluasi setelah rencana keperawatan di lakukan untuk
membuat keefekti i ektifan tindakan yang di lakukan seara berkelanjutan
sehingga tujuan tercapai.

Anda mungkin juga menyukai