Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian
Typhoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh infeksi
bakteri Salmonella enteric, khususnya turunannya Salmonella thypi (Alba, et
al, 2016). Typhoid adalah penyakit infeksi bakteri pada usus halus dan
terkadang pada aliran darah yang disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi A,
B,C selain ini juga menyebabkan radang lambung. Masyarakat mengenal ini
dengan nama tipes atau thypes abdominal karena berhubungan usus didalam
perut (Widoyono,2013).
Menurut Pratama dan Lestari (2015) demam tipoid adalah penyakit
infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala
demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan
kesadaran.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, Typhoid
adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh Salmonella
thypii dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pada
pencernaan dan gangguan kesadaran yang ditularkan melalui makanan, mulut
atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella thypii.

2.2. Etiologi
Penyebab typhoid adalah Salmonella thypii. Salmonella para typhi A,
B dan C. Ada dua sumber penularan Salmonella thypii yaitu pasien dengan
demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh
dari demam typhoid dan masih terus mengekresi Salmonella thypii dalam
tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
Salmonella Thyposa merupakan basil gram negatif yang bergerak
dengan bulu getar, tidak berspora. Di Indonesia, thypoid terdapat dalam
keadaan endemik. Pasien anak yang ditemukan berumur di atas satu tahun.

5
6

Sebagian besar pasien yang dirawat dibagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-
RSCM Jakarta berumur diatas 5 tahun (Padila,2013).

2.3. Patofisiologi
Bakteri Salmonella thypii bersama dengan makanan atau minuman
masuk kedalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan
suasana asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti ini
aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis respeptor Histamin
H2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan
mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus
halus . di usus halus, bakteri melekat pada sel0-sel mukosa dan kemudia
menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan
jejunum. Sel-sel M, dan sel epitel khusus yang yang melapisi Peyer’s patch,
merupakan internalisasi Salmonella thypii. Bakteri mencapai folikel limfe
usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang
melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa.
Salmonella thypii mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear
did ala folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe (Soedarmo,
Sumarmo S Poorwo, dkk, 2012)
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang
lamanya ditentukan oleh umlah dan virulensi kuman serta respon imun
pejamu maka Salmonella thypii akan keluar dari habitatnya dan melalui
duktus torasikus masuk kedalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organism
dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai oleh
Salmonella thypii adalah hati, limpa, sumsus tulang belakang, kantung
empedu dan Peyer’s patch dari ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat
terjadi secara baik secara lansung dari darah atau penyebaran retrograde dari
empedu. Ekskresi organism dari empedu dapat menginvasi ulang dinding
usus atau dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin dalam patogenesi
demam typhoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya
endotoksin dalam sirkulasi penderita dalam pemeriksaan limulus. Diduga
7

endotoksin dari Salmonella thypii menstimulasi makrofag didalam hati,


limpa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar usus limfe mesenterika untuk
memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat
menimbulkan nekrosis sel, system vascular yang tidak stabil, demam, depresi
sumsung tulang belakang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi system
imunologik (Soedarmo, Sumarmo S Poorwo, dkk, 2012).
8

2.4. Pathway
Salmonella Thyposa

Saluran pencernaan

Lolos dari asam lambung Dimusnahkan oleh lambung

Usus halus

Jaringan limfoid

Otak Aliran darah

SSP Seluruh Tubuh Kel. Limfoid Usus Halus Masuk retikuloendotelial

Mengeluarkan Jaringan limfoid


Merangsang pusat endotoksin Nekrosis usus halus Masuk limfa dan hati
muntah di medulla
oblongata
Pelepasan mediator Pembesaran hati dan limfa
Ulkus di Plak Pyeri
inflamasi

Motilitas usus terganggu Nyeri perabaan


kuadran atas
Salmonella Thyposa
Suhu Tubuh Nyeri kepala
Peristaltik usus Peristaltik usus
Gg. Rasa Gg. Rasa
Hipertermia
nyaman nyaman
nyeri kepala Diare nyeri perut
Konstipasi

Mual Muntah Anoreksia Kekurangan cairan Dehidrasi


Kelemahan Bedrest dan elektrolit
Total

Gg. Pemenuhan Nutrisi Bibir kering dan


Defisit Defisit volume cairan pecah-pecah
Perawatan Diri dan elektrolit
(Oral hygine)

Lidah tertutup Napas berbau


selaput putih kotor tidak sedap
(coated tongue)
9

2.5. Manifestasi Klinik


Masa inkubasi typhoid 10-20 hari. Klien biasanya mengeluh nyeri
kepala dan terlihat lemah dan lesu disertai demam yang tidak terlalu tinggi
dan berlangsung selama 3 minggu.
Minggu pertama peningkatan suhu tubuh naik turun. Biasanya suhu
tubuh meningkat pada malam hari dan menurun pada pagi hari. Pada minggu
kedua suhu tubuh terus meningkat dan pada minggu ketiga suhu berangsur-
angsur turun dan kembali normal.
Pada gangguan di saluran pencernaan, terdapat napas berbau tidak
sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih
kotor (coated tongue) , ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor.
Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati
dan limfa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya terjadi konstipasi
tetapi juga terdapat diare atau normal. Umumnya klien mengalami penurunan
kesadaran yaitu apatis sampai somnolent, jarang terjadi stupor, koma, atau
gelisah kecuali terjadi penyakit berat dan terlambat mendapatkan pengobatan
(Syamsuhidayat, ).

2.6. Penatalaksanaan Medis


Pasien yang di rawat dengan diagnosis observasi tifus abdominalis
harus dianggap dan diperlakukan langsung sebagai pasien tifus abdominalis
dan di berikan perawatan sebagai berikut:
2.6.1 Perawatan
2.6.1.1 Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam hilang atau 14 hari
untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
2.6.1.2 Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan
pulihnya kondisi bila ada komplikasi perdarahan.
2.6.2 Diet
2.6.2.1 Makanan mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein
10

2.6.2.2 Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak


merangsang kerja usus dan tidak mengandung gas, dapat
diberikan susu 2 gelas sehari
2.6.2.3 Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
2.6.2.4 Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi
tim.
2.6.2.5 Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari
demam selama 7 hari.
2.6.3 Obat-obatan
Obat-obat yang dapat di berikan pada anak dengan thypoid
yaitu :

2.6.3.1 Klorampenikol dengan dosis tinggi, yaitu 100mg/kgBB/hari


(maksimum) 2 gram/hari, diberikan peroral atau intravena.
Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi tersebut
mempersingkat waktu perawatan dan mencegah relaps. Efek
negatifnya adalah mungkin pembentulan zat anti berkurang
karena basil terlalu cepat di musnahkan. Dapat juga diberikan
Tiampenikol, Kotrimoxazol, Amoxilin dan ampicillin
disesuaikan dengan keluhan anak. Kloramfenikol digunakan
untuk memusnahkan dan menghentikan penyebaran kuman.
Diberikan sebagai pilihan utama untuk mengobati demam
thypoid di Indonesia.
2.6.3.2 Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan
penyakitnya. Bila terjadi dehidrasi dan asidosis diberikan
cairan intravena.
11

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1. Pengkajian
2.2.1.1.Keluhan utama: perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,
pusing, dan kurang bersemangat serta nafsu makan berkurang
(terutama selama masa inkubasi)
2.2.1.2 Suhu tubuh biasanya meningkat, demam berlangsung selama 3
minggu bersifat febris remiten pada malam atau pagi atau
setiap hari dan suhunya tidak tinggi sekali. Selama minggu
pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap harinya,
biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore
hari dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien terus berada
dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga, suhu berangsur
turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2.2.1.3 Pada orang tua dan keluarga juga mengalami kecemasan akibat
anggota keluarganya yang sakit sehingga terkadang
mempengaruhi psikologi orangtua atau keluarga.
2.2.1.4 Pemeriksaan fisik :
1. Mulut: terdapat napas tidak sedap, bibir pecah-pecah dan
kering. Lidah tertutup selaput putih yang kotor sementara
ujung dan tepinya berwarna kemerahan
2. Abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung, bisa
terjadi konstipasi, bisa juga diare atau normal.
3. Hati dan limpa membesar disertai dengan nyeri pada
perabaan.

2.2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik


Menurut Suryadi (2012) pemeriksaan pada klien dengan
typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari:
2.2.1.5.1 Pemeriksaan Leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam
typhoid terdapat leukopenia dan limposistosis relatif
12

tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering


dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid,
jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada
batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat
leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi
sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah
leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam
typhoid.
2.2.1.5.2 Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali
meningkat tetapi dapat kembali normal setelah
sembuhnya typhoid.

2.2.1.5.3 Biakan darah


Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam
typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak
menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid.
Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari
beberapa faktor:
a.Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda
dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan
oleh perbedaan teknik dan media biakan yang
digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik
adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
Biakan darah terhadap Salmonella thypii
terutama positif pada minggu pertama dan
berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada
waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
13

c. Vaksinasi di masa lampau


Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa
lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah
klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia
sehingga biakan darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah
mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan
kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
biakan mungkin negatif.
2.2.1.5.4 Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen
dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik
terhadap Salmonella thypii terdapat dalam serum klien
dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji
widal adalah suspensi Salmonella yang sudah
dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum klien yang disangka menderita typhoid.
Akibat infeksi oleh Salmonella thypii, klien membuat
antibodi atau aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan
antigen O (berasal dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan
antigen H (berasal dari flagel kuman).
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan
antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H
yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi
titernya makin besar klien menderita typhoid.
14

2.2.1.5.5 Pemeriksaan Tubex


Pemeriksaan yang dapat dijadikan alternatif
untuk mendeteksi penyakit demam tifoid lebih dini
adalah mendeteksi antigen spesifik dari kuman
Salmonella (lipopolisakarida O9) melalui
pemeriksaan IgM Anti Salmonella (Tubex TF).
Pemeriksaan ini lebih spesifik, lebih sensitif, dan
lebih praktis untuk deteksi dini infeksi akibat kuman
Salmonella thypii. Keunggulan pemeriksaan Tubox
TF antara lain bisa mendeteksi secara dini infeksi akut
akibat Salmonella thypii, karena antibody IgM
muncul pada hari ke 3 terjadinya demam. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa pemeriksaan ini
mempunyai sensitivitas yang tinggi terhadap kuman
Salmonella (lebih dari 95%). Keunggulan lain hanya
dibutuhkan sampel darah sedikit, dan hasil dapat
diperoleh lebih cepat (Anon,2010).
15

2.2.2 Rencana asuhan keperawatan

DIAGNOSA
NO KEPERAWATAN DAN INTERVENSI RASIONAL
TUJUAN
1. Hipertermia berhubungan 1. Jelaskan penyebab 1. Membantu mengurangi
dengan pelepasan terjadinya panas kecemasan pada klien
endotoksin. kepada keluarga atau maupun keluarga
Setelah dilakukan klien 2. Aktivitas yang
tindakan keperawatan 2. Ajurkan klien untuk berlebihan akan
selama 2 x 24 jam tidak banyak istirahat dan memperberat kerja usus
terjadi kenaikan suhu mengurangi aktivitas sehingga menghambat
tubuh dengan kriteria hasil 3. Berikan klien banyak proses penyembuhan
: minum 3. Mengembalikan cairan
1. Klien merngatakan 4. Berikan kompres air yang keluar saat suhu
nyaman. hangat tubuh mengalami
2. Suhu badan klien 5. Berikan klien pakaian peningkatan serta
36,5oC-370 C yang mudah mencegah terjadinya
menyerap keringat dehidrasi
6. Ciptakan lingkungan 4. Membantu menurunkan
yang nyaman dan suhu tubuh
tenang 5. Membantu memberikan
7. Monitor tanda-tanda rasa nyaman pada klien
vital 6. Memberikan rasa
8. Monitor input dan nyaman pada klien
output cairan 7. Sebagai indikator untuk
9. Kolaborasi medis memantau
untuk pemberian perkembangan penyakit
obat antibiotik klien
8. Membantu mencegah
terjadinya dehidrasi
9. Membantu
menghilangkan bakteri
penyebab thypoid
2. Gangguan rasa nyaman 1. Kaji respon klien 1. Membantu menyamakan
nyeri berhubungan dengan terhadap nyeri persepsi antara perawat
pembesaran hati dan 2. Kaji respon nonverbal dan klien
limfa. klien 2. Mencocokan kesesuaian
Setelah dilakukan 3. Berikan posisi yang dengan verbal klien
tindakan keperawatan nyaman pada klien 3. Membantu mengurangi
selama 2 x 24 jam tidak 4. Ajak klien untuk rasa sakit yang di
terjadi nyeri pada bagian mengalihkan rasa rasakan klien
perut dengan criteria hasil sakit 4. Membantu mengalihkan
1. Klien mengatakan 5. Monitor TTV perhatian mereka dari
nyeri berkurang atau 6. Kolaborasi medis apa yang di rasakan
hilang. untuk pemberian 5. Sebagai indikator untuk
2. Klien menunjukan obat analgetik memantau
ekspresi wajah perkembangan penyakit
tenang. klien
3. Nyeri tekan 6. Menurangi rasa sakit
berkurang. yang dirasakan klien
4. TTV dalam batas
16

normal.
3. Gangguan pemenuhan 1. Kaji kebiasaan makan 1. Membantu menentukan
nutrisi kurang dari klen inrevensi yang tepat
kebutuhan tubuh 2. Jaga kebersihan 2. Memberikan rasa
berhubungan dengan mulut, bersihkan nyaman pada klien agar
anoreksia : secret maupun klien mau makan
Setelah dilakukan kotoran-kotoran 3. Membantu klien untuk
tindakan keperawatan sebelum makan tidak mrasa mual saat
selama 3 x 24 jam tidak 3. Berikan makanan makan dan makanan
gangguan pemenuhan sedikit-sedikit tapi tetap masuk dengan
nutrisi dengan criteria sering jumlah yang dibutuhkan
hasil 4. Berikan atau anjurkan 4. Membantu
1. Klien mampu untuk memberikan meningkatkan nafsu
menghabiskan 1 porsi makanan tambahan di makan pada klien
makanan yang luar jam makan 5. Membantu menyediakan
disajikan. sesuai dengan makanan sesuai
2. BB klien stabil atau kesukaan klien kebutuhan klien
naik. selama tidak ada 6. Menunjukan
kontraindikasi pertumbuhan pada klien.
5. Kolaborasi dengan
ahli gizi
6. Monitor BB setiap
hari
4. Defisit perawatan diri 1. Kaji tingkat 1. Menentukan intervensi
( oral hygiene ) ketergantungan klien yang akan di berikan
berhubungan dengan 2. Bantu klien dalam 2. Membantu memotivasi
kelemahan. melakukan aktifitas klien untuk memenuhi
Setelah dilakukan ringan seperti ADL
tindakan keperawatan mengubah posisi 3. Klien biasanya lebih
selama 1 x 24 jam tidak 3. Ajarkan keluarga nyaman jika di bantu
terjadi defisit perawatan dalam membantu oleh keluarganya selain
diri (oral hygiene) dengan klien agar dapat itu akan dapat
criteria hasil : memenuhi ADL mempererat ikatan
1. Mulut tampak bersih. emosional.
2. Mulut tercium tidak
berbau.
3. Lidah tampak bersih.
5. Resiko tinggi kekurangan 1. Observasi TTV anak 1. Membantu memantau
volume cairan dan 4 jam sekali keadaan klien
elektrolit berhubungan 2. Monitor tanda-tanda 2. Melakukan pencgahan
dengan defekasi kekurangan cairan dehidrasi sejak awal
berlebihan. seperti turgor tidak 3. Untuk mempertahankan
Setelah dilakukan elastic, produksi urin intake dan output yang
tindakan keperawatan menurun, membrane adekuat
selama 2 x 24 jam tidak mukosa kering, bibir 4. Mencegah terjadinya
terjadi kekurangan pecah-pecah pemasukan cairan yang
volume dan cairan dan 3. Observasi dan catat berlebihan
elektrolit dengan kriteria intake dan output 5. Mengurangi kehilangan
hasil : cairan cairan yang tidak
1. Mukosa bibir tampak 4. Monitor pemberian kelihatan
lembab. cairan melalui
2. TTV dalam batas intravena
normal. 5. Berikan kompres
3. Klien tampak tidak dingin
lemas
17

4. Tidak terdapat tanda-


tanda dehidrasi

Anda mungkin juga menyukai