Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN

DEMAM THYPOID

Oleh :

Yantik
NIM. 14901.08.21154

PROGRAM STUDY PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN


DEMAM THYPOID

A. Konsep Dasar Demam Thypoid

1. Definisi Demam Thypoid

Demam Typoid ( tifus abdominalis, enteric fever) merupakan penyakit


infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala
demam satu minggu atau lebih disertai dengan gangguan demam Typoid ini
disebabkan oleh bakteri salmonella typhy, penyakit ini ditularkan melalui
konsumsi makanan dan minuman yang telah terkontaminasi oleh tinja dan
urin orang yang terinfeksi (Astuti, 2013).

2. Etiologi Demam Typoid

Menurut Suratun dan Lusianah (2016) setiologi demam typoid


disebabkan oleh salmonella typhi (S. Typhi), Paratyphi A, Paratyphi C, and
Paratyphi C. Salmonella typhi merupakan hasil garam negative, berflagel
dan tidak berspora. anaerob fakultatif masuk ke dalam keluarga
enterabacteriaceae, panjang 1-3 um dan sekitar 0,5-0,7 um, berbentuk
batang single atau berpasangan. Salmonella typhi hidup dengan baik pada
suhu 370C dan dapat hidup pada air steril yang beku dan dingin, air tanah,
air laut dan debu selama berminggu-minggu, dapat hidup berbulan-bulan
dalam telur yang terkontaminasi dan air tiram beku. Parasite hanya pada
tubuh manusia. Dapat dimatikan pada suhu 600C selama 15 menit. Hidup
subur pada medium yang mengandung garam empedu. Salmonella typhi
memiliki 3 macam antigen O (somatic berupa kompleks polisakarida),
antigen H (flagel), dan antigen Vi dalam serum penderita demam typoid
akan berbentuk antibody terhadap ketiga mecam antigen tersebut.
3. Manifestasi Klinis Demam Typoid

Menurut Wibisono et al (2014) masa tunas sekitar 10-14 hari. Gejala


yang timbul bervariasi dari ringan sampai berat. Tanda dan gejalanya yaitu :

1. Minggu pertama muncul tanda infeksi akut sepaerti demam, nyeri kepala,
pusing, nyeri otot, anoreksia, mual muntah, obstipasi atau diare, perasaan
tidak nyaman perut. Demam yang terjadi berpola seperti anak tangga
dengan suhu semakin tinggi dari hari ke hari. Lebih rendah pada pagi hari
dan tinggi pada sore hari.

2. Pada minggu kedua gejala menjadi lebih jelas dengan demam,


brakikardia, relatif, lidah thypoit (kotor ditengah, dan ujung berwarna
merah disertai tremor). Hepatomegali, splenomegali, meteorismus,
gangguan kesadaran.

4. Patofisiologi

Bakteri salmonella typhi masuk bersama makanan dan minuman ke


dalam tubuh melalui mulut. Pada sat melalui lambung pada saat suasana
asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti
aklorhidiria, gastektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2,
inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi
dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Diusus
halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi
mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-sel
M, sel epitel khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan tempat
terminalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus,
mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahwa ada yang melewati
sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa.
Salmonella typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear
di dalam folikel limfe, kelenjar linfe mesenrerika, hati dan limfe
(soedarmono, Sumarmo S Poorwo, dkk, 2012.).
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya
ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respon pejamu makan
Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus
masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat
mencapai organ manapun, akan tetapi tempat disukai oleh Salmonella typhi
adalah hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung empedu dan peyer’s
patch dari ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara
langsung dari darah atau penyebaran retrogad dari empedu. Ekskresi
ornamisme di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau
dikeluarkan melalui tinja. Peran endotoksin dalam patogenesis demam
typoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya
endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga
endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati,
limpa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenretika untuk
memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang
dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil, demam,
depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan juga
menstimulasi sistem imnologik (Soedarmono, Sumarmo S Poorwo, dkk.
2012).
5. Patway Demam Typoid

Salmonella thyposa

Masuk ke dalam saluran pencernaan

Dimusnahkan
oleh asam Lambung Usus Halus
lambung

Jaringan limfoid Komplikasi


Plaque peyer’s - perdarahan,
- perforasi
usus
Lamina profia

Kelenjar limfe Hipertropi ductus


mesentria torocicus

Aliran darah

Organ RES (hati


dan limpa)

Tukak Intoleransi
Kuman Merangsang Aktifitas Inflamasi
Tidak Difagosit
Difagosit ujung saraf
Perdarahan Ulkus Endotoksin
Perubahan nutrisi
Mati Nyeri perabaan kurang dari
Hati Kelenjar
LimpaKekurangan kebutuhan tubuh
Menem bus
Lemah Pelan
Volumelimfoid Demam
lesu nafsu
cairan
intestinal makan
HepatomegalNyeri
i Akut
Splenomegali Perforasi
Hipertermi
-Penumpukan tinja
Konstipasi - Distensi abdomen
6. Komplikasi Demam Typoid

Berdasarkan KEPMENKES RI, (2016) beberapa komplikasi yang sering


terjadi diantaranya :

a. Thypoid Toksik (Thypoid Ensefalopati)

Didapatkan gangguan atau penurunan kesadaran akut dengan gejala


dellerium atau koma yang disertai atau tanpa kelainan neurologis lainnya.
Analisa cairan otak biasanya dalam batas normal.

b. Syok Septik

Akibat lanjut dari respon inflamasi sistemik karena bakterimia


salmonella. Disamping gejala-gejala thypoid diatas penderita jatuh
kedalam kegagalan vaskular (syok). Tensi turun, nadi cepat dan halus,
berkeringat serta akral dingin. Akan berbahaya bila syok menjadi
irreversible.

1) Perdarahan dan perforasi intestinal

2) Peritonitis

3) Hepatitis Tifosa

4) Pneunomia

5) Komplikasi lain :

a) Osteomilitis, arthtritis

b) Miocarditis, pericarditis, endokarditis

c) Pielonefritis

d) Serta peradangan-peradangan ditempat lain

7. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan darah perifer

Leuconemia/leukositosis, anemia jaringan, trombositopenia


2. Uji widal

Deteksi titer terhadap salmonella typhi yakni agglutinin O (dari tubuh


dan agglutinin H (flagetakuman). Pembentikan agglutinin dimulai dari
terjadi pada awal minggu pertama demam, puncak pada minggu keempat
dan tetap tinggi hingga beberapa minggu dengan peningkatan agglutinin
O terlebih dahulu dengan diikuti agglutinin H, agglutinin O menetap
selama 4-6 bulan sedangkan agglutinin H menetap sekitar 9-12 bulan.
Titer antibody O > 1;320 atau antibody H > 1;640 menguatkan diagnosis
pada gembaran klinis yang khas.

3. Uji TURBEX

Uji semi kuantitatif kolometrik untuk deteksi antibody salmonella typhi


0-9. Hasil posistif menunjukkan salmonella seregroup D dan tidak
spesifik salmonella typhi menunjukkan hasil negatif.

4. Uji typhidot

Deteksi IgM dan IgG pda protein. Membrane luar salmonella typhi. Hasil
positif didapat dari hasil 2-3 hari setelah infeksi dan spesifik
mengidentifikasikan IgM dan IdG terhadap salmonella typhi.

5. Uji IgM Dipstick

Deteksi khusus IgM spesifik salmonella typhi spesimen serum atau darah
dengan menggunakan strip yang mengandung anti genlipopolisakarida
salmonella typhi dan anti IgM sebagai kontrol sensitivitas 65-77% dan
spesiivas 95%-100%. Akurasi disapatkan dari hasil pemeriksaan 1
minggu setelah timbul gejala.

6. Kultur darah

Hasil positif memastikan demam thypoid namun hasil negatif tidak


menyigkirkan.

8. Pencegahan

Strategi pencegahan yang dapat dipakai untuk selalu menyediakan makanan


dan minuman yang tidak terkontaminasi. higiene perorangan terutama
menyangkut kebersihan tangan dan lingkungan, sanitasi yang baik dan
tersedianyan air bersih sehari-hari. Strategi ini menjadi penting seiring
dengan munculnya kasus resistensi. Selain strategi diatas, dikembangkan
pula vaksinasi terutama untuk para pendatang dari Negara maju ke daerah
endemik demam thypoid. Tiga vaksin thypoid yang terdapat di Indonesia :
vaksin oral Ty 21 a Vivotif Berna, vaksin parenteral sel utuh dan vaksin
polisakarida typhin Vi Aventis Pasteur Merriuex ( RHH Nelwan, 2016).

9. Penatalaksanaan

a. Medis

1) Antibiotik :

- Klorampenikol

- Amoxilin

- Kotrimoxasol

- Ceftriaxon

- Cefixim

2) Antipiretik :

- Paracetamol

b. Keperawatan

1) Observasi dan pengobatan

2) Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam kurang
lebih 14 hari, hal ini untuk mencegah terjadinya komplikasi perforasi
usus.

3) Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya kekuatan


pasien
4) Pasien dengan kesadarannya yang menurun, posisi tubuhnya harus
diubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi
pneumonia dan dekubitus.

5) Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang


terjadi konstipasi dan diare.

6) Diet

- Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein

- Pada penderita yang akut diberi bubur saring

- Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim

- Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam se

lama 7 hari.

B. Konsep Dasar Hipertermi

1. Pengertian Hipertermi
Hipertermi adalah keadaan meningkatnya suhu tubuh diatas rentang
normal tubuh (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016). Hipertemi dimana
keadaan individu mengalami atau beresiko mengalami kenaikan suhu tubuh
>37,80C (1000F) per oral atau 38,80C (1010F) per rektal yang sifatnya
menetap karena faktor eksternal (Carpenito, 2012).

2. Penyebab.
a. Penyebab dari Hipertermi antara lain (SDKI PPNI, 2018 D.0130).
1. Dehidrasi
2. Terpapar lingkungan panas
3. Proses Penyakit ( mis. Infeksi, kanker )
4. Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
b.Hiperemi dapat disebabkan oleh beberapa hal. Pada pasien thypoid,
hiperemi disebabkan oleh adanya proses penyakit (infeksi bakteri
salmonella thypi) dalam tubuh yang disebabkan oleh kuman salmonella
thyposa (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).

3. Tanda dan Gejala

a) Tanda Mayor :

Suhu tubuh diatas nilai normal yaitu >37,8 0C (1000F) per oral atau
38,80C (1010F per rektal).

b) Tanda Minor :

- Kulit merah dan terdapat bintik-bintik merah (ptikie)

-Kejang, merup[akan suatu kondisi dimana otot-otot tuhuh


berkontraksisecara tidak terkendali akibat dari adanya peningkatan
temperatus yang tinggi.

- Kulit terasa hangat, terjadi karena adanya vasodilatasi pembuluh darah


sehingga kulit menjadi hangat.

C. Konsep Dasar asuhan Keperawatan

Konsep Asuhan Keperawatan menurut Hanifah, 2018 :

1. Pengkajian

a) Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,


agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor registrasi
dan diagnosa medik.
b) Keluhan utama

Keluhan utama demam typoid adalah panas atau demam yang tidak
turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare
serta penurunan kesadaran.

c) Riwayat penyakit sekarang

Klien biasanya datang dengan keluhan panas kurang dari 7 hari dengan
kualitas naik turun, terdapat nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia
mual muntah, konstipasi dan diare.

d) Riwayat penyakit dahulu

Meliputi penyakit yang pernah diderita oleh pasien

e) Riwayat penyakit keluarga

Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes mellitus

f) Suhu Tubuh

Pada kasus yang khas demam berlangsung selama 3 minggu, bersifat


febris remitem dan suhunya tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama,
suhu tubuh berangsur membaik setiap harinya, biasanya menurun pada
pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari. Pada minggu kedua
pasien terus berada dalam keaadaan demam. Saat minggu ketiga suhu
berangsur angsur turun dan normal kembali akhir minggu ke tiga.
g) Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak seberapa dalam,
apatis sampai somnolen, jarang terjadi spoor, koma atau gelisah (kecuali
bila penyakitnya berat dan terlambat mendapatnkan pengobatan). Selain
gejala-gejala tersebut, mungkin dapat ditemukan gejala leinnya pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseola (binti-bintik
kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan
pada minggu pertama demam), kadang ditemukan juga brakikardi dan
eptistaksis pada anak yang kebih besar.
h) Pemeriksaan fisik
1) Mulut : terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah
pecah (rageden), lidah tertutup selaput putih kotor (coated tonge),
semetara ujung dan tepinya berwarna kemerahan dan jarang disertai
tremor
2) Abdomen : dapat ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus),
bila terjadi konstipasi, diare atau normal.
3) Hati dan Limfe : membesar sisertai dengan nyeri pada perabaan
i) Pemeriksaan Laboratorium
1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia,
linfositosis relatif dan aneosinofilia pada permukaan sakit
2) Kultur darah (biakan empedu) dan widal
3) Biakan empedu basil salmonella thyposa dapat ditemukan dalam
darah pasien pada minggu pertama sakit. Sering ditemukan dalam
urine dan feses.
4) Pemeriksaan widal, pemeriksaan yang diperlukan adalah liter zat anti
terhadap antigen O. Liter yang bernilai 1/200 atau lebih merupakan
kenaikan yang progresif.
j) Status nutrisi sesorang dalam hal ini pasien dengan gangguan status
nutrisi dapat dikaji :
A : Pengukuran antropometik (antropometik measurement)

1) Tinggi badan . Pengukuran pada tinggi badan pada individu


dewasa dan balita dilakukan dalam posisi berdiri tanpa alas kaki,
sedangkan pada bayi dilakukan dalam posisi berbaring.

2) Berat badan

a) Alat serta skala ukur yang digunakan harus sama setiap kali
menimbang

b) Pasien ditimbang tanpa alas kaki


c) Pakaian diusahakan tidak tebal dan relatif sama beratnya
setiap kali menimbang

d) Waktu penimbangan relatif sama, misalnya sebelum dan


sesudah makan

3) Tebal lipatan kulit

Anjuran klien untuk membuka baju guna mencegah kesalahan


pada hasil pengukuran

a) Perhatikan selalu privasi dan rasa nyaman klien

b) Dalam pengukuran TSF utamakan lengan klien yang tidak


dominan

c) Pengukuran TSF dilakukan pada titik lengan atas, antara


akromion dan olekranon

d) Ketika pengukuran dilakukan, anjurkan klien untuk relaks

e) Alat yang digunakan adalah kapiler

4) Lingkaran tubuh : umumnya arca tubuh yang digunakan untuk


pengukuran ini adalah kepala, dada dan otot, bagian tengah
lengan atas.

5) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan yang dilakukan pada klien merupakan menilaian


kondisi fisik yang berhubungan dengan masalah malnutrisi.
Prinsip pemeriksaan ini head to toe yaitu dari kepala sampai
kaki.

B : Data biokimia

Nilai umum yang digunakan dalam pemeriksaan ini adalah kadar


total limfosit, albumin serum, zat besi, transferin serum, kreatinin,
hemoglobin, hematokrit, keseimbangan nitrogen dan tes antigen
kulit.

C : Tanda-tanda klinis status nutrisi

Bagian tubuh Tanda klinis Kemungkinan kekurangan


Tanda umum - Penurunan berat badan, lemah, lesu - Kalori
- Rasa haus, adanya dehidrasi - Cairan
- Pertumhuhan terlambat - Vit A
Rambut Kusut, kekuningan, kekurangan Protein
pigmen
Kulit - Adanya radang pada kulit atau - Niasin, riboflamin dan
dermatitis biotinemak
- Sedangkan pada bayi terjadi - Asam asetat
dermatosis adanya pechial - Pirodoksin
hemorhagik
- Eksema
Mata - Fotofebia atau penglihatan ganda - Roboflamin
- Rabun senja - Vitamin A
Mulut - Stomatis - Riboflamin
- Glositis - Niasin, asam volat,
sianokobalamin (vit
B12) dan zar besi
Gigi Karies gigi Flourida
Sistem Neuromuskular Kejang, lemah otot - Vit D
- Kalium
Tulang Riketsia Vit D
Sistem gastrointestinal - Anoreksia atau bafsu makan - Tiamin
menurun - Garam dapur
- Anemia
Sistem endokrin Gondok Iodium
Sistem kardiovaskuler - Adanya pedarahan - Vitamin K
- Penyakit jantung - Tiamin
- Pirioksin dan zat besi
- anemia
Sistem saraf - Kelainan mental - Sianokobalamin
- Kelainan saraf perifer
D : Diet

1. Riwayat diet
a) Gangguan pada fungsi mengunyah dan menelan
b) Asupan makanan tidak adekuat
c) Diet yang salah atau ketat
d) Kurangnya persediaan bahan makanan selama 10 hari/ lebih
e) Pemeriksaan nutrisi melalui intravena selama 10 hari atau
lebih
f) Tidak adekuatnya dana untuk penyediaan hbahan makanan
g) Tidak adekuatnya fasilitas penyiapan bahan makanan
h) Tidak adekuatnya penyimpanan bahan makanan
i) Ketidakmampuan fisik
2. Riwayat penyakit
a) Adanya riwayat berat badan berlebih atau kurang
b) Penurunan berat badan dan tinggi badan
c) Mengalami penyakit tertentu
d) Riwayat pembedahan pada system gastrointestinal
e) Anoreksia
f) Mual muntah
g) Diare
h) Alkoholisme
i) Gangguan yang mengenai organ tertentu
j) Disabilitas mental
k) Kehamilan remaja
l) Terapi radiasi

2. Diagnosa Keperawatan
1) Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma
2) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan
3) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan
1. Hipertemia Manajemen hipertermia : Observasi :
Penyebab : Setelah dilakukan tindakan - Identifikasi penyebab hipertermia
1. Dehidrasi keperawatan, diharapkan suhu tubuh - Monitor suhu tubuh
2. Terpapar lingkungan panas membaik atau berada pada rentang - Monitor kadar elektrolit
3. Proses penyakit (infeksi, normal dengan kriteria hasil : - Monitir haluaran urin
kanker) - Pucat menurun - Monitor komplikasi akibat hipertermia
4. Ketidaksesuaian pakaian - Dasar kuku sianolik menurun Terapeutik :
dengan Suhu lingkungan - Suhu tubuh membaik - Sediakan lingkungan yang dingin
5.Peningkatan laju metabolisme - Longggarkan atau lepaskan pakaian
- Basahi dan kipasi permukaan tubub
6. Respon trauma
- Berikan cairan oral
7. Aktifitas berlebihan - Ganti lenen setiap hari atau lebih sering jika
8. Penggunaan inkubator mengalami hiperhidrosis (kekeringan berlebihan)
Tanda & gejala Mayor : - Lakukan pendinginan eksternal (selimut hipotermia
Obyektif atau kompres dingin pada dahi, leher dan dada,
- Suhu tubuh diatas nilai normal abdomne, aksila)
Tanda & gejala Minor : - Hindari pemebrian antipiretik atau aspirin
- Berikan oksigen jika perlu
Obyektif
Edukasi :
1. Kulit kemerahan - Anjurkan tirah baring
2. Kejang Kolaborasi :
3. Takikardi - kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
4. Takipnea intravena, jika perlu
5. Kulit terasa hangat
2. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Observasi :
Penyebab : keperawatan keadekuatan asupan - Identifikasi status nutrisi
- Ketidakmampuan menelan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan - Identifikasi alergi dan intoleransi makan
metabolisme membaik dengan kriteria - Identifikasi makanan yang disukai
makanan
hasil : - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
- Ketidakmampuan mencerna 1. Keinginan makan membaik - Identifikasi perlunya penggunaan selang
makanan 2. Asupan makanan membaik Nasogastrik
- Ketidakmampuan 3. Asupan cairan membaik - Monitor asupan makanan
mengabsorbsi nutrien 4. Energi untuk makan membaik - Monitor beret badan
- Peningkatan kebutuhan 5. Kemampuan untuk menikmati - Monitor hasil pemeriksaan leboratorium
metabolisme makanan membaik Terapeutik :
6. Kemampuan untuk merasakan - Lakukan oral hygiene sebelum makan jika perlu
- Faktor ekonomi (mis, financial
makanan membaik - Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis, piramida
tdk tercukupi) 7. Asupan nutrisi membaik Makanan).
- Faktor Psikologi (mis, stress, 8. Stimulus untuk makan membaik - Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
keengganan untuk makan) 9. Kelaparan menurun sesuai
Tanda & gejala Mayor - Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
: Konstipasi
a. subyektif (tdk - Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
tersedia) - Berikan suplemen makanan, jika perlu
b. Obyektif - Hentikan pemberian makanan melalui selang
- BB menurun minimal Nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi.
10% Edukasi :
Dibawah rentang - Anjurkan posisi duduk, jika mampu
ideal - Anjurkan diet yang diprogramkan
Tanda & gejala minor : Kolaborasi :
a. Subyektif - Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
1. Cepat kenyang dsetelah (mis, pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
makan - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
2. Kram/nyeri abdomen jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan
3. Nafsu makan menurun jika perlu
b. Obyektif
1. Bising usus hiperaktif
2. Otot mengunyah lemah
3. Otot menelan lemeh
4. Membran mukosa pucat
5. Sariawan
6. Serum albumin turun
7. Rambut rontok berlebihan
Manajemen Energi : Observasi :
8. Diare Setelah dilakukan tindakan, - Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
diharapkan energi meningkat dengan mengakibatkan kellahan
3. Tolerasi aktifitas kriteria hasil : - Monitor kelelahan fisik dan emosional
Penyebab : - Keluhan lelah menurun - Monitor pola dan jam tidur
- Ketidakseimbangan antara - Perasaan lemah menurun - Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
suplai dan kebutuhan energi - Sianosis menurun melakukan aktifitas
- Aritmia saat aktifitas menurun Terapeutik :
- Tirah baring
- Warna kulit membaik - Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah
- Kelemahan - Tekanan darah membaik stimulan ( mis, cahaya, suara, kunjungan).
- Imobilitas - Frekuensi nafas membaik - Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
- Gaya hidup monoton - Berikan aktifitas distraksi yang menangkan
Gejala & tanda mayor : - Fasilitasi duduk istirahat tempat tidur, jika tidak
Subyektif dapat berpindah atau berjalan.
- Mengeluh lelah Edukasi :
Obyektif - Anjurkan tirah baring
- Frekuensi jantung meningkat - Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
>20% dari mondisi sehat - Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak berkurang
Gejala & tanda minor : - Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Subyektif Kolaborsi :
- Dispnea saat/setelah aktifitas - Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
- Merasa tdk nyaman setelah meningkatkan asupan makanan
aktivitas
- Merasa lelah
Obyektif
- TD berubah >20% dari kondisi
istirahat
- Gambaran EKG menunjukkan
iskemia
- Sianosis
4. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan
keadaan pasien (hasil diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat
pada tahap perencanaan (Nikmatur Rohmah & Saifudin Walid, 2014).
Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana :
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subyektif oleh
keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O : Keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang obyektif
A : Merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon subyektif dan
obyektif
P : Perencanaan lanjutan setelah dilakukan tindakan keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI, 2016 Pedoman Penatalaksanaan Demam tipoid,


Jakarta

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma, 2015, Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC, Yogyakarta :
Mediaction

Nelwan, R.H.H.,2016 Levoflocaxin: Today’s Choice for the Treatment of Thypoid


Fever? An Illustrative Case Report from Indonesia, Departement of
Internal Medicine, Consultane for Tropical and Infectious Diseases,
Faculty of Medicine University of Indonesia/National Top Referral
Hospital Dr. Cipto Mangunkusumo, Ministry of Health, Jakarta

Rohmah, Nikmatul & Saiful Wahid, 2014. Proses Keperawatan: Teori &
Aplikasi, Jakarta. Ar-Ruzz Media.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standart Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Kperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018). Standart Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria hasil Keperawatan, Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Pokja SDKI DPP PPNI, (2017), Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia


Definisi dan Indikator Diagnostik, Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Anda mungkin juga menyukai