Anda di halaman 1dari 16

SATUAN ACARA BERMAIN

TERAPI BERMAIN DENGAN MEDIA PUZZLE


PADA ANAK USIA SEKOLAH (6-12 TAHUN) DI RUANG DAHLIA
RSUD ASEMBAGUS SITUBONDO

Disusun Oleh:
Kelompok 3

1. Agus Rudi Kismanto (14901.08.21124)


2. Yantik (14901.08.21154)
3. Susiani (14901.08.21150)
4. Dian Kartika Dewi (14901.08.21132)

PROGRAM PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2021
SATUAN ACARA BERMAIN

TOPIK : Terapi bermain pada anak usia sekolah dengan media puzzle
SUB TOPIK : Menyusun puzzle
SASARAN : Pasien anak di Ruang Dalia RSUD Asembagus Situbondo
HARI/TANGGAL : Kamis / 25 Nopember 2021
TEMPAT : Ruang Dahlia
PELAKSANA : Mahasiswa Program Profesi Ners STIKES Hafshawaty Pesantren
Zainul Hasan Genggong
WAKTU : Pukul 09.00 – 09.30 WIB

A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti terapi bermain dengan media puzzle selama 30 menit diharapkan
pasien anak di Ruang Dahlia RSUD Asembagus Situbondo dapat meminimalkan
dampak hospitalisasi anak.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti terapi bermain puzzle selama 30 menit diharapkan pasien anak
di Ruang Dahlia RSUD Asembagus Situbondo mampu:
a. Membantu anak beradaptasi dengan efektif terhadap stress penyakit dan
dirawat.
b. Membantu anak terdistraksi terhadap penyakit yang sedang dialami.
c. Mengembangkan imajinasi, kognitif dan kreativitas pada anak.
B. Sasaran
1. Anak usia (6-12 tahun).
2. Anak yang dirawat di Ruang Dahlia RSUD Asembagus Situbondo
3. Kondisi anak memungkinkan mengikuti kegiatan dan kooperatif.
4. Anak mau berpartisipasi dalam terapi bermain.
C. Metode
1. Bermain puzzle (demonstrasi langsung)
2. Diskusi
D. Media
1. Puzzle abjad dan angka
E. Pelaksanaan
No. Waktu Kegiatan Pelaksana Kegiatan Peserta
1. 5 menit Pembukaan:
1. Mengucapkan salam. 1. Menjawab salam
2. Memperkenalkan diri. 2. Memperhatikan
3. Menjelaskan tujuan terapi 3. Memperhatikan
bermain.
4. Kontrak waktu. 4. Memperhatikan

2. 15 menit Pelaksanaan:
1. Memperkenalkan alat permainan. 1. Memperhatikan
2. Membagikan alat permainan pada 2. Menerima alat
peserta. permainan
3. Menjelaskan cara permainan 3. Melakukan
puzzle permainan
4. Mengajak anak menyusun puzzle 4. puzzle sudah seuai
pada bingkai dengan bingkainya
5. Fasilitator mendampingi anak jika
ada yang mengalami kesulitan.
6. Menunjukkan hasil susunan
puzzle
3. 5 menit Evaluasi:
1. Memotivasi anak untuk menyusun 1. Menjawab
puzzle sesuai instruksi. pertanyaan
2. Menanyakan kepada anak 2. Memperhatikan dan
perasaan setelah bermain. mendengarkan
3. Memberikan pujian kepada anak 3. Mendengarkan
setelah selesai menyusun puzzle
dengan benar.
4. 5 menit Terminasi:
1. Memberikan motivasi dan pujian 1. Memperhatikan dan
pada anak yang telah mengikuti mendengarkan
terapi bermain.
2. Mengucapkan terima kasih. 2. Mendengarkan.
3. Mengakhiri dengan salam. 3. Menjawab salam.

F. Pengorganisasian
1. Pembimbing Klinik : Riris Yuliawati. Amd. Kep
2. Pembimbing Akademik :
Leader : Dian Kartika Dewi
3. Co Leader : Yantik
4. Observer : Susiani
5. Fasilitator : Agus Rudi Kismanto
G. Job Description
1. Leader
a. Menyampaikan materi terapi bermain yang dimulai dari perkenalan media yang
digunakan dan cara menggunakannya..
2. Co Leader
a. Membuka dan menutup acara terapi bermain.
b. Menjelaskan tujuan dan aturan terapi bermain.
c. Mengatur waktu kegiatan sesuai dengan rencana kegiatan terapi bermain.
3. Fasilitator
a. Memotivasi peserta agar mengikuti kegiatan.
b. Sebagai role model selama kegiatan.
c. Membantu anak membuat sesuatu sesuai keinginan.
4. Observer
a. Mengobservasi performa pelaksana dan keantusiasan peserta.
b. Mengevaluasi serangkaian acara kegiatan mulai dari awal hingga akhir.

H. Setting Tempat
Keterangan :
:Penyaji
: Moderator
: Observer
: Fasilitator
: Peserta

I. Kriteria Evaluasi
1. Kriteria Struktur
a. Kesiapan materi.
b. Kesiapan SAK.
c. Kesiapan media : puzzle abjad dan angka
d. Penyelenggara terapi bermain dilakukan oleh mahasiswa.
e. Peserta hadir di tempat terapi bermain.
f. Penyelenggaraan terapi bermain dilaksanakan di Ruang Dahlia RSUD
Asembagus Situbondo.
g. Pengorganisasian penyelenggaraan terapi bermain dilakukan 1 hari
sebelumnya.
2. Kriteria Proses
a. Pelaksanaan dimulai sesuai dengan waktu yang direncakanan.
b. Peserta antusias dan aktif terhadap terapi bermain.
c. Suasana terapi bermain tertib.
d. Anak mengikuti kegiatan terapi bermain sesuai intruksi dari penyaji.
3. Kriteria Hasil
a. Anak mengikuti terapi bermain dengan baik.
b. Anak mampu menyusun puzzle dengan benar.
c. Anak mengikuti permainan puzzle dari awal sampai selesai.
d. Anak merasa senang saat mengikuti terapi bermain puzzle.

Lampiran : Materi
A. Anak Usia Sekolah
1. Pengertian Anak Usia Sekolah
Anak usia sekolah yaitu anak yang berusia 6-12 tahun, memiliki fisik lebih

kuat yang mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak bergantung dengan orang

tua. Anak usia sekolah ini merupakan masa dimana terjadi perubahan yang

bervariasi pada pertumbuhan dan perkembangan anak yang akan

mempengaruhi pemebentukan karakteristik dan kepribadian anak. Periode usia

sekolah ini menjadi pengalaman inti anak yang dianggap mula bertanggung jawab

atas perilakunya sendiri dalam hubungan dengan teman sebaya, orang tua dan

lannya. Selain itu usia sekolah merupakan masa dimana anak memperoleh dasar-

dasar pengetahuan dalam menentukan keberhasilan untuk menyesuaikan diri pada

kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan tertentu (Diyantini, et al. 2015).

Anak usia sekolah dasar adalah mereka yang berusia antara 6 – 12 tahun

atau biasa disebut dengan periode intelektual. Pengetahuan anak akan bertambah

pesat seiring dengan bertambahnya usia, keterampilan yang dikuasaipun semakin

beragam. Minat anak pada periode ini terutama terfokus pada segala sesuatu yang

bersifat dinamis bergerak. Implikasinya adalah anak cenderung untuk melakukan

beragam aktivitas yang akan berguna pada proses perkembangannya kelak

(Jatmika, 2005).

2. Karakteristik Anak Usia Sekolah


Menurut Supariasa (2013), karakteristik anak usia sekolah umur 6-12 tahun

terbagi menjadi empat bagian terdiri dari :

1) Fisik/Jasmani :

a) Pertumbuhan lambat dan teratur.

b) Anak wanita biasanya lebih tinggi dan lebih berat dibanding laki-laki dengan usia

yang sama.

c) Anggota-anggota badan memanjang sampai akhir masa ini.

d) Peningkatan
koordinasi besar dan otot-otot halus.

e) Pertumbuhan tulang, tulang sangat sensitif terhadap kecelakaan.

f) Pertumbuhan gigi tetap, gigi susu tanggal, nafsu makan besar, senang makan
dan aktif.

g) Fungsi penglihatan normal, timbul haid pada akhir masa ini.

2) Emosi :

a) Suka berteman, ingin sukses, ingin tahu, bertanggung jawab terhadap tingkah
laku dan diri sendiri, mudah cemas jika ada kemalangan di dalam keluarga.

b) Tidak terlalu ingin tahu terhadap lawan jenis.

3) Sosial :

a) Senang berada di dalam kelompok, berminat di dalam permainan yang

bersaing, mulai menunjukkan sikap kepemimpinan, mulai menunjukkan

penampilan diri, jujur, sering punya kelompok teman-teman tertentu.

b) Sangat erat dengan teman-teman sejenis, laki-laki dan wanita bermain sendiri

sendiri.

4) Intelektual :

a) Suka berbicara dan mengeluarkan pendapat minat besar dalam belajar dan

keterampilan, ingin coba-coba, selalu ingin tahu sesuatu.

b) Perhatian terhadap sesuatu sangat singkat.

Anak memerlukan kegiatan yang menyenangkan dalam proses pembelajaran.


Bagi anak, bermain merupakan mempersiapkan diri untukmemasuki dunia selanjutnya
dan merupakan cara untuk mengembangkan berbagaiaspek perkembangan anak
seperti aspek motorik, sosial, emosi, dan fisik. Melaluikegiatan bermain dengan
menggunakan alat permainan, anak teristimulasi untukberkembang dengan baik
perkembanganya. Masa kanak-kanak merupakan masapaling awal dalam rentang
kehidupan yang akan menentukan perkembangan padatahap-tahap selanjutnya. Masa
kanak-kanak terbagi atas dua bagian yaitu masakanak-kanak awal yang berlangsung
dari usia dua tahun samapi enam tahun dan masa kanak-kanak akhir yang
berlangsung dari usia enam tahun sampai tiga belas tahun pada anak perempuan dan
empat belas tahun pada anak laki-laki (Hurlock B.E, 2012 dalam Fitriani dkk, 2017).
.
3. Hospitalisasi Pada Anak Usia Sekolah
Kemampuan social anak usia sekolah semakin meningkat. Mereka lebih
mampu bekerja sama dengan teman sepermainannya. Seringkali pergaulan
dengan teman menjadi tempat belajar mengenal norma baik atau buruk. Dengan
demikian, permainan pada anak usia sekolah tidak hanya bermanfaat untuk
meningkatkan ketrampilan fisik atau intelektualnya, tetapi juga dapat mengembangkan
sensitivitasnya untuk terlibat dalam kelompok dan bekerja sama dengan sesamanya.
Mereka belajar norma kelompok sehingga dapat diterima dalam kelompoknya. Sisi lain
manfaat bermain bagi anak usia sekolah adalah mengembangkan kemampuannya
untuk bersaing secara sehat. Bagaimana anak dapat menerima kelebihan orang
lain melalui permainan yang ditunjukkannya. Karakteristik permainan untuk anak usia
sekolah dibedakan menurut jenis kelaminnya. Anak laki-laki lebih tepat jika diberikan
mainan jenis mekanik yang akan menstimulasi kemampuan kreativitasnya dalam
berkreasi sebagai seorang laki-laki, misalnya mobil-mobilan. Anak perempuan lebih
tepat diberikan permainan yang dapat menstimulasinya untuk mengembangkan
perasaan, pemikiran dan sikapnya dalam menjalankan peran sebagai seorang
perempuan, misalnya alat untuk memasak dan boneka.

Adapun reaksi Hospitalisasi pada anak usia sekolah antara lain :

1. Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang dicintai,

keluarga, kelompok sosial sehingga menimbulkan kecemasan

2. Kehilangan kontrol berdampak pada perubahan peran dalam keluarga, kehilangan

kelompok sosial, perasaan takut mati, kelemahan fisik

3. Reaksi nyeri bisa digambarkan dgn verbal dan non verbal

Stress pada anak ini dapat diperlihatkan dengan kecemasan yang muncul
pada sikap anak. Kecemasan yang terjadi pada anak tidak dapat dibiarkan, karena hal
ini dapat berdampak buruk pada proses pemulihaan kesehatan anak. Dalam
mengatasi kecemasan ini salah satu hal yang dapat dilakukan ialah melalui terapi
bermain.Terapi bermain merupakan terapi pada anak yang menjalani hospitalisasi.
Permainan anak akan membuat anak terlepas dari ketegangan dan stres yang
dialaminya karena dengan melakukan permainan, anak akan dapat mengalihkan rasa
sakitnya pada permainannya dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan
permainan (Supartini, 2014).
B. Terapi Bermain
1. Pengertian Terapi Bermain
Bermain adalah salah satu aspek kebutuhan penting dalam kehidupan dan
perkembangan mental serta emosional anak. Bermain merupakan salah satu alat
penting untuk mengurangiperasaan takut dan cemas dalam menghadapi stress
akibat hospitalisasi yang dialami anak (Wong, 2009 dalam Sihotang R.S,
2017).Terapi bermain adalah usaha mengubah tingkah laku bermasalah, dengan
menempatkan anak dalam situasi bermain. Bermain merupakan cerminan
kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial. Bermain merupakan media yang
baik untuk belajar karena dengan bermain, anak akan berkata-kata (berkomunikasi),
belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat
dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak serta suara (Adriana, 2017).
2. Tujuan Terapi Bermain
Tujuan terapi bermain yaitu untuk melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan
yang normal.Tujuan terapi bermain yang dilakukan selama anak dirawat dirumah
sakit adalah untuk mengekspresikan keinginan, imajinasi, ide dan perasaan yang
sangat tidak menyenangkan akibat kondisi sakitnya.Terapi bermainpada anak yang
belum dapat mengekspresikan perasaannya secara verbal,digunakan sebagai media
yang sangat efektif untuk mengekspresikan, mengembangkan kreativitas dan
kemampuan anak dalam memecahkan masalah yang dialaminya (Supartini, 2014).
3. Tahapan Perkembangan Bermain
Tahapan perkembangan bermain pada anak sebagai berikut :(Hurlock B.E, 2012
dalam Fitriani dkk, 2017)
1) Sensory Motor Play (± ¾ bulan 1/2 tahun)
Bermain dimulai pada periode perkembangan kognitif sensori motor, sebelum
usia 3-4 bulan, gerakan atau kegiatan anak belum dapat dikategorikan sebagai
bermain. Kegiatan bayi hanya merupakan pengulangan dari hal-hal yang
dilakukan sebelumnya, dan Piaget menamakannya reproductive assimilation.
Pada usia 7-11 bulan kegiatan yang dilakukan anak bukan semata-mata berupa
pengulangan, namun sudah disertai dengan variasi. Misalnya anak melihat wajah
di balik bantal yan g disingkapkan, anak melakukan terus dengan berbagai
variasinya. Pada usia 18 bulan tampak adanya percobaan-percobaan aktif pada
kegiatan bermain anak. Contohnya anak yang bermain dengan kaleng bekas dan
sepotong kayu, secara tidak sengaja memukul kaleng dari sisi yang berbeda.
Ternyata menimbulkan suara berbeda, sehingga dari pengalaman ini ia mendapat
pengetahuan baru.
2) Symbolic atau Make Belive Play (±2-7 tahun)
Symbolic atau Make Belive Play merupakan ciri periode pra operasional yang
terjadi antara usia 2-7 tahun yang ditandai dengan bermain khayal dan bermain
pura-pura. Misalnya menggunakan sapu sebagai kuda-kudaan, menganggap
sobekan kertas sebagai uang. Bermain simbolik juga berfungsi untuk
mengasimilasikan dan mengkonsilidasikan (menggabungkan) pengalaman
emosional anak.
3) Social Play Games with Rules (± 8 tahun-11 tahun)
Dalam bermain tahap yang tertinggi, penggunaan simbol lebih banyak diwarnai
oleh nalar, logika yang bersifat obyektif, sejak usia 8-11 tahun anak lebih banyak
terlibat dalam kegiatan games with rulers. Kegiatan anak lebih banyak
dikendalikan oleh aturan permainan.
4) Games With Rules & Sports (11 tahun keatas)
Olah raga adalah kegiatan bermain yang menyenangkan dan dinikmati anak-
anak, walaupun aturannya jauh lebih ketat dan diberlakukan secara kaku
dibandingkan dengan permainan yang tergolong games seperti kartu. Karena
bukan hanya rasa senang saja yang menjadi tujuan, tetapi ada suatu hasil akhir
tertentu seperti ingin menang, memperoleh hasil kerja yang telah disuahakannya.
4. Fungsi Terapi Bermain
Ada beberapa fungsi terapi bermain di rumah sakit, yaitu satu memfasilitasi anak
untuk beradaptasi dengan lingkungan asing, kedua memberi kesempatan untuk
membuat keputusan dan kontrol, ketiga membantu mengurangi stress terhadap
perpisahan, keempat memberi kesempatan untuk mempelajari tentang bagian-
bagian tubuh, fungsinya dan penyakit, kelima memperbaiki konse-konsep yang salah
tentang penggunaan dan peralatan serta prosedur medis, keenam memberi
peralihan (distraksi) dan relaksasi, ketujuh membantu anak untuk merasa lebih aman
dalam lingkungan yang asing, kedelapan memberi cara untuk mengurangi tekanan
dan untuk mengekplorasi perasaan, kesembilan menganjurkan untuk berinteraksi
dan mengembangkan sikap-sikap yang positif terhadap orang lain, kesepuluh
memberi cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat, serta memberikan cara
untuk mencapai tujuan terapeutik (Adriana, 2017).
5. Jenis Terapi Bermain pada Anak Usia Sekolah
Anak usia sekolah mempunyai kemampuan motorik kasar dan halus yang lebih
matang dari anak usia tolder. Anak sudah lebih aktif, kreatif dan imajinatif. Demikian
juga kemampuan berbicara dan berhubungan sosial dengan temannya semakin
meningkat. Oleh karena itu, jenis permainan yang sesuai adalah associative play,
dramatic play, dan skill play. Anak melakukan permainan bersamatemannya
menggunakan komunikasi yang sesuai dengan kemampuan bahasanya. Anak usia
sekolah sudah mampu memainkan peran orang tertentu yang didentifikasinya,
seperti ayah, ibu dan bapak atau ibu gurunya, sehingga anak mampu melakukan
jenis permainan dramatic play. Permainan yang menggunakan kemampuan motorik
(skill play) banyak dipilih anak usia sekolah. Untuk itu jenis alat permainan yang tepat
diberikan pada anak usia sekolah, misalnya sepeda, mobil-mobilan, alat olahraga,
berenang dan permainan balok-balok besar (Adriana, 2017).
Salah satu jenis permainan pada anak usia sekolah untuk membantu
perkembangan kognitif dan motorik anak adalah permainan puzzle. Puzzle adalah
salah satu media permainan edukatif dengan tingkat kesulitan yang dapat
disesuaikan dengan usia anak, sehingga dapat meningkatan kreativitas sesuai
dengan imajinasinya. Bentuk permainan berupa puzzle yang dapat dibongkar pasang
dapat meningkatkan imajinasi dan kreativitas, mempertajam kemampuan visualisasi
dan memori, karena membutuhkan imajinasi atau perhitungan mental, dan
merupakan sarana yang baik untuk mengekspresikan emosinya. Puzzle merupakan
permainan yang membutuhkan kesabaran, dan ketekunan anak dalam merangkai
atau menyusun menjadi sebuah bentuk. Dengan terbiasa bermain puzzle lambat
laun mental anak juga akan terbiasa untuk bersikap tenang, tekun, dan sabar dalam
menyelesaikan sesuatu. Kepuasan yang didapat saat anak menyelesaikan puzzle
pun merupakan salah satu pembangkit motivasi anak untuk menemukan hal-hal
baru. Dalam permainan edukasi merupakan suatu bentuk permainan yang didesain
untuk tujuan belajar, akan tetapi dalam permainan edukasi biasanya hanya
menawarkan permainan yang bersenang-senang (Prensky, 2012). Pada dasarnya
permainan edukatif hendaknya merupakan sebuah bentuk kegiatan yang dapat
membantu anak merasa senang namun di dalam permainan tersebut juga
terkandung sifat mendidik dan bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan
berbahasa, berpikir, serta bergaul dengan lingkungannya.
DAFTAR PUSTAKA
Adriana. 2017. Tumbuh Kembang Dan Terapi Bermain Pada Anak edisi 2. Jakarta: salemba
medika.

Aprina, Novri A,& Sunarsih. 2019. Terapi Bermain Puzzle pada Anak Usia 3-6 tahun
terhadap Kecemasan Pra Operasi Jurnal Kesehatan Poltekkes Tanjung Karang.10(2):
291-297. https://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK/article/view/1561/977.

Diyantini N. K, Ni Luh P &Sagung M. L. 2015. Hubungan karakteristik dan kepribadian anak


dengan kejadian bullying pada siswa kelas V di SD “X” di kabupaten Badung. Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana Denpasar.

Fitriani W, Eka S, &Devi R. 2017. Terapi Bermain Puzzle Terhadap Penurunan Tingkat
Kecemasan Pada Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) Yang Menjalani Kemoterapi Di
Ruang Hematologi Onkologi Anak. Jurnal Dunia Keperawatan. 5(2): 65-74.

Hariyadi. 2019.Pengaruh Terapi Bermain Puzzel Terhadap Tingkat Kecemasan Hospitalisasi


Pada Anak Usia Pra Sekolah (3-6 Tahun) Di Rsud Dr. Harjono Kabupaten Ponogoro.
https://jurnal elektronik.com.

Hurlock B.E. 2012. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan. Ed. Lima. Jakarta: Erlangga.

Jatmika H. 2005. Pemanfaatan Media Visual dalam Menunjang Pembelajaran Pendidikan


Jasmani di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia

Diyantini N. K, Ni Luh P &Sagung M. L. (2015) Hubungan karakteristik dan kepribadian anak


dengan kejadian bullying pada siswa kelas V di SD “X” di kabupaten Badung. Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana Denpasar.

Supartini. 2014. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.
PROGRAM PROFESI NERS
STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO

DAFTAR HADIR PESERTA TERAPI BERMAIN PUZZLE


DI RUANG DAHLIA RSUD ASEMBAGUS SITUBONDO
Hari / Tanggal :
Waktu :
Tempat :

No Tanda
Nama Anak Nama Ortu Alamat
. Tangan

1.

2.

3.

4.

5.
PROGRAM PROFESI NERS
STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO

LEMBAR OBSERVASI TERAPI BERMAIN PUZZLE


DI RUANG DAHLIA RSUD ASEMBAGUS SITUBONDO

Hari / Tanggal :
Waktu :
Tempat :

No Aspek yang Dinilai Ya Tidak


I Struktur Terapi Bermain
1. Persiapan media terapi bermain
a. Puzzle abjad dan angka
2 Kelengkapan jumlah mahasiswa:
a. Leader (1)
b. Co Leader(1)
a. Fasilitator (2)
b. Observer (2)
II Proses Terapi Bermain
1. Pembukaan, CoLeader:
a. Membuka acara terapi bermain dengan mengucapkan salam
a. Memperkenalkan diri dan meminta peserta menyebutkan nama
b. Menjelaskan kontrak waktu
c. Menjelaskan tujuan terapi bermain
d. Menjelaskan aturan permainan
2. Pelaksanaan
Leader :
a. Menjelaskan materi dengan menggunakan kertas
b. Menjelaskan tujuan dan cara bermain kepada peserta
a. Memberikan alat kepada peserta untuk bermain berupa puzzle abjad dan
angka
a. Mengatur waktu permainan
b. Memimpin bermain menyusun puzzle
Fasilitator :
a. Mengarahkan peserta untuk memulai permainan
a. Memotivasi peserta Menyusun puzzle
b. Membantu leader dalam mengkondisikan peserta agar fokus pada
jalannya permainan
c. Pelaksanaan terapi berlangsung tepat waktu 15 menit
3. Evaluasi : Observer
a. Memberikan check list pada lembar evaluasi kemajuan peserta
a. Memberikan penilaian kemampuan anak dalam aspek kognitif,
psikomotor, afektif, sosial dan moral.
4. Terminasi :
a. Memberikan reward kepada peserta oleh leader, dan fasilitator
b. Mengajak cuci tangan
c. Leader mengucapkan terima kasih
IIII Hasil Terapi Bermain
1. Peserta Terapi Bermain :
a. Peserta antusias mengikuti kegiatan terapi bermain
a. Terjadi komunikasi 2 arah saat permainan berlangsung (antara
leader atau co leader atau fasilitator dengan peserta).
b. Peserta mengikuti terapi bermain sampai dengan selesai.
PROGRAM PROFESI NERS

STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN

PROBOLINGGO

LEMBAR PENILAIAN TERAPI BERMAIN PUZZLE


DI RUANG DAHLIA RSUD ASEMBAGUS SITUBONDO

Kategori Kemampuan Anak An…..


Psikomotor
Anak mampu menyusun puzzle menjadi bentuk awal (gajah) sesuai dengan
instruksi yang diberikan oleh leader

Kognitif
Anak mampu menyebutkan huruf, angka dan bentuk puzzle yang tersedia dengan
benar dan menyebutkan warna puzzle
Sosial
Anak mampu bermain dan bersosialisasi dengan baik bersama mahasiswa
pelaksanaterapi bermain.
Afektif
Anak dapat mematuhi peraturan permainan sesuai intruksi yang telah
Tersedia pada buku petunjuk.
Total
Kriteria

Keterangan skor:
0 : Tidak dapat melakukan
1 : Dapat melakukan dengan bantuan
2 : Dapat melakukan dengan motivasi
3 : Melakukan dengan mandiri

Kriteria tiap kategori:


Baik : jumlah skor 4-6
Cukup : jumlah skor 2-3
Kurang : jumlah skor 0-1

Anda mungkin juga menyukai