Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH KEPERAWATAN LUKA

“FISTULA”

Dosen Pengampu : DR. Suriadi, MSN., Ph. D., AWCS

Disusun Oleh Kelompok 9 :

Mitha Syarah SR172110046

Raihan Syawalana Fitra SR172110047

M.Ridhwan Arif SR172110057

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN

MUHAMMADIYAH PONTIANAK

2020

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas Kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayat, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang FISTULA.

Makalah ilmiah ini telah kami susun maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak dengan memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu,
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kai dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga malah ilmiah tentang FISTULAdapat


mmemberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Pontianak, 18 Oktober 2020

Kelompok 9

ii
iii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4

A. Latar Belakang..............................................................................................4

B. Rumusan Masalah.........................................................................................5

C. Tujuan...........................................................................................................5

BAB II TINJAUAN TEORI....................................................................................6

A. Pengertian......................................................................................................6

B. Jenis Fistula yang umum terjadi....................................................................7

C. Etiologi........................................................................................................10

D. Tanda dan Gejala........................................................................................11

E. Patofisiologi................................................................................................12

F. Penatalaksanaan..........................................................................................12

G. Manajemen Keperawatan Luka..................................................................13

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.................................................................20

A. Pengkajian...................................................................................................20

B. Diagnosa Keperawatan...............................................................................20

C. Rencana Asuhan Keperawatan....................................................................20

BAB IV PENUTUP...............................................................................................24

A. Kesimpulan.................................................................................................24

B. Saran............................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25

iii
4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis normal akibat proses
patologis yang berasal dari internal maupun eksternal dan mengenai organ
tertentu. (Potter & Perry, 2006). Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian
jaringan tubuh yang bisa disbabkan oleh trauma benda tajam atau tumpu,
perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan
(sjamsuhidajat & wim de jong, 2005). Klasifikasi luka memberikan gambaran
tentang status integritas kulit, penyebab luka, keparahan, luasnya cedera atau
kerusakan jaringan, kebersihan luka, atau gambaran kualitas luka, misalnya
warna. Luka penetrasi akibat pisau di sebut luka terbuka, dan luka kontusi disebut
luka tertutup. Luka terbuka menimbulkan resiko infeksi yang lebih besar dari pada
luka tertutup. Fistula adalah saluran yang terhubung secara tidak normal di antara
dua rongga tubuh yang seharusnya terpisah. Fistula bisa muncul di bagian tubuh
tertentu, seperti vagina dan anus, serta pembuluh darah. Jika tidak ditangani,
fistula bisa menyebabkan berbagai gangguan pada fungsi dan kesehatan
tubuh.Fistula sendiri memiliki banyak jenis, pertama ada fistula pada saluran
pencernaan bisa menyebabkan cairan lambung merembes keluar melalui lapisan
lambung atau usus. Kedua Fistula ani adalah saluran kecil yang terbentuk di
antara rektum atau bagian ujung usus besar dengan kulit di dekat anus, Fistula ani
dapat menyebabkan nyeri dan bengkak di sekitar anus, serta keluarnya nanah
berbau busuk saat buang air besar. Kondisi ini lebih umum dialami pria dan
biasanya muncul pertama kali di usia sekitar 40 tahun.

Fistula lebih sering terjadi pada laki-laki, yaitu 12,3 kasus per 100.000
populasi, dibandingkan dengan perempuan sebesar 5,6 kasus per 100,000
populasi. Lunniss et al menyatakan kondisi ini disebabkan oleh hipotesis
kriptoglandular, yaitu laki-laki memiliki hormon androgen yang dapat turut
5

berperan dalam patogenesis fistula ani dari aspek hormonal. Selain itu, adanya
tonus sfingter anus yang lebih kuat pada laki-laki juga dapat meningkatkan risiko
obstruksi duktus yang dapat menyebabkan inflamasi pada kelenjar anus.

Belum terdapat data mengenai prevalensi fistula ani di Indonesia. Namun,


pada penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan N et al, di RSUP Dr Sardjito
selama 5 tahun (2010-2014), disebutkan terdapat 48 kasus fistula perianal yang
terdiri dari 81,2% laki-laki dan 18,8% perempuan, dengan usia terbanyak pada 30-
40 tahun.Fistula ani sangat jarang menimbulkan kematian. Namun, dalam
penatalaksanaanya dapat terjadi kegagalan operasi, yaitu persistensi fistula atau
rekurensi gejala dalam waktu 6 bulan pasca intervensi (15,6%), inkontinensia alvi
pasca operasi (15,6%), dan sepsis (7,3%)(Hastuti, 2008).

Ketiga ada Fistula ini merupakan fistula yang terbentuk antara pembuluh


darah arteri dan vena. Keempat ada Fistel vesiko vagina merupakan hubungan
abnormal antara vesikourinaria dengan vagina yang menyebabkan urin keluar
terus menerus melalui vagina. Dan yang terakhir ada Fistula pada vagina dan
rektum disebut juga fistula obstetrik atau fistula rektovaginal. Akibat terbentuknya
celah antara rektum dan vagina, gas dan tinja dari saluran cerna bisa keluar
melalui vagina(Doengoes Marilynn E, dkk. 2000).

B. Rumusan Masalah
Bagaimana Konsep Teori Dan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Fistula?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep teori dan asuhan keperawatan pada pasien dengan
fistula.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui jenis jenis fistula
b. Mengeatui tanda dan gejala fistula
c. Mengetahui penatalaksanaan fistula
6

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Fistula adalah hubungan abnormal yang berkembang antara dua bagian tubuh
yang terpisah dari satu sama lain. Fistula adalah kata Latin yang bila
diterjemahkan menjadi "pipa" atau "tabung." Secara umum, keberadaan fistula
menandakan penyakit, tetapi kadang seorang ahli bedah sengaja membuat fistula
antara dua permukaan epitel untuk tujuan pengobatan (Smeltzer Suzanne, 2002).

Fistula adalah saluran yang terhubung secara tidak normal di antara dua
rongga tubuh yang seharusnya terpisah. Fistula bisa muncul di bagian tubuh
tertentu, seperti vagina dan anus, serta pembuluh darah. Jika tidak ditangani,
fistula bisa menyebabkan berbagai gangguan pada fungsi dan kesehatan
tubuh.Fistula dapat terbentuk di berbagai saluran atau organ tubuh, seperti saluran
kemih, anus, saluran pencernaan, vagina, hingga kulit. Banyak bagian tubuh atau
pembuluh darah yang normalnya tidak terhubung, namun karena cedera, tindakan
operasi, penyakit, infeksi, atau pembengkakan, menjadi terhubung oleh suatu
saluran (Mansjoer Arief, dkk. 2001).

Ada berbagai jenis fistula dan mereka dapat muncul di berbagai bagian tubuh.
Berikut adalah beberapa contoh fistula dan di mana mereka dapat ditemukan:

1. Fistula arteriovenosa, ketika hubungan yang abnormal terdapat antara


pembuluh darah vena dan arteri.
2. Fistula bilier, seringkali melalui pembedahan dibuat untuk menghubungkan
saluran empedu ke permukaan kulit pasien.
3. Fistula serviks, sering ditemukan di leher rahim pasien atau daerah sekitar
leher.
7

4. Fistula craniosinus, yang ada di ruang antara sinus hidung pasien dan bagian
dalam tulang tengkorak.
5. Fistula enterovaginal, terletak antara vagina pasien dan perut.
6. Fistula anal atau tinja, sering ditemukan terhubung ke usus.
7. Fistula lambung, hubungan antara permukaan kulit pasien dan perut.
8. Fistula metroperitoneal, terletak antara rongga peritoneum pasien dan rahim.
9. Fistula umbilical, hubungan abnormal antara usus pasien dan pusar.
10. Fistula arteriovenosa paru, sering ditemukan di paru-paru pasien,
menghubungkan vena dan arteri pulmonalis. Jenis fistula ini memungkinkan
oksigenasi darah tanpa melalui paru-paru.
11. Fistula dikelompokkan menurut struktur sambungan.
12. Fistula Buta, sering memiliki satu ujung terbuka tapi terhubung ke dua
struktur.
13. Fistula lengkap, memiliki bukaan pada kedua ujungnya.
14. Fistula Horseshoe (tapal kuda), sering ditemukan di daerah anal dimana
mereka menghubungkan anus dan permukaan kulit setelah mengitari (dalam
pola tapal kuda) rektum.
15. Fistula tidak lengkap, adalah struktur seperti tabung yang berasal dari kulit
tetapi ditutup pada kedua ujungnya dan tidak terhubung ke struktur di dalam
tubuh pasien.

D. Jenis Fistula yang umum terjadi

1. Fistula saluran pencernaan

Fistula gastrointestinal atau fistula pada saluran pencernaan adalah fistula


atau lubang yang terbentuk secara abnormal di saluran pencernaan, misalnya
di lambung dan usus. Fistula di saluran pencernaan sering kali terjadi akibat
riwayat operasi di dalam rongga perut, cedera atau luka tusuk di rongga perut
dan saluran cerna, peradangan pada saluran cerna, hingga efek samping terapi
radiasi pada rongga perut.
8

Fistula di saluran cerna bisa menyebabkan cairan lambung merembes


keluar melalui lapisan lambung atau usus. Jika cairan lambung bocor hingga
ke kulit atau organ tubuh lainnya, kuman dari luar tubuh bisa masuk ke dalam
tubuh dan menyebabkan infeksi.

Ada beberapa jenis fistula yang dapat terbentuk pada saluran pencernaan,
yaitu:
a. Fistula usus, yaitu fistula yang terbentuk di antara salah satu bagian
saluran cerna dengan bagian lain, misalnya usus besar dengan usus kecil
atau lambung dengan usus.
b. Fistula ekstraintestinal, yaitu fistula yang terjadi saat cairan lambung
bocor dari usus ke organ tubuh yang lain, seperti kandung kemih, paru-
paru, atau sistem pembuluh darah.
c. Fistula eksternal atau fistula kulit adalah jenis fistula yang terbentuk
antara saluran pencernaan dengan kulit yang menutupi tubuh.
2. Fistula ani

Fistula ani adalah saluran kecil yang terbentuk di antara rektum atau


bagian ujung usus besar dengan kulit di dekat anus. Fistula ani biasanya
terjadi akibat infeksi di dekat anus yang menyebabkan penumpukan nanah
atau abses di jaringan sekitarnya.Fistula yang terbentuk pada saluran anus
tersebut bisa menyebabkan kulit di sekitar lubang anus terhubung dengan
saluran anus sehingga kotoran dapat keluar melalui fistula tersebut. Satu-
satunya cara untuk mengobati fistula ani adalah melalui operasi.Fistula ani
dapat menyebabkan beberapa gejala berikut ini:

a. Iritasi kulit di sekitar anus


b. Nyeri saat duduk, bergerak, buang air besar, atau batuk
c. Keluar nanah atau darah saat buang air besar
d. Sulit mengendalikan buang air besar
9

e. Anus bengkak dan tampak kemerahan


f. Demam
3. Fistula pembuluh darah

Fistula di pembuluh darah disebut juga fistula arteriovenosa. Fistula ini


merupakan fistula yang terbentuk antara pembuluh darah arteri dan vena. Jika
biasanya darah mengalir dari arteri ke kapiler lalu ke vena, fistula membuat
darah mengalir langsung dari arteri ke vena tanpa melewati kapiler.
Akibatnya, suplai darah pada jaringan di bawah kapiler jadi berkurang.

Fistula arteriovenosa biasanya terjadi di kaki, tapi tidak menutup


kemungkinan terjadi di bagian tubuh lain seperti di lengan, paru-paru, ginjal,
atau otak. Jika tidak diobati, fistula jenis ini bisa menyebabkan komplikasi
berat dan kerusakan jaringan tubuh atau organ di sekitarnya.

4. Fistula vagina

Fistula vagina adalah kondisi ketika terbentuknya celah pada rongga


vagina dengan organ lain, seperti kandung kemih, usus besar, atau rektum
(bagian bawah usus besar yang dekat dengan anus). Fistula vagina bisa
menyebabkan urine dan tinja keluar dari vagina. Kondisi ini perlu ditangani
dengan operasi.

Fistula vagina dapat terjadi akibat cedera, operasi, infeksi, efek samping
terapi radiasi, atau penyakit tertentu, seperti penyakit radang usus
dan divertikulitis. Fistula vagina juga bisa terbentuk akibat robekan pada
perineum yang parah saat persalinan atau infeksi pada episiotomi setelah
melahirkan.
10

Terdapat beberapa jenis fistula vagina yang perlu Anda ketahui, antara
lain:
a. Fistula vesikovaginal atau fistula kandung kemih, yaitu jenis fistula yang
terbentuk di antara vagina dengan kandung kemih.
b. Fistula ureterovaginal adalah fistula yang terbentuk antara vagina dengan
ureter, yaitu saluran yang membawa urine dari ginjal ke kandung kemih.
c. Fistula urethrovaginal adalah fistula yang terbentuk antara vagina dan
saluran uretra atau saluran yang membawa urine keluar dari tubuh
wanita.
d. Selain beberapa macam fistula di atas, fistula vagina juga bisa terbentuk
di antara usus besar atau usus kecil dengan vagina.
5. Fistula vagina dan rectum

Fistula pada vagina dan rektum disebut juga fistula obstetrik atau fistula
rektovaginal. Akibat terbentuknya celah antara rektum dan vagina, gas dan
tinja dari saluran cerna bisa keluar melalui vagina. Fistula obstetrik yang
tidak diperbaiki juga bisa menghambat proses atau bahkan meningkatkan
risiko kematian ibu saat melahirkan.Fistula pada vagina dan rektum bisa
terbentuk akibat beberapa hal berikut ini:

a. Cedera saat melahirkan, misalnya robekan atau ruptur perineum yang


parah
b. Penyakit tertentu, seperti abses anus, kanker vagina atau kanker anus,
penyakit radang usus, dan penyakit Crohn
c. Efek samping terapi radiasi di daerah panggul
d. Riwayat operasi di daerah panggul, vagina, atau anus

Sebagian fistula bisa menutup sendiri tanpa pengobatan apapun. Namun,


kondisi ini umumnya perlu ditangani dengan langkah operasi.
11

Tujuan operasi pada fistula adalah untuk menutup celah atau lubang yang
terbentuk dan memperbaiki kerusakan organ atau bagian tubuh yang terkena
fistula sehingga organ yang terganggu bisa berfungsi normal kembali. Jika
Anda merasakan keluhan tertentu akibat fistula, misalnya nyeri perut atau
panggul, keluar darah, urine, atau tinja dari vagina, serta terdapat nanah atau
infeksi pada vagina atau anus, kondisi tersebut perlu diperiksakan ke
dokter.Dokter akan memastikan letak dan jenis fistula yang Anda derita.
Setelah itu, dokter akan memberikan penanganan yang sesuai untuk
mengatasi kondisi tersebut.

E. Etiologi

Fistula dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah penyakit.
Biasanya, ketika fistula berada di perut, orang dapat dengan mudah
menyimpulkan bahwa hal itu disebabkan oleh penyakit radang di perut. Dalam
beberapa kasus, seseorang yang menderita kasus hidradenitis supuratif (HS) yang
serius, penyakit kronis yang sering didiagnosis oleh adanya luka nanah (abses)
dan kista gugus, akan memiliki fistula di berbagai bagian tubuh, termasuk ketiak,
paha bagian dalam, pantat, paha, dan di bawah payudara. HS bukanlah penyakit
menular dan dapat ditandai dengan periode panjang peradangan di daerah yang
terkena.
Pembedahan juga dapat menyebabkan adanya fistula. Sebagai contoh, bedah
kandung empedu, bila dilakukan secara tidak benar atau sembarangan dapat
mengakibatkan fistula empedu. Dalam beberapa kasus, pasien yang menjalani
terapi radiasi juga dapat memiliki fistula vesikovaginal. Fistula juga dapat sengaja
dibuat sebagai bentuk perawatan. Sebagai contoh, pasien yang menderita gagal
ginjal tahap akhir mungkin akan dilakukan fistula cimino atau sambungan buatan
antara permukaan kulit lengan dan vena-dalam rangka agar lebih mudah menarik
darah untuk perawatan cuci darah (hemodialisis). Pasien yang menderita darah
tinggi (hipertensi) portal juga dapat dilakukan fistula portacaval, hubungan antara
vena cava inferior dan pembuluh darah portal untuk pengobatan.
12

Trauma juga bisa menjadi penyebab fistula. Pada pasien yang menderita


trauma di kepala, fistula perilymph juga dapat muncul. Fistula Perilymph
umumnya ditemukan di telinga bagian dalam, yang bisa membocorkan perilymph
ke bagian tengah telinga (biasanya diisi dengan udara bukan cairan). Fistula
arteriovenosa juga dapat disebabkan oleh trauma ke berbagai bagian tubuh.
Wanita yang telah menjalani persalinan macet juga dapat mengembangkan fistula
rektovaginal dan vesiko-vaginal.

F. Tanda dan Gejala


Gejala yang terjadi berbeda antar berbagai jenis fistula, dan dalam banyak
kasus, fistula tumbuh tidak diketahui untuk jangka waktu yang lama, yang lainnya
menjadi tidak sedap dipandang pada kulit.

Dalam kasus fistula yang ditemukan diantara perut, mencerna makanan bisa
sulit bagi sistem pencernaan. Pada beberapa pasien, fistula usus-ke-usus dapat
menyebabkan diare yang berkepanjangan dan kekurangan gizi. Dalam banyak
kasus, fistula dalam tubuh (internal) tidak ditandai dengan gejala yang dapat
diamati dan hanya dapat terlihat melaluirontgenatau metode pencitraan
kedokteran lainnya.

Fistula anal (dubur), di sisi lain, mungkin adalah jenis yang paling mudah
diamati. Mereka ditandai dengan gejala seperti iritasi kulit di daerah dubur, nyeri
perut, dan nyeri ketika duduk atau dalam berbagai posisi yang mempengaruhi
kulit dan otot-otot di daerah tersebut. Beberapa fistula anal juga mengalami
kebocoran tinja.

Fistula rektovaginal dan vesikovaginal sering ditandai dengan nyeri, infeksi,


atau peradangan di sekitar daerah vagina. Fistula terhubung ke kandung kemih
juga kadang-kadang mengalami kebocoran urin atau kotoran (biasanya saat buang
air kecil).

G. Patofisiologi
Salah satu etiologi dari terbentuknya fistel adalah dari pembedahan. Biasanya
karena terjadi kurangnya ke sterilan alat atau kerusakan intervensi bedah yang
13

merusak abdomen. Maka kuman akan masuk kedalam peritoneum hingga


terjadinya peradangan pada peritoneum sehingga keluarnya eksudat fibrinosa
(abses), terbentuknya abses biasanya disertai dengan demam dan rasa nyeri pada
lokasi abses. Infeksi biasanya akan meninggalkan jaringan parut dalam bentuk
pita jaringan (perlengketan/adesi), karena adanya perlengketan maka akan
terjadinya kebocoran pada permukaan tubuh yang mengalami perlengketan
sehingga akan menjadi sambungan abnormal diantara 2 permukaan tubuh. Maka
dari dalam fistel akan meneluarkan drain atau feses. Karena terjadinya
kebocoran pada permukaan tubuh yang mengalami perlengketan maka akan
menyumbat usus dan gerakan peristaltik usus akan berkurang sehingga cairan
akan tertahan didalam usus halus dan usus besar (yang bisa menyebabkan
edema), jika tidak di tangani secara cepat maka cairan akan merembes kedalam
rongga peritoneum sehingga terjadinya dehidrasi.

H. Penatalaksanaan

Pengobatan untuk fistula bervariasi tergantung pada lokasi dan beratnya


gejala. Penatalaksanaan disini tujuannya adalah menghilangkan fistula, infeksi
dan ekskoriasi dengan cara:
1. Pembedahan pada fistula vesikovaginal dan fistula uretrovaginal atau pada
abdomen untuk fistula yang lebih tinggi dalam abdomen.
2. Non-bedah jika fistula merupakan akibat dari karsinoma, tuberkolosis,
penyakit crohn atau colitis, maka penyakit primer harus diterapi dengan tepat
agar lesi ini sembuh. Kebanyakan ahli bedah menolak melakukan operasi
anorektum padapasien dengan penyakit peradangan usus, karena kekambuhan
local dan kegagalan penyembuhan luka.
3. Diet enteral
Yaitu suatu nutrisi cair yang diambil melalui mulut atau diberikan melalui
tabungpengisi. Dimana formula ini menggantikan makanan padat cair dan
mengandung nutrisi penting. (biasanya diet ini diresepkan untuk, fistula
enterocutaneous, enterovesicular dan enterovaginal).
14

4. Pemberian obat-obatan
Biasanya obat flagly (antibiotik) dan immunosuppressant.
5. Pada fistula yang kecil kemungkinan dapat sembuh sendiri dengan pemberian
antoboitik, peningkatan gizi, kebersihan diri dan pasang DCminimal 7 hari.2.
6. Pada fistula yang ditemukan segera setelah persalinan/pasca tindakandengan
cunam, secsio caesaria, histerektomi maka fistula segera ditutupdan segera
dipasang kateter untuk mengistirahatkan vesika.3.
7. Sedang fistula yang ditemukan beberapa hari setelah persalinan atau pasca
pembedahan maka dikerjakan operasi setelah 3 bulan, bila penutupan fistel
gagal dilakukan reoperasi 3 bulan kemudian

I. Manajemen Keperawatan Luka

Konsep perawatan luka modern mempertimbangkan penampilan luka,


bukanpenyebab luka. Penampilan luka berbeda, penanganan berbeda Paling
penting dalam manajemen perawatan luka adalah ”preparasiluka” (persiapan
penampilan dasar luka).Untuk itu diperlukan pengetahuan dasar tentang
penampilan luka.Pada konsep perawatan luka modern, manajemen perawatan luka
akut dan kronis adalah dengan menggunakan metode 3 M, yaitu:
1. Mencuci luka
2. Membuang jaringan mati (nekrotik)
3. Memilih balutan yang tepat

Namun semuanya tetap harus melalui proses keperawatan yang komprehensif


meliputi pengkajian, perencanaan, implementasi, evaluasi, dan yang tidak
kalahpenting adalah dokumentasi.
1. Pengkajian
a. Kondisi luka
1) Warna dasar luka
a) Slough (yellow)
b) Necrotic tissue (black)
15

c) Infected tissue (green)


d) Granulating tissue (red)
e) Epithelialising (pink)
2) Lokasi, ukuran (panjang, lebar, diameter) dan kedalaman luka
3) Eksudat
4) Odor
5) Tanda-tanda infeksi
6) Keadaan kulit sekitar luka: warna dan kelembaban
b. Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung
c. Pengkajian Status nutrisi klien: BMI, kadar albumin
d. Pengkajian Status vascular: Hb, TcO2
e. Pengkajian Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan
immunosupresan yang lain
f. Penyakit yang mendasari: diabetes atau kelainan vaskularisasi lainnya
2. Perencanaan
Langkah pertama dalam melakukan perencanaan perawatan luka adalah
dengan menggunakan TIME Manajemen yang terdiri dari:
a. Tissue management (manajemen jaringan dasar luka),
b. Inflamation control (control inflamasi),
c. Moisture balance (kelembaban seimbang), dan
d. Epitelial edge (pembentukan epitel tepi luka)
Tujuan dari perencanaan perawatan luka dengan menggunakan TIME
Management ini adalah menyiapkan dasar luka (Wound Bed Preparation)
agar luka dapat sembuh secara optimal sesuai dengan prinsip perawatan luka
yang lembab
a. Pemilihan Balutan Luka
Balutan luka (wound dressings) secara khusus telah mengalami
perkembangan yang sangat pesat selama hampir dua dekade ini. Revolusi
dalam perawatan luka ini dimulai dengan adanya hasil penelitian yang
dilakukan oleh Professor G. D Winter (bapak perawatan luka lembab)
pada tahun 1962 yang dipublikasikan dalam jurnal Nature tentang keadaan
16

lingkungan yang optimal untuk penyembuhan luka. Menurut Gitarja


(2002),adapun alasan dari teori perawatan luka dengan suasana lembab ini
antara lain:
1) Mempercepat fibrinolisis 
Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih cepat
oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab.
2) Mempercepat angiogenesis 
Dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan
merangsang lebih pembentukan pembuluh darah dengan lebih cepat.
3) Menurunkan resiko infeksi 
Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan
dengan perawatan kering
4) Mempercepat pembentukan Growth factor
Growth factor berperan pada proses penyembuhan luka untuk
membentuk stratum corneum dan angiogenesis, dimana produksi
komponen tersebut lebih cepat terbentuk dalam lingkungan yang
lembab.
5) Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif.
Pada keadaan lembab, invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag,
monosit dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.
Pada dasarnya prinsip pemilihan balutan yang akan digunakan untuk
membalut luka harus memenuhi kaidah-kaidah berikut ini:
a) Kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan yang dikeluarkan
oleh luka (absorbing)
b) Kemampuan balutan untuk mengangkat jaringan nekrotik dan
mengurangi resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme
(nonviable tissue removal)
c) Meningkatkan kemampuan rehidrasi luka (wound rehydration)
d) Melindungi dari kehilangan panas tubuh akibat penguapan
17

e) Kemampuan atau potensi sebagai sarana pengangkut atau


pendistribusian antibiotic ke seluruh bagian luka (Hartmann,
1999; Ovington, 1999)

Dasar pemilihan terapi harus berdasarkan pada:


1) Apakah suplai telah tersedia?
2) Bagaimana cara memilih terapi yang tepat?
3) Bagaimana dengan keterlibatan pasien untuk memilih?
4) Bagaimana dengan pertimbangan biaya?
5) Apakah sesuai dengan SOP yang berlaku?
6) Bagaimana cara mengevaluasi?

Jenis-jenis balutan dan terapi alternative lainnya

1) Film Dressing
a) Semi-permeable primary atau secondary dressings
b) Clear polyurethane yang disertai perekat adhesive
c) Conformable, anti robek atau tergores
d) Tidak menyerap eksudat
e) Indikasi: luka dgn epitelisasi, low exudate, luka insisi
f) Kontraindikasi: luka terinfeksi, eksudat banyak
g) Contoh: Tegaderm, Op-site, Mefilm
2) Hydrocolloid
a) Pectin, gelatin, carboxymethylcellulose dan elastomers
b) Support autolysis untuk mengangkat jaringan nekrotik atau slough
c) Occlusive – > hypoxic environment untuk mensupport
angiogenesis
d) Waterproof
e) Indikasi: luka dengan epitelisasi, eksudat minimal
f) Kontraindikasi: luka yang terinfeksi atau luka grade III-IV
18

g) Contoh: Duoderm extra thin, Hydrocoll, Comfeel


3) Alginate
a) Terbuat dari rumput laut
b) Membentuk gel diatas permukaan luka
c) Mudah diangkat dan dibersihkan
d) Bisa menyebabkan nyeri
e) Membantu untuk mengangkat jaringan mati
f) Tersedia dalam bentuk lembaran dan pita
g) Indikasi: luka dengan eksudat sedang s.d berat
h) Kontraindikasi: luka dengan jaringan nekrotik dan kering
i) Contoh: Kaltostat, Sorbalgon, Sorbsan
4) Foam Dressings
a) Polyurethane
b) Non-adherent wound contact layer
c) Highly absorptive
d) Semi-permeable
e) Jenis bervariasi
f) Adhesive dan non-adhesive
g) Indikasi: eksudat sedang s.d berat
h) Kontraindikasi: luka dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik
hitam
i) Contoh: Cutinova, Lyofoam, Tielle, Allevyn, Versiva
5) Terapi alternative
a) Zinc Oxide (ZnO cream)
b) Madu (Honey)
c) Sugar paste (gula)
d) Larvae therapy/Maggot Therapy
e) Vacuum Assisted Closure
f) Hyperbaric Oxygen
3. Implementasi
19

a. Luka dengan eksudat & jaringan nekrotik (sloughy wound) – warna


dasarluka kuning (yellow)
1) Bertujuan untuk melunakkan dan mengangkat jaringan mati (slough
tissue)
2) Sel-sel mati terakumulasi dalam eksudat
3) Untuk merangsang granulasi
4) Mengkaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
5) Balutan yang dipakai antara lain: hydrogels, hydrocolloids, alginates
dan hydrofibre dressings
b. Luka Nekrotik – warna dasar luka hitam (black)
1) Bertujuan untuk melunakan dan mengangkat jaringan nekrotik (eschar)
2) Berikan lingkungan yg kondusif u/autolysis
3) Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
4) Hydrogels, hydrocolloid dressings
c. Luka terinfeksi – warna dasar luka hijau (green)
1) Bertujuan untuk mengurangi eksudat, bau dan
mempercepat penyembuhan luka
2) Identifikasi tanda-tanda klinis dari infeksi pada luka
3) Wound culture – systemic antibiotics
4) Kontrol eksudat dan bau
5) Ganti balutan tiap hari
6) Hydrogel, hydrofibre, alginate, metronidazole gel (0,75%), carbon
dressings, silver dressings
d. Luka Granulasi – warna dasar luka merah (red)
1) Bertujuan untuk meningkatkan proses granulasi, melindungi jaringan
yang baru, jaga kelembaban luka
2) Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
3) Moist wound surface – non-adherent dressing
4) Treatment overgranulasi
5) Hydrocolloids, foams, alginates
e. Luka epitelisasi – warna dasar luka pink
20

1) Bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk “re-


surfacing”
2) Transparent films, hydrocolloids
3) Balutan tidak terlalu sering diganti
4. Evaluasi dan Monitoring Luka
a. Dimensi luka: size, depth, length, widht
b. Photography
c. Wound assessment charts
d. Frekuensi pengkajian
e. Plan of care
5. Dokumentasi Perawatan Luka
a. Potential masalah
b. Komunikasi yang adekuat
c. Continuity of care
d. Mengkaji perkembangan terapi atau masalah lain yang timbul
e. Harus bersifat faktual, tidak subjektif
f. Wound assessmentcharts
21

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Sirkulasi
Tanda: Peningkatan TD (efek pembesaran ginjal)
Yang perlu di kaji pada luka fistula (Toth, et al., 2004) :
a. Bentuk abdomen
b. Lokasi fistula
c. Jumlah konsistensi cairan fistula
2. Eliminasi
Gejala: Penurunan kekuatan/dorongan aliran urin, tetesan
Tanda: Feses keluar melalui fistula
3. Makanan/cairan
Gejala: Anoreksia; mual dan muntah
Tanda: Penurunan berat badan
4. Nyeri/kenyamanan
Gejala: nyeri suprapubik, daerah fistula dan nyeri punggung bawah
5. Rencana pemulangan
Memerlukan bantuan dengan manajemen terapi

J. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh, proses pembedahan
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh,
proses pembedahan
3. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan pola defekasi
4. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, kesalahan
interpretasi

21
22

K. Rencana Asuhan Keperawatan


1. Nyeri berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh, proses pembedahan
Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang
Intervensi rasional:
a) Dorong pasien untuk melaporkan nyeri
b) Kaji laporan kram abdomen atau nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas
c) Catat pertunjuk non-verbal, mis. gelisah, menolak untuk bergerak, berhati-
hati dengan abdomen
d) Kaji ulang factor-faktor yang meningkatkan/menghilangkan nyeri
e) Bersihkan area rektal dengan sabun ringan dan air/lap setelah defekasi dan
berikan perawatan kulit
f) Observasi/catat distensi abdomen, peningkatan suhu, penurunan TD,
mencoba untuk mentoleransi nyeri tanpa analgetik
g) Nyeri sebelum defekasi sering terjadi pada KU dengan tiba-tiba, dimana
dapat berat dan terus-menerus
h) Dapat digunakan pada hubungan petunjuk herbal untuk mengidentifikasi
luas/beratnya masalah
i) Dapat menunjukkan dengan tepat pencetus atau faktor pemberat
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh,
proses pembedahan
Tujuan: Klien bebas dari tanda-tanda infeksi
Intervensi rasional:
a) Pantau tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan suhu
b) Observasi penyatuan luka, adanya inflamasi
c) Pantau pernaapasan, bunyi napas. Pertahankan kepala tempat tidur tinggi
35-45 derajat, bantu pasien untuk membalik, batuk dan napas dalam
d) Observasi terhadap tanda/gejala peritonitis
e) Pertahankan perawatan luka aspetik
f) Berikan obat antibiotic sesuai indikasi
g) Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan
23

h) Infeksi pulmonal dapat terjadi karena depresi pernapasan, ketidakefektifan


batuk dan distensi abdomen
3. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan pola defekasi
Tujuan: Terjadi peningkatan rasa harga diri
Intervensi rasional:
a) Kaji respon dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan
penanganannya
b) Kaji hubungan antara pasien dengan anggota keluarga
c) Kaji pola koping pasien dan anggota keluarga
d) Ciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit
dan penanganannya
e) Menyediakan data tentang masalah pada pasien dan keluarga dalam
menghadapi perubahan dalam hidup
f) Mengidentifikasi penguatan dan dukungan terhadap pasien
g) Pola koping yang efektif dimasa lalu mungkin potensial destruktif ketika
memandang pembatasan yang ditetapkan
h) Pasien dapat mengidentifikasi masalah dan langkah-langkah yang
diperlukan untuk menghadapinya
4. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan: Kecemasan berkurang atau teratasi
Intervensi rasional:
a) Catat petunjuk perilaku mis. Gelisah, peka rangsang, menolak, kurang
kontak mata, perilaku menarik perhatian
b) Dorong menyatakan perasaan, berikan umpan balik
c) Akui bahwa ansietas dan masalah mirip yang diekspresikan orang lain
tingkatkan perhatian mendengar pasien
d) Berikan informasi yang akurat dan nyata tentang apa yang dilakukan
e) Berikan lingkungan tenang dan istirahat
f) Dorong pasien/orang terdekat untuk menyatakan perhatian, perilaku
perhatian.
24

g) Membuka hubungan terapeutik. Membantu dalam mengidentifikasi


masalah yang menyebabkan stress
h) Validasi bahwa perasaan normal dapat membantu menurunkan stress
i) Keterlibatan pasien dalam perencanaan perawatan memberikan rasa
control dan membantu menurunkan ansietas
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi, kesalahan
interpretasi
Tujuan: Klien/keluarga menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan
pengobatan
Intervensi rasional:
a) Tentukan persepsi pasien/keluarga tentang proses penyakit
b) Kaji ulang proses penyakit, penyebab/efek berhubungan factor yang
menimbulkan factor pendukung
c) Kaji ulang ibat, tujuan, frekuensi, dosis, dan kemungkinan efek samping
d) Tekankan pentingnya perawatan kulit, mis teknik cuci tangan dengan baik
dan perawatan pereneal yang baik
e) Penuhi kebutuhan evaluasi jangka panjang dan evaluasi periodic
f) Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kebutuhan belajar individu
g) Pengetahuan dasar yang akurat memberikan kesempatan pasien untuk
membuat keputusan informasi/pilihan tentang masa depan dan control
penyakit
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fistula adalah saluran abnormal antara lumen organ berongga dengan organ
berongga lainnya atau dengan kulit. Fistel dapat terjadi disebabkan oleh beberapa
kondisi dari penyakit ataupun akibat tindakan saat dilakukan operasi terhadap
suatu penyakit. Gejala yang terjadi berbeda antar berbagai jenis fistula, dan dalam
banyak kasus, fistula tumbuh tidak diketahui untuk jangka waktu yang lama, yang
lainnya menjadi tidak sedap dipandang pada kulit

B. Saran
Mahasiswa harus mampu memahami mengenai pengertian, penyebab,
penatalaksanaan agar dalam menjalankan proses keperawatan dapat membuat
intervensi dan menjalankan implementasi dengan tepat sehingga mencapai
evaluasi dan tingkat kesembuhan yang maksimal pada klien fistula. Selain itu
Mahasiswajuga dapat memperbanyak ilmu dengan mengunjungi seminar dan
membaca dari berbagai sumber.

25
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes Marilynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed.3. EGC.
Jakarta.
Mansjoer Arief, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Ed 3. Penerbit Media
AesculapuisFKUI. Jakarta.
Smeltzer Suzanne. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Ed 8. EGC. Jakarta.
Toth, P., Hocevar, B., & Landis-Erdman, J. (2004). Fistula management. Dalam J.
Colwell, M. Goldberg, & J. Carmel (Eds.). Fecal and urinary diversions:
Management and principles (2nd ed.) (pp.381-391). St. Louis: Mosby.
Yamada, T., Alpers, D.H., Laine, L., Owyang, C., & Powell, D.W. (2003). Intra-
abdominal abscesses and fistula: Textbook of gastroenterology. (4th ed.).
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.

26

Anda mungkin juga menyukai