DIRUANG CENDANA
RS POLRI SUKANTO JAKARTA TIMUR
OLEH :
MALADEWI, S.kep
1
BAB 1
THYPOID FEVER
A. DEFINISI
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella
thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama
terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi,
kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta
standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah (Simanjuntak, C.H,
2009).
Thypoid abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman Salmonella Thypi (yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala
demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran
(Arief,M.2009).
Tifoid merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang disebabkan oleh
salmonella thypii, penyakit ini dapat ditularkan melaui kuman, mulut atau minuman yang
terkontaminasi oleh kuman salmonella thypii (Azis H.A. 2006).
Thypoid abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan,
dan gangguan kesadaran. (Nursalam.2005)
Tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella
thypi dan salmonella para thypi A, B, C. Sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan
paratyphoid abdominalis (Sudoyo, A 2009). Tifoid adalah penyakit infeksi pada usus
halus, tifoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus
abdominalis (Seoparman, 2010).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa demam tifoid adalah suatu
penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A, B dan C yang dapat
menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.
2
B. ETIOLOGI
Salmonella thypi dengan Salmonela yang lain adalah bakteri Gram negative, mempunyai
flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob. Mempunyai antigen
somatic (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan
envelope antigen (K) yang terdiri dari polosakarida. Mempunyai makromolekuler
lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan
endotoksin. Salmonella thypi juga dapat memperoleh plasmid factor-R yang berkaitan dengan
resistensi terhadap multiple antibiotic. (Nanda Nic-Noc,2013)
3
14. Epistaksis
15. Bradikardi
16. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepid an ujung merah serta tremor)
17. Hepatomegali
18. Splenomegali
19. Meteroismus
20. Gangguan mental berupa samnolen
21. Delirium atau psikosis
22. Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda sebagai
penyakit demam akut dengan diseryai syok dan hipotermia.
D. PATOFISIOLOGI
Kuman Salmonella masuk bersama makanan/minuman. Setelah berada dalam usus halus
kemudian mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus (terutama Plak Peyer) dan
jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan peradangan dan nekrose setempat,
kuman lewat pembuluh limfe masuk ke aliran darah (terjadi bakteremi primer) menuju ke
organ-organ terutama hati dan limfa. Kuman yang tidak difagosit akan berkembang biak
dalam hati dan limfa sehingga organ tersebut membesar disertai nyeri pada perabaan.
Pada akhir masa inkubasi (5-9 hari) kuman kembali masuk dalam darah (bakteremi
sekunder) dan menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus,
menimbulkan tukak berbentuk lonjong di atas Plak Peyer. Tukak tersebut dapat
mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Pada masa bakteremi ini, kuman
mengeluarkan endotoksin yang mempunyai peran membantu proses peradangan lokal
dimana kuman ini berkembang.
Demam tifoid disebabkan karena Salmonella Typhosa dan endotoksinnya merangsang
sintesa dan pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang. Zat pirogen
ini akan beredar dalam darah dan mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang
menimbulkan gejala demam. (PPNI Klaten. 2009)
4
E. PATHWAY
Empedu Endotoksin
Mempengaruhi pusat
Hepatomegali Splenomegali
thermoregulator
dihipotalamus
Nyeri
(Nanda Nic-Noc.2013)
5
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut widodo 2007 Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah
pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada
kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada
batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan Sgot Dan Sgpt
Sgot Dan Sgpt pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal
setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan
hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal
ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan
berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah
dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi
dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah
negatif.
4. Pengobatan dengan obat anti mikroba
6
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
5. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan
typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan
pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum klien yang disangka menderita tifoid. Akibat infeksi oleh salmonella
thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita tifoid.
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap kuman Salmonella
typhi. Uji widal dikatakan bernilai bila terdapat kenaikan titer widal 4 kali lipat
(pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O > 1/320, titer H > 1/60 (dalam
sekali pemeriksaan) Gall kultur dengan media carr empedu merupakan diagnosa
pasti demam tifoid bila hasilnya positif, namun demikian, bila hasil kultur negatif
belum menyingkirkan kemungkinan tifoid, karena beberapa alasan, yaitu pengaruh
pemberian antibiotika, sampel yang tidak mencukupi. Sesuai dengan kemampuan
SDM dan tingkat perjalanan penyakit demam tifoid, maka diagnosis klinis demam
tifoid diklasifikasikan atas:
1. Possible Case dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala
demam,gangguan saluran cerna, gangguan pola buang air besar dan
hepato/splenomegali. Sindrom demam tifoid belum lengkap. Diagnosis ini
hanya dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.
2. Probable Case telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir lengkap,
serta didukung oleh gambaran laboratorium yang menyokong demam tifoid
(titer widal O > 1/160 atau H > 1/160 satu kali pemeriksaan).
3. Definite Case Diagnosis pasti, ditemukan S. Thypi pada pemeriksaan biakan
ataupositif S.Thypi pada pemeriksaan PCR atau terdapat kenaikan titerWidal 4
7
kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau titer widal O> 1/320, H >
1/640 (pada pemeriksaan sekali).
G. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan demam tifoid masih menganut trilogi penatalaksanaan yang
meliputi : istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang (baik simptomatik maupun
suportif), serta pemberian antimikroba. Selain itu diperlukan pula tatalaksana komplikasi
demam tifoid yang meliputi komplikasi intestinal maupun ekstraintestinal.
1. Istirahat dan Perawatan
Bertujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Tirah baring
dengan perawatan dilakukan sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, dan
BAB/BAK. Posisi pasien diawasi untuk mencegah dukubitus dan pnemonia
orthostatik serta higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.
2. Diet dan Terapi Penunjang
Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat.
a. Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa gejala
meteorismus, dan diet bubur saring pada penderita dengan meteorismus. Hal ini
dilakukan untuk menghindari komplikasi perdarahan saluran cerna dan perforasi
usus. Gizi penderita juga diperhatikan agar meningkatkan keadaan umum dan
mempercepat proses penyembuhan.
b. Cairan yang adequat untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare.
c. Primperan (metoclopramide) diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah
dengan dosis 3 x 5 ml setiap sebelum makan dan dapat dihentikan kapan saja
penderita sudah tidak mengalami mual lagi.
3. Pemberian Antimikroba
Obat – obat antimikroba yang sering digunakan dalam melakukan tatalaksana tifoid
adalah:
Pada demam typhoid, obat pilihan yang digunakan adalah chloramphenicol dengan
dosis 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara oral maupun intravena, diberikan
sampai dengan 7 hari bebas panas. Chloramphenicol bekerja dengan mengikat unit
ribosom dari kuman salmonella, menghambat pertumbuhannya dengan menghambat
sintesis protein. Chloramphenicol memiliki spectrum gram negative dan positif. Efek
samping penggunaan klorampenikol adalah terjadi agranulositosis. Sementara
8
kerugian penggunaan klorampenikol adalah angka kekambuhan yang tinggi (5-7%),
penggunaan jangka panjang (14 hari), dan seringkali menyebabkan timbulnya karier.
Tiamfenikol, dosis dan efektifitasnya pada demam tofoid sama dengan kloramfenikol
yaitu 4 x 500 mg, dan demam rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6.
Komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah
dibandingkan dengan kloramfenikol.
Ampisillin dan Amoksisilin, kemampuan untuk menurunkan demam lebih rendah
dibandingkan kloramfenikol, dengan dosis 50-150 mg/kgBB selama 2 minggu.
Trimetroprim-sulfamethoxazole, (TMP-SMZ) dapat digunakan secara oral atau
intravena pada dewasa pada dosis 160 mg TMP ditambah 800 mg SMZ dua kali tiap
hari pada dewasa Sefalosforin Generasi Ketiga, yaitu ceftriaxon dengan dosis 3-4
gram dalam dekstrosa 100 cc diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari, diberikan
selama 3-5 hari.
Golongan Flurokuinolon (Norfloksasin, siprofloksasin). Secara relatif obat – obatan
golongan ini tidak mahal, dapat ditoleransi dengan baik, dan lebih efektif
dibandingkan obat – obatan lini pertama sebelumnya (klorampenicol, ampicilin,
amoksisilin dan trimethoprim-sulfamethoxazole). Fluroquinolon memiliki kemampuan
untuk menembus jaringan yang baik, sehingga mampu membunuh S. Thypi yang
berada dalam stadium statis dalam monosit/makrophag dan dapat mencapai level obat
yang lebih tinggi dalam gallblader dibanding dengan obat yang lain. Obat golongan ini
mampu memberikan respon terapeutik yang cepat, seperti menurunkan keluhan panas
dan gejala lain dalam 3 sampai 5 hari. Penggunaan obat golongan fluriquinolon juga
dapat menurunkan kemungkinan kejadian karier pasca pengobatan.
Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan pada keadaan tertentu seperti toksik
tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septik. Pada wanita hamil, kloramfenikol
tidak dianjurkan pada trimester ke-3 karena menyebabkan partus prematur, kematian
fetus intrauterin, dan grey syndrome pada neonatus. Tiamfenikol tidak dianjurkan
pada trimester pertama karena memiliki efek teratogenik. Obat yang dianjurkan adalah
ampisilin, amoksisilin, dan ceftriaxon. (Yudhistira.W.2009)
H. PENGKAJIAN
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien
9
Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama,
status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa
medik.
2) Keluhan utama
Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-turun,
nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan
kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke dalam
tubuh.
4) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
5) Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
6) Pola-pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah saat
makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama sekali.
b. Pola eliminasi
Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah baring
lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna
urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam tifoid terjadi
peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan merasa
haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
c. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak terjadi
komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
d. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
e. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakitanaknya.
f. Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya
tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pad klien.
10
g. Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat di rumah
sakit dan klien harus bed rest total.
h. Pola penanggulangan stress
Biasanya orang tua akan nampak cemas.
7) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 410 C,
muka kemerahan.
b. Tingkat kesadaran
Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
c. Sistem respirasi
Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan dalam dengan gambaran
seperti bronchitis.
d. Sistem kardiovaskuler
Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi relatif, hemoglobin rendah.
e. Sistem integumen
Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak pucat, rambut agak kusam
f. Sistem gastrointestinal
Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut kering, lidah kotor (khas), mual,
muntah, anoreksia, dan konstipasi, nyeri perut, perut terasa tidak enak,
peristaltik usus meningkat.
g. Sistem muskuloskeletal
Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan adanya kelainan.
h. Sistem abdomen
Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar dengan konsistensi lunak
serta nyeri tekan pada abdomen. Pada perkusi didapatkan perut kembung serta
pada auskultasi peristaltik usus meningkat.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi.
2. Nyeri
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
4. Resiko kekurangan volume cairan
(Aplikasi Nanda NIC-NOC.2013)
11
J. INTERVENSI
1. Hipertermi .
Defenisi : peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
Tujuan : thermoregulation
Criteria hasil :
a. Suhu tubuh dalam rentang normal
b. Nadi dan RR dalam rentang normal
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
Intervensi :
a. Observai tanda-tanda vital
b. Anjurkan kompres hangat pada lipatan paha dan aksila
c. Anjurkan banyak minum air putih
d. Berikan antiperetik dan antibiotic
(Aplikasi Nanda NIC-NOC.2013)
2. Nyeri acut
Defenisi : Pengalaman sensori dan emosional yang muncul
akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial
Tujuan :
a. Pain level
b. Pain control
c. Comfort level
Kriteria hasil :
a. Mampu mngontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan).
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri tulang berkurang
Intervensi :
1. Pain management
a. Lakukan pengakjian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor prespitasi.
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
12
c. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non faramakologi dan
interpersonal)
d. Ajarkan tentang teknik non faramakologi
e. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
f. Tingkatkan istirahat
(Aplikasi Nanda NIC-NOC.2013)
3. Defisit Nutrisi
Defenisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolic
Tujuan :
a. Nutritional status
b. nutristional status : food and fluid intake
c. Intake
d. Weight control
Kriteri hasil :
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
e. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
f. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Intervensi :
1. Nutrition Management
a. Kaji adanya alergi makanan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake fe
d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
2. Nutrition Monitoring
a. Monitor adanya penurunan berat badan
b. Monitor lingkungan selama makan
c. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
d. Monitor turgor kulit
13
e. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht.
(Aplikasi Nanda NIC-NOC.2013)
4. Resiko kekurangan volume cairan
Defenisi : Beresiko mengalami dehidrasi vaskluar, selular, atau intraseluler.
Tujuan :
a. Fluid balance
b. Hydration
c. Nutritional status : food and Fluid intake
Criteria hasil :
a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT
normal
b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa
lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
Intervensi :
1. Fluid Management
a. Monitor vital sign
b. Monitor masukan makanan/caoran dan hitung intake kalori harian
c. Kolaborasikan pemberian cairan intravena
2. Hypovolemia Management
a. Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan
b. Monitor hb dan hematokrit
c. Dorong pasien untuk menambah intake oral
(Aplikasi Nanda NIC-NOC.2013)
5. Konstipasi.
Defenisi : penurunan pada frekwensi normal defekasi yang disertai oleh kesulitan atau
pengeluaran tidak lengkap feses/atau pengeluaran feses yang kering, keras, dan banyak.
Tujuan :
a. Bowel elimination
b. Hydration
Criteria hasil :
a. Mempertahankan bentuk feses lunak setiap 1 – 3 hari
b. Bebas dari ketidaknyamanan dan konstipasi
c. Mengidentifikasi indicator untuk mencegah konstipasi
14
d. Feses lunak dan berbentuk
Intervensi :
a. Monitor tanda dan gejala konstipasi
b. Monitor bising usus
c. Identifikasi factor penyebab dan kontribuais konstipasi
d. Dukung intake cairan
e. Kolaborasikan pemberian laktasif
f. Anjurkan pasien/keluarga untuk diet tinggi serat.
(Aplikasi Nanda NIC-NOC.2013)
6. Nausea.
Defenisi : Sensasi seperti gelombong dibelakang tenggorokon epigastrium atau abdomen
yang bersifat subyektif yang mengarah pada keinginan atau desakan untuk muntah
Tujuan :
a. Nausea
b. Fluid volume, Risk For Dificient
kriteria hasil :
a. Pasien menyatakan penyebab mual dan muntah
b. Pasien mengambil langkah untuk mengatasi episode mual dan muntah
c. Pasien mengingesti gizi yang cukup untuk mempertahankan kesehatan
d. Pasien mengambil langkah untuk meyakinkan nutrisi yang adekuat pada saat mual
e. Pasien mempertahan berat badan dalam rentang tertentu yang diharapkan.
Intervensi :
a. Kaji kemampuan makan klien
b. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
c. Berikan nutrisi dengan diet lunak, tinggi kalori tinggi protein
d. Anjurk an untuk menghindari makanan yang menusuk hidung dan berbau tidak sedap
e. Berikan obat antiemetic sesuai anjuran
f. Ajarkan teknik relaksasi dan bantu pasien untuk menggunakan teknik tersebut selama
waktu makan.
( Aplikasi Nanda NIC-NOC.2013)
15
BAB II
PENGKAJIAN KASUS
A. DATA BIOGRAFI
Nama : Ny. I
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat & Tgl Lahir : Jakarta 26-05-1986
Gol Darah :O
Pendidikan Terakhir : SMA
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl Kober kecil Rt 001/008 Rawa Bungga Jatinegara. Jakarta
Penanggung Jawab.
Nama : Tn. A
Agama : Islam
Pendidikan : Swasta
Status Pernikahan : Menikah
Hubungan Dengan Pasien : Isteri
Alamat : Jl Kober Kecil Rt 001/008 rawa Bungga jatinegara. Jakarta
B. KELUHAN
1. Keluhan Utama : Demam ± 2 minggu, mual muntah, klien lemas dan tidak ada nafsu
makan, pusing.
2. Riwayat Penyakit Sekarang : Demam masih naik turun sudah 2 minggu, saat ini klien
mengatakan demam, klien mual, muntah, pusing, klien mengatakan lemas dan
mengatakan tidak ada nafsu makan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Penyakit yang pernah dialami.
Kanak – kanak : Hanya demam Biasa
Kecelakaan : Tidak pernah mengalami kecelakaaan
16
Pernah dirawat : Pernah Dirawat Pasca melahirkan
Operasi : Klien tidak pernah operasi
b. Alergi : Klien tidak ada alergi
c. Imunisasi : Imunisasi Lengkap
d. Kebiasaan : Klien peminum kopi.
e. Obat-obatan : Hanya minum parasetamol jika demam.
5. Riwayat Penyakit keluarga : Tidak ada riwayat penyakit DM, hipertensi.
6. Riwayat genogram
Genogram :
Keterangan :
: Klien
: Laki-laki
: Perempuan
: Serumah
17
4. Basic Promoting physiology of health
a. Aktivitas dan latihan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Olah raga rutin : Jalan kaki. Frekuensi : ½ jam
Alat Bantu : Tidak memakai alat bantu
Terapi : Tidak ada
Kemampuan melakukan ROM : Aktif
Kemampuan Ambulasai : Mandiri
18
[√ ] Muntah
[- ] Kesulitan menelan
[- ] Sariawan
Riwayat operasi / trauma gastrointestinal : Tidak Pernah Operasi
Diet RS : Bubur TKTP [ 1/4 ] Habis
Kebutuhan pemenuhan ADL makan : mandiri / tergantung / dengan bantuan
e. Cairan, elektrolit dan asam basa
Frekuensi minum : konsumsi air/hari : 500 cc liter/hari
Turgor kulit : Elastis
Support IV line : Ya , jenis : Nacl 0,9 %. dosis 20 Tpm
f. Oksigenasi
Sesak nafas : [ - ] tidak
[ -] ya
- Frekuensi : Tidak Ada
- Kapan terjadinya : Tidak Ada
- Kemungkinan faktor pencetus : Tidak Ada
- Factor yang memberatkan : Tidak Ada
- Factor yang meringankan : Tidak Ada
Batuk : Tidak
Sputum : Tidak
Nyeri dada : Tidak
Hal yang dilakukan untuk meringankan nyeri dada : Tidak
Riwayat penyakit : [ - ] asma
[ - ] TB
[ - ] batuk darah
[ - ] chest surgery/trauma dada
[ - ] paparan dengan penderita TB
Riwayat merokok : pasif / aktif Tidak
g. Eliminasi fekal/bowel
Frekuensi : 1 x Sehari. pengguna pencahar : Tidak
Waktu : pagi
Warna : Tidak. darah Tidak ada konsentrasi :Lemb
Ggn. Eliminasi bowel : [ -] konstipasi
19
[ - ] diare
[ - ] inkontinensia bowel
Kebutuhan pemenuhan ADL bowel : mandiri
h. Eliminasi urin
Frekuensi : Normal. pengguna pencahar : Tidak ada
Warna : Kuning. darah Tidak ada
Ggn. Eliminasi bowel : [ - ] nyeri saat BAK
[ - ] burning sensation
[ - ] bladder terasa penuh saat BAK
[ - ] inkontensia bladder
Riwayat terdahulu : [ - ] penyakit ginjal
[ - ] injury/trauma
Penyakit kateter : Tidak
Kebutuhan pemenuhan ADL bladder : Mandiri
Warna : √□ normal □ hematuria □ seperti teh
Keluhan : □ nukturia □ retensi urine □ inkontinensia urine
i. Sensori, persepsi, dan kognitif
Gangguan penglihatan : Tidak
Ganggguan pendengaran : Tidak
Gangguan penciuman : Tidak
Sangguan sensasi taktil : Tidak
Gangguan pengecapan : ya / tidak
Riwayat penyakit : [ -] eye surgery
[ - ] otitis media
[- ] luka sulit sembuh
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Kesadaran : √ CM □ Apatis □ Somnolen □ Sopor □ Coma
GCS : 15
Vital sign : TD : 130/80 MmHg
Nadi : Frekuensi : 80 x/menit
Irama : √ Reguler □ Ireguler
20
Kekuatan/Isi : √ Kuat □ Sedang □ Lemah
Respirasi : Frekuensi : 18 x/menit
Irama : Reguler
Suhu : 38,5 oC
b. Kepala
Kulit : Normal
Rambut : Normal
Muka : Normal
Mata : Konjungtiva : Normal
Selera : Normal
Pupil : Isokor
Palpebra : Normal
Lensa : Normal
Visus : Normal
□ Hipermetropi Ka/Ki □ Astigmatisme Ka/Ki
□ Kebutaan Ka/Ki
Hidung : Normal
Mulut : Gigi : Normal
Bibir : Normal
Telinga : Simetris
gangguan pendengaran tidak ada
c. Leher : Normal
Tenggorokan : Normal
21
Auskultasi : bunyi jantung I (SI) : Normal
bunyi jantung II (SII) : Normal
bunyi jantung III (SIII) : Normal
murmur :Normal
Sosial :
Aktivitas atau peran dimasyarakat adalah : Pasien aktif dengan arisan RT
Kebiasaan lingkungan yang tidak disukai adalah : Tidak ada
22
Spritual :
Aktivitas ibadah sehari-hari : Klien mengerjakan pekerjaan rumah tangga
Kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan : Mengaji
Keyakinan klien akan masalah penyakitnya yang sedang dialaminya: Pasti sembuh
Budaya :
Budaya yang diikuti adalah budaya : Indonesia
Kebudayaan yang dianut merugikan kesehatan : Tidak ada
7. Pemeriksaan Penunjang.
Tgl 06-05-2018
Hemaglobin 13,7
Lekosit 7900
Hematokrit 41
Trombosit 266000
Gds 80
Sgot 16,9
Sgpt 17,5
Natrium 135
Kalium 3,1
Chlorida 106
Typhi O 1/132
Paratyphi Ao 1/160
Typhi H 1/180
Paratyphi Ah 1/180
8. Therapi Medis :
Cairan IV : Nacl 0,9% : 20 tetes/mnt
Obat Peroral : B.Complex 3x1
Parasetamol 3x1
Obat Parenteral : Injeksi Ranitidin 2 x 1amp
Injeksi Ceftazidim 1x 2gr
23
Analisa Data
No Data Fokus Etiologi Problem
1 Ds : Klien Mengatakan Demam ± Kuman salmonela Hipertermi
2 minggu lebih, klien lemas. ↓
Do : Klien tampak lemas Masuk kealiran darah
Klien tampak menggigil ↓
Ku : Lemah. Kes : Composmentis Endotoksin
Sh : 38,5 ºc ↓
Nadi : 78 x/m Terjadi kerusakan sel
RR : 18 x/m ↓
TD : 130/ 80 Mmhg Merangsang melepas
Zat epirogen oleh
leokosit
↓
Mempegaruhi pusat di
hipotalamus
↓
Hipertermi
2 Ds :
Klien mengatakan Tidak
ada nafsu makan Penurunan/peningkatan Defisit Nutrisi
Klien Mengatakan mual peristaltik usus
dan muntah ↓
Do : Peningkatan asam
Ku : lemah. Kes : Cm lambung
Porsi makan tidak ¼ ↓
dihabiskan Anoreksia mual dan
Muntah 3 x muntah
Terpasang Infus Nacl 0,9 ↓
% : 20 Tetes/menit. Ketidak seimbangan
asupan nutrisi
↓
Defisit nutrisi
24
3 Ds : Keteratasan kognitif Defisit Pengetahuan
Klien mengatakan cemas ↓
akan penyakitnya. Kekeliruan mengikuti
Klien Bertanya tentang anjuran
penyakit. ↓
Do : Ku :Lemah . Kes : Cm Kurang terpaparnya
Klien tampak cemas. informasi
↓
Kurang minat belajar
↓
Defisit pengetahuan
Prioritas Masalah
1. Hipertermi
2. Defisit Nutrisi
3. Defisit pengetahuan
25
INTERVENSI KEPERAWATAN
26
baju tipis. mempercepat proses
evaporasi.
27
3 Defisit Setelah 1.Kaji pengetahuan 1.Mempermudah
Pengetahuan dilakukan klien tentang dalam memberikan
7-5-
Tindakan penyakitnya. penjelasan pada
18
keperawatan klien.
2.jelaskan tentang
1x24 jam 2.meningkatkan
proses penyakit(
Pengetahuan pengetahuan dan
tanda dan
pasien menguranggi cemas.
gejala),Identifikasi
meningkat.
kemungkinan
Kh: Klien
penyebab jelaskan
mampu
kondisi tentang
menjelaskan
pasien.
kembali apa itu
penyakit typhoid 3.jelaskan tentang 3.Mempermudah
program intervensi.
pengobatan dan
alternatif
pengobatan.
4.Diskusikan 4.Mencengah
perubahan gaya keparahan penyakit.
hidup yang
mungkin
digunakan untuk
mencegah
komplikasi.
28
IMPLEMENTASI
7-5-18
16.10 Menganjurkan untuk tidak S: Maladewi
wib makan-makanan yang Klien mengatakan
mengandung asam lambung. Belum ada nafsu makan
Anjurkan makan sering Klien Mengatakan
tapi sedikit. masih mual dan
Menganjurkan klien untuk muntah
makan –makanan dalam O:
keadaan hangat. Ku : lemah. Kes : Cm
Mengobservasi TTV Porsi makan tidak ¼
Melakukan kolaborasi dihabiskan
dengan tim medis untuk Muntah 1 x
pemberian therapi. Terpasang Infus Nacl
Melakukan kolaborasi 0,9 % : 20 Tetes/menit.
dengan tim ahli gizi. A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjtkan
3
7 Mei 18 Mengkaji pengetahuan S: Maladewi
16.20
29
Wib klien tentang penyakitnya. Klien mengatakan
Menjelaskan tentang Masih cemas akan
proses penyakit( tanda dan penyakitnya.
gejala),mengidentifikasi Klien Sudah Mengerti
kemungkinan penyebab jelaskan tentang penyakitnya.
kondisi tentang pasien. O:
jelaskan tentang program Ku :Lemah . Kes : Cm
pengobatan dan alternatif Klien masih cemas.
pengobatan. A : Masalah Teratasi sebagian.
Mendiskusikan perubahan P : Intervensi dilanjutkan.
gaya hidup yang mungkin
digunakan untuk mencegah
komplikasi.
30
Hr Ke II
8-5-18
16.10 Menganjurkan untuk tidak S: Maladewi
wib makan-makanan yang Klien mengatakan
mengandung asam lambung. nafsu makan mulai ada
Anjurkan makan sering Klien Mengatakan mual
tapi sedikit. dan muntah berkurang
Menganjurkan klien untuk O:
makan –makanan dalam Ku : Sedang. Kes : Cm
keadaan hangat. Porsi makan tidak 1/2
Mengobservasi TTV dihabiskan
Melakukan kolaborasi Muntah 1 x
dengan tim medis untuk Terpasang Infus Nacl
pemberian therapi. 0,9 % : 20 Tetes/menit.
Melakukan kolaborasi A : Masalah teratasi sebagian
dengan tim ahli gizi. P : Intervensi dilanjtkan
3
7 Mei 18 Mengkaji pengetahuan S: Maladewi
16.20 klien tentang penyakitnya. Klien mengatakan
Wib
31
Menjelaskan tentang Masih cemas akan
proses penyakit( tanda dan penyakitnya.
gejala),mengidentifikasi Klien Sudah Mengerti
kemungkinan penyebab jelaskan tentang penyakitnya.
kondisi tentang pasien. O:
jelaskan tentang program Ku :Sedang . Kes : Cm
pengobatan dan alternatif Klien masih cemas.
pengobatan. A : Masalah Teratasi sebagian.
Mendiskusikan perubahan P : Intervensi dilanjutkan.
gaya hidup yang mungkin
digunakan untuk mencegah
komplikasi.
32
Hari Ke III
9-5-18
16.10 Menganjurkan untuk tidak S: Maladewi
wib makan-makanan yang Klien mengatakan ada
mengandung asam lambung. nafsu makan
Anjurkan makan sering Klien Mengatakan
tapi sedikit. mual dan muntah
Menganjurkan klien untuk hilang
makan –makanan dalam O:
keadaan hangat. Ku : Sedang Kes : Cm
Mengobservasi TTV Porsi makan ihabiskan
Melakukan kolaborasi Muntah Hilang
dengan tim medis untuk Terpasang Infus Nacl
pemberian therapi. 0,9 % : 20 Tetes/menit.
Melakukan kolaborasi A : Masalah teratasi sebagian
dengan tim ahli gizi. P : Intervensi dilanjutkan
3
7 Mei 18 Mengkaji pengetahuan S: Maladewi
16.20
33
Wib klien tentang penyakitnya. Klien mengatakan
Menjelaskan tentang sudah tidak cemas akan
proses penyakit( tanda dan penyakitnya.
gejala),mengidentifikasi Klien Sudah Mengerti
kemungkinan penyebab jelaskan tentang penyakitnya.
kondisi tentang pasien. O:
jelaskan tentang program Ku :Sedang . Kes : Cm
pengobatan dan alternatif Klien masih cemas.
pengobatan. A : Masalah Teratasi sebagian.
Mendiskusikan perubahan P : Intervensi dilanjutkan.
gaya hidup yang mungkin
digunakan untuk mencegah
komplikasi.
34
DAFTAR PUSTAKA
35