Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

THYPOID

1.1 Konsep Dasar Medis


1.1.1. Definisi
Typhoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan
gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran
pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Wardah Y., 2018)
Demam thypoid atau enteric fever adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu
minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan keasadaran. Demam
thypoid disebabkan oleh infeksi salmonella typhi. (Handu, K., 2018).
Thypoid fever atau demam tifoid adalah penyakit infeksi akut pada
usus halus dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan
pada saluran pencernaan dan dengan gangguan kesadaran. (Handu, K.,
2018).
1.1.2. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah bakteri Salmonella typhi. Infeksi
umumnya diperoleh dari makanan atau air yang terkontaminasi bakteri dari
tinja yang terinfeksi. Demam typhoid disebabkan oleh infeksi kuman
Salmonella typhos atau Eberthella typhosa yang merupakan kuman gram
negative, motil dan tidak menghasilkan spora. Kuman ini dapat hidup baik
sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang sedikit lebih rendah,
serta mati pada suhu 70˚c ataupun oleh antiseptik. Sampai saat ini, diketahui
bahwa kuman ini hanya menyerang manusia.
Salmonella typhosa mempunyai 3 macam antigen, yaitu :
a. Antigen O = Ohne Hauch = antigen somatic (tidak menyebar).
b. Antigen H = Hauch (menyebar), terdapat pada flgela dan bersifat
termolabil.
c. Antigen V1 = Kapsul = merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman
dan melindungi antigen O terhadap fagositosis.
Ketiga jenis antigen tersebut di dalam tubuh manusia akan
menimbulkan pembentukan tiga macam antibodi yang lazim disebut
agglutinin. Salmonella typhosa juga memperoleh plasmid faktor-R yang
berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotic.
Ada 3 spesies utama, yaitu :
a. Salmonella typhosa (satu serotipe).
b. Salmonella choleraesius (satu serotipe).
c. Salmonella enteretidis (lebih dari 1500 serotipe). (Wardah Y., 2018)
1.1.3. Manifestasi Klinis
Demam thypoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang
dewasa. Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi
melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari.
Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak
enak badan, lesu, nyeri, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat,
kemudian menyusul gejala klinis yang biasanya ditemukan, yaitu:
1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris
remitten dan suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur naik setiap hari, menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu ketiga suhu
berangsur turun dan normal kembali.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-
pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue),
ujung dan tepinya kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan
perut kembung. Hati dan limpa membesar disertai nyeri dan
peradangan.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen.
Jarang terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan
terlambat mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat
ditemukan pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseol,
yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit,
yang ditemukan pada minggu pertama demam, kadang-kadang
ditemukan pula trakikardi dan epistaksis.
4. Relaps
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit demam thypoid,
akan tetap berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu
kedua setelah suhu badan normal kembali, terjadinya sukar diterangkan.
Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ
yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti.
(Wardah Y., 2018)
1.1.4. Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit kuman masuk ke dalam mulut melalui
makanan dan minuman yang tercemar oleh salmonella (biasanya ˃10.000
basil kuman). Sebagian kuman dapat dimusnahkan oleh asam hcl lambung
dan sebagian lagi masuk ke usus halus. Jika respon imunitas humoral
mukosa (igA) usus kurang baik, maka basil salmonella akan menembus
selsel epitel (sel m) dan selanjutnya menuju lamina propia dan berkembang
biak di jaringan limfoid plak peyeri di ileum distal dan kelenjar getah
bening mesenterika.
Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika
mengalami hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia)
melalui duktus thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikulo endotalial
tubuh, terutama hati, sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portal dari
usus.
Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltasi limfosit, zat plasma,
dan sel mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa
(splenomegali). Di organ ini, kuman salmonella thhypi berkembang biak
dan masuk sirkulasi darah lagi, sehingga mengakibatkan bakterimia ke dua
yang disertai tanda dan gejala infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia,
sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler dan gangguan mental
koagulasi).
Perdarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di
sekitar plak peyeriyang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses
patologis ini dapat berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan
mengakibatkan perforasi. Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel
kapiler dan dapat mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan
neuropsikiatrik kardiovaskuler, pernafasan, dan gangguan organ lainnya.
Pada minggu pertama timbulnya penyakit, terjadi hiperplasia plak peyeri, di
susul kembali, terjadi nekrosis pada minggu ke dua dan ulserasi plak
penyeri pada mingu ke tiga. selanjutnya, dalam minggu ke empat akan
terjadi proses penyembuhan ulkus dengan meninggalkan sikatriks (jaringan
parut).
Sedangkan penularan salmonella thypi dapat di tularkan melalui
berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari
tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat) dan melalui Feses. (Handu, K.,
2018).
1.1.5. Pathway
Bakteri Salmonella Masuk melalui makanan/minuman, Masuk kemulut menuju ke saluran Lambung Kuman hidup dan lolos
Thypii jari tangan/kuku, lalat dan feses pencernaan dari asam lambung

Peredaran darah dan masuk ke retikulo Bakteri masuk ke usus


endothelia terutama hati dan limfa halus

Inflamasi pada hati dan limfa Masuk kealiran darah

Hepatomegali Spenomegali Endotoksi

Nyeri Tekan Penurunan mobilitas usus


NYERI AKUT Mengakibatkan komplikasi seperti
Penurunan peristaltik usus neuropsikiatrik, kardiovaskuler, pernapasan dll
KONSTIPASI Merangsang melepas sel
perogen
Peningkatan asam lambung
Mempengaruhi pusat
RISIKO Anoreksia, mual dan thermoregulator di hipotalamus
HIPOVOLEMIA muntah

DEFISIT HIPERTERMIA
NUTRISI
1.1.6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering di
temukan leukopenia dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau
leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
Selain itu dapat pula ditemukan anemia ringan dan trombositopenia.
Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit demam typhoid dapat
meningkat.
SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali
normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan
penanganan khusus.
2. Kultur Darah
Hasil biakan darah yang pasif memastikan demam typhoid akan
tetapi hasil negative tidak menginginkan demam typhoid, karena
mungkin disebabkan beberapa hal sebagai berikut:
a. Telah mendapat terapi antibiotik.
b. Volume darah yang timbul kurang.
c. Riwayat vaksinasi.
3. Uji Widal.
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman
salmonella typhi. Pada uji widal terjadi suhu reaksi aglutinasi antara
antigen kuman salmonella typhi dengan antibody disebut aglutinin.
Antigen yang digunakan pada uji widal adalah untuk menentukan
adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka typhoid yaitu :
a. Aglutinin O (dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H (flagella kuman).
c. Aglutinin Vi (sampai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang
digunakan. Semakin tinggi liternya semakin besar kemungkinan
terinfeksi kuman ini.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal yaitu :
a. Pengobatan dini dengan antibiotik.
b. Gangguan pembentukan antibody dan pemberian kortikosteroid.
c. Waktu pengambilan darah.
d. Darah endemik atau non endemik.
e. Riwayat vaksinasi.
f. Reaksi anamnestik.
g. Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium akibat aglutinin
silang dan strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi
antigen.
1.1.7. Penatalaksanaan

1. Medis
Penatalaksanaan demam typhoid secara medis antara lain:
a. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta.
b. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat
sakit yang lama, lemah, anoreksia.
c. Istirahat selama demam sampai dengan dua minggu setelah suhu
normal kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk, jika
tidak panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan di ruangan.
d. Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan
tinggi protein. Bahkan makanan tidak boleh mengandung
banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas.
Susu dua gelas sehari, bila kesadaran pasien menurun diberikan
makanan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu
makan anak baik dapat juga diberikan makanan lunak.
e. Obat pilihan adalah kloramfenikol, kecuali pasien tidak cocok
diberikan obat lainnya seperti kotrimoksazol. Pemberian
kloramfenikol dengan dosis tinggi, yaitu 100 mg/kg berat
badan/hari (makanan 2 gram per hari), diberikan empat kali
sehari per oral atau intravena. Pemberian kloramfenikol dengan
dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu perawatan dan
mencegah relaps. Efek negatifnya adalah mungkin pembentukan
zat anti kurang karena basil terlalu cepat dimusnahkan.
f. Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan
penyakitnya. Bila terjadi dehidrasi dan asidosis diberikan cairan
secara intravena.
Medikasi yang digunakan untuk demam typhoid selain
kloramfenikol, obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara
lain:
a. Tiamfenikol: 50-100 mg/ kg berat badan/ hari.
b. Kotrimoksasol: 6-8 mg/ kg berat badan/ hari.
c. Ampisilin: 100-200 mg/kg berat badan/ hari.
d. Amoksilin: 100 mg/ kg berat badan/ hari.
e. Sefriakson: 50-100 mg/ kg berat badan/ hari.
f. Sefotaksim: 150-200 mg/ kg berat badan/ hari.
g. Siprofloksasin: 2 x 200-400 mg oral (usia kurang dari 10
tahun).
2. Keperawatan
Penatalaksanaan demam typhoid ditinjau dari segi
keperawatan adalah Pasien typhoid harus dirawat di kamar isolasi
yang dilengkapi dengan peralatan untuk merawat pasien yang
menderita penyakit menular seperti desinfektan mencuci tangan,
merendam pakaian kotor dan pot atau urinal bekas pakai pasien.
Yang merawat atau sedang menolong pasien agar memakai celemek.
Masalah pasien typhoid yang perlu diperhatikan adalah:
a. Kebutuhan nutrisi atau cairan dan elektrolit.
Pasien typhoid umumnya menderita gangguan kesadaran
dari apatik sampai spoorokoma, delirium (yang berat) disamping
anoreksia dan demam lama. Keadaan ini menyebabkan
kurangnya masukan nutrisi atau cairan sehingga kebutuhan
nutrisi yang penting untuk masa penyembuhan berkurang pula,
dan memudahkan timbulnya komplikasi. Selain hal itu, pasien
typhoid menderita kelainan berupa adanya tukak-tukak pada
usus halus sehingga makanan harus disesuaikan. Diet yang
diberikan ialah makanan yang mengandung cukup cairan,
rendah serat, tinggi protein dan tidak menimbulkan gas.
Pemberiannya melihat keadaan pasien.
1) Jika kesadaran pasien masih baik, diberikan makanan lunak
dengan lauk pauk dicincang (hati, daging), sayuran labu
siam atau wortel yang dimasak lunak sekali. Boleh juga
diberi tahu, telur setengah matang atau matang direbus.
Susu diberikan 2 x 1 gelas atau lebih, jika makanan tidak
habis diberikan ekstra susu.
2) Pasien yang kesadarannya menurun sekali diberikan
makanan cair per sonde, kalori sesuai dengan
kebutuhannya. Pemberiannya diatur setiap 3 jam termasuk
makanan ekstra seperti sari buah, bubur kacang hijau yang
dihaluskan. Jika kesadaran membaik makanan beralih
secara bertahap ke lunak.
3) Jika pasien menderita delirium, dipasang infus dengan
cairan glukosa dan NaCl. Jika keadaan sudah tenang
berikan makanan per sonde di samping infus masih
diteruskan. Makanan per sonde biasanya merupakan
setengah dari jumlah kalori, setengahnya masih per infus.
Secara bertahap dengan melihat kemajuan pasien, beralih ke
makanan biasa.
b. Gangguan suhu tubuh.
Pasien tifus abdominalis menderita demam lama, pada
kasus yang khas demam dapat sampai 3 minggu. Keadaan
tersebut dapat menyebabkan kondisi tubuh lemah, dan
mengakibatkan kekurangan cairan, karena perspirasi yang
meningkat. Pasien dapat menjadi gelisah, selaput lendir mulut
dan bibir menjadi kering dan pecah-pecah.
Penyebab demam, karena adanya infeksi basil
Salmonella typhosa, maka untuk menurunkan suhu tersebut
hanya dengan memberikan obatnya secara adekuat, istirahat
mutlak sampai suhu turun diteruskan 2 minggu lagi, kemudian
mobilisasi bertahap. Jika pasien diberikan makanan melalui
sonde, obat dapat diberikan bersama makanan tetapi berikan
pada permulaan memasukkan makanan, jangan dicampur pada
semua makanannya atau diberikan belakangan karena jika
pasien muntah obat akan keluar sehingga kebutuhan obat tidak
adekuat.
Ruangan diatur agar cukup ventilisi. Untuk membantu,
menurunkan suhu tubuh yang biasanya pada sore hari dan
malam hari lebih tinggi jika suhu tinggi sekali cara menurunkan
lihat pada pembahasan tentang hiperpireksia. Di samping
kompres berikan pasien banyak minum boleh sirup, teh manis,
atau air kaldu sesuai kesukaan anak.
Anak jangan ditutupi dengan selimut yang tebal agar
penguapan suhu lebih lancar. Jika menggunakan kipas angin
untuk membantu menurunkan suhu usahakan agar kipas angin
tidak langsung kearah tubuh pasien.
c. Gangguan rasa aman dan nyaman.
Gangguan rasa aman dan nyaman pasien typhoid sama
dengan pasien lain, yaitu karena penyakitnya serta keharusan
istirahat di tempat tidur, jika ia sudah dalam penyembuhan.
Khusus pada pasien typhoid, karena lidah kotor, bibir kering,
dan pecah-pecah menambah rasa tak nyaman disamping juga
menyebabkan tak nafsu makan. Untuk itu pasien perlu dilakukan
perawatan mulut 2 kali sehari, oleskan boraks gliserin (krim)
dengan sering dan sering berikan minum. Karena pasien apatis
harus lebih diperhatikan dan diajak berkomunikasi. Jika pasien
dipasang sonde perawatan mulut tetap dilakukan dan sekali-kali
juga diberikan minum agar selaput lendir mulut dan tenggorok
tidak kering. Selain itu sebagai akibat lama berbaring setelah
mulai berjalan harus mulai dengan menggoyang-goyangkan
kakinya dahulu sambil duduk di pinggir tempat tidur, kemudian
berjalan di sekitar tempat tidur sambil berpegangan. Katakan
bahwa gangguan itu akan hilang setelah 2-3 hari mobilisasi.
1.2. Konsep Dasar Keperawatan
1.2.1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama di dalam memberikan
asuhan keperawatan. Perawat harus mengumpulkan data tentang status
kesehatan pasien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat, dan
berkesinambungan. Pengumpulan data ini juga harus dapat
menggambarkan status kesehatan klien dan kekuatan masalah-masalah
yang dialami oleh klien.
1. Identifikasi
Sering ditemukan pada anak berumur diatas satu tahun.
2. Keluhan Utama
Berupa perasaan yang tidak enak badan, lesu, nyeri kapala, pusing
dan kurang bersemangat, serta nafsu makan kurang (terutama selama
masa inkubasi). Pada kasus yang khas, demam berlangsung selama 3
minggu, bersifat febris remiten, dan suhu tubuhnya tidak tinggi sekali.
Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur baik setiap
harinya biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada
sore dan malam hari. Pada minggu kedua, pasien terus berada dalam
keadaan demam. Saat minggu ke tiga, suhu beragsur turun dan normal
kembali pada akhir minggu ke tiga.
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berada
dalam kedaaan yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi stupor,
koma, atau gelisah (kecuali bila penyakitnya berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan). Disamping gejala-gejala tersebut mungkin
terdapat gejala lainnya. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardia
dan epitaksis pada anak besar.
3. Pemeriksaan Fisik
 Kepala Melihat kebersihan kulit kepala, distribusi rambut merata
dan warna rambut.
 Wajah, melihat ke semetrisan kiri dan kanan.
 Mata, terlihat sklera putih, konjuntiva merah muda, dan reflek pupil
mengecil ketika terkena sinar.
 Mulut, terdapat napas yang berbau tidak sedap serta bibir kering,
dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor,
sementara ujung dan tepinya berwarna kemerahan dan jarang
disertai tremor.
 Leher, tidak adanya distensi vena jugularis.
 Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung. Bisa terjadi
konstipasi, atau mungkin diare atau normal.
 Hati dan limfe membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.
 Ektermitas, pergerakan baik antara kiri dan kanan.
 Integumen, akral teraba hangat dan terdapat pada punggung dan
anggota gerak dapat ditemukan reseola (bintik-bintik kemerahan
karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada
minggu pertama demam).
4. Pemeriksaan Diagnostik
 Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia,
limfositosis relatif dan aneosinofillia pada permukaan yang sakit.
 Darah untuk kultur (biakan darah, empedu) dan widal.
 Biakan empedu basil salmonella typhosa dapat ditemukan dalam
darah pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering
ditemukan dalam urine dan feses.
 Pemeriksaan widal Untuk membuat diagnosis, pemeriksaan yang
diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen O yang bernilai
1/200 atau lebih menunjukkan kenaikan yang progresif
1.2.2. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
2. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
3. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrien
4. Konstipasi berhubungan dengan ketidakcakupan asupan cairan
5. Risiko Hipovolemia dibuktikan dengan kekurangan intake cairan dan
peningkatan suhu tubuh
1.2.3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan


1. Hipertermia Setelah dilakukan tindakan keperawatan # Kompres Dingin
selama 3x24 jam maka Termoregulasi
Membaik dengan kriteria hasil : 1. Observasi
1. Mengigil Meningkat - Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi,
2. Kulit merah Meningkat terpapar lingkungan panas, penggunaan inkubator)
3. Kejang Meningkat - Monitor suhu tubuh
4. Akrosianosis Meningkat - Monitor kadar elektrolit
5. Konsumsi oksigen Meningkat - Monitor keluaran urine
6. Piloereksi Meningkat - Moitor komplikasi akibat hipertermia
7. Vasokontriksi perifer Meningkat 2. Terapeutik
8. Kutis memorata Meningkat - Sediakan lingkungan yang dingin
9. Pucat Meningkat - Longgarkan atau lepaskan pakaian
10. Takikardi Meningkat - Basahi dan kipasi permukaan tubuh
11. Bradikardi Meningkat - Berikan cairan oral
12. Dasar kuku sianolik Meningkat - Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika
13. Hipoksia Meningkat mengalami hiperhidrosis (keringat berlebih)
- Lakukan pendingina eksternal (mis. Selimut
hipotermia atau kompres dingin pada dahi, leher,
14. Suhu tubuh Membaik dada, abdomen, aksila)
15. Suhu kulit Membaik - Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
16. Kadar glukosa darah Membaik - Berikan oksigen, jika perlu
17. Pengisian kapiler Membaik 3. Edukasi
18. Ventilasi Membaik - Anjurkan tirah baring
19. Tekanan darah Membaik 4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
2. Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan # Manajemen Nyeri
selama 3x24 jam maka Tingkat Nyeri
Menurun dengan kriteria hasil : 1. Observasi
1. Kemampuan menuntaskan aktivitas - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Meningkat kualitas, intensitas nyeri
2. Keluhan nyeri Menurun - Identifikasi skala nyeri
3. Meringis Menurun - Identifikasi faktor yang memperberat dan
4. Sikap protektif Menurun memperingan nyeri
5. Gelisah Menurun - Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
6. Kesulitan tidur Menurun nyeri
7. Menarik diri Menurun - Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
8. Berfokus pada diri sendiri Menurun - Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
9. Diaforesis Menurun - Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
10. Perasaan depresi Menurun sudah diberikan
11. Perasaan takut mengalami cedera - Monitor efek samping penggunaan analgetik
berulang Menurun 2. Terapeutik
12. Anoreksia Menurun - Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi
13. Perineum terasa tertekan Menurun rasa nyeri (mis. TENS, hipnosis, akupresur, terapi
14. Uterus teraba membulat Menurun musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
15. Ketegangan otot Menurun teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,
16. Pupil dilatasi Menurun terapi bermain)
17. Muntah Menurun - Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
18. Mual Menurun (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
19. Frekuensi nadi Membaik - Fasilitasi istirahat dan tidur
20. Pola napas Membaik - Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri, dalam
21. Tekanan darah Membaik pemilihan strategimeredakan nyeri
22. Proses berpikir Membaik 3. Edukasi
23. Fokus Membaik - Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
24. Fungsi berkemih Membaik
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
25. Perilaku Membaik
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
26. Nafsu makan Membaik
rasa nyeri
27. Pola tidur Membaik
4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
3. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan # Manajemen Nutrisi
selama 3x24 jam maka Status Nutrisi 1. Observasi
Membaik dengan kriteria hasil : - Identifikasi status nutrisi
1. Porsi makan yang dihabiskan - Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Meningkat - Identifikasi makanan yang disukai
2. Kekuatan otot pengunyah Meningkat - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
3. Kekuatan otot menelan Meningkat - Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogatrik
4. Verbalisasi keinginan untuk - Monitor asupan makanan
meningkatkan nutrisi Meningkat - Monitor berat badan
5. Pengetahuan tentang pilihan makanan - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
yang sehat Meningkat 2. Terapeutik
6. Pengetahuan tentang pilihan minuman - Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
yang sehat Meningkat - Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis, piramida
7. Pengetahuan tentang standar asupan makanan)
nutrisi yang tepat Meningkat - Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
8. Penyiapan dan penyimpanan makanan sesuai
yang aman Meningkat - Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
9. Sikap terhadap makanan minuman konstipasi
sesuai dengan tujuan kesehatan - Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Meningkat - Berikan suplemen makanan, jika perlu
10. Perasaan cepat kenyang Menurun - Hentikan pemberian makan melalui selang
11. Nyeri abdomen Menurun nasogatrik jika asupan oral dapat ditoleransi
12. Sariawan Menurun 3. Edukasi
13. Rambut rontok Menurun - Anjurkan posisi duduk, jika mampu
14. Diare Menurun - Ajarkan diet yang di programkan
15. Berat badan Membaik 4. Kolaborasi
16. Indeks massa tubuh Membaik - Kolaborasi pemberian medikasisebelum makan
17. Frekuensi makan Membaik (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
18. Nafsu makan Membaik - Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
19. Bising usus Membaik jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan,
20. Tebal lipatan kulit trisep Membaik jika perlu
21. Membran mukosa Membaik
4. Konstipasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan # Manajemen Eliminasi Fekal
selama 3x24 jam maka Eliminasi Fekal
Membaik dengan kriteria hasil : 1. Observasi
1. Kontrol pengeluaran feses Meningkat - Identifikasi masalah usus dan penggunaan obat
2. Keluhan defekasi lama dan sulit pencahar
Menurun - Identifikasi pengobatan yang berefek pada kondisi
3. Mengenjan saat defekasi Menurun gastrointestinal
4. Distensi abdomen Menurun - Monitor buang air besar (mis, warna, konsistensi,
5. Teraba massa pada rektal Menurun frekuensi, volume)
6. Urgency Menurun - Monitor tanda dan gejala diare, konstipasi, atau
7. Nyeri abdomen Menurun impaksi
8. Kram abdomen Menurun 2. Terapeutik
9. Konsistensi feses Membaik - Berikan air hangat setelah makan
10. Frekuensi defekasi Membaik - Jadwalkan waktu defekasi bersama pasien
11. Peristaltik usus Membaik - Sediakan makanan yang tinggi serat
3. Edukasi
- Jelaskan jenis makanan yang membantu
meningkatkan keteraturan peristaltik usus
- Anjurkan mencatat warna, frekuensi konsistensi,
volume feses
- Anjurkan aktivitas fisik, sesuai toleransi
- Anjurkan pengurangan asupan makanan yang
mengandung tinggi serat
- Anjurkan meningkatkan aupan cairan, jika tidak ada
kontraindikasi
4. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat supositoria anal, jika
perlu
5. Risiko Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan keperawatan # Manajemen Hipovolemia
selama 3x24 jam maka Status Cairan
Membaik dengan kriteria hasil : 1. Observasi
1. Porsi makan yang dihabiskan - Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis,
Meningkat frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
2. Kekuatan otot pengunyah Meningkat tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,
3. Kekuatan otot menelan Meningkat turgor kulit menurun, membran mukosa kering,
4. Verbalisasi keinginan untuk volume urine menurun, hematokrit meningkta, haus,
meningkatkan nutrisi Meningkat lemah)
5. Pengetahuan tentang pilihan makanan - Monitor intake dan output cairan
yang sehat Meningkat 2. Terapeutik
6. Pengetahuan tentang pilihan minuman - Hitung kebutuhan cairan
yang sehat Meningkat - Berikan posisi modified Trendelenburg
7. Pengetahuan tentang standar asupan - Berikan asupan cairan oral
nutrisi yang tepat Meningkat 3. Edukasi
8. Penyiapan dan penyimpanan makanan - Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
yang aman Meningkat - Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
9. Sikap terhadap makanan minuman 4. Kolaborasi
sesuai dengan tujuan kesehatan - Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis,
Meningkat NaCl, RL)
10. Perasaan cepat kenyang Menurun - Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis,
11. Nyeri abdomen Menurun glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
12. Sariawan Menurun - Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin,
13. Rambut rontok Menurun Plasmanate)
14. Diare Menurun - Kolaborasi pemberian produk darah
15. Berat badan Membaik
16. Indeks massa tubuh Membaik
17. Frekuensi makan Membaik
18. Nafsu makan Membaik
19. Bising usus Membaik
20. Tebal lipatan kulit trisep Membaik
21. Membran mukosa Membaik
DAFTAR PUSTAKA

Handu, K (2018). Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Demam Thypoid Di


Rumah Sakit Samarinda. Poltekkes, Kalimantan Timur

Wardah,Y (2017). Laporan Pendahuluan Thypoid Pada Anak. Universitas Islam


Sultan Agung, Semarang

Arfriansyah, R (2020). Asuhan Keperawatan Pada Thypoid Dengan Fokus Studi


Pengelolaan Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Di
Rst Dr. Soedjono Magelang. Poltekkes, Semarang

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1 (cetakan III). Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakana


Keperawatan, Edisi 1 (cetakan II). Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria


Keperawatan, Edisi 1 (cetakan III). Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai