Anda di halaman 1dari 14

askep demam 

typhoid
Posted: Juni 2, 2011 in Keperawatan Anak
0

LAPORAN PENDAHULUAN

1. A.    PENGERTIAN
1. Typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan
dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pencernaan, dan
gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2005).
2. Typhoid adalah penyakit infeksi yang biasanya mengenai saluran pencernaan
dengan gejala demam yang lebih dari tujuh hari, gangguan pada saluran cerna
atau gangguan kesadaran (Mansjoer A, 2000).
3. Typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna
dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan
kesadaran (Suriadi, 2001).
4. Typhoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella thypi (Juwono R, 1996).
5. Typhoid merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang
disebabkan oleh salmonella thypii (Hidayat, 2006).

1. B.     ETIOLOGI
1. Penyebab typhoid adalah kuman salmonella typosa dan salmonella paratyphi A,
B, dan C memasuki saluran pencernaan (Noer, 1996).
2. Penyebab typhoid adalah kuman salmonella typosa, yang merupakan basil gram
negatif bergerak dengan rambut getar dan tidak berspora. Kuman mempunyai 3
macam :
1. Antigen O (Ogne Houch) Somaus (terdiri dari rantai kompleks lipopoli
sakarida).
2. Antigen H (Houch) terdapat pola flagella.
3. Antigen Vi (Kapsul) merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi O antigen terhadap fagositosis (Hasan, 1991).
Kuman salmonella typosa dapat tumbuh di semua media pH 7,2 dan suhu 37oC dan mati pada
suhu 54,4oC.

1. C.    PATOFISIOLOGI

Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap di usus halus. Melalui pembuluh limfe
halus masuk ke dalam peredaran darah sampai di organ-organ terutama hati dan limpa sehingga
organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian basil masuk
kembali ke dalam darah (bakteremia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar
limfoid usus halus menimbulkan plak peyeri. Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan
dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran
pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus.

 
 

PATHWAY KEPERAWATAN

1. D.    MANIFESTASI KLINIK


1. Pada minggu pertama, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut
pada umumnya yaitu : demam, nyeri kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah,
konstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada
pemeriksaan fisik hanya didapatkan pemeriksaan suhu tubuh.
2. Pada minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia,
lidah kotor, hepatomegali, splenomegali, gangguan kesadaran berupa somnolen
sampai koma (Rampengan, 1993).
3. Menurut Ngastiyah (2005), gejala prodromal ditemukan seperti perasaan tidak
enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan
berkurang. Gambaran klinis yang biasa ditemukan ialah :
1. Demam. Biasanya berlangsung 3 minggu, bersifat febris remiten, dan suhu
tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur
naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada
sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien terus berada dalam
keadaan demam. Pada minggu ketiga, suhu berangsur-angsur turun dan
normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2. Gangguan pada saluran pencernaan. Pada mulut nafas berbau tidak
sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kotor, perut kembung, hati dan
limpa membesar disertai nyeri pada perabaan, dapat disertai konstipasi
atau diare.
3. Gangguan kesadaran. Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun
tidak dalam yaitu apatis sampai somnolen, jarang terjadi sopor, koma atau
gelisah (kecuali penyakitnya berat). Pada punggung dan anggota gerak
dapat ditemukan roseola (bintik-bintik kemerahan).

1. E.     KOMPLIKASI

Pada usus halus. Umumnya jarang terjadi tetapi bila terjadi sering fatal.

1. Perdarahan usus. Bila sedikit, hanya dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika
perdarahan banyak terjadi melena, dapat disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
2. Perforasi usus. Biasanya timbul pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada
bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila
terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara
diantara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan
tegak.
3. Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang.

Komplikasi di luar usus. Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia), yaitu
meningitis, koleosistisis, ensefalopati. Terjadi karena infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia.

1. F.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Menurut FKUI (2005) untuk memastikan diagnosis perlu dikerjakan pemeriksaan laboratorium
sebagai berikut :

1. Pemeriksaan yang berguna untuk menyokong diagnosis


1. Pemeriksaan darah tepi

Terdapat gambaran leukopeni, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada permulaan sakit.
Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan.
1. Pemeriksaan sumsum tulang

Terdapat gambaran sumsum tulang berupa hiperaktif (retikuloendotelial system) RES dengan
adanya sel makrofag, sedangkan sistem eritropoesis, granolupoesis dan trombopoesis berkurang.

2. Pemeriksaan laboratorium untuk membuat diagnosis

1. Biakan empedu

Basil salmonella typosa dapat ditemukan dalam darah penderita biasanya dalam minggu pertama
sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urin dan feses dan mungkin akan tetap positif
untuk waktu yang lama. Jika pada pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan
basil salmonella typosa pada urin dan tinja, maka pasien dinyatakan betul-betul sembuh.

1. Pemeriksaan widal

Pada permulaan terjadi penyakit, widal akan positif dan dalam perkembangan selanjutnya, misal
1 – 2 minggu kemudian akan semakin meningkat meski demam typhoid telah diobati.

Untuk membuat diagnosis yang diperlukan ialah titer zat anti terhadap O. Titer yang bernilai
1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan yang progresif digunakan untuk membuat
diagnosis.

Menurut NN (2006) dikatakan meningkat dila titernya lebih dari 1/400 atau didapatkan kenaikan
titer 2 kali lipat dari titer sebelumnya dalam waktu satu minggu.

Hasil widal akan bertahan positif cukup lama (berbulan-bulan) sehingga meski sembuh dari
penyakit demam typhoid, widal masih mungkin positif. Tetapi tidak selalu pemeriksaan widal
positif walaupun penderita sungguh-sungguh menderita typhus abdominalis sebagaimana
terbukti pada autopsi setelah penderita meninggal dunia.

Titer dapat positif karena keadaan sebagai berikut :

1. Titer O dan H tinggi karena terdapatnya aglutinin normal, karena infeksi basil coli
patogen dalam usus.
2. Pada neonatus, zat anti tersebut diperoleh dari ibunya melalui tali pusat.
3. Terdapat infeksi silang dengan ricketsia (werl felix).
4. Akibat imunisasi secara alamiah karena masuknya basil peroral atau pada keadaan infeksi
subklinis.

1. G.    PENATALAKSANAAN
Pasien yang dirawat dengan diagnosis observasi tifus abdominalis harus dianggap dan
diperlakukan langsung sebagai pasien tifus abdominalis dan diberikan pengobatan sebagai
berikut :

1. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta.


2. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang lama, lemah,
anoreksia, dan lain-lain.

1. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal kembali (istirahat
total), kemudian boleh duduk ; jika tidak panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan di
ruangan.
2. Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan
makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak
menimbulkan gas. Susu 2 gelas sehari. Bila kesadaran pasien menurun diberikan
makanan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik dapat
juga diberikan makanan lunak.
3. Obat pilihan ialah kloramfenikol, kecuali jika pasien tidak cocok dapat diberikan obat
lainnya seperti kortikoksazol. Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi, yaitu 100
mg/kg BB/hari (maksimum 2 gram per hari), diberikan 4 kali sehari per oral atau
intavena. Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu
perawatan dan mencegah relaps. Efek negatifnya adalah mungkin pembentukan zat anti
kurang karena basil terlalu cepat dimusnahkan.
4. Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. Bila terjadi dehidrasi
dan asidosis diberikan cairan secara intravena dan sebagainya.

Pembedahan

Pembedahan kurang diperlukan bila penggunaan obat-obatan dan dekompresi usus gagal
mengatasi perdarahan saluran cerna yang berat. Tindakan tersebut juga dibutuhkan bila terjadi
perforasi usus.

 
 

ASUHAN KEPERAWATAN

1. A.    PENGKAJIAN

Pada pengkajian anak dengan typhoid seperti ditemukan timbulnya demam yang khas yang
berlangsung selama kurang lebih 3 minggu dan menurun pada pagi hari serta meningkat pada
sore dan malam hari, nafsu makan menurun, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kotor ujung dan
tepinya kemerahan, adanya meteorismus, terjadi pembesaran hati dan limfa, adanya konstipasi
dan bahkan bisa terjadi gangguan kesadaran seperti apatis sampai somnolen, adanya bradikardia,
kemungkinan terjadi komplikasi seperti pendarahan pada usus halus, adanya perforasi usus,
peritonitis, peradangan pada meningen, bronkhopneumonia, dan lain-lain. Pada pemeriksaan
laboratorium dapat ditemukan leukopenia dengan limfositosis relatif, pada kultur empedu
ditemukan kuman pada darah, urin, feses, dan uji serologis widal menunjukkan kenaikan pada
titer antibodi O lebih besar atau sama dengan 1/200 dan H 1/200.

1. B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (infeksi).


2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dari intake yang tidak
adekuat.
3. Resiko cedera berhubungan dengan gangguan kesadaran.
4. Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi.
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah.

1. C.    RENCANA KEPERAWATAN

Dx. I
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan suhu tubuh dalam batas yang
normal (36 – 37 o C).

NOC : Termoregulasi

Kriteria Hasil :

 Suhu tubuh dalam batas normal


 Nadi dan respirasi dalam batas normal
 Tidak ada perubahan warna kulit
 Tidak ada pusing

Indikator Skala :

1.         : ekstrem

2          : berat

3          : sedang

4          : ringan

5          : tidak ada gangguan

NIC : Regulasi suhu

Intervensi :

1. Monitor suhu minimal tiap 2 jam.


2. Monitor tekanan darah, nadi, dan respirasi.
3. Monitor warna kulit dan suhu.
4. Monitor hidrasi (misalnya turgor kulit, kelembapan membran mukosa).
5. Kolaborasi dengan pemberian antibiotik, yaitu kloramfenikol.

Dx. II

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan nutrisi pasien adekuat.


NOC : Status nutrisi

Kriteria Hasil :

 Tidak terjadi penurunan berat badan.


 Asupan nutrisi adekuat.
 Tidak terjadi tanda-tanda malnutrisi.

Indikator Skala     :

1.      : Tidak adekuat

2.      : Ringan

3.      : Sedang

4.      : Kuat

5.      : Adekuat total

NIC : Manajemen nutrisi

Intervensi :

1. Kaji status nutrisi pasien.


2. Ketahui makanan kesukaan pasien.
3. Timbang berat badan pada interval yang tepat.
4. Anjurkan makanan sedikit tapi sering.
5. Sajikan makanan selagi hangat dan dalam bentuk yang menarik.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang tepat.
7. Berikan informasi kepada keluarga tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana untuk
memenuhinya.

Dx. III
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan cedera tidak terjadi.

NOC : Menjadi orang tua : Keamanan sosial

Kriteria Hasil :

 Keluarga akan mempersiapkan lingkungan yang aman.


 Keluarga akan mengenali resiko untuk menghindari cedera fisik.

Indikator Skala :

1              : tidak pernah menunjukan

2        : jarang menunjukkan

3        : kadang menunjukkan

4        : sering menunjukkan

5        : selalu menunjukkan

NIC : Pencegahan jatuh

Intervensi :

1. Kaji status neurologis (GCS)


2. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang tujuan dari tindakan pengamanan.
3. Jaga keamanan lingkungan pasien.
4. Libatkan keluarga untuk mencegah bahaya jatuh.
5. Observasi tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital.
6. Dampingi pasien.
7. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk meminimalisis efek samping dari
medikasi / pengobatan yang menyebabkan jatuh.

Dx. IV

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan nyeri berkurang / hilang.

NOC : Kontrol nyeri

Kriteria Hasil :
 Nyeri berkurang / hilang.
 Ekspresi wajah tidak tegang.
 Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif.
 Mengenali faktor penyebab nyeri.

Indikator Skala  :

1. : ekstrem
2. : berat
3. : sedang
4. : ringan
5. : tidak ada gangguan

NIC : Manajemen nyeri

Intervensi :

1. Kaji skala nyeri yang komprehensif, meliputi lokasi, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri.
2. Gunakan teknik non farmakologi, misalnya teknik relaksasi.
3. Observasi isyarat ketidaknyamanan non verbal.
4. Berikan analgetik sesuai kebutuhan.
5. Kondisikan lingkungan yang nyaman dengan membatasi pengunjung.

Dx. V

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan tidak terjadi kekurangan volume
cairan.

NOC : Keseimbangan cairan

Kriteria Hasil :

 Intake dan output seimbang.


 Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
 Tanda-tanda vital dalam batas normal
Indikator Skala     :

1.      : Berat

2.      : Substansial

3.      : Sedang

4.      : Ringan

5.      : Tidak ada gangguan

NIC : Pengelolaan cairan

Intervensi :

1. Monitor mual dan muntah.


2. Observasi tanda-tanda dehidrasi.
3. Anjurkan untuk minum yang banyak.
4. Monitor dan catat asupan dan haluaran cairan.
5. Monitor tanda-tanda vital.
6. Kolaborasi pemberian cairan parenteral.
7. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

1. D.    EVALUASI

Dx. I

 Suhu tubuh dalam batas normal                                                                4


 Nadi dan respirasi dalam batas normal                                                     4
 Tidak ada perubahan warna kulit                                                              4
 Tidak ada pusing                                                                                       4

Dx. II
 Tidak terjadi penurunan berat badan.                                                       4
 Asupan nutrisi adekuat.                                                                            4
 Tidak terjadi tanda-tanda malnutrisi.                                                        4

Dx. III

 Keluarga akan mempersiapkan lingkungan yang aman.                           4


 Keluarga akan mengenali resiko untuk menghindari cedera fisik.            4

Dx. IV

 Nyeri berkurang / hilang.                                                                          4


 Ekspresi wajah tidak tegang.                                                                    4
 Menunjukkan teknik relaksasi yang efektif.                                             4
 Mengenali faktor penyebab nyeri.                                                            4

Dx. V

 Intake dan output seimbang.                                                                    4


 Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.                                                             4
 Tanda-tanda vital dalam batas normal                                                      4

DAFTAR PUSTAKA

Behirman, Richard E. 1992. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 12. Jakarta : EGC.

 
Betz, Cecily L. 2000. Buku Saku Keperawatan Pediatrik Edisi 3. Jakarta : EGC.

Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.

Suriadi dan Yulaini, Rita. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 1. Jakarta : PT Fajar
Intan Pratama.

Anda mungkin juga menyukai