Anda di halaman 1dari 20

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA

(STIKes PERTAMEDIKA)
NUKE APRIANI
21222066
Program Profesi Ners

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN


PENDIDIKAN KESEHATAN REMATIK TUK 1.2

Diagnosa Keperawatan : Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan


keluarga Bapak J Khususnya Ibu A dengan
Rematik
Topik : Rematik
Pokok Bahasan : Mengenal Masalah Rematik
Sasaran : Keluarga Bapak J khususnya Ibu A
Hari/Tanggal : Pertemuan Ke 1 27 Mei 2023
Waktu : Kunjungan pertama 30 Menit
Tempat : Desa Tambakbaya Kecamatan Cibadak

A. Tujuan Instruksional Umum


Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama ± 30 menit, keluarga Bapak J khususnya Ibu A
mampu memahami dan mengerti tentang penyakit Rematik serta mengontrol dan melakukan
pengobatan di rumah dengan benar.

B. Tujuan Instruksional Khusus


Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai setelah pembelajaran ini antara lain:
Kognitif : Keluarga Bapak J khususnya Ibu A mampu menyebutkan pengertian, penyebab,
tanda dan gejala, akibat (rematik), cara perawatan dengan Rematik serta
mendemonstrasikan cara pembuatan obat tradisional secara sederhana untuk
penderita Rematik.
Afektif: Keluarga Bapak J khususnya Ibu A memahami bahwa penyakit Rematik dapat
dikontrol.
Psikomotor: Adanya perubahan perilaku pada keluarga binaan, setelah diberikan penyuluhan
kesehatan mengenai perawatan keluarga dengan Rematik dan keluarga mampu
menunjukkan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan untuk Rematik.

C. Materi
1. Menyebutkan faktor penyebab terjadinya rematik
2. Mengidentifikasi adanya rematik pada anggota keluarga

D. Strategi Penyampaian
1. Metode
Metode yang digunakan dalam kegiatan penyuluhan kesehatan dengan sub topik Rematik
antara lain:
a. Ceramah
Metode ini digunakan sebagai pengantar untuk memberikan penekanan pengertian
Rematik dan cara perawatannya.
b. Stimulasi
Stimulasi digunakan bila penyuluh menjelaskan tentang penyakit Rematik sehingga
klien dapat mengerti dengan jelas.
c. Tanya Jawab
Metode ini digunakan baik pada saat dilangsungkannya penyuluhan atau pada saat
diakhirinya penyuluhan yang memungkinkan klien mengemukakan hal-hal yang belum
dimengerti.

E. Media dan Alat


1. Leaflet tentang Rematik

F. Penataan Strategi Pengorganisasian

Keterangan:
= Media
= Penyaji
= Pembimbing
= Keluarga

G. Penetapan Strategi Pengorganisasian


Materi Rematik Terlampir

H. Kegiatan Pembelajaran Kesehatan Evaluasi

No Kegiatan Kegiatan Klien Alat dan Waktu


Pembelajaran Bahan yang
digunakan

1 Pendahuluan 3 menit

a. Perkenalan a. Menjawab
Mengucapkan salam,
salam, mendengarkan
memperkenalkan b. Menyimak
diri, c. Menyimak
b. Tujuan
Menjelaskan
tujuan umum dan
tujuan khusus.
c. Kontrak waktu
Memberitahu
waktu yang akan
digunakan dan
strategi
pelaksanaan.

2 Kegiatan Inti 15 Menit

a. Faktor penyebab Klien menyimak Leaflet


terjadinya rematik.
b. Mengidentifikasi
adanya rematik
pada anggota
keluarga.

3 Penutupan 12 Menit

a. Tanya jawab a. Diharapkan


dengan peserta mau
memberikan bertanya
kesempatan kepada tentang materi
peserta untuk yang belum
bertanya tentang dimengerti.
materi yang belum
dimengerti.
b. Evaluasi dengan
b. Menjawab
mengajukan
pertanyaan
pertanyaan secara
yang
lisan.
diberikan
penyuluh.

c. Mengucapkan Menjawab salam


salam

I. Evaluasi
1. Prosedur : Setelah proses penyuluhan kesehatan
2. Waktu : 5 Menit
3. Bentuk Soal : Lisan
4. Jumlah Soal : 2 Buah

Kleluarga mampu menyebutkan ;


1. Apa yang anda tahu tentang factor penyebab terjadinya rematik?
2. Bagaimana cara mengidentifikasi adanya rematik pada anggota keluarga?

Keluarga mampu mengontrol Rematik.


Keluarga mampu dan mengetahui menunjukkan makananan yang dianjurkan dan tidak
dianjurkan untuk Rematik.
LAMPIRAN MATERI
1. Definisi Reumatik

Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang

bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta

jaringan ikat sendi secara simetris (Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu

Bedah Orthopedi, hal. 165).

Artritis rhemathoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi

sistemik kronik yang walaupun manifestasi utamanya adalah Poliartritis

yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ

tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien Artritis Rhemathoid terjadi setelah

penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progesifitasnya.

Pada umumnya selain gejala artikular, Artritis Rhemathoid dapat pula

menunjukkan gejala konstitusional berupa kelemahan umum, cepat lelah

atau gangguan organ non-ertikular lainnya (Nugroho, 2012).

Artritis adalah inflamasi dengan nyeri, panas, pembengkakan,

kekakuan dan kemerahan pada sendi. Akibat Artritis, timbul inflamasi


umum yang dikenal sebagai Artritis Rhemathoid yang merupakan

penyakit autoimun (Nugroho, 2012)

Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang

menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 :

1248).

Reumatik dapat terjadi pada semua jenjang umur dari kanak-kanak

sampai usia lanjut. Namun resiko akan meningkat dengan meningkatnya

umur (Felson dalam Budi Darmojo, 1999).

Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang

tidak diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi

dalam membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi

dan deformitas lebih lanjut (Susan Martin Tucker, 1998).

Artritis Reumatoid (AR) adalah kelainan inflamasi yang terutama

mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai

dengan dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan

keletihan (Diane C. Baughman, 2000).

Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan

manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ

tubuh (Arif Mansjour, 2001)

2. Anatomi Fisiologi Sendi

15
Gambar 2.1 Persendian pada Manusia

Sendi merupakan pertemuan dua tulang, tetapi tidak semua

pertemuan tersebut memungkinkan terjadinya pergerakan (Roger, 2002).

Ada tiga jenis sendi pada manusia dan gerakan yang

dimungkinkannya yaitu, sendi fibrosa, kartilaginosa dan sinovial (Roger,

2002).

Gambar 2.2 Macam-macam sendi

a. Sendi fibrosa atau sendi mati

Terjadi bila batas dua buah tulang bertemu membentuk cekungan yang

akurat dan hanya dipisahkan oleh lapisan tipis jaringan fibrosa. Sendi

seperti ini terdapat di antara tulang-tulang kranium.

16
b. Sendi kartilaginosa atau sendi yang bergerak sedikit (sendi tulang

rawan)

Sendi tulang rawan terjadi bila dua permukaan tulang dilapisi tulang

rawan hialin dan dihubungkan oleh sebuah bantalan fibrokartilago dan

ligamen yang tidak membentuk sebuah kapsul sempurna disekeliling

sendi tersebut. Sendi tersebut terletak diantara badan-badan vertebra

dan antara manubrium dan badan sternum.

c. Sendi sinovial atau sendi yang bergerak bebas

Terdiri dari dua atau lebih tulang yang ujung-ujungnya dilapisi tulang

rawan hialin sendi. Terdapat rongga sendi yang mengandung cairan

sinovial, yang memberi nutrisi pada tulang rawan sendi yang tidak

mengandung pembuluh darah dan keseluruhan sendi tersebut

dikelilingi kapsul fibrosa yang dilapisi membran sinovial.

Membran sinovial ini melapisi seluruh interior sendi, kecuali

ujung-ujung tulang, meniskus, dan diskus. Tulang-tulang sendi

sinovial juga dihubungkan oleh sejumlah ligamen dan sejumlah

gerakan selalu bisa dihasilkan pada sendi sinovial meskipun terbatas,

misalnya gerak luncur (gliding) antara sendi-sendi metakarpal.

Adapun jenis-jenis Sendi Sinovial :

1) Sendi pelana (hinge) memungkinkan gerakan hanya pada satu arah;

misalnya sendi siku

17
2) Sendi pivot memungkinkan putaran (rotasi), misalnya antara radius

dan ulna pada daerah siku dan antara vertebra servikalis I dan II

yang memungkinkan gerakan memutar pada pergelangan tangan dan

kepala.

3) Sendi kondilar merupakan dua pasang permukaan sendi yang

memungkinkan gerakan hanya pada satu arah, tetapi permukaan

sendi bisa berada dalam satu kapsul atau dalam kapsul yang

berbeda, misalnya sendi lutut.

4) Sendi bola dan mangkuk (ball and socket) sendi ini dibentuk oleh

sebuah kepala hemisfer yang masuk kedalam cekungan berbentuk

mangkuk; misalnya sendi pinggul dan bahu.

5) Sendi plana merupakan gerakan menggelincir dibatasi oleh ligamen

dan tonjolan tulang, misalnya sendi-sendi tulang karpal dan tarsal.

Di beberapa sendi sinovial, kavum dapat dibagi oleh sebuah diskus

atau meniskus artikularis, yang terdiri dari fibrokartilago yang

membantu melumasi sendi, mengurangi keausan permukaan artikular,

dan memperdalam sendi.

d. Pergerakan Sendi

Gerakan sendi bisa dibagi menjadi tiga macam yaitu :

1) Gerakan meluncur, seperti yang diimplikasikan namanya, tanpa

gerakan menyudut atau memutar.

18
2) Gerakan menyudut menyebabkan peningkatan atau penurunan sudut

diantara tulang. Gerakan ini mencakup fleksi (membengkok) dan

ekstensi (melurus), dan juga abduksi (menjauhi garis tengah) dan

aduksi ( mendekati garis tengah).

3) Gerakan memutar memungkinkan rotasi internal (memutar suatu

bagian pada porosnya mendekati garis tengah) dan rotasi eksterna

(menjauhi garis tengah). Sirkumduksi adalah gerakan ekstremitas

yang membentuk suatu lingkaran. Istilah supinasi dan pronasi

merujuk pada gerakan memutar telapak tangan keatas dan kebawah.

3. Etiologi

Penyebab Artritis Rhemathoid masih belum diketahui. Faktor

genetik dan beberapa faktor lingkungan telah lama diduga berperan dalam

timbulnya penyakit ini (Nugroho, 2012).

Kecendrungan wanita untuk menderita Artritis Rhemathoid dan

sering dijumpainya remisi pada wanita yang sedang hamil menimbulkan

dugaan terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu

faktor yang berpengaruh pada penyakit ini. Walaupun demikian karena

pemberian hormon estrogen eksternal tidak pernah menghasilkan

perbaikan sebagaimana yang diharapkan, sehingga kini belum berhasil

dipastikan bahwa faktor hormonal memang merupakan penyebab penyakit

ini (Nugroho, 2012)

19
Sejak tahun 1930, infeksi telah diduga merupakan penyebab Artitis

Rhemathoid. Dugaan faktor infeksi sebagai penyebab Artritis Rhemathoid

juga timbul karena umumnya onset penyakit ini terjadi secara mendadak

dan timbul dengan disertai oleh gambaran inflamasi yang mencolok.

Walaupun hingga kini belum berhasil dilakukan isolasi suatu

mikroorganisme dari jaringan sinovial, hal ini tidak menyingkirkan

kemungkinan bahwa terdapat suatu komponen peptidoglikan atau

endotoksin mikroorganisme yang dapat mencetuskan terjadinya Artritis

Rhemathoid. Agen infeksius yang diduga merupakan penyebab Artritis

Rhemathoid antara lain adalah bakteri, mikroplasma atau virus (Nugroho,

2012).

4. Patofisiologi

Sendi merupakan bagian tubuh yang paling sering terkena

inflamasi dan degenerasi yang terlihat pada penyakit rematik. Inflamasi

akan terlihat pada persendian sebagai sinovitis. Pada penyakit rematik

inflamatori, inflamasi merupakan proses primer dan degenerasi yang

terjadi merupakan proses sekunder yang timbul akibat pembentukan

pannus (proliferasi jaringan synovial). Inflamasi merupakan akibat dari

respon imun (Nugroho, 2012).

Pada penyakit rematik degeneratif dapat terjadi proses inflamasi

yang sekunder. Sinovitis ini biasanya lebih ringan serta menggambarkan

suatu proses reaktif. Sinovitis dapat berhubungan dengan pelepasan

proteoglikan tulang rawan yang bebas dari kartilago artikuler yang

20
mengalami degenerasi kendati faktor-faktor imunologi dapat pula terlibat

(Nugroho, 2012).

Artritis Rhemathoid merupakan manifestasi dari respon sistem

imun terhadap antigen asing pada individu-individu dengan predisposisi

genetik (Nugroho, 2012).

Suatu antigen penyebab Artritis Rhemathoid yang berada pada

membran sinovial akan memicu proses inflamasi. Proses inflamasi

mengaktifkan terbentuknya makrofag. Makrofag akan meningkatkan

aktivitas fagositosisnya terhadap antigen dan merangsang proliferasi dan

aktivasi sel B untuk memproduksi antibody. Setelah berikatan dengan

antigen, antibody yang dihasilkan akan membentuk komplek imun yang

akan berdifusi secara bebas ke dalam ruang sendi. Pengendapan komplek

imun ini akan mengaktivasi sistem komplemen C5a (Nugroho, 2012).

Komplemen C5a merupakan faktor kemotaktik yang selain

meningkatkan permiabilitas vaskuler, juga dapat menarik lebih banyak

polimorfonukler (PMN) dan monosit kearah lokasi tersebut (Nugroho,

2012).

Fagositosi komplek imun oleh sel radang akan disertai

pembentukan dan pembebasan radikal oksigen bebas, leukotrin,

prostaglandin yang akan menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang.

Radikal oksigen bebas dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi

hialuronat sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan viskositas cairan

21
sendi. Selain itu radikal oksigen bebas juga merusak kolagen dan

proteoglikan rawan sendi (Nugroho, 2012).

Pengendapan komplek imun akan menyebabkan terjadinya

degranulasi mast cell yang menyebabkan terjadinya pembebasan histamin

dan berbagai enzim proteolitik serta aktivasi jalur asam arakidonat yang

akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran

sinovial dan akhirnya terbentuk pannus (Nugroho, 2012).

Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat

pengendapan komplek imun menyebabkan terbentuknya pannus yang

merupakan elemen yang paling destruktif dalam pathogenesis Artritis

Rhemathoid. Pannus merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel

fibroblast yang berproliferasi, mikrovaskuler dan berbagai jenis sel radang.

Secara histopatologis pada daerah perbatasan rawan sendi dan pannus

terdapatnya sel mononukleus, umumnya banyak dijumpai kerusakan

jaringan kolagen dan proteoglikan (Nugroho, 2012).

5. Manifestasi Klinis

Menurut Nugroho (2012), ada beberapa manifestasi klinis yang

lazim ditemukan pada penderita Artritis Rhemathoid. Gejala ini tidak

harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini

memiliki gambaran yang sangat bervariasi.

a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan

menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.

22
b. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi

ditangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs

distal. Hampir semua sendi artrodial dapat terserang.

c. Kekakuan dipagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat

generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini

berbeda dengan kekakuan sendi pada Osteoartritis, yang biasanya

hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari 1

jam.

d. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran

radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi

tulang dan ini dapat dilihat pada radiogram.

e. Deformitas : kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi dengan

perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi

sendi metakarpofalangeal, deformitas boutonniere dan leher angsa

adalah beberapra deformitas tangan yang sering dijumpai pada

penderita. Pada kaki terdapat protusi (tonjolan) kaput metatarsal yang

timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi besar juga

dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak

terutama dalam melakukan gerak ekstensi.

f. Nodula-nodula Rhemathoid adalah massa subkutan yang ditemukan

pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita Artritis Rhemathoid.

Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon

(sendi siku) atau disepanjang permukaan ekstensor dari lengan;

23
walaupun demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul pada tempat-

tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu

petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.

g. Manifestasi ekstra-artikular : Artritis Rhemathoid juga dapat

menyerang organ-organ lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru-

paru (pleuritis), mata dan pembuluh darah dapat rusak.

Menurut Banton, 1998 dalam dr Setiawan dalimartha bahwa tanda dan

gejala dari rheumatoid artritis adalah nyeri pada sendi, kaku pada pagi

hari, kedudukan sendi tidak stabil dan permukaannya tidak rata, sendi

tidak dapat bergerak, nodul reumatoid (benjolan kecil), dan bercak merah

dikulit.

6. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Nugroho (2012), tidak banyak berperan dalam diagnosis

Artritis Rhemathoid, namun dapat menyokong bila terdapat keraguan atau

untuk melihat prognosis pasien. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat :

a. Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien Artritis

Rhemathoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada

pasien Lepra, Tuberkulosis paru, Sirosis Hepatis, Hepatitis Infeksiosa,

Endokarditis Bakterialis, penyakit kolagen, dan Sarkoidosis.

b. Protein C-reaktif biasanya positif.

c. LED meningkat.

d. Leukosit normal atau meningkat sedikit.

e. Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.

24
f. Trombosit meningkat.

g. Kadar albumin serum menurun dan globulin naik.

Pada pemeriksaan rontgen, semua sendi dapat terkena, tapi yang

tersering adalah sendi metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi

sakroiliaka juga sering terkena. Pada awalnya terjadi pembengkakan

jaringan lunak dan demineralisasi juksta artikular. Kemudian terjadi

penyempitan sendi dan erosi (Nugroho, 2012).

7. Komplikasi

Kelainan sistem pencernaan yang sering di jumpai adalah gastritis

dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat

antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit

(disease modifying antirheumathoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor

penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada Artritis Rhemathoid

(Nugroho, 2012).

Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas,

sehingga sukar di bedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik.

Umumnya berhubungan dengan meilopati akibat ketidakstabilan iskemik

akibat vaskulitis (Nugroho, 2012).

8. Penatalaksanaan

Setelah diagnosis Artritis Rhemathoid dapat di tegakkan, pendekatan

pertama yang harus dilakukan adalah segera berusaha untuk membina

hubungan yang baik antar pasien dengan keluargannya dengan dokter atau

tim pengobatan yang merawatnya. Tanpa hubungan yang baik ini agaknya

25
akan sukar untuk dapat memelihara ketaatan pasien untuk tetap berobat

dalam suatu jangka waktu yang cukup lama (Nugroho, 2012).

a. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan

yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan terjamin

ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam jangka waktu yang lama.

b. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat

inflamasi.

c. DMARD digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari

proses destruksi akibat Artritis Rhemathoid.

d. Riwayat penyakit alamiah

Pada umumnya 25% pasien akan mengalami manifestasi penyakit

yang bersifat monosiklik ( hanya mengalami satu episode dan

selanjutnya akan mengalami remisi sempurna). Pada pihak lain

sebagian besar pasien akan menderita penyakit ini sepanjang hidupnya

dengan hanya diselingi oleh beberapa masa remisi yang singkat (jenis

polisiklik). Sebagian kecil lainnya akan menderita Artritis Rhemathoid

yang progresif yang disertai dengan penurunan kapasitas fungsional

yang menetap pada setiap eksaserbasi.

e. Rehabilitasi pasien Artritis Rhemathoid

f. Merupakan tindakan untuk mengembalikan tingkat kemampuan

pasien Artritis Rhemathoid dengan cara:

26
1) Mengurangi rasa nyeri
2) Mencegah terjadinya kekakuan dan keterbatasan gerak sendi

3) Mencegah terjadinya atrofi dan kelemahan otot

4) Mencegah terjadinya deformitas

5) Meningkatkan rasa nyaman dan kepercayaan diri

6) Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung kepada orang lain.


7) Pembedahan

Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta terdapat alasan yang cukup kuat, dapat
dilakukan pengobatan pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien Artritis Rhemathoid umumnya bersifat
ortopedik, misalnya sinovektomi, artrodesis, total hip replacement, memperbaiki deviasi ulnar, dan
sebagainya.

6
27
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zaidin. (2010). Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC

Baughman, C. Diane & Hackley JoAnn. (2000). Keperawatan Medikal bedah


Buku Saku untuk Brunner dan Suddarth. Edisi 1. Alih bahasa : Yasmin Asih,.
Editor Monica Ester. Jakarta: EGC

Darmojo, Boedhi dan Martono, H.Hadi. (1999). Olah Raga dan


Kebugaran Pada Lanjut Usia. Buku Ajar Geriatri. Jakarta: Balai Penerbit
Universitas Indonesia.

LeMone, P, & Burke. (2001). Medical Surgical Nursing : Critical Thinking In


Client Care. (4thed). Pearson Prentice Hall: New Jersey

Maglaya. (2009). Family Health Nursing : The Proses. Philipina : Argonaunta


Corpotaion : Nangka Marikina

Mansjoer Arif. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FKUI.

Moeleak, A. Faried (1990) Menuju Indonesia Sehat 2010. Jakarta: Depkes RI

Mubaraq, Chayatin, Santoso. (2011). Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep


Dan Aplikasi. Jakarta: sAlemba Medika

Nugroho Taufan.(2012). Luka Bakar dan Artritis Rhemathoid. Yogyakarta:


Numed

Setiawati, Santun dan Agus Citra Dermawan.2008. Penuntun Praktik Asuhan


Keluarga. Edisi 2. Jakarta: Trans Info Medika

Suprajitno.(2004). Asuhan Keperawatan Keluarga : Aplikasi dalam praktik.


Jakarta: EGC

Tucker, Susan Martin. (1998) Standart Perawatan Pasien. Proses


Keperawatan Diagnosa dan Evaluasi. Volume 3. Edisi 5. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Watson Roger. (2002). Anatomi dan Fisiologi Untuk Perawat. Jakarta: ECG.

6
6

Anda mungkin juga menyukai