Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA AN.N DENGAN TYPHOID DI RUANG GARDENIA


RS MITRA SIAGA TEGAL

DISUSUN OLEH :
ANISA NUR IZZATI
P1337421020119
3C

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
DIII KEPERAWATAN TEGAL
2022
BAB I
TINJAUAN TEORI
1. KONSEP DASAR
A. Pengertian
Typhoid merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala
demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan
atau tanpa gangguan kesadaran (Rampengan, 2008).
Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada
pencernaan dan gangguan kesadaran (Nursalam, 2005).

B. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah bakteri Salmonella typhi. Infeksi umumnya
diperoleh dari makanan atau air yang terkontaminasi bakteri dari tinja yang
terinfeksi (Valman, 2006).
Ada 3 spesies utama, yaitu :
a. Salmonella typhosa (satu serotipe).
b. Salmonella choleraesius (satu serotipe).
c. Salmonella enteretidis (lebih dari 1500 serotipe).
C. Manifestasi klinik
Demam thypoid pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa.
Masa tunas 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan,
sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa inkubasi
mungkin ditemukan gejala prodromal, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri, nyeri
kepala, pusing dan tidak bersemangat, kemudian menyusul gejala klinis yang
biasanya ditemukan, yaitu:
1. Demam
Pada kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu bersifat febris remitten dan
suhu tidak tinggi sekali. Minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap
hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.
Dalam minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan
limpa membesar disertai nyeri dan peradangan.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun, yaitu apatis sampai samnolen. Jarang
terjadi supor, koma atau gelisah (kecuali penyakit berat dan terlambat
mendapatkan pengobatan). Gejala lain yang juga dapat ditemukan pada punggung
dan anggota gerak dapat ditemukan reseol, yaitu bintik-bintik kemerahan karena
emboli hasil dalam kapiler kulit, yang ditemukan pada minggu pertama demam,

D. Patofisiologi
Penyakit typhoid adalah penyakit menular yang sumber infeksinya berasal
dari feses dan urine, sedangkan lalat sebagai pembawa atau penyebar dari kuman
tersebut (Ngastiyah, 2005).
Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam
lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringan
limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk ke
peredaran darah (bakterimia primer), dan mencapai sel-sel retikulo endoteleal, hati,
limpa dan organ-organ lainnya ( Suriadi, 2006).
Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikulo
endotelial melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan
bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan
organ tubuh, terutama limpa, usus dan kandung empedu. Pada minggu pertama sakit,
terjadi Hiperplasia plaks player. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu
ke dua terjadi nekrosis dan pada minggu ke tiga terjadi Ulserasi plaks player. Pada
minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik.
Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu
hepar, kelenjar mesentrial dan limpa membesar. Gejala demam disebabkan oleh
endotoksil, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelaianan
pada usus halus (Suriadi, 2006).
Perjalanan penyakit demam typhoid juga di sampaikan oleh Rohim (2002)
adalah: pada fase awal demam typhoid biasa ditemukan adanya gejala saluran napas
atas. Ada kemungkinan sebagian kuman ini masuk ke dalam peredaran darah
melalui jaringan limfoid di faring. Terbukti dalam suatu penelitian bahwa
Salmonella typhi berhasil diisolasi dari jaringan tonsil penderita demam typhoid,
walaupun pada Salmonella typhi percobaan lain seseorang yang berkumur dengan
air yang mengandung hidup ternyata tidak menjadi terinfeksi. Pada tahap awal ini
penderita juga sering mengeluh nyeri telan yang disebabkan karena kekeringan
mukosa mulut. Lidah tampak kotor tertutup selaput berwarna putih sampai
kecoklatan yang merupakan sisa makanan, sel epitel mati dan bakteri, kadang-
kadang tepi lidah tampak hiperemis dan tremor. Bila terjadi infeksi dari nasofaring
melalui saluran tuba eustachi ke telinga tengah dan hal ini dapat terjadi otitis media.
Perubahan pada jaringan limfoid didaerah ileocecal yang timbul selama
demam typhoid dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu: hyperplasia, nekrosis
jaringan, ulserasi, dan penyembuhan. Adanya perubahan pada nodus peyer tersebut
menyebabkan penderita mengalami gejala intestinal yaitu nyeri perut, diare,
perdarahan dan perforasi. Diare dengan gambaran pea soup merupakan karakteristik
yang khas, dijumpai dari 50% kasus dan biasanya timbul pada minggu kedua.
Karena respon imunologi yang terlibat dalam patogenesis demam typhoid adalah sel
mononuklear maka keterlibatan sel poli morfo nuclear hanya sedikit dan pada
umumnya tidak terjadi pelepasan prostaglandin sehingga tidak terjadi aktivasi adenil
siklase. Hal ini menerangkan mengapa pada serotipe invasif tidak didapatkan adanya
diare. Tetapi bila terjadi diare seringkali hal ini mendahului fase demam enterik.
Penulis lain mengatakan bahwa diare dapat terjadi oleh karena toksin yang
berhubungan dengan toksin kolera dan enterotoksin E. coli yang peka terhadap
panas.
Nyeri perut pada demam typhoid dapat bersifat menyebar atau terlokalisir di
kanan bawah daerah ileum terminalis. Nyeri ini disebabkan karena mediator yang
dihasilkan pada proses inflamasi (histamine, bradikinin, dan serotonin) merangsang
ujung saraf sehingga menimbulkan rasa nyeri. Selain itu rasa nyeri dapat disebabkan
karena peregangan kapsul yang membungkus hati dan limpa karena organ tersebut
membesar.
Perdarahan dapat timbul apabila proses nekrosis sudah mengenai lapisan
mukosa dan submukosa sehingga terjadi erosi pada pembuluh darah. Konstipasi
dapat terjadi pada ulserasi tahap lanjut, dan merupakan tanda prognosis yang baik.
E. Pathways
F. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta.
b. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang
lama, lemah, anoreksia.
c. Istirahat selama demam sampai dengan dua minggu setelah suhu normal
kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh
berdiri kemudian berjalan di ruangan.
d. Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein.
Bahkan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang
dan tidak menimbulkan gas. Susu dua gelas sehari, bila kesadaran pasien
menurun diberikan makanan cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran
dan nafsu makan anak baik dapat juga diberikan makanan lunak.
e. Obat pilihan adalah kloramfenikol, kecuali pasien tidak cocok diberikan
obat lainnya seperti kotrimoksazol. Pemberian kloramfenikol dengan dosis
tinggi, yaitu 100 mg/kg berat badan/hari (makanan 2 gram per hari),
diberikan empat kali sehari per oral atau intravena. Pemberian
kloramfenikol dengan dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu
perawatan dan mencegah relaps.
f. Bila terdapat komplikasi, terapi disesuaikan dengan penyakitnya. Bila
terjadi dehidrasi dan asidosis diberikan cairan secara intravena.
Medikasi yang digunakan untuk demam typhoid selain kloramfenikol,
obat-obat antimikroba yang sering digunakan antara lain:
a. Tiamfenikol: 50-100 mg/ kg berat badan/ hari.
b. Kotrimoksasol: 6-8 mg/ kg berat badan/ hari.
c. Ampisilin: 100-200 mg/kg berat badan/ hari.
d. Amoksilin: 100 mg/ kg berat badan/ hari.
e. Sefriakson: 50-100 mg/ kg berat badan/ hari.
f. Sefotaksim: 150-200 mg/ kg berat badan/ hari.
g. Cefotaxime 3x500 mg/kg BB
h. Siprofloksasin: 2 x 200-400 mg oral (usia kurang dari 10 tahun).
2. Keperawatan
a. Kebutuhan nutrisi atau cairan dan elektrolit.
Pasien typhoid umumnya menderita gangguan kesadaran dari apatik
sampai spoorokoma, delirium (yang berat) disamping anoreksia dan demam
lama. Keadaan ini menyebabkan kurangnya masukan nutrisi atau cairan
sehingga kebutuhan nutrisi yang penting untuk masa penyembuhan
berkurang pula, dan memudahkan timbulnya komplikasi. Selain hal itu,
pasien typhoid menderita kelainan berupa adanya tukak-tukak pada usus
halus sehingga makanan harus disesuaikan. Diet yang diberikan ialah
makanan yang mengandung cukup cairan, rendah serat, tinggi protein dan
tidak menimbulkan gas. Pemberiannya melihat keadaan pasien.

1) Jika kesadaran pasien masih baik, diberikan makanan lunak dengan


lauk pauk dicincang (hati, daging), sayuran labu siam atau wortel yang
dimasak lunak sekali. Boleh juga diberi tahu, telur setengah matang
atau matang direbus. Susu diberikan 2 x 1 gelas atau lebih, jika
makanan tidak habis diberikan ekstra susu.
2) Pasien yang kesadarannya menurun sekali diberikan makanan cair per
sonde, kalori sesuai dengan kebutuhannya. Pemberiannya diatur setiap
3 jam termasuk makanan ekstra seperti sari buah, bubur kacang hijau
yang dihaluskan. Jika kesadaran membaik makanan beralih secara
bertahap ke lunak.
3) Jika pasien menderita delirium, dipasang infus dengan cairan glukosa
dan NaCl. Jika keadaan sudah tenang berikan makanan per sonde di
samping infus masih diteruskan. Makanan per sonde biasanya
merupakan setengah dari jumlah kalori, setengahnya masih per infus.
Secara bertahap dengan melihat kemajuan pasien, beralih ke makanan
biasa.
b. Gangguan suhu tubuh.
Pasien tifus abdominalis menderita demam lama, pada kasus yang
khas demam dapat sampai 3 minggu. Keadaan tersebut dapat menyebabkan
kondisi tubuh lemah, dan mengakibatkan kekurangan cairan, karena
perspirasi yang meningkat. Pasien dapat menjadi gelisah, selaput lendir
mulut dan bibir menjadi kering dan pecah-pecah.
Penyebab demam, karena adanya infeksi basil Salmonella typhosa,
maka untuk menurunkan suhu tersebut hanya dengan memberikan obatnya
secara adekuat, istirahat mutlak sampai suhu turun diteruskan 2 minggu
lagi, kemudian mobilisasi bertahap. Ruangan diatur agar cukup ventilisi. Di
samping kompres berikan pasien banyak minum boleh sirup, teh manis,
atau air kaldu sesuai kesukaan anak.
Anak jangan ditutupi dengan selimut yang tebal agar penguapan
suhu lebih lancer.
c. Gangguan rasa aman dan nyaman.
Gangguan rasa aman dan nyaman pasien typhoid sama dengan
pasien lain, yaitu karena penyakitnya serta keharusan istirahat di tempat
tidur, jika ia sudah dalam penyembuhan. Khusus pada pasien typhoid,
karena lidah kotor, bibir kering, dan pecah-pecah menambah rasa tak
nyaman disamping juga menyebabkan tak nafsu makan. Untuk itu pasien
perlu dilakukan perawatan mulut 2 kali sehari, oleskan boraks gliserin
(krim) dengan sering dan sering berikan minum. Karena pasien apatis
harus lebih diperhatikan dan diajak berkomunikasi. Jika pasien dipasang
sonde perawatan mulut tetap dilakukan dan sekali-kali juga diberikan
minum agar selaput lendir mulut dan tenggorok tidak kering. Selain itu
sebagai akibat lama berbaring setelah mulai berjalan harus mulai dengan
menggoyang-goyangkan kakinya dahulu sambil duduk di pinggir tempat
tidur, kemudian berjalan di sekitar tempat tidur sambil berpegangan.
Katakan bahwa gangguan itu akan hilang setelah 2-3 hari mobilisasi.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering di temukan
leukopenia dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis dapat
terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu dapat pula
ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis
leukosit demam typhoid dapat meningkat.
SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali normal
setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan
khusus.
2. Kultur Darah
Hasil biakan darah yang pasif memastikan demam typhoid akan tetapi
hasil negative tidak menginginkan demam typhoid, karena mungkin disebabkan
beberapa hal sebagai berikut:
a. Telah mendapat terapi antibiotik.
b. Volume darah yang timbul kurang.
c. Riwayat vaksinasi.
3. Uji Widal.
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman salmonella
typhi. Pada uji widal terjadi suhu reaksi aglutinasi antara antigen kuman
salmonella typhi dengan antibody disebut aglutinin. Antigen yang digunakan
pada uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum
penderita tersangka typhoid yaitu :
a. Aglutinin O (dari tubuh kuman).
b. Aglutinin H (flagella kuman).
c. Aglutinin Vi (sampai kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan.
Semakin tinggi liternya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal yaitu :
a. Pengobatan dini dengan antibiotik.
b. Gangguan pembentukan antibody dan pemberian kortikosteroid.
c. Waktu pengambilan darah.
d. Darah endemik atau non endemik.
e. Riwayat vaksinasi.
f. Reaksi anamnestik.
g. Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium akibat aglutinin silang dan
strain Salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen.
H. Komplikasi
1. Komplikasi intestinal : perdarahan, perforasi,pankreatitis
2. Komplikasi ekstra-intestinal : miokarditis,trombofeblitis,anemia
hemolitik,pneumonia,emoiema,pleuritis,kolestitis,osteomileitis,periostitis,spon
dylitis,hepatitis,artritis,komplikasi neuropsikiatrik/typhoid toksik.
2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
a.     Pengkajian
1)     Identitas klien
Meliputi   nama,   umur,   jenis   kelamin,   alamat,   pekerjaan,   suku/ bangsa,
agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan diagnosa
medik
2)     Keluhan utama
Keluhan  utama  demam thypoid adalah panas  atau demam yang  tidak turun-turun,
nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta penurunan
kesadaran.
3)     Riwayat penyakit sekarang
Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi   ke dalam tubuh.
4)      Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah sakit demam thypoid.
5)     Riwayat penyakit keluarga
Apakah keluarga pernah menderita hipertensi, diabetes melitus.
6)     Pola-pola fungsi kesehatan
a)         Pola nutrisi dan metabolisme
Klien   akan   mengalami   penurunan   nafsu   makan   karena   mual   dan
muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama
sekali.
b)        Pola eliminasi
Klien dapat mengalami  konstipasi   oleh   karena   tirah baring lama.
Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya warna urine
menjadi kuning kecokelatan. Klien   dengan   demam   thypoid terjadi
peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak keluar dan   merasa  
haus,   sehingga   dapat   meningkatkan   kebutuhan   cairan tubuh.
c)         Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar tidak
terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.
d)        Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu tubuh.
e)         Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua terhadap keadaan penyakit
anaknya.
f)         Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan umumnya
tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu waham pada klien.
b.        Pemeriksaan fisik
Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat 38 – 41°C muka
kemerahan. Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis).
i. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran
Biasanya kesadaran klien typoid13-15, BB, TB
2) Tanda-tanda vital
Biasanya klien dengan typoid suhunya 38 - 40℃, Nadi > 80x
3) Head to toe
a) Kepala dan leher
Bentuk, kebersihan, ada bekas trauma atau tidak
b) Kulit, Rambut
Kulit turgor kulit (baik-buruk), tidak ada gangguan/kelainan.
c) Mata
Umumnya mulai terlihat cekung atau tidak.
d) Telinga, Hidung, Tenggorokan, dan Mulut
Bentuk, kebersihan, fungsi indranya adanya gangguan atau tidak, biasanya
pada klien dengan febris mukosa bibir kering dan pucat.
e) Thorak dan Abdomen
Biasanya pernafasan cepat dan dalam, abdomen biasanya nyeri dan ada
penurunan bising usus .
f) Sistem respirasi
Umunya fungsi pernafasan lebih cepat dan dalam.
g) Sistem kardiovaskular
Pada klien dengan febris biasanya denyut pada nadinya meningkat.
h) Sistem muskuloskeletal
Klien dengan febris biasanya tidak mengalami gangguan pada
muskuloskeletal.
i) Sistem pernafasan
Pada kasus ini tidak terdapat nafas yang tertinggal / gerakan nafas dan
biasanya kesadarannya gelisah, apatis atau koma
j. Pemeriksaan tingkat perkembangan
1) Berat badan lahir dan BB saat ini
2) Usia saat tumbuh gigi
3) Perkembangan tiap tahap (tengkurap,duduk,berdiri,merangkak,berjalan).

b. Diagnosa Keperawatan
1. Hiperterimia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)
2. Nyeri akut b.d proses peradangan (D.0077)
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya terpapar informasi (D.0111)

c. Intervensi
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Hiperterimia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipertermi (I. 15506)
berhubungan keperawatan selama 3 x 8 jam Observasi
dengan proses diharapkan masalah 1. Identifikasi penyebab
penyakit keperawatan hipertermi dapat hipertermia (mis. Dehidrasi,
(D. 0130) teratasi dengan kriteria hasil : terpapar lingkungan panas,
1. Suhu tubuh dalam penggunaan incubator)
rentang normal 36 - 2. Monitor suhu tubuh
37,5 ℃ 3. Monitor kadar elektrolit
2. Nadi dan respirasi Terapeutik
dalam rentang normal 1. Longgarkan atau lepaskan
3. Pucat dan lemas pakaian
menurun 2. Berikan cairan oral
4. Tidak ada perubahan 3. Lakukan pendinginan eksternal
warna kulit (mis. Selimut hipotermia atau
kompres dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I.08238)
berhubungan keperawatan selama 3 x 8 jam Observasi
dengan proses diharapkan masalah nyeri 1. Identifikasi
peradangan berkurang dengan kriteria hasil lokasi,karakteristik,durasi,frekue
: nsi,kualitas,intensitas,dan skala
1. Nyeri berkurang nyeri
2. Gelisah menurun Terapeutik
3. Skala nyeri berkurang 1. Berikan posisi nyaman dan
dari 3 menjadi 0 lingkungan aman pada pasien
Edukasi
1. Ajarkan teknik relaksasi teknik
tarik napas dalam
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan pemberian
obat analgetik

Defisit Setelah dilakukan tindakan Edukasi Kesehatan (I.12383)


pengetahuan keperawatan selama 3 x 8 jam Observasi :
berhubungan diharapkan masalah 1. Identifikasi kesiapan dan
dengan keperawatan defisit kemampuan menerima informasi
kurangnya pengetahuan dapat teratasi Terapeutik :
terpapar dengan kriteria hasil : 1. Sediakan materi dan media
informasi 1. Perilaku sesuai anjuran pendidikan kesehatan
(D.0111) 2. Kemampuan 2. Berikan kesempatan untuk
menjelaskan bertanya
pengetahuan sesuai Edukasi
topic 1. Ajarkan perilaku hidup bersih
3. Pengetahuan tentang dan sehat
masalah yang dihadapi
menurun.
DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit: Edisi 2. EGC. Jakarta.

Rampengan, T.H. 2008. Penyakit Infeksi Trofik pada Anak: Edisi. 2. EGC. Jakarta.

Rohim Abdul.2002 . Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa & Penatalaksanaan: Edisi 1. Jakarta.

Suriadi. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak: Edisi 2. Jakarta.

M,Nurs, Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak: Edisi 1. Jakarta

S.Poorwo Soedarmo, Sumarmo. 2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Anak. Jakarta.

Valman Bernad. 2006. Gangguan & Penyakit Yang Sering Menyerang Anak Serta Cara
Mengatasinya: Edisi pertama. Yogyakarta.

W. Sudoyo. Aru. 2006 Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai