Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Demam typhoid atau yang juga dikenali dengan nama lain yaitu, Typhus abdominalis, Typhoid
fever atau Enteric fever merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna,
dengan gejala demam kurang lebih 1 minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan
kesadaran. Penyakit infeksi dari Salmonela ialah segolongan penyakit infeksiyang disebabkan
oleh sejumlah besar spesies yang tergolong dalam genus Salmonella, biasanya mengenai saluran
pencernaan.(Hasan & Alatas, 1991, dikutip Sodikin, 2011: hal.240).

Dari berbagai macam penyakit infeksi bakteri yang ada di belahan dunia ini, demam typhoid
menjadi masalah besar di Negara-negara berkembang.Kebanyakan penyakit ini terjadi pada
penduduk Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika latin.

Dampak yang akan terjadi pada pasien penderita typhoid yang tidak segera ditangani
mengakibatkan keadaan yang semakin memburuk, didalam usus bisa terjadi pendarahan usus,
perforasi dan peritonitis, diluar usus mengakibatkan terjadinya lokalisasi peradangan akibat
sepsis (bakterimia), yaitu meningitis, kolestisiasis, ensefelopati.

Peran perawat yang lebih optimal sangat diharapkan dalam menangani pasien dengan masalah
typhoid. Diantaranya peran perawat dari aspek prefentif adalah pencegahan terjadinya thypoid
atapun penularan penyaklit typhoid dengan cara memelihara kebersihan perorangan, pemberia
vaksin atau imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut. Peran perawat dari aspek
kuratif adalah dengan cara memberikan perawatan secara maksimal kepada pasien,
menganjurkan kepada pasien atau keluarga yang menemani untuk menjaga kebersihan,
pemberian nutrisi yang sesuai dan adekuat, menganjurkan istirahat total atau titah baring bila
terjadi peningkatan suhu tubuh, serta menempatkan pasien di ruangan khusus, atau isolasi. Peran
perawat ditinjau dari aspek promotif yaitu dengan memberikan pendidikan kesehatan atau
penjelasan tentang penyakit terhadap klien atau keluarga tentang penyebab, gejala, perawtan,
pengobatan serta pencegahanannya. Dari aspek rehabilitatif peran perawat yaitu dengan
pemulihan keadaan pasien yang mengalami penyakit typhoid, seperti menjaga kebersihan
makanan dan minuman serta pengawasan makanan, jajanan yang bersih dari orang tua yang ketat
kepada anaknya.

1.2 Rumusan masalah


a. Apa yang disebut dengan thypoid?
b. Menjelaskan Epidemologi thypoid
c. Menjelaskan Gejala klinis thypoid
d. Menjelaskan Patofiologi thypoid
e. Menjelaskan penatalaksanaan thypoid
f. Menjelaskan pemeriksaan Diagnostik thypoid
g. Menjelaskan Pencegahan tyypoid
h. Menjelaskan Komplikasi thypoid

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan Umum :
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan demam thypiod.
Tujuan Khusus :
Untuk mengidentifikasi Devinisi , Epidemologi , Gejala klinis, Patofiologi ,Penatalaksanaan
Pemerikasaan Diagnostik, Pencegahan, Komplikasi tyypoid
BAB 11
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman Salmonella
typhosa, bercirikan lesi definitif di plak Peyer, kelenjar mesenterika dan limpa, disertai oleh
gejala demam yang berkepanjangan, sakit kepala dan nyeri abdomen.

Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan
dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan
lebih banyak menyerang pada anak usia 12 – 13 tahun ( 70% - 80% ), pada usia 30 - 40 tahun
( 10%-20% ) dan diatas usia pada anak 12-13 tahun sebanyak ( 5%-10% ). (Mansjoer, Arif
1999).
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan
dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran
(FKUI. 1999).

Penyebab penyakit ini adalah Salmonella Typhosa.Merupakan kuman basil gram negatif,
bergerak dengan rambut getar, tidak berspora.Inkubasi kuman Salmonella ini dapat terjadi
melalui makanan dan minuman yang terinfeksi oleh bakteri Salmonella typhosa.Kuman ini
masuk melalui mulut terus ke lambung lalu ke usus halus.Di usus halus, bakteri ini
memperbanyak diri lalu dilepaskan ke dalam darah, akibatnya terjadi panas tinggi.Typus
biasanya di temukan pada anak berumur 1 tahun keatas.

2.2 Epidemiologi

Infeksi berasal dari penderita atau seorang yang secara klinik tampak sehat tetapi yang
mengandung kuman yang keluar bersama faccesnya atau bersama kemih (carrier).Kuman-kuman
ini mengkontaminasi makanan, minuman dan tangan. Lalat merupakan penyebar kuman typhus
terpenting, karena dari tempat kotor ia dapat mengotori makanan.Masa inkubasi (masa sejak
terpapar oleh virus sampai timbulnya gejala pertama) berkisar antara 1-3 minggu (rata-rata 10-14
hari).

Penyakit typhus abdominallis sangat cepat penularanya yaitu melalui kontak dengan seseorang
yang menderita penyakit typhus, kurangnya kebersihan pada minuman dan makanan, susu dan
tempat susu yang kurang kebersihannya menjadi tempat untuk pembiakan bakteri salmonella,
pembuangan kotoran yang tidak memenuhi syarat dan kondisi saniter yang tidak sehat menjadi
faktor terbesar dalam penyebaran penyakit typhus.

Faktor Risiko :

a. Kebiasaan jajan di tempat-tempat yang tidak memenuhi syarat kesehatan


b. Lingkungan yang kotor
c. Daya tahan tubuh yang rendah

2.3 Gejala Klinis

Gejala pada anak-anak lebih ringan daripada orang dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10 - 20 hari,
yaitu :

1) Demam

Pada kasus yang khas ,demam 3 minggu remiten. Minggu pertama suhu tubuh terus
meningkat setiap hari dan menurun pada pagi hari.dan meningkat lagi disore dan malam hari
yang di ikuti perubahan kesadaran berupa mengigau. Minggu kedua terus dalam keadaan
demam minggu ketiga suhu tubuh berangsur-angsur turun dan normal pada akhir minggu
ketiga.

2) Gangguan pada saluran pencernaan

Napas berbau, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kotor,tampak berselaput putih susu,bagian
tepinya merah terang, jarang disertai tremor ,muntah, perut kembung, hati dan limpa
membesar. Perut terasa sakit, konstipasi ataupun diare.Hilangnya nafsu makan, sehingga
menyebabkan badan terasa lemas dan berat badan berkurang.

3) Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran menurun antara apatis sampai samnolen jarang terjadi sopor atau koma
atau gelisah.Dan tidak dapat berpikir secara jelas.

4) Gejala lainnya

Punggung dan anggota gerak mengalami keseleo, pada minggu pertama demam, bradikardi
(nadi cepat), epistaksis (mimisan).Otot terasa nyeri. Sakit kepala yang hebat, menggigil dan
keringat dingin. - Timbul beberapa bercak kecil berwarna merah dadu di daerah dada dan
perut. Jika sudah lanjut, mungkin muncul gejala kuning, sebab pada tipus organ hati bisa
membengkak seperti gejala hepatitis.Pada tipus limpa juga membengkak.

2.4 Patofisiologi

PATHWAY
Kelainan yang timbul pada jaringan limfoid usus dapat dibagi atas beberapa tingkat :

A. Tingkat I
1. Waktu inkubasi
2. Proloiferasi sel retikuloendotel yang mempunyai daya fagosit dan membentuk sel-sel
besar, mengandung satu inti yang jelas (mononukleus) dan mempunyai sitoplasma
yang berlebihan berwarna merah (eosinofil). Dalam sitoplasma sel-sel ini terdapat
kuman atau sisa-sisa jaringan nekrotik dan eritrosit (erythrophagocytosis). Sel-sel ini
disebut pula sel typhus. Akibat kerusakan pada susuan retikuloendotel sumsum
tulang dan tempat hemopoiesis, maka pembentukan lekosit berkurang.
3. Pelebaran pembuluh darah (hiperemi) : lekosit jarang.1 minggu.
4. Bercak-bercak peyer dan lymphonoduli akibat hiperemi dan hiperplasi tampak
membengkak dan menonjol di atas permukaan selaput lendir. Lamanya

B. Tingkat II

Nekrosis daripada jaringan limfoid yang membengkak itu dan mengeras seperti kerak dan
disebut tingkat keropeng.

C. Tingkat III

Keropeng yang terdiri atas jaringan limfoid nekrotik dilepaskan, terjadilah tukak
(ulkus).Tukak itu bertempat pada bercak peyer dan berbentuk lonjong dan memanjang
menurut poros usus.Dasar tukak diliputi fibrin yang mengandung lekosit dan jaringan
nekrotik dan secara mikroskopik tempat makrofag pada semua lapisan usus.

D. Tingkat IV

1. Tingkat resolusi (pembersihan) atau penyembuhan, jika terjadi perforasi.


2. Tukak sembuh dengan regenerasi mukosa yang sempurna tanpa parut dan tanpa
stenosis.

2.5 Penatalaksanaan
Sampai saat ini masih dianut trilogy penatalaksanaan demam thypoid yaitu :

1. pemberian antibiotic, untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman. Antibiotk


yang dapat digunakan :

a. kloranfenikol dosis hari pertama 4X250 mg, hari ke dua 4 X 500 mg diberikan selama
demam dilanjutkan 2 hari sampai bebas demam, kemudian dosis diturunkan menjadi
4X250 mg selama 5 hari kemudian. Penelitian terakhir (Nelwan, dkk di RSUP
persahabatan) ,penggunan klortamfenikol masih memperlihatkan hasil penurunan suhu 4
hari, sama seperti obat terbaru dari jenis kuinolen.
b. Ampisilin/ amoksilin dosis 50- 150 mg/kg BB, diberikan selama 2 minggu
c. Kotrimoksazol 2X2 tablet (1 tablet mengandung 400mg sulfametroktazol 80 mg
trimitropin, diberikan selama 2 minggu pula.

2. Istirahat dan perawatan professional mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.


Pasien harus tirah baring absolute sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang dari
selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan secara bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan
pasien. Dalam perawatan perlu sekali dijaga higine perorangan kebersihan, tempat tidur,
pakaian, dan peralatan yang dipakai oleh pasien. Pasien dengan kesadaran menurun,
posisinya perlu diubah- ubah untuk mencegah dekubitus dan pneumonia hipostastik.
Defekasi dan buang air kecil harus diperhatikan, karena kadang- kadang terjadi obstipasi dan
retensi urin.
3. Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suportif)

pertama pasien diberikan diet bubur saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai
tingkat kesembuhan pasien. Namun beberapa penelitian menunjukan bahwa pemberian
makanan pada dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan
serat kasar) dapat diberikan dengan aman.Juga diperlukan pemberian vitamin dan mineral
yang cukup untuk mendukung keadan umum pasien. Diharapkan dengan menjaga
keseimbangan dan homeostasis system imum akan berfungsi secara optimal.
2.6    Pemerikasaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang
terdiri dari :

a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai.Pada
kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada
batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder.Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa demam typhoid.

b. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT


SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal
setelah sembuhnya typhoid.

c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan
hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1) Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal
ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama
dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya.Pada waktu kambuh biakan darah
dapat positif kembali.
d.      Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin
yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat
pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah
untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat
infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1)   Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2)   Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3)   Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa,
makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

2.5 Pencegahan
1. Usaha terhadap lingkungan hidup :
a. Penyediaan air minum yang memenuhi
b. Pembuangan kotoran manusia (BAK dan BAB) yang hygiene
c. Pemberantasan lalat.
d. Pengawasan terhadap rumah-rumah dan penjual makanan.
2. Usaha terhadap manusia.
a. Imunisasi
b. Pendidikan kesehatan pada masyarakat : hygiene sanitasi personal hygiene.
(Mansjoer, Arif 1999).

3. Usaha terhadap lingkungan hidup :


a. Penyediaan air minum yang memenuhi
b. Pembuangan kotoran manusia (BAK dan BAB) yang hygiene
c. Pemberantasan lalat.
d. Pengawasan terhadap rumah-rumah dan penjual makanan.

4. Usaha terhadap manusia.


a. Imunisasi

Pendidikan kesehatan pada masyarakat : hygiene sanitasi personal hygiene. (Mansjoer, Arif
1999).

2.6 Komplikasi

Komplikasi biasanya timbul pada minggu ke-3 atau ke-4 dan terjadi pada ± 25% kasus yang
tidak mendapatkan pengobatan.Kematian sering mengikuti komplikasi ini. Komplikasi
tersebut antara lain :

1. Gangguan metabolic
2. Perdarahan saluran cerna
3. Perforasi saluran cerna
4. Peritonitis
5. Hepatitis tifosa
6. Pnemonia
7. Ensefalopati tifosa
8. Abses otak
9. Meningitis
10. Osteomielitis
11. Endokarditis
12. Abses pada berbagai organ
13. Komplikasi yang paling sering terjadi dan berbahaya adalah perdarahan dan perforasi
saluran cerna. Turunnya suhu tubuh secara drastis sering menjadi pertanda terjadinya
komplikasi tersebut.

Anda mungkin juga menyukai