Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN NUTRISI PADA PASIEN TYPUS ABDOMINALIS

A.Konsep Penyakit
1. Definisi Typus Abdominalis
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
oleh kuman Salmonella Typhi, typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari,
gangguan kesadaran dan saluran pencernaan (Mansjoer,2003).
Typus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada usus halus dengan
demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan
atau tanpa gangguan kesadaran. Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella typhosa dan
hanya didapatkan pada manusia. Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi (Rampengan, 2007).
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang
berpotensi menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi
(Muttaqin dan Sari, 2011).
Typus abdominalis adalah sebuah penyakit infeksi pada usus yang
menimbulkan gejala-gejala sistematik yang disebabkan oleh ‘Salmonella Typhosa”,
Salmonella Paratyphi”A, B, dan C. penularan terjadi secara fekal oral, melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi. Sumber infeksi terutama “carrier” ini
mungkin penderita yang sedang sakit (“carrier akut”), “carrier” menahun yang terus
mengeluarkan kuman atau “carrier” pasif yaitu mereka 6 7 yang mengeluarkan kuman
melalui eksketa tetapi tak pernah sakit, penyakit ini endemic di Insonesia (Ngastiyah,
2005)
2. Etiologi Typus Abdominalis
Etiologi typus abdominalis adalah salmonella typhi, salmonella paratyphiA,
salmonella paratyphi B, salmonella paratyphi C (Arif Mansjoer, 2003), sedangkan
menurut Rampengan (2007) menyatakan bahwa penyakit ini disebabkan oleh infeksi
kuman salmonella typhosa/Eberthella typosa yang merupakan kuman gram negatif,
tidak berkapsul, mempunyai flagella, dan tidak membentuk spora. Kuman ini dapat
hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang sedikit lebih rendah,
serta mati pada suhu 700C ataupun oleh antiseptik. Sampai saat ini, diketahui bahwa
kuman ini hanya menyerang manusia.
Salmonella typhosa mempunyai tiga macam antigen, yaitu:
1. Antigen O= Ohne Hauch= antigen somatik (tidak menyebar)
2. Antigen H= Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat termolabil
3. Antigen V1= Kapsul = merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi antigen O terhadap fagositosis. Ketiga jenis antigen tersebut di dalam
tubuh manusia akan menimbulkan pembentukan tiga macam antibody yang lazim
disebut aglutinin.
3. Patofisiologi Typus Abdominalis
Salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan
5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat),
dan melalui Feses. Yang paling menojol yaitu lewat mulut manusia yang baru
terinfeksi selanjutnya menuju lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam
lambung dan sebagian lagi lolos masuk ke usus halus bagian distal (usus bisa terjadi
iritasi) dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan darah mengandung
bakteri (bakterimia) primer, selanjutnya melalui aliran darah dan jaringan limpoid
plaque menuju limfa dan hati. Di dalam jaringan limpoid ini kuman sehingga
menimbulkan tukakberkembang biak, lalu masuk ke aliran darah berbentuk lonjong
pada mukosa usus. Tukak dapat menyebabkan perdarahan dan perforasi usus.
Perdarahan menimbulkan panas dan suhu tubuh dengan demikian akan
meningkat.sehingga beresiko kekurangan cairan tubuh.Jika kondisi tubuh dijaga tetap
baik, akan terbentuk zat kekebalan atau antibodi. Dalam keadaan seperti ini, kuman
typhus akan mati dan penderita berangsurangsur sembuh (Zulkoni.2011).
4. Manifestasi Klinik/ Tanda dan Gejala  Patwhay
Masa tunas demam typhoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala klinis yang
timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga
gambaran penakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Pada minggu
pertama gejala klnis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan
penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu : demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk dan
epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh meningkat. Sifat
demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam hari
(Widodo Joko, 2006).

Gejala klinis demam typhoid pada anak biasanya lebih ringan jika
dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Masa tunas
tersingkat adalah empat hari, jika infeksi terjadi melalui makanan. Sedangkan, masa
tunas terlama berlangsung 30 hari, jika infeksi melalui minuman. Selama masa
inkubasi, mungkin ditemukan gejala prodomal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu,
nyeri kepala, pusing, dan tidak bersemangat, yang kemudian disusul dengan gejala-
gejala klinis sebagai berikut :
1.      Demam
Demam berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris remiten, dan dengan
suhu tubuh yang tidak terlalu tinggi. Selama minggu pertama, suhu berangsur-angsur
meningkat, biasanya turun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam
hari. Pada minggu kedua, penderita terus demam dan pada minggu ketiga demam
penderita berangsur-angsur normal.
2.      Gangguan pada Saluran Pencernaan
Nafas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah, lidah putih kotor
(coated tounge) ujung dan tepi kemerahan, perut kembung, hati dan limpa membesar,
disertai nyeri pada perabaan.
3.      Gangguan Kesadaran
Kesadaran menurun, walaupun tidak terlalu merosot, yaitu apatis sampai
samnolen atau somnolence (keinginan untuk tidur dan terus tidur). Di samping gejala-
gejala tersebut , pada punggung dan anggota gerak juga dijumpai adanya roseola,
yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit.
Pathway: :
5. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Pemeriksaan darah perifer lengkap (Masjoer, 2002)
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukosistosis atau kadar leukosit normal.
Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Dapat pula
ditemukan anemia ringan dan trombositopeni. Pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat
terjadi aneosinofilia maupun limfopeni laju endap darah dapat meningkat.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tapi akan kembali normal setelah sembuh.
Peningkatan SGOT, SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus.
3. Pemeriksaan uji widal
Dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri salmonella typhi. Pada
uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen bakteri salmonella typhi dengan
antibody salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Uji widal
dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka
demam tifoidenema barium mungkin juga perlu dilakukan (Mansjoer, 2002).
6. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan dari penyakit ini dapat dibedakan menjadi tiga bagian sebagai
berikut (Rahmad Juwono, 1996) :
1.      Perawatan
a.       Tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih
selama 14 hari.
b.      Posisi tubuh harus diubah setiap 2 jam untuk mencegah dekubitus.
c.       Mobilisasi sesuai kondisi.
2.      Diet
a.       Makanan diberikan secara bertahap sesuai dengan keadaan penyakitnya
(mula-mula air, lalu makanan lunak, dan kemudian makanan biasa).
b.      Makanan mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein, tidak boleh
mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun menimbulkan banyak gas.
3.      Obat
a.       Antimikroba : Kloramfenikol, Tiamfenikol, Co-trimoksazol (Kombinasi
Trimetoprim dan Sulkametoksazol).
b.      Obat Symptomatik ; Antipiretik, Kortikosteroid diberikan pada pasien yang
toksik.
c.       Supportif : vitamin-vitamin.
d.      Penenang : diberikan pada pasien dengan gejala neuropsikiatri.

7. Referensi

1. Haryono, Rudi.2012.Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan.Yogyakarta :


gosyen Publishing.
2. Ardiansyah, Muhamad.2012.Medikal Bedah untuk Mahasiswa.Jogjakarta : Diva
Press.
3. Murwani.2012.Perawatan Pasien Penyakit Dalam.Jogjakarta : Gosyen Publishing.

B. Konsep Kebutuhan Dasar


1.   Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya mual dan muntah, penurunan napsu makan selama sakit, lidah kotor, dan rasa
pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah.

2.   Pola aktivitas dan latihan


Pasien akan terganggu aktivitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien akan
mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
3.   Pola tidur dan aktivitas
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang meningkat,
sehingga pasien merasa gelisah, pada waktu tidur.
4.   Pola Eliminasi
Kebiasaan dalam BAK akan terjadi retensi bila dehidrasi karena panas yang meninggi,
konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
5.   Pola reproduksi dan seksual
Pola reproduksi dan seksual pada pasien yang telah atau sudah menikah akan terjadi
perubahan.
6.   Pola persepsi dan pengetahuan
Bagaimanakah persepsi terhadap status kesehatan saat ini dan sampai sejauh mana
pasien memahami penyakit dan perawatannya.
7.   Pola konsep diri
Adakah gangguan konsep diri.
8.   Pola Penaggulangan Stres
Kaji apakah yang biasa dilakukan pasien dalam menghadapi setiap stressor.
9.   Pola hubungan interpersonal
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan
mengalami hambatan dalam menjalankan perannya selama sakit.
10.  Pola tata nilai dan kepercayaan
Adakah gangguan dalam pelaksanaan ibadah sehari-hari.

C. Proses Keperawatan

1. Pengkajian

1. Identitas Klien Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pendidikan, no. Registerasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat
badan, tanggal masuk rumah sakit.

2. Keluhan Utama 21 Keluhan Utama pada pasien Thypoid biasanya mengeluh perut
merasa mual dan kembung, nafsu makan menurun, panas dan demam.

3. Riwayat Penyakit Dahulu Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit


Thypoid, apakah pasien menderita penyakit lainnya.

4. Riwayat Penyakit Sekarang Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah
demam, anorexia, mual, muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi),
nyeri kepala/pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa
somnolen sampai koma.

5. Riwayat Kesehatan Keluarga Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah
menderita Thypoid atau sakit yang lainnya.

6. Riwayat Psikososial Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis


pasien, dengan timbul gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada
apa yang dideritanya.

2. Pengkajian Kebutuhan Dasar

1. Aktivitas atau istirahat

Gejala yang ditemukan pada kasus typhoid abdominal antara lain kelemahan, malaise,
kelelahan, merasa gelisah dan ansietas, cepat lelah dan insomnia

2. Sirkulasi
Tanda takikardi, kemerahan, tekanan darah hipotensi, kulit membrane mukosa kotor,
turgor buruk, kering dan lidah pecah-pecah akan ditemukan pada pasien febris typhoid.

3. Integritas ego

Gejala seperti ansietas, emosi, kesal dan faktor stress serta tanda seperti menolak dan
depresi juga akan ditemukan dalam pengkajian integrits ego pasien.

4. Eliminasi

Pengkajian eiminasi akan menemukan gejala tekstur feses yang bervariasi dari lunak
sampai bau atau berair, perdarahan per rectal dan riwayat batu ginjal dengan tanda
menurunnya bising usus, tidak ada peristaltik dan ada haemoroid.

5. Nutrisi dan cairan

Pasien akan mengalami anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan dan tidak
toleran terhadap diet. Dan tanda yang ditemukan berupa penurunan lemak sub kutan,
kelemahan hingga inflamasi rongga mulut.

6. Hygiene

Pasien akan mengalami ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri dan bau


badan.

7. Nyeri atau ketidaknyamanan

Nyeri tekan pada kuadran kiri bawah akan dialami pasien dengan titik nyeri yang dapat
berpindah

8. Keamanan

Pasien mengalami anemia hemolitik, vaskulotis, arthritis dan peningkatan suhu tubuh
dengan kemungkinan muncul lesi kulit. Pola fungsional menurut Gordon :

a. Pola persepsi dan manajemen kesehatan

Kebersihan lingkungan dan makanan yang kurang terjaga.

b. Pola nutrisi

Diawali dengan mual, muntah, anoreksia, menyebabkan penurunan berat badan pasien.

c. Pola eliminasi
Pola eliminasi akan mengalami perubahan yaitu BAB 1x sehari, BAK 4x sehari.

d. Pola istirahat tidur

Akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak
nyaman.

e. Pola aktivitas

Akan terganggu kondisi tubuh yang lemah.

f. Pola nilai dan kepercayaan

Kegiatan ibadah terganggu karena sering pusing dan lemas.

g. Pola hubungan dan peran pasien

Hubungan terganggu jika pasien sering pusing dan lemas.

h. Pola konsep diri

Merupakan gambaran, peran, identitias, harga, ideal diri pasien selama sakit.

i. Pola seksual dan reproduksi

Menunjukkan status dan pola reproduksi pasien.

j. Pola koping dan toleransi

stress Adalah cara individu dalam menghadapi suatu masalah.

k. Pola kognitif Menunjukkan tingkat pengetahuan klien tentang penyakit

3. Pemeriksaan Penunjang

1.      Perawatan
a.       Tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih
selama 14 hari.
b.      Posisi tubuh harus diubah setiap 2 jam untuk mencegah dekubitus.
c.       Mobilisasi sesuai kondisi.
2.      Diet
a.       Makanan diberikan secara bertahap sesuai dengan keadaan penyakitnya
(mula-mula air, lalu makanan lunak, dan kemudian makanan biasa).
b.      Makanan mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein, tidak boleh
mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun menimbulkan banyak gas.
3.      Obat
a.       Antimikroba : Kloramfenikol, Tiamfenikol, Co-trimoksazol (Kombinasi
Trimetoprim dan Sulkametoksazol).
b.      Obat Symptomatik ; Antipiretik, Kortikosteroid diberikan pada pasien yang
toksik.
c.       Supportif : vitamin-vitamin.
d.      Penenang : diberikan pada pasien dengan gejala neuropsikiatri.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan infeksi salmonella typhi.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan dalam mengabsorbsi makanan.
c. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan, dan
peningkatan suhu tubuh.
d. Nyeri b.d proses infeksi
3. Perencanaan
Intervensi keperawatan dari diagnosa keperawatan: Hipertermi berhubungan dengan
infeksi Salmonella Typhi, Hipertermia adalah keadaan dimana seseorang individu
mengalami atau beresiko untuk mengalami kenaikan suhu tubuh terus menerus lebih
tinggi dari 37,80C peroral atau 38, 8 0 perectal karena faktor eksternal .
Tujuan: Suhu tubuh klien turun dan bertahan dalam batas normal setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam.
Kriteria hasil: Temperatur tubuh normal 36-37oC, tidak mengalami pusing Intervensi:
a. Observasi tanda-tanda vital
Rasional: Untuk memonitor keadaan umum klien berkaitan dengan demam selama
proses infeksi dan usia megnetahui tindakan keperawatan serta mengidentifikasi
kemajuan/penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
b. Observasi dan catat masukkan dan haluaran cairan
Rasional: Dengan memonitor masukan dan haluaran cairan maka keseimbangan
cairan tersebut dapat diketahui dan terjaga.
c. Observasi keluhan dan tingkat kesadaran
Rasional: Untuk megnetahui sejauh mana keluhan yang dirasakan klien, respon
terhadap keluhan dan untuk mengetahui tingkat kesadaran klien karena demam tinggi
dapat menyebabkan gangguan kesadaran atau kesadaran menurun.
d. Jelaskan penyebab terjadi terjadinya hipertermia
Rasional: Agar keluarga mengerti bagaimana proses penyakit yang diderita oleh klien
dan mengurangi kecemasan.
e. Jelaskan upaya-upaya untuk mengatasi hipertermi dan bantu dan keluarga untuk
pelaksanaannya meliputi:
1). Lakukan kompres dingin: bertujuan untuk membantu pasien proses konduksi
panas dari tubuh dan membantu vasodilatasi pembuluh darah sehingga tubuh
diharapkan berangsur-angsur normal.
2). Tirah baring dan mengurangi aktivitas fisik: dengan tirah baring maka aktivtias
sel-sel dan proses metabolisme menurun sehingga diharapkan dapat mengurangi
demam.
3). Banyak minum 1–2 liter/hari (8–9 gelas perhari): diharapkan dengan pemberian
minum yang cukup akan mempertahankan intake dari dalam tubuh dan meningkatkan
output urin untuk mengurangi demam klien.
4). Anjurkan klien mengenakan pakaian tipis dan menyerap keringat: pakaian tipis
akan mempermudah terjadinya penguapan keringat akibat hipertermia. f. Laksanakan
program medik (antibiotik, antipiretik, infus).
Rasional: Dengan pemberian anti piretik dapat menunjang upaya-upaya perawatan
dalam usaha menurunkan panas tubuh, serta memungkinkan klien mendapatkan terapi
lebih lanjut untuk penyakitnya.

Intervensi keperawatan kedua dari diagnosa: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan dalam mengabsorbsi makanan, yaitu
suatu keadaan dimana individu yang tidak puasa mengalami dan beresiko megalami
pengurangan berat badan yang hasil sebagai berikut
Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam.
Kriteria hasil:
a. Intake nutrisi meningkat.
b. Diet habis 1 porsi yang disediakan.
Dengan intervensi:
a. Kaji status nutrisi pasien
Rasional: Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang
diharapkan.
b. Bantu pemenuhan nutrisi klien, dengan:
1) Berikan makanan yang tidak merangsang saluran pencernaan dalam porsi kecil dan
hangat 5–6 kali/hari: makanan yang merangsang dapat meningkatkan peristaltik usus
dan merangsang asam lambung. Selera makan klien diharapkan timbul ketika
makanan masih hangat dan makan dalam porsi kecil tapi sering dimaksudkan untuk
menghindari rangsangan mual, muntah pada klien.
2) Bantu dan dampingi klien saat makan, siapkan lingkungan yang menyenangkan:
dengan mendampinginya diharapkan anak merasa diperhatikan, sehingga klien mau
makan dan lingkungan yang menyenangkan akan memberikan rasa nyaman pada klien
saat makan.
3) Monitor makanan dihabiskan setiap makan: untuk mengidentifikasi kemajuan atau
penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
c. Libatkan keluarga dalam pemenuhan nutrisi klien.
Rasional: Anggota keluarga lebih tahu tentang kebiasaan makan klien, makanan
kesukaannya sehingga diharapkan anggota keluarga dapat membantu dalam
pemenuhan nutrisi pada klien.
d. Timbang berat badan klien
Rasional: Penimbangan berat badan berguna untuk mengontrol penurunan atau
peningkatan berat badan serta untuk mengetahui efektivitas therapi yang
dilaksanakan.
e. Laksanakan program medik (antiemetik)
Rasional: Dengan pemberian antiemetik diharapkan mual, muntah berkurang atau
hilang dan makanan dapat ditoleransi lebih baik bila mual muntah tidak ada.

Diagnosa keperawatan ketiga yaitu Risiko defisit volume cairan berhubungan dengan
kurangnya intake cairan, muntah, peningkatan suhu tubuh, yaitu kurang terpenuhinya
kebutuhan cairan dalam tubuh, disebabkan oleh output yang berlebihan biasanya
mengarah pada dehidrasi kehilangan cairan dengan pengeluaran sodium
Tujuan: Klien tidak muntah lagi, suhu tubuh klien normal, setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 3x24 jam.
Kriteria hasil :
a. Kebutuhan cairan terpenuhi
b. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
c. Mukosa bibir lembab
Intervensi:
a. Jelaskan penyebab konstipasi kehilangan cairan
Rasional: Agar keluarga mengerti bagaimana proses penyakit yang diderita oleh
pasien.
b. Observasi dan catat jumlah cairan yang masuk dan keluar, turgor kulit, membran
mukosa.
Rasional: Untuk mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh, ketidak
seimbangan cairan dan elektrolit dapat menyebabkan dehidrasi yang ditandai dengan
membran mukosa kering, turgor kulit jelek.
c. Berikan stimulasi untuk pasien, dengan:
1) Anjurkan minum air putih 1–2 liter/hari (8–9 gelas/hari); asupan cairan yang
adekuat.
2) Makan buah-buahan antara lain pepaya, sari buah, dan lain-lain; sari buah seperti
pepaya mengandung vitamin.
3) Mobilisasi miring kanan dan kiri atau duduk sesuai dengan yang diizinkan bagi
pasien; mobilisasi dapat merangsang sel-sel tubuh untuk bekerja termasuk sel-sel
dalam saluran pencernaan sehingga dapat meningkatkan peristaltik usus dan
merangsang untuk defekasi.
d. Laksanakan program dokter (pemberian cairan parenteral laksativ)
Rasional: Pemberian cairan parenteral dapat mempertahankan keseimbangan cairan
dan elektrolit dalam tubuh dan pemberian obat-obatan diharapkan dapat mengatasi
kehilangan cairan.
Diagnosa keperawatan keempat yaitu Nyeri berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan rasa nyeri dapat berkurang atau
terkontrol.
Kriteria hasil:
a. Menyatakan nyeri berkurang atau terkontrol b. Pasien tampak rileks Intervensi:
a. Observasi karakteristik nyeri (PQRST)
Rasional: Nyeri merupakan respon subjektif yang dapat diukur
b. Observasi TTV
Rasional: Perubahan TTV menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri
c. Beri posisi yang nyaman
Rasional: Posisi yang nyaman mampu mengurangi nyeri dan membuat relaks d.
Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
Rasional: Relaksasi napas dalam mampu mengurangi ketidaknyamanan karena nyeri
e. Anjurkan pasien menekan dada saat batuk
Rasional: Menekan dada untuk mengurangi ketidaknyamanan
f. Kolaborasi dalam pemberian analgesik sesuai indikasi
Rasional: Obat ini dapat digunakan untuk mengurangi nyeri
REFERENSI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Agustus 2017. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia. Jakarta Selatan. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. September 2018. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia. Jakarta Selatan. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. Januari 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Haryono, Rudi.2012.Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan.Yogyakarta :


gosyen Publishing.
Ardiansyah, Muhamad.2012.Medikal Bedah untuk Mahasiswa.Jogjakarta : Diva
Press.
Murwani.2012.Perawatan Pasien Penyakit Dalam.Jogjakarta : Gosyen Publishing.

Anda mungkin juga menyukai