Disusun Oleh :
TEDDY KOESHARTANTO
1608363
1. Definisi
Di Indonesia demam tifoid masih merupakan penyakit
endemik dan menjadi masalah kesehatan yang serius, menyerang
mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa. Diperkirakan
antara 800–100.000 orang terkena tifoid sepanjang tahun.
Peningkatan kasus saat ini terjadi pada usia di bawah 5 tahun
(Tjipto, Kristiana dan Ristrini, 2009).
Demam typoid (Enterik fever) adalah penyakit infeksi
akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala
demam lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan
gangguan kesadaran (Nursalam, 2005).
Tyifhoid adalah penyakit infeksi bakteri, yang
disebabkan oleh Salmonellatyphi. Penyakit ini ditularkan
melalui konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh
tinja atau urin orang yang terinfeksi. Gejala biasanya muncul
1-3 minggu setelah terkena, dan mungkin ringan atau berat.
Gejala meliputi demam tinggi, malaise, sakit kepala, mual,
kehilangan nafsu makan, sembelit ataudiare, bintik-bintik merah
muda di dada (Rose spots), dan pembesaran limpa dan hati.
Tifhoid (termasuk para-tifoid) disebabkan oleh kuman Salmonella
typhi, S paratyphi A, S paratyphi B dan S paratyphi C . Jika
penyebabnya adalah Sparatyphi, gejalanya lebih ringan dibanding
dengan yang disebabkan oleh Styphi (Inawati, 2013).
Jadi demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik yang disebabkan
oleh bakteri Slmonella typhi (S. typhi atau Salmonella paratyphi). Yang masuk
ke dalam tubuh manusia (saluran pencernaan) dengan ditandai oleh demam
insidious yang lama, sakit kepala, badan lemah, anoreksia, bradikardi relatif,
serta splenomegaly, dan juga merupakan kelompok penyakit yang mudah
menular serta menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah.
2. Etiologi Typhoid
Kasus demam tifoid disebabkan S. Typhi sisanya
disebabkan oleh S. Paratyphi kuman masuk melalui
makanan/minuman setelah melewati lambung kuman mencapai usus
halus (ileum) dan setelah menembus dinding usus sehingga
mencapai folikel limfoid usus halus (plaque peyeri). Kuman
ikut aliran limfe mesenterial ke dalam sirkulasi darah
(bakteremia primer) mencapai jaringan RES (hepar, lien sumsum
tulang untuk berimplikasi). Setelah mengalami bakteremia
sekunder kuman mencapai sirkulasi darah untuk menyerang organ
lain (intra dan ekstra intestinal). Masa inkubasi 10-14 hari
(Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009).
Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia yang selalu
mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika ia sedang sakit
atau sedang dalam masa penyembuhan. Pada masa penyembuhan, penderita
masih mengandung Salmonella spp didalam kandung empedu atau di dalam
ginjal. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan menjadi karier
sementara,sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang menahun. Sebagian
besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal (intestinal type) sedang
yang lain termasuk urinary type. Kekambuhan yang yang ringan pada karier
demam tifoid, terutama pada karier jenis intestinal, sukar diketahui karena
gejala dan keluhannya tidak jelas (Inawati, 2013).
3. Patofisiologi Typhoid
Proses infeksi dari penyakit typhoid diawali dengan masuknya kuman
salmonella typhosa ke dalam tubuh manusia melalui mulut dengan perantara
makanan dan minuman yang te;ah tercemar. Setelah sampai dilambung
sebagaian kuman dimusnahkan oleh asam lambung. Sebagian kuman yang
masih bertahan hidup melintasi sawar lambung mencapai usus halus dan
mencapai jarngan limfosid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami
hipertrofi setelah mengadakan multiplikasi diusus halus. Kuman salmonela
typhosa dan endotoksinnya yang merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen
oleh lekosit pada jaringan yang meradang selanjutnya membawa zat pirogen
kedalam peredaran darah hal ini dapat mempengaruhi pusat termoregulator di
hipotalamus yang dapat meningkatkan suhu tubuh. Dari peningkatan suhu
tubuh akan terjadi dehidrasi karena adanya penguapan suhu tubuh dan apabila
terus berlanjut maka dapat terjadi resioko defisit volume cairan.
Setelah menyebabkan peradangan setempat kuman melewati
pembuluh limfe masuk ke darah (terjadi bakteremia primer). Melalui duktus
thoracitus kuman menuju retikulo endoterial sistem (RES), hati dan limpa. Di
tempat ini kuman difagosit berkembang hak dan menyebabkan organ-organ
tersebut membesar disertai nyeri pada perabaan. Organ-organ yang membesar
(hati dan limpa) dappat mendesak lambung sehingga menimbulkan mual dan
muntah.
Sementara itu salmonella thyposa yang mengadakan multiplikasi pada
usus halus mengakibatkan inflamasi pada daerah setempat yang dapat
mempengaruhi mekanisme kerja usus dan mengiritasi mukosa usus sehingga
dapat terjadi dua kemungkinan. Apabila terjadi gangguan absorbsi pada usus
dan pristaltik usus menurun akan terjadi konstipasi tetapi apabila terjadi
peningkatan pristaltik usus akan terjadi diare.
Apabila pristaltik usus meningkat terjadi pergerakan isi usus lebih
cepat diruang usus terisi udara yang berakibat pada lambung sehingga terjadi
peningkatan asam lambung (HCL) maka mengakibatkan mual, muntah dan
anoreksia yang berdampak pada penurunan nafsu makan pada klien sehingga
pemasukan nutrisi peroral klien berkurang maka klien menjadi lemah/lemas
dan aktivitas klien harus dibantu oleh keluarga dan perawat karena klien tidak
toleran untuk memenuhi aktivitas secara mandiri (Carpenito, 2006) dan
(Rampengan, 2008).
Salmonella Typhosa
Masuk
4. Manifestasi ke(Rezeki,
Klinis mulut bersama
2011) makanan dan minuman
Gejala klinis thypoid sangat bervariasi, mulai dari gejala yang ringan
Sampai ke usus
sekali sehingga tidak terdiagnosis, halus
dengan gejala yang khas (sindrom demam
thypoid), sampai dengan gejala klinis berat yang disertai komplikasi. Gejala
Bakteri mengadakan multiplikasi di usus halus
klinis thypoid pada anak cenderung tidak khas. Makin muda umur anak, gejala
klinis thypoid makin tidak khas. Umumnya perjalanan penyakit berlangsung
Peradangan usus halus Gangguan kerja absorbsi pada usus
dalam jangka waktu pendek dan jarang menetap lebih dari 2 minggu.
Penurunan
Masa tunas typhoid 10 - 14 peristaltik Peningkatan
usus
hari. Pada minggu ke I pada peristaltik
umumnya usus
Pelepasan zat pyrogen pada jaringan yang meradang
demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan
dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia
Gangguandaneliminasi
mual, batuk,
: Diare akut
Gangguan eliminasi : Konstipasi
epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut. Kemudian pada
Melalui peredaran darah, sampai ke hipotalamus
minggu ke II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang
Iritasimeteorismus,
khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, mukosa usus
Gangguan fungsi
penurunan termoregulasi
kesadaran.
Ruang usus terisi udara
Berikut uraian dari beberapa gejala klinis yang sering terjadi pada
thypoid adalah sebagai berikut:
Hipertermi Lambung terisi udara (flatulence)
1. Demam
Demam atau panas merupakan gejala utama thypoid. Awalnya, demam
Metabolisme meningkat
Peningkatan
hanya samar-samar saja, selanjutnya suhu tubuh turun asampagi
naik yakni pada lambung
hari Output >> atau normal, sementara sore dan malam hari lebih tinggi.
lebih rendah
Demam dapatvolume
Resiko kekurangan mencapai 39-40ºC. Intensitas demam akan makin tinggi
cairan Mual, muntah, anoreksia
disertai gejala lain seperti sakit kepala, diare, nyeri otot, pegal, insomnia,
anoreksia,
Melalui duktusmual, dan muntah.
toraksitus
Pada minggu ke-2 intensitas demam makin tinggi, kadang terus-menerus.
Menginvasi hati, limpa dan empedu
Mendesak
Bila pasien membaik maka pada minggu ke-3 lambung
suhu Penurunan nafsuturun
tubuh berangsur makan
Pembesaran organ tubuh (hati, limpa dan empedu)
dan dapat normal kembali pada akhir minggu ke-3. Perlu diperhatikan
bahwa tidak selalu ada bentuk demam yang khas pada demam thypoid. Tipe
Distensi abdomen
demam menjadi tidak beraturan, Ketidakseimbangan
mungkin karena intervensi pengobatan
Nutrisi kurang atau
dari kebutuhan tu
komplikasi
Gangguan yang dapat
rasa nyaman terjadi
: nyeri akutlebih awal. Pada anak khususnya balita,
demam tinggi dapat menimbulkan kejang.
5. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus demam
thypoid ([Handojo dan Dewi, 2000], [Septiawan, et.al, 2013], dan
[Choerunnisa, . 2014]), yaitu :
1. Pemeriksaan Darah Rutin
Pemeriksaan darah secara rutin berguna untuk membantu diagnosis demam
Tifoid dengan menilai jumlah dan bentuk eritrosit, jumlah leukosit eosinofil
dan trombosit. Jumlah dan hitung jenis leukosit serta laju endap darah tidak
mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi
untuk dipakai membedakan penderita demam tifoid atau bukan, tetapi
adanya leucopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis
demam tifoid.
2. Pemeriksaan Biakan Kuman
Diagnosis pasti ditegakkan dari hasil biakan darah/sumsum tulang (pada
awal penyakit), urine dan feces. Metode biakan darah mempunyai
spesifisitas tinggi (95%) akan tetapi sensitivitasnya rendah (± 40%)
terutama pada anak dan pada pasien yang sudah mendapatkan terapi
antibiotika sebelumnya. Pemeriksaan biakan perlu waktu lama (± 7 hari),
harganya relatif mahal dan tidak semua laboratorium bisa melakukannya.
Walaupun hasil pemeriksaan dengan biakan kultur kuman negatif, akan
tetapi hal tersebut tidak menyingkirkan adanya demam Tifoid. Hasil
pemeriksaan kultur di pengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :
a. Telah mendapat terapi antibiotik, yang menyebabkan pertumbuhan
bakteri dalam media biakan terhambat.
b. Volume darah yang kurang (minimal 5 cc darah)
c. Saat pengambilan darah pada minggu pertama, dimana saat itu aglutinin
semakin meningkat.
3. Uji serologis
a. Uji Widal
Metode pemeriksaan serologis mempunyai nilai penting dalam proses
diagnostik Demam Tifoid, yang paling sering digunakan adalah tes
Widal. Reaksi Widal tunggal dengan titer antibodi O 1/160 atau titer
antibody H 1/320 menunjang diagnosis Demam Tifoid pada penderita
dengan gejala 21 klinis yang khas. Peningkatan titer 4 kali seteleh satu
minggu dapat memastikan demam Tifoid. Pemeriksaan uji Widal
dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap Salmonella typhi.
Pada uji Widal terjadi suatu rekasi aglutinasi antara antigen bakteri S.
typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakan
pada uji Widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium.
b. Uji Tubex® TF
Penegakan diagnosis Demam Tifoid dengan menggunakan uji
Tubex® TF memerlukan waktu sekitar 10 menit. Uji Tubex® TF adalah
suatu pemeriksaan diagnostik in vitro semi kuantitatif untuk mendeteksi
demam tifoid akut yang disebabkan oleh S. typhi, melalui deteksi
spesifik adanya 23 serum antibody IgM terhadap antigen S. typhi O9
lipopolisakarida dengan cara mengukur kemampuan serum antibodi IgM
tersebut dalam menghambat reaksi antara antigen dan monoklonal
antibodi. Selanjutnya ikatan tersebut diseparasikan oleh suatu daya
magnet. Tingkat inhibisi yang dihasilkan adalah setara dengan
konsentrasi antibodi IgM S. typhi dalam sampel. Hasil dibaca secara
visual dengan membandingkan reaksi warna akhir dengan sekala warna.
Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang benar-
benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella serogroup D.
Tubex® TF hanya dapat mendeteksi adanya antibodi IgM. Sensitivitas
dan spesifisitas Tubex® TF dapat mencapai 100 %.
c. Pemeriksaan Dipstik
Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda
dimana dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S.
typhi dengan menggunakan membran nitroselulosa yang mengandung
antigen S. typhi sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM antihuman
immobilized sebagai reagen kontrol. Pemeriksaan ini menggunakan
komponen yang sudah distabilkan, tidak memerlukan alat yang spesifik
dan dapat digunakan di tempat yang tidak mempunyai fasilitas
laboratorium yang lengkap.
d. Metode Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (Elisa)
Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk
melacak antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi
IgG terhadap antigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S.
typhi. Uji ELISA yang sering dipakai untuk mendeteksi adanya antigen
S. typhi dalam spesimen klinis adalah double antibody sandwich ELISA.
Chaicumpa dkk (1992) mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 95% pada
sampel darah, 73% pada sampel feses dan 40% pada sampel sumsum
tulang
4. Pemeriksaan Kuman Secara Molekuler
Pemeriksaan kuman secara molekuler dengan melacak DNA dari specimen
klinis menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR) masih belum
memberikan hasil yang sangat memuaskan sehingga saat ini penggunaannya
masih terbatas dalam laboratorium penelitian.
6. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang terjadi pada demam tifoid yaitu:
a. Komplikasi intestinal : perdarahan usus, perforasi usus, Ileus paralitik,
pankrastitis.
b. Komplikasi Ekstra-intestinal : komplikasi kardivaskuler (gagal sirkulasi
perifer, miokarditis, trombolfebitis), komplikasi darah (anemia hemolitik,
trombositopenia, thrombosis), komplikasi paru (pneumonia, empyema,
pleuritis), komplikasi hipatobilier (hepatitis, kolesistitis), komplikasi
tulang (ostemielitis, peritonitis, spondylitis, arthritis), komplikasi
neuropsikiatrik / tifoid toksik (Rampengan, 2008).