Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN TERMOREGULASI


PADA An. K DENGAN TYPHOID FEVER

DI RUANG ANAK BANGSAL ANGGREK


RSUD SALATIGA

Untuk Memenuhi Tugas Stase ANAK

Disusun Oleh :
TEDDY KOESHARTANTO
1608363

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG
2016
LAPORAN PENDAHULUAN
TYPHOID FEVER

1. Definisi
Di Indonesia demam tifoid masih merupakan penyakit
endemik dan menjadi masalah kesehatan yang serius, menyerang
mulai dari usia balita, anak-anak dan dewasa. Diperkirakan
antara 800–100.000 orang terkena tifoid sepanjang tahun.
Peningkatan kasus saat ini terjadi pada usia di bawah 5 tahun
(Tjipto, Kristiana dan Ristrini, 2009).
Demam typoid (Enterik fever) adalah penyakit infeksi
akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala
demam lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan
gangguan kesadaran (Nursalam, 2005).
Tyifhoid adalah penyakit infeksi bakteri, yang
disebabkan oleh Salmonellatyphi. Penyakit ini ditularkan
melalui konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh
tinja atau urin orang yang terinfeksi. Gejala biasanya muncul
1-3 minggu setelah terkena, dan mungkin ringan atau berat.
Gejala meliputi demam tinggi, malaise, sakit kepala, mual,
kehilangan nafsu makan, sembelit ataudiare, bintik-bintik merah
muda di dada (Rose spots), dan pembesaran limpa dan hati.
Tifhoid (termasuk para-tifoid) disebabkan oleh kuman Salmonella
typhi, S paratyphi A, S paratyphi B dan S paratyphi C . Jika
penyebabnya adalah Sparatyphi, gejalanya lebih ringan dibanding
dengan yang disebabkan oleh Styphi (Inawati, 2013).
Jadi demam tifoid adalah penyakit infeksi sistemik yang disebabkan
oleh bakteri Slmonella typhi (S. typhi atau Salmonella paratyphi). Yang masuk
ke dalam tubuh manusia (saluran pencernaan) dengan ditandai oleh demam
insidious yang lama, sakit kepala, badan lemah, anoreksia, bradikardi relatif,
serta splenomegaly, dan juga merupakan kelompok penyakit yang mudah
menular serta menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah.
2. Etiologi Typhoid
Kasus demam tifoid disebabkan S. Typhi sisanya
disebabkan oleh S. Paratyphi kuman masuk melalui
makanan/minuman setelah melewati lambung kuman mencapai usus
halus (ileum) dan setelah menembus dinding usus sehingga
mencapai folikel limfoid usus halus (plaque peyeri). Kuman
ikut aliran limfe mesenterial ke dalam sirkulasi darah
(bakteremia primer) mencapai jaringan RES (hepar, lien sumsum
tulang untuk berimplikasi). Setelah mengalami bakteremia
sekunder kuman mencapai sirkulasi darah untuk menyerang organ
lain (intra dan ekstra intestinal). Masa inkubasi 10-14 hari
(Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009).
Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia yang selalu
mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika ia sedang sakit
atau sedang dalam masa penyembuhan. Pada masa penyembuhan, penderita
masih mengandung Salmonella spp didalam kandung empedu atau di dalam
ginjal. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan menjadi karier
sementara,sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang menahun. Sebagian
besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal (intestinal type) sedang
yang lain termasuk urinary type. Kekambuhan yang yang ringan pada karier
demam tifoid, terutama pada karier jenis intestinal, sukar diketahui karena
gejala dan keluhannya tidak jelas (Inawati, 2013).

3. Patofisiologi Typhoid
Proses infeksi dari penyakit typhoid diawali dengan masuknya kuman
salmonella typhosa ke dalam tubuh manusia melalui mulut dengan perantara
makanan dan minuman yang te;ah tercemar. Setelah sampai dilambung
sebagaian kuman dimusnahkan oleh asam lambung. Sebagian kuman yang
masih bertahan hidup melintasi sawar lambung mencapai usus halus dan
mencapai jarngan limfosid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami
hipertrofi setelah mengadakan multiplikasi diusus halus. Kuman salmonela
typhosa dan endotoksinnya yang merangsang sintesa dan pelepasan zat pirogen
oleh lekosit pada jaringan yang meradang selanjutnya membawa zat pirogen
kedalam peredaran darah hal ini dapat mempengaruhi pusat termoregulator di
hipotalamus yang dapat meningkatkan suhu tubuh. Dari peningkatan suhu
tubuh akan terjadi dehidrasi karena adanya penguapan suhu tubuh dan apabila
terus berlanjut maka dapat terjadi resioko defisit volume cairan.
Setelah menyebabkan peradangan setempat kuman melewati
pembuluh limfe masuk ke darah (terjadi bakteremia primer). Melalui duktus
thoracitus kuman menuju retikulo endoterial sistem (RES), hati dan limpa. Di
tempat ini kuman difagosit berkembang hak dan menyebabkan organ-organ
tersebut membesar disertai nyeri pada perabaan. Organ-organ yang membesar
(hati dan limpa) dappat mendesak lambung sehingga menimbulkan mual dan
muntah.
Sementara itu salmonella thyposa yang mengadakan multiplikasi pada
usus halus mengakibatkan inflamasi pada daerah setempat yang dapat
mempengaruhi mekanisme kerja usus dan mengiritasi mukosa usus sehingga
dapat terjadi dua kemungkinan. Apabila terjadi gangguan absorbsi pada usus
dan pristaltik usus menurun akan terjadi konstipasi tetapi apabila terjadi
peningkatan pristaltik usus akan terjadi diare.
Apabila pristaltik usus meningkat terjadi pergerakan isi usus lebih
cepat diruang usus terisi udara yang berakibat pada lambung sehingga terjadi
peningkatan asam lambung (HCL) maka mengakibatkan mual, muntah dan
anoreksia yang berdampak pada penurunan nafsu makan pada klien sehingga
pemasukan nutrisi peroral klien berkurang maka klien menjadi lemah/lemas
dan aktivitas klien harus dibantu oleh keluarga dan perawat karena klien tidak
toleran untuk memenuhi aktivitas secara mandiri (Carpenito, 2006) dan
(Rampengan, 2008).
Salmonella Typhosa

Masuk
4. Manifestasi ke(Rezeki,
Klinis mulut bersama
2011) makanan dan minuman
Gejala klinis thypoid sangat bervariasi, mulai dari gejala yang ringan
Sampai ke usus
sekali sehingga tidak terdiagnosis, halus
dengan gejala yang khas (sindrom demam
thypoid), sampai dengan gejala klinis berat yang disertai komplikasi. Gejala
Bakteri mengadakan multiplikasi di usus halus
klinis thypoid pada anak cenderung tidak khas. Makin muda umur anak, gejala
klinis thypoid makin tidak khas. Umumnya perjalanan penyakit berlangsung
Peradangan usus halus Gangguan kerja absorbsi pada usus
dalam jangka waktu pendek dan jarang menetap lebih dari 2 minggu.
Penurunan
Masa tunas typhoid 10 - 14 peristaltik Peningkatan
usus
hari. Pada minggu ke I pada peristaltik
umumnya usus
Pelepasan zat pyrogen pada jaringan yang meradang
demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan
dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia
Gangguandaneliminasi
mual, batuk,
: Diare akut
Gangguan eliminasi : Konstipasi
epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut. Kemudian pada
Melalui peredaran darah, sampai ke hipotalamus
minggu ke II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang
Iritasimeteorismus,
khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, mukosa usus
Gangguan fungsi
penurunan termoregulasi
kesadaran.
Ruang usus terisi udara
Berikut uraian dari beberapa gejala klinis yang sering terjadi pada
thypoid adalah sebagai berikut:
Hipertermi Lambung terisi udara (flatulence)
1. Demam
Demam atau panas merupakan gejala utama thypoid. Awalnya, demam
Metabolisme meningkat
Peningkatan
hanya samar-samar saja, selanjutnya suhu tubuh turun asampagi
naik yakni pada lambung
hari Output >> atau normal, sementara sore dan malam hari lebih tinggi.
lebih rendah
Demam dapatvolume
Resiko kekurangan mencapai 39-40ºC. Intensitas demam akan makin tinggi
cairan Mual, muntah, anoreksia
disertai gejala lain seperti sakit kepala, diare, nyeri otot, pegal, insomnia,
anoreksia,
Melalui duktusmual, dan muntah.
toraksitus
Pada minggu ke-2 intensitas demam makin tinggi, kadang terus-menerus.
Menginvasi hati, limpa dan empedu
Mendesak
Bila pasien membaik maka pada minggu ke-3 lambung
suhu Penurunan nafsuturun
tubuh berangsur makan
Pembesaran organ tubuh (hati, limpa dan empedu)
dan dapat normal kembali pada akhir minggu ke-3. Perlu diperhatikan
bahwa tidak selalu ada bentuk demam yang khas pada demam thypoid. Tipe
Distensi abdomen
demam menjadi tidak beraturan, Ketidakseimbangan
mungkin karena intervensi pengobatan
Nutrisi kurang atau
dari kebutuhan tu
komplikasi
Gangguan yang dapat
rasa nyaman terjadi
: nyeri akutlebih awal. Pada anak khususnya balita,
demam tinggi dapat menimbulkan kejang.

Gangguan pola tidur


2. Gangguan saluran pencernaan
Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama.
Bibir kering dan terkadang pecah-pecah. Lidah terlihat kotor dan ditutupi
selaput kecoklatan dengan ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor, pada
penderita anak jarang ditemukan. Umumnya penderita sering mengeluh
nyeri perut, terutama nyeri ulu hati, disertai mual dan muntah. Penderita
anak lebih sering mengalami diare, sementara dewasa cenderung mengalami
konstipasi.
3. Gangguan Kesadaran
Umumnya terdapat gangguan kesadaran berupa penurunan kesadaran
ringan. Sering ditemui kesadaran apatis. Bila gejala klinis berat, tak jarang
penderita sampai somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala psikosis.
Pada penderita dengan toksik, gejala delirium (mengigau) lebih menonjol.
4. Hepatosplenomegali
Pada penderita thypoid, hati dan atau limpa sering ditemukan membesar.
Hati terasa kenyal dan nyeri bila ditekan.
5. Bradikardia relatif dan gejala lain
Bradikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh
peningkatan frekuensi nadi. Patokan yang sering dipakai adalah bahwa
setiap peningkatan suhu 1 0C tidak diikuti peningkatan frekuensi nadi 8
denyut dalam 1 menit. Bradikardi relatif tidak sering ditemukan, mungkin
karena teknis pemeriksaan yang sulit dilakukan. Gejala-gejala lain yang
dapat ditemukan pada thypoid adalah rose spot (bintik kemerahan pada
kulit) yang biasanya ditemukan di perut bagian atas, serta gejala klinis yang
berhubungan dengan komplikasi yang terjadi. Rose spot pada anak sangat
jarang ditemukan.

5. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus demam
thypoid ([Handojo dan Dewi, 2000], [Septiawan, et.al, 2013], dan
[Choerunnisa, . 2014]), yaitu :
1. Pemeriksaan Darah Rutin
Pemeriksaan darah secara rutin berguna untuk membantu diagnosis demam
Tifoid dengan menilai jumlah dan bentuk eritrosit, jumlah leukosit eosinofil
dan trombosit. Jumlah dan hitung jenis leukosit serta laju endap darah tidak
mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi
untuk dipakai membedakan penderita demam tifoid atau bukan, tetapi
adanya leucopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis
demam tifoid.
2. Pemeriksaan Biakan Kuman
Diagnosis pasti ditegakkan dari hasil biakan darah/sumsum tulang (pada
awal penyakit), urine dan feces. Metode biakan darah mempunyai
spesifisitas tinggi (95%) akan tetapi sensitivitasnya rendah (± 40%)
terutama pada anak dan pada pasien yang sudah mendapatkan terapi
antibiotika sebelumnya. Pemeriksaan biakan perlu waktu lama (± 7 hari),
harganya relatif mahal dan tidak semua laboratorium bisa melakukannya.
Walaupun hasil pemeriksaan dengan biakan kultur kuman negatif, akan
tetapi hal tersebut tidak menyingkirkan adanya demam Tifoid. Hasil
pemeriksaan kultur di pengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :
a. Telah mendapat terapi antibiotik, yang menyebabkan pertumbuhan
bakteri dalam media biakan terhambat.
b. Volume darah yang kurang (minimal 5 cc darah)
c. Saat pengambilan darah pada minggu pertama, dimana saat itu aglutinin
semakin meningkat.
3. Uji serologis
a. Uji Widal
Metode pemeriksaan serologis mempunyai nilai penting dalam proses
diagnostik Demam Tifoid, yang paling sering digunakan adalah tes
Widal. Reaksi Widal tunggal dengan titer antibodi O 1/160 atau titer
antibody H 1/320 menunjang diagnosis Demam Tifoid pada penderita
dengan gejala 21 klinis yang khas. Peningkatan titer 4 kali seteleh satu
minggu dapat memastikan demam Tifoid. Pemeriksaan uji Widal
dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap Salmonella typhi.
Pada uji Widal terjadi suatu rekasi aglutinasi antara antigen bakteri S.
typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakan
pada uji Widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium.
b. Uji Tubex® TF
Penegakan diagnosis Demam Tifoid dengan menggunakan uji
Tubex® TF memerlukan waktu sekitar 10 menit. Uji Tubex® TF adalah
suatu pemeriksaan diagnostik in vitro semi kuantitatif untuk mendeteksi
demam tifoid akut yang disebabkan oleh S. typhi, melalui deteksi
spesifik adanya 23 serum antibody IgM terhadap antigen S. typhi O9
lipopolisakarida dengan cara mengukur kemampuan serum antibodi IgM
tersebut dalam menghambat reaksi antara antigen dan monoklonal
antibodi. Selanjutnya ikatan tersebut diseparasikan oleh suatu daya
magnet. Tingkat inhibisi yang dihasilkan adalah setara dengan
konsentrasi antibodi IgM S. typhi dalam sampel. Hasil dibaca secara
visual dengan membandingkan reaksi warna akhir dengan sekala warna.
Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang benar-
benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella serogroup D.
Tubex® TF hanya dapat mendeteksi adanya antibodi IgM. Sensitivitas
dan spesifisitas Tubex® TF dapat mencapai 100 %.
c. Pemeriksaan Dipstik
Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda
dimana dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S.
typhi dengan menggunakan membran nitroselulosa yang mengandung
antigen S. typhi sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM antihuman
immobilized sebagai reagen kontrol. Pemeriksaan ini menggunakan
komponen yang sudah distabilkan, tidak memerlukan alat yang spesifik
dan dapat digunakan di tempat yang tidak mempunyai fasilitas
laboratorium yang lengkap.
d. Metode Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (Elisa)
Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk
melacak antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi
IgG terhadap antigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S.
typhi. Uji ELISA yang sering dipakai untuk mendeteksi adanya antigen
S. typhi dalam spesimen klinis adalah double antibody sandwich ELISA.
Chaicumpa dkk (1992) mendapatkan sensitivitas uji ini sebesar 95% pada
sampel darah, 73% pada sampel feses dan 40% pada sampel sumsum
tulang
4. Pemeriksaan Kuman Secara Molekuler
Pemeriksaan kuman secara molekuler dengan melacak DNA dari specimen
klinis menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR) masih belum
memberikan hasil yang sangat memuaskan sehingga saat ini penggunaannya
masih terbatas dalam laboratorium penelitian.

6. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang terjadi pada demam tifoid yaitu:
a. Komplikasi intestinal : perdarahan usus, perforasi usus, Ileus paralitik,
pankrastitis.
b. Komplikasi Ekstra-intestinal : komplikasi kardivaskuler (gagal sirkulasi
perifer, miokarditis, trombolfebitis), komplikasi darah (anemia hemolitik,
trombositopenia, thrombosis), komplikasi paru (pneumonia, empyema,
pleuritis), komplikasi hipatobilier (hepatitis, kolesistitis), komplikasi
tulang (ostemielitis, peritonitis, spondylitis, arthritis), komplikasi
neuropsikiatrik / tifoid toksik (Rampengan, 2008).

7. Penatalaksanaan Medis (Hendarta, 2014)


1. Perawatan umum
Perawatan dilakukan untuk isolasi, observasi da pengobatan. Penderita
harus tirah baring absolute sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang
lebih selama 14 hari. Tirah baring dilakukan bertujuan untuk mencegah
terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus.
Mobilisasi dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pemulihan kekuatan,
untuk menghindari dekubitus dan komplikasi pneumonia hipostatik.
Pengobatan simtomik diberikan untuk menekan gejala-gejala simtomatik
seperti demam, diare, sembelit, mual, muntah, dan meteorismus.
2. Diet
Di masa lampau, pasien demam tifoid deberi bubur saring, kemudian bubur
kasar, baru kemudian diberi nasi. Beberapa peneliti menunjukkan bahwa
pemberian makanan padat sejak dini, seperti nasi dengan lauk pauk rendah
selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman
pada penderita demam tifoid.
3. Obat
Obat-obatan antimikroba yang sering digunakan adalah :
a. Kloramfenikol
Yaitu obat pilihan utama pada pasien demam tifoid. Dosis untuk orang
dewasa adalah 4x 500 mg/hari oral atau intravena sampai 7 hari bebas
demam. Penggunaan kloramfenikol pada penderita demam tifoid dapat
turun rata-rata 5 hari.
b. Tiamfenikol
Dosis dan efektivitas tiamfenikol sama dengan kloamfenikol. Komplikasi
hematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang daripada
kloramfenikol. Penggunaan tiamfenikol pada penderita demam tifoid
dapat turun rata-rata 5-6 hari.
c. Ko-trimoksazol (kombinasi trimetoprim sulfametoksazol)
Efektivitasnya kurang lebih sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk
orang dewasa 2x 2 tablet sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam
(1 tablet mengandung 80 mg trimetoprim dan 400 mg sulfametoksazol).
Penggunaan ko-trimoksazol pada penderita demam tifoid dapat turun
rata-rata 5-6 hari.
d. Ampislin dan Amoksisilin
e. Efektivitas ampislin dan amoksisilin lebih kecil dibandingkan dengan
kloramfenikol. Indikasi penggunaan yaitu pasien demam tifoid dengan
leucopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-150 mg/kgBB
sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam.penggunaan amoksisilin
dan ampisilin pada penderita demam tipoid dapat turun rata-rata 7-9 hari.
f. Sefalosporin generasi ketiga
Obat ini antara lain sefoperazon, seftriakson, dan sefotaksim ektif untuk
demam tifoid, tetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum
diketahui dengan pasti.
g. Fluorokinolon
Efektif untuk demam tifoid tetapi dosis dan lama pemberian belum
diketahui dengan pasti.
h. Furazolidon
8. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Didalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan,
no. Registerasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat
badan, tanggal MR.
2. Keluhan Utama
Pada pasien Thypoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan kembung,
nafsu makan menurun, panas dan demam.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah sebelumnya pasien pernah mengalami sakit Thypoid, apakah tidak
pernah, apakah menderita penyakit lainnya.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya penyakit pada pasien Thypoid adalah demam, anorexia,
mual, muntah, diare, perasaan tidak enak di perut, pucat (anemi), nyeri
kepala pusing, nyeri otot, lidah tifoid (kotor), gangguan kesadaran berupa
somnolen sampai koma.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Thypoid atau
sakit yang lainnya
6. Riwayat Psikososial
Psiko sosial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan
timbul gejala-gejala yang dalami, apakah pasien dapat menerima pada apa
yang dideritanya.
7. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a)      Pola pesepsi dan tatalaksana kesehatan
Perubahan penatalaksanaan kesehatan yang dapat menimbulkan masalah
dalam kesehatannya.
b)      Pola nutrisi dan metabolism
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit, lidah
kotor, dan rasa pahit waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status
nutrisi berubah.

c) Pola aktifitas dan latihan


Pasien akan terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta
pasien akan mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
d)      Pola tidur dan aktifitas
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang
meningkat, sehingga pasien merasa gelisah pada waktu tidur.
e)       Pola eliminasi
Kebiasaan dalam buang BAK akan terjadi refensi bila dehidrasi karena
panas yang meninggi, konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan.
f)       Pola reproduksi dan sexual
Pada pola reproduksi dan sexual pada pasien yang telah atau sudah
menikah akan terjadi perubahan.
g)      Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi
pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
h)      Pola persepsi dan konsep diri
Didalam perubahan apabila pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
penyakitnya.
i)       Pola penanggulangan stress
Stres timbul apabila seorang pasien tidak efektif dalam mengatasi
masalah penyakitnya.
j)       Pola hubungan interpersonal
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan
perannya selama sakit.
k)      Pola tata nilai dan kepercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan menjadi
cemas dan takut akan kematian, serta kebiasaan ibadahnya akan
terganggu.
8. Pemeriksaan Fisik
a)      Keadaan umum
Biasanya pada pasien typhoid mengalami badan lemah, panas, puccat,
mual, perut tidak enak, anorexia.
b)      Kepala dan leher
Kepala tidak ada bernjolan, rambut normal, kelopak mata normal,
konjungtiva anemia, mata cowong, muka tidak odema, pucat/bibir
kering, lidah kotor, ditepi dan ditengah merah, fungsi pendengran normal
leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
c)      Dada dan abdomen
Dada normal, bentuk simetris, pola nafas teratur, didaerah abdomen
ditemukan nyeri tekan.
d)     Sistem respirasi
Apa ada pernafasan normal, tidak ada suara tambahan, dan tidak terdapat
cuping hidung.
e)      Sistem kardiovaskuler
Biasanya pada pasien dengan typoid yang ditemukan tekanan darah yang
meningkat akan tetapi bisa didapatkan tachiardi saat pasien mengalami
peningkatan suhu tubuh.
f)       Sistem integument
Kulit bersih, turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral
hangat.
g)      Sistem eliminasi
Pada pasien typoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih
pasien bisa mengalami penurunan (kurang dari normal). N ½ -1 cc/kg
BB/jam.
h)      Sistem muskuloskolesal
Apakah ada gangguan pada extrimitas atas dan bawah atau tidak ada
gangguan.
i)        Sistem endokrin
Apakah di dalam penderita thyphoid ada pembesaran kelenjar toroid dan
tonsil.
j)        Sistem persyarafan
Apakah kesadarn itu penuh atau apatis, somnolen dan koma, dalam
penderita penyakit thypoid.

8. DIAGNOSA KEPERAWATAN, TUJUAN DAN INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI KEPERAWATAN


NO
KEPERAWATAN HASIL (NOC) (NIC)
1. Hipertermi NOC Fever Treatment
berhubungan Thermoregulation 1. Monitor suhu sesering
dengan proses mungkin setiap 2 jam
perjalanan Kriteria hasil
penyakit 2. Monitor IWL
1. Suhu tubuh dalam
rentang normal 3. Monitor warna dan suhu
kulit
2. Nadi dan RR dalam
rentang normal 4. Monitor tekanan darah,
nadi, dan RR
3. Tidak ada
perubahan warna 5. Monitor penurunan tingkat
kulit dan tidak kesadaran
ada pusing 6. Monitor WBC, Hb dan Hct
7. Monitir intake dan output
8. Berikan antipiretik
9. Berikan pengobatan untuk
mengatasi demam
10. Berikan Slimuti pada
pasien
11. Kolaborasi pemberian
cairan intravena
12. Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
13. Tingkatkan sirkulasi
udara
14. Berikan pengobatan
untuk mencegah terjadinya
menggigil
2. Diare akut NOC NIC
berhubungan - Gastrointestinal Diarhea management
dengan inflamasi
Function 1. Identifikasi penyebab
bakteri
- Bowel Continence faktor diare
Kriteria hasil 2. Ukur daire/haluaran BAB
1. Feses berbentuk 3. Instruksikan keluarga
BAB 3x sehari untuk mencatat warna,
jumlah, frekuensi dan
2. Menjaga daerah konsistensi dari feses
sekitar rectal
dari iritasi 4. Evaluasi intake makanan
yang masuk
3. Tidak mengalami
diare 5. Instruksikan pasien untuk
makan rendah serat,
4. Menjelaskan tinggi protein dan tinggi
penyebab diare kalori jika memungkinkan
dan rasional
tindakan 6. Ajarkan keluarga untuk
membuat cairan oralit
5. Memprtahankan
turgor kulit 7. Kolaborasi : hubungi
dokter jika ada kenaikan
bising usus
3. Konstipasi NOC NIC
berhubungan Bowel elimination Constipation/Impaction
dengan asuhan hydration
asuhan cairan Management
tidak cukup, Kreteria Hasil :
dehidrasi, 1. Mempertahankan 1. Monitor tanda gejala konstipasi
farmakologis,
proses penyakit. bentuk feses 2. Monitor bising usus
2. Lunak setiap 1-3 hari 3. Monitor feses: frekuensi,
konsistensi dan volume
3. Bebas dari
ketidaknyamanan dan 4. Kunsultasi dengan dokter
konstipasi tentang penurunan dan
peningkatan bising usus
4. Mengidentifikasi
idikator untuk 5. Jelaskan etiologi dan
mencegah konstipasi rasionalisasi tindakan terhadap
pasien
5. Feses lunak dan
berbentuk 6. Identifikasi faktor penyebab dan
kontribusi konstipasi
7. Dukung intake cairan
8. Pantau tanda-tanda dan gejala
konstipasi
9. Memantau gerakan usus,
termasuk konsistensi frekuensi,
bentuk, volume, dan warna
10. Konsultasikan dengan dokter
tentang penurunan / kenaikan
frekuensi bising usus
11. Mendorong meningkatkan
asupan cairan, kecuali
dikontraindikasikan
12. Anjurkan pasien / keluarga
untuk mencatat warna, volume,
frekuensi, dan konsistensi tinja
13. Ajarkan pasien / keluarga
bagaiman untuk menjaga
makanan
14. Anjurkan pasien / keluarga
untuk diet tinggi serat
15. Anjurkan pasien / keluarga pada
penggunaan yang tepat dari obat
pencahar
16. Menyarankan pasien untuk
berkonsultasi dengan dokter
jika sembelit atau impaksi terus
ada
17. Ajarkan pasien atau keluarga
tentang proses pencernaan yang
normal
4. Resiko NOC NIC
kekurangan - Fluid balance Fluid management
volume cairan
berhubungan - Hydration 1. Pertahankan catatan
dengan intake dan output
- Nitrational
kehilangan 2. Monitor status hidrasi
status : food and
cairan aktif (kelembaban membaran
fluid intake
mukosa, nadi adekuat,
Kriteria hasil tekanan darah
1. Tekanan darah, ortostatisk)
nadi, suhu tubuh 3. Monitor TTV
dalam batas
normal 4. Monitor masukan
makanan/cairan
2. Tidak ada tanda-
tanda dehidrasi, 5. Kolaborasi pemberian
elastisitas cairan IV
turgor kulit 6. Dorong keluarga untuk
baik, membaran membantu pasien minum
mukosa lembab, ASI rutin
tidak ada rasa
haus yang
berlebihan
5. Ketidaksemibanga NOC Nutrition Management
n nutrisi kurang - Notritional 1. Kaji adanya alergi
dari kebutuhan
status makanan
tubuh
berhubungan - Nutritional 2. Hindari makanan yang
dengan sattus : fluid merangsang mual dan
Ketidakmampuan and food intake muntah dan sajikan dalam
mencerna makanan keadaan hangan
Kriterias hasil
3. Berikan dan ajarkan
1. Tidak ada tanda- keluarga untuk memberikan
tanda malnutrisi makanan porsi kecil namun
2. Tidak terjadi sering seperti nasi,
penurunan berat buah, biskuit dan susu
badan yang jika masih ASI maka dapat
berarti memberikan ASI dan
pertahankan kebersihan
puting ibu.
4. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien
5. Anjurkan kepada orang tua
klien/keluarga untuk
memberikan makanan yang
disukai
6. Anjurkan keluarga untuk
meningkatkan makanan yang
mengandung protein dan
vitamin C
7. Berikan informasi terkait
kebutuhan nutrisi dan
jenis makanan yang sehat
8. Monitor dan catat makanan
yang sudah dihabskan
9. Kolaborasi berikan
antiemetik, antasida
sesuai indikasi
6. Gangguan rasa NOC Paint management
nyaman : nyeri - Pain level 1. Kaji tingkat nyeri,
akut berhubungan lokasi, sifat dan
dengan proses - Pain control
lamanya nyeri
peradangan
- Comfort level 2.  Berikan posisi yang
Kriteria hasil nyaman sesuai
keinginan pasien.
1. Wajah tampak
rileks 3. jarkan kepada orang
menangis tua untuk menggunakan
berkurang tehnik relaksasi
misalnya visualisasi,
2. TTV dalam
aktivitas hiburan yang
batas normal
tepat
4. Berikan terapi bermain
pada anak untuk
mengguarangi nyeri

7 Gangguan pola NOC NIC


tidur - Pain level 1. Monitor/catat kebutuhan
berhubungan tidur pasien setiap hari
dengan nyeri, - Sleep : Extent
dan jam
demam ang pattern
2. Ciptakan lingkungan yang
Kriteria hasil nyaman dengan memakaikan
1. Jumlah jam tidur baju yang meresap
dalam batas kringat dan longgar
normal 6-8 3. Berikan bantal yang
jam/hari nyaman dan batasi
2. Pola tidur pengunjung
kualitas dalam 4. Anjurkan untuk melakukan
batas normal teknik masase pada bayi
sebelum tidur
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J., 2006, Rencana asuhan dan pendokumentasian


keperawatan (Edisi 2), Alih. Bahasa Monica Ester, Jakarta :
EGC.
Choerunnisa,N.et.al. (2014). ”Proporsi Pemeriksaan Igm Anti
Salmonella Typhi 09 Positif Menggunakan Tubex Dengan
Pemeriksaan Widal Positif pada Pasien Klinis Demam Tifoid Akut
di Rsud Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung”.3(1), 102-110.
Dochterman, J.M., & Bulechek, G.M. (2004). Nursing Intervention
Clasification (NIC) (5th et). America: Mosby Elseiver
Hadineogoro, S. R. S. (2011). Demam Tifoid pada Anak : Apa yang
perlu diketahui. Manajemen Modern dan Kesehatan Masyarakat. 1-
4.
Handojo,I. dan Dewi,R.(2000).” The Diagnostic Value Of The Elisa-
Ty Test for The Detection of Typhoid Fever in Children”.31(4),
702-707.
Hendarta, D. S. (2014). Demam Tifoid. Diakses pada 4 april 2015.
Dari http://www.kuliah.fkuii.org/index.php?
option=com_content&view=article&id=88:demam-
tifoid&catid=87&Itemid=516
Ikatan Dokter Anak Indonesia. (2009). Pedoman Pelayanan Medis.
Diakses pada 14 Desember dari
http://idai.or.id/downloads/PPM/Buku-PPM.pdf
Inawati. (2013). Demam Tifoid. Diambil dari Artikel Inawati
Departemen Patologi Anatomi Dosen Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
Moorhead, S., Jhonson, M., Maas, M., & Swanson, L. (2008). Nursing
Outcomes Classsification (NOC) (5th ed.). United states of
America: M0sby Elsevier.
NANDA Internasional. (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan
Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC Kedokteran.
Nursalam, dkk.( 2005). Demam Thypoid. Diakses pada 01 April 2015.
Dari http://www.foxitsoftware.com
Rampengan.( 2008). Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, Edisi 2,
jakarta: EGC
Rezeki, S. H. S. (2011). Demam Thypoid pada Anak: Apa yang Perlu
Diketahui?. Diakses pada 02 April 2015. Dari
file:///C:/Users/hunter/AppData/Local/Temp/Demam%20Thypoid
%20pada%20Anak-%20Apa%20yang%20Perlu%20Diketahui.pdf
Septiawan,I.K.et.al.(2013).” Examination of The Immunoglobulin M
Anti Salmonella in Diagnosis of Thypoid Fever”.Jurnal Medika
Udayana.2(6),1-10.
Tjipto., B. W, Kristiana, & Ristrini. (2009). Kajian Faktor
Pengaruh Terhadap Penyakt Demam Tifoid Pada Balita. (Vol
12/4/Hal 313-340). Diakses pada 14 Desember 2015 dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=80673&val=489
Yanti, B. R. (2014). Abdominaltyphoid Management In Woman 22 Years
With No Diet Regurarly And Knowledge of the Less PHBS
Especially Washing Hand Before Eating. Jurnal Volume 3 Nomor 1
Reski Yanti Batubara dari Jurusan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung. Available online at:
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/vie
wFile/433/434. Access on 2 April 2015

Anda mungkin juga menyukai