Disusun oleh:
REVINNA SINAGA
SN182072
2019
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
Demam tifoid atau Typhoid Fever atau Typhus Abdominalis adalah
penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhii yang merupakan
bakteri gram negatif berbentuk batang yang masuk melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi (Tapan, 2004).
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri Salmonella typhii
dan bersifat endemik yang termasuk dalam penyakit menular (Cahyono, 2010).
Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella
typhii (Elsevier, 2013).
Jadi, demam tifoid merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
bakteri gram negatif (bakteri Salmonella typhii ) yang menurunkan sistem
pertahanan tubuh dan masuk melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi. Aspek paling penting dari infeksi ini adalah kemungkinan
terjadinya perfusi usus, karena organisme memasuki rongga perut sehingga
menyebabkan timbulnya peritonitis yang mengganas.
B. ETIOLOGI
1. Salmonella typhii
2. S. Paratyphii A, S. Paratyphii B, S. Paratyphii C.
3. S typhii atau S. paratyphii hanya ditemukan pada manusia.
4. Demam bersumber dari makanan-makanan atau air yang dikontaminasi oleh
manusia lainnya.
5. Di USA, kebanyakan kasus demam bersumber baik dari wisatawan
mancanegara atau makanan yang kebanyakan diimpor dari luar.
Salmonella typii, Salmonella paratyphii A, Salmonella Paratyphii B,
Salmonella Paratyphii C merupakan bakteri penyebab demam tifoid yang
mampu menembus dinding usus dan selanjutnya masuk ke dalam saluran
peredaran darah dan menyusup ke dalam sel makrofag manusia. Bakteri ini
masuk melalui air dan makanan yang terkontaminasi dari urin dan feses
yang terinfeksi dengan masa inkubasi 3-25 hari.
1
Pemulihan mulai terjadi pada minggu ke-empat dalam perjalanan
penyakit. Orang yang pernah menderita demam tifoid akan memperoleh
kekebalan darinya, sekaligus sebagai karier bakteri. Jadi, orang yang pernah
menderita tipus akan menjadi orang yang menularkan tipus pada yang
belum pernah menderita tipus.
C. PATOFISIOLOGI
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan/minuman masuk kedalam
tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH <
2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria,
gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2, inhibitor
pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis
infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus,
bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan
menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-sel M, sel epitel
khusus yang melapisi Peyer’s patch, merupakan tempat internalisasi
Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti aliran
ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik
sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami
multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar
limfe mesenterika, hati dan limfe. (Soedarmo, dkk, 2012).
Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya
ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka
Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus
masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai
organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai oeh Salmonella typhi adalah
hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung empedu dan Peyer’s patch dari
ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari
darah atau penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi organisme di empedu
dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja.
2
Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut
terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksindalam sirkulasi penderita
melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari Salmonella typhi
menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan
kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk
dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular
yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada
darah dan juga menstimulasi sistem imunologik (Soedarmo, dkk, 2012).
Pada minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia plaks Peyer. Ini terjadi pada
kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu
ketiga terjadi ulserasi plaks Peyer. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan
ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan,
bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesenterial
dan limpa membesar (Suriadi & Rita, 2006).
Komplikasi infeksi dapat terjadi perforasi atau perdarahan. Kuman
Salmonella typhi terutama menyerang jaringan tertentu, yaitu jaringan atau
organ limfoid seperti limpa yang membesar, juga jaringan limfoid di usus kecil
yaitu plak Peyer terserang dan membesar. Membesarnya plak Peyer membuat
jaringan ini menjadi rapuh dan mudah rusak oleh gesekan makanan yang
melaluinya. Inilah yang menyebabkan pasien tifus harus diberikan makanan
lunak, yaitu konsistensi bubur yang melalui liang usus tidak sampai merusak
permukaan plak Peyer ini. Bila tetap rusak, maka dinding usus setempat yang
memang sudah tipis, makin menipis, sehingga pembuluh darah ikut rusak
akibat timbul perdarahan, yang kadang-kadang cukup hebat. Bila berlangsung
terus, ada kemungkinan dinding usus itu tidak tahan dan pecah (perforasi).,
diikuti peritonitis yang dapat berakhir fatal
3
Pathway
Bakteri salmonella typhi masuk Lolos dari asam
Mempengaruhi pusat
Hepatomeg Pembesaran
thermoregularor
Nyeri Spelenomegali
Hiperter
Perdarahan
Anorek Mu
Kompli Nyeri
Ketidakseimbangan
kasi
perforasi Kekurangan volume
dan
perdarahan
Nanda, 2015
4
D. MANIFESTASI KLINIK
Manisfestasi klinis dari demam thypoid adalah:
1. Gejala pada anak: Inkubasi antara 5- 40 hari dengan rata-rata 10-14 hari.
2. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
3. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani akan
menyebabkan shock, stupor dan koma.
4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari.
5. Nyeri kepala
6. Nyeri perut
7. Kembung
8. Mual, muntah
9. Diare
10. Konstipasi
11. Pusing
12. Nyeri otot
13. Batuk
14. Epistaksis
15. Bradikardi
16. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor)
17. Hepatomegaly
18. Splenomegaly
19. Meteroismus
20. Gangguan mental berupa somnolen
21. Delirium atau spikosis
22. Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada bayimuda
sebagai penyakit demam akut disertai syok dan hipotermia. (Sudoyo Aru,
2009)
5
Masa inkubasi biasanya 7-14 hari, tetapi dapat berkisar antara 3-30 hari
tergantung pada besar inokulum yang tertelan:
1. Anak Usia Sekolah dan Remaja
Gejala awal demam, malaise, anokreksia, mialgia, nyeri kepala dan
nyeri perut berkembang selama 2-3 hari. Mual dan muntah dapat menjadi
tanda komplikasi, terutama jika terjadi pada minggu kedua atau ketiga.
Pada beberapa anak terjadi kelesuan berat, batuk, dan epistaksis. Demam
yang terjadi bisa mencapai 40 derajat celsius dalam satu minggu.
Pada minggu kedua, demam masih tinggi, anak merasa kelelahan,
anoreksia, batuk, dan gejala perut bertambah parah. Anak tampak sangat
sakit, bingung, dan lesu disertai mengigau dan pingsan (stupor). Tanda-
tanda fisik berupa bradikardia relatif yang tidak seimbang dengan
tingginya demam. Anak mengalami hepatomegali, splenomegali dan perut
kembung dengan nyeri difus. Pada sekitar 50% penderita demam tifoid
dengan demam enterik, terjadi ruam makulaatau makulo popular (bintik
merah) yang tampak pada hari ke tujuh sampai ke sepuluh. Biasanya lesi
mempunyai ciri tersendiri, eritmatosa dengan diameter 1-5 mm. Lesi
biasanya berkhir dalam waktu 2 atau 3 hari. Biakan lesi 60%
menghasilkan organisme Salmonella.
2. Bayi dan balita
Pada balita dengan demam tifoid sering dijumpai diare, yang dapat
menimbulkan diagnosis gastroenteritis akut.
3. Neonatus
Demam tifoid dapat meyerang pada neonatus dalam usia tiga hari
persalinan. Gejalanya berupa muntah, diare, dan kembung. Suhu tubuh
bervariasi dapat mencapai 40,5 derajat celsius. Dapat terjadi kejang,
hepatomegali, ikterus, anoreksia, dan kehilangan berat badan.
6
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisis pada penderita demam tipoid dilakukan secara
berulang dan regular. Semua tanda-tanda vital merupakan petunjuk yang
relevan. Perhatian khusus harus diberikan pada pemeriksaan jasmani harian
yang kadang-kadang harus dilakukan lebih sering sampai kepastian
diagnosis didapat dan respon yang diperkirakan terhadap pengobatan
penyakitnya sudah tercapai. Begitu juga dilakukan pemeriksaan secara teliti
pada kulit, kelenjar limfe, mata, dasar kuku, sistem kardiovaskuler, dada,
abdomen, sistem musculoskeletal dan sistem saraf.
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit
perdarahan usus.
b. Kimia darah
Pemeriksaan elektrolit, kadar glukosa, blood urea nitrogen dan
kreatinin harus dilakukan.
c. Imunorologi
Widal : pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya
antibody di dalam darah terhadap antigen kuman Salmonella typhi. Hasil
positif dinytakan dengan adanya aglutinasi. Hasil negative palsu dapat
disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah mendapatkan terapi
antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit,
keadaan umum pasien buruk, dan adanya penyakit imunologik lain.
d. Urinalis
Protein: bervariasi dari negative sampai positif (akibat demam).
Leukosit dan eritrosit normal : bila meningkat kemungkinan terjadi
penyulit
e. Mikrobiologi
Sediaan apus dan kultur dari tenggorok, uretra, anus, serviks dan
vagina harus dibuat dalam situasi yang tepat. Pemeriksaan sputum
7
diperlukan untuk pasien yang demam disertai batuk-batuk. Pemeriksaan
kultur darah dan kultur cairan abnormal serta urin diperlukan untuk
mengetahui komplikasi yang muncul.
f. Radiologi
Pembuatan foto toraks biasanya merupakan bagian dari pemeriksaan
untuk setiap penyakit demam yang signifikan.
g. Biologi molekuler
Dengan PCR (Polymerase Chain Reaction), dilakukan dengan
perbanyakan DNA kuman yang kemudian diidentifikasi dengan DNA
probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang
terdapat dalam jumlah sedikit (sensifitas tinggi) serta kekhasan
(spesifitas) yang tinggi pula. Specimen yang digunakan dapat berupa
darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan pada demam tifoid adalah sebagai berikut:
1. Perawatan
Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk
isolasi, observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai
minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih 14 hari. Mobilisasi pasien
harus dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus di
ubah – ubah pada waktu tertentu untuk menghindari komplikasi
pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu di
perhatikan karena kadang – kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.
2. Diet
Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan tidak banyak serat.
3. Obat
a. Obat - obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah:
1) Kloramfenikol
8
Menurut Damin Sumardjo, 2009. Kloramfenikol atau
kloramisetin adalah antibiotik yang mempunyai spektrum luas,
berasal dai jamur Streptomyces venezuelae. Dapat digunakan untuk
melawan infeksi yang disebabkan oleh beberapa bakteri gram
posistif dan bakteri gram negatif. Kloramfenikol dapat diberikan
secara oral. Rektal atau dalam bentuk salep. Efek samping
penggunaan antibiotik kloramfenikol yang terlalu lama dan dengan
dosis yang berlebihan adalah anemia aplastik. Dosis pada anak :
25 - 50 mg/kg BB/hari per oral atau 75 mg/kg BB/hari secara
intravena dalam empat dosis yang sama.
2) Thiamfenikol
Menurut Tan Hoan Tjay & Kirana Raharja, (2007, hal: 86).
Thiamfenikol (Urfamycin) adalah derivat p-metilsulfonil (-
SO2 CH3 ) dengan spektrum kerja dan sifat yang mirip
kloramfenikol, tetapi kegiatannya agak lebih ringan. Dosis pada
anak : 20 - 30 mg/kg BB/hari.
3) Ko – trimoksazol
Adalah suatu kombinasi dari trimetoprim-sulfametoksasol (10
mg TMP dan 50 mg SMX/kg/24 jam). Trimetoprim memiliki daya
kerja antibakteriil yang merupakan sulfonamida dengan
menghambat enzim dihidrofolat reduktase. Efek samping yang
ditimbulkan adalah kerusakan parah pada sel – sel darah antara lain
agranulositosis dan anemia hemolitis, terutama pada penderita
defisiensi glukosa-6-fosfodehidrogenase. efek samping lainnya
adalah reaksi alergi antara lain urticaria, fotosensitasi dan sindrom
Stevens Johnson, sejenis eritema multiform dengan risiko
kematian tinggi terutama pada anak – anak. kotrimoksazol tidak
boleh diberikan pada bayi di bawah usia 6 bulan. Dosis pada anak
yaitu trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg TMP dan 50 mg
SMX/kg/24 jam, secara oral dalam dua dosis). Pengobatan dengan
dosis tepat harus dilanjutkan minimal 5-7 hari untuk
9
menghindarkan gagalnya terapi dan cepatnya timbul resistensi,
(Tan Hoan Tjay & Kirana Rahardja, 2007, hal:140).
4) Ampisilin dan Amoksilin
Ampisilin : Penbritin, Ultrapen, Binotal. Ampisilin efektif
terhadap E.coli, H.Inflienzae, Salmonella, dan beberapa suku
Proteus. Efek samping, dibandingkan dengan perivat penisilin lain,
ampisilin lebih sering menimbulkan gangguan lambung usus yang
mungkin ada kaitannya dengan penyerapannya yang kurang baik.
Begitu pula reaksi alergi kulit (rash,ruam) dapat terjadi. Dosis
ampisilin pada anak (200mg/kg/24 jam, secara intravena dalam
empat sampai enam dosis). Dosis amoksilin pada anak (100
mg/kg/24 jam, secara oral dalam tiga dosis).
b. Obat – obat simptomatik:
1) Antipiretika (tidak perlu diberikan secara rutin)
2) Kortikosteroid (dengan pengurangan dosis selama 5 hari)
3) Vitamin B komplek dan C sangat di perlukan untuk menjaga
kesegaran dan kekutan badan serta berperan dalam kestabilan
pembuluh darah kapiler.
Secara fisik :
a. Mengawasi kondisi klien dengan : pengukuran suhu secara berkala setiap 4-
6 jam. Perhatikan apakah pasien tidur gelisah, sering terkejut, atau
mengigau. Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik keatas, atau
apakah anak mengalami kejang – kejang.
Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi
perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu mencapai otak.
Terputusnya sulai oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel otak. Dalam
kedaan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya
intelektual tertentu.
b. Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
c. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
10
d. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke
otak yang akan berakibat rusaknya sel – sel otak.
e. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak – banyaknya. Minuman
yang diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air
buah atau air teh. Tujuannya agar cairan tubuh yang menguap akibat
naiknya suhu tubuh memperoleh gantinya.
f. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
g. Kompres dengan air hangat pada dahi, ketiak, lipat paha. Tujuannya untuk
menurunkan suhu tubuh di permukaan tubuh anak.
Do:
Ds:
11
Do:
Ds:
a. ibu klien mengatakan anaknya susah makan
b. klien mengatakan anaknya mengalami muntah
Do:
a. Klien tampak lemas dan tak memiliki stamina
b. Berat badan klien mengalami penurunan
c. Klien terlihat tidak memilki nafsu makan
d. Membra mukosa klien pucat
e. Adanya sariawan
f. Klien tanpak menghindari makanan
I. RENCANA KEPERAWATAN
N Diagnosa
Tujuan Intervensi
o keperawatan
1 Hipertermia NOC: NIC:
. (00007) 1. Hidration Temperature regulation
2. Adherence behavior (pengaturan suhu)
3. Immune status 1. Monitor suhu minimal tiap
4. Risk control dua jam
12
5. Risk detection 2. Rencanakan monitoring suhu
Kriteria hasil: secara kontinyu
1. Keseimbangan antara 3. Monitor tekanan darah, nadi
produksi panas, panas yang dan respiratory rate
diterima, dan kehilangan 4. Monitor warna dan suhu kulit
panas 5. Monitor tanda-tanda
2. Seimbang antara produksi hipertermi dan hipotermi
panas, panas yang diterima, 6. Tingkatkan intake cairan dan
dan kehilangan panas nutrisi
selama 28 hari pertama 7. Selimuti pasien untuk
kehidupan mencegah hilangnya
3. Keseimbangan asam basa kehangatan tubuh
bayi baru lahir 8. Ajarkan pada orang tua pasien
4. Temperature stabil : 36,5 – cara mencegah keletihan
37,5°C akibat panas
5. Tidak ada kejang 9. Diskusikan tentang
6. Tidak ada perubahan warna pentingnya pengaturan suhu
kulit dan kemungkinan efek
7. Pengendalian risiko: negative dari kedinginan
hipertermia 10. Beritahu tentang indikasi
8. Pengendalian risiko: terjadinya keletihan dan
hipotermia penanganann emergency yang
9. Pengendalian risiko: proses diperlukan
menular 11. Ajarkan indikasi dari
10. Pengendalian risiko: hipotermia dan penanganan
paparan sinar matahari yang diperlukan yang
diperlukan
12. Berikan anti piretik jika
diperlukan
2 Kekurangan NOC NIC
. volume cairan 1. Fluid balance Fluid management
13
(00027) 2. Hydration 1. Timbang popok jika perlu
3. Nutritional status: food and 2. Pertahankan catatan intake
fluid intake dan output yang akurat
Kriteria hasil: 3. Monitor status hidrasi
1. Mempertahankan urine (kelembaban membrane
output sesuai dengan usia mukosa, nadi adekuat,
dan berat badan, berat jenis tekanan darah ortostatik) jika
urine normal , HT normal diperlukan
2. Tekanan darah, nadi, suhu 4. Monitor vital sign
tubuh dalam batas normal 5. Monitor masukan makanan
3. Tidak ada tanda-tanda atau cairan dan hitung intake
dehidrasi, elastisitas turgor kalori harian
kulit baik, membran 6. Kolaborasikan pemberian
mukosa lembab, tidak ada cairan IV
rasa haus yang berlebihan. 7. Berikan cairan IV pada suhu
ruangan
8. Dorong masukan oral
9. Berikan nasogastrik sesuai
output
10. Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
11. Tawarkan makanan
ringan (jus buah, buah segar)
untuk anak usia bermain
sampai remaja/dewasa
12. Kolaborasi dengan dokter
apabila diperlukan transfusi
Hypovolemia management
1. Monitor status cairan
termasuk intake dan output
cairan
14
2. Pelihara IV line
3. Monitor tingkat Hb dan Ht
4. Monitor tanda vital
5. Monitor respon pasien
terhadap penambahan cairan
6. Monitor berat badan
7. Dorong pasien atau orang tua
pasien untuk menambah
intake oral
8. Pemberian cairan IV monitor
untuk mengindikasi adanya
tanda dan gejala kelebihan
volume cairan yang diberikan
9. Monitor adanya tanda gagal
ginjal
3 Ketidakseim NOC: NIC
. bangan nutrisi 1. Nutritional status Weight Management
kurang dari 2. Nutritional status: Food (1260)
kebutuhan tubuh and fluid intake 1. Bina hubungan dengan
(00002) 3. Nutritional status: nutrient keluarga klien
intake 2. Jelaskan keluarga klien
4. Weight control mengenai pentingnya
pemberian makanan,
Kriteria Hasil: penambahan berat badan dan
1. Adanya peningkatan berat kehilagan berat badan
badan sesuai dengan tujuan 3. Jelaskan kelurga klien tentang
2. Berat badan ideal sesuai kondisi berat badan klien
dengan tinggi badan 4. Jelaskan resiko dari
3. Mampu mengidentifikasi kekurangan berat badan
kebutuhan nutrisi 5. Berikan motivasi keluarga
4. Tidak ada tanda malnutrisi klien untuk meningkatkan
15
5. Menunjukan peningkatan berat badan klien
fungsi pengecapan dari 6. Pantau porsi makan klien
menelan 7. Anjurkan klien makan teratur
6. Tidak terjadi penurunan
berat badan yang berarti
16
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, J.B. Suharyo B. 2010. Vaksinasi, Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi.
Yogyakarta: Kanisius
Damin, Sumardjo. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksata. Jakarta: EGC
http://www.slideshare.net/septianraha/penatalaksanaan-medik. Diakses pada
tanggal selasa,143 Mei 2019, 16:05 WIB
Muslim. 2009. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Rubenstein, David. et all. 2007. Kedokteran Klinis. Jakarta: Erlangga
Soedarmo, Sumarmo S Poorwo., dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis.
Jakarta: IDAI
_________. (2015).Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017
Edisi10 editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru.Jakarta: EGC.
Sukandarrumidi. 2010. Bencana Alam dan Bencana Anthoropogene. Yogyakarta:
Kanisius
Sidoyo Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Jakarta:
Internal Publishing
Tapan, Erik. 2004. Flu, HFMD, Diare pada Pelancong, Malaria, Demam
Berdarah, Tifus. Jakarta: Pustaka Populer Obor
Team Elsevier. 2013. Ferri’s Clinical Advisor 2013: 5 Books in 1. Philadelphia:
Elsevier, Inc
Tjay, Tan Hoan dan Raharja, Kirana. 2007. Obat-obat Penting: Kasiat,
Penggunaan, dan Efek – Efek Sampingnya. Ed 6. Jakarta: EGC
Weller, Barbara F. 2005. Kamus Saku Perawat. Jakarta: EGC.
Nanda Internasional. (2018). Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi
2018-2020. Penerbit buku kedokteran EGC
17
RSUD KOTA SURAKARTA
18
1. Keluhan Utama
Pasien mengatakan nyeri pada bekas operasi amandelnya.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli penyakit dalam RSUD Surakarta pada
tanggal 24 April 2019 pkl 11.45 wib dengan keluhan amandelnya
membesar. Pasien dilakukan pemeriksaan. Hasil TTV adalah: TD:
150/90 mmHg, N: 90x/menit, S: 36,80 C, RR: 24 x/menit, BB:
55Kg. Setelah dilakukan pemeriksaan, pasien dianjurkan untuk di
rawat inap. Di IGD Pasien diberi therapi Tutofusin 20 tpm,
Amlodipin 10mg. Pasien kemudian di rawat di ruang Bougenvil
RSUD Surakarta.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan sudah pernah dirawat di RS karena penyakit
hipertensi.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan di dalam keluarganya tidak ada yang memiliki
riwayat penyakit seperti yang di alami Tn.S. Pasien juga
mengatakan di dalam keluarganya tidak ada yang mengalami
penyakit menular seperti HIV, TBC dan penyakit menular lainnya.
Genogram:
Keterangan:
Perempuan
Laki-laki (pasien)
Garis tinggal satu rumah
5. Riwayat Kesehatan Lingkungan
19
Pasien mengatakan di lingkungan tempat tinggalnya ada seorang
bidan yang emmbuka praktek, ada juga beberapa perawat. Petugas
kesehatan tersebut menjadi tempat mereka menanyakan tentang
kesehatan mereka.
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan/ Penampilan Umum
a. Kesadaran : Composmentis
b. Tanda-Tanda Vital
1) Tekanan darah : 120/80mmHg
2) Nadi
- Frekuensi : 80x/menit
- Irama : reguler
- Kekuatan : dalam
3) Pernafasan
- Frekuensi : 20x/menit
- Irama : Reguler
4) Suhu : 36,70 C
2. Kepala
a. Bentuk kepala : bulat simetris
b. Kulit kepala : tampak bersih
c. Rambut : beruban dan mulai menipis
3. Muka
a. Mata
1) Palpebra :
2) Konjungtiva : Tidak anemis
3) Sklera : tidak ikterik
4) Diameter pupil kiri/kanan : isokor 2mm kiri kanan
5) Penggunaan alat bantu penglihatan : tidak menggunakan
b. Hidung : tidak ada polip
c. Mulut : bibir lembab, tidak berbau
d. Telinga : Tidak ada serumen
20
4. Leher
a. Kelenjar tiroid : Tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid
b. Kelenjar limfe : Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe
c. JVP : Tidak terdapat peningkatan vena jugularis
5. Dada ( Thorax)
a. Paru-paru
- Inspeksi : Pergerakan dada simetris
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
- Perkusi : Bunyi sonor
- Auskultasi : vesikuler
b. Jantung
- Inspeksi : Dada simetris
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan
- Perkusi : bunyi pekak
- Auskultasi : terdengar suara jantung
6. Abdomen
- Inspeksi : Tampak simetris
- Auskultasi : bising usus 12x/menit
- Perkusi : tympani
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan
7. Genetalia : terpasang DC 3-way
8. Ektremitas :
a. Atas
Kanan Kiri
Kekuatan otot 5 5
Rentang gerak Bebas Bebas
Akral hangat Hangat
Edema - -
Keluhan - -
b. Bawah
21
Kanan Kiri
Kekuatan otot 5 5
Rentang gerak Bebas Bebas
Akral hangat Hangat
Edema - -
Keluhan - -
3) Clinical sign
- Rambut : Beruban dan mulai menipis
- Mata : Tidak anemis dan tidak ikterik
- Turgor kulit : Elastis
- Mukosa bibir : lembab
4) Diit
22
Nasi biasa dengan tinggi protein tinggi kalori
b. Pengkajian pola nutrisi
Sebelum sakit Saat sakit
Frekuensi 2 kali sehari 3 kali sehari
Jenis Nasi,sayur,lauk Nasi, sayur, lauk
Porsi 1 porsi ½ porsi
Keluhan - -
3. Pola Eliminasi
a. BAB
Sebelum sakit Saat sakit
Frekuensi 1 kali sehari 1 kali sehari
Konsistensi Lunak Lunak
Warna Kuning Kuning
Penggunaan pencahar - -
Keluhan - -
b. BAK
Sebelum sakit Saat sakit
Frekuensi 6-8 x sehari Terpasang DC
Jumlah urine 500-600 ml 7000-8000ml
Warna kuning kemerahan
Pancaran - -
Perasaan setelah berkemih Tidak puas Tidak terasa
Keluhan Tidak lancar Tidak nyaman
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas ditempat tidur √
23
Berpindah √
Ambulasi/ROM √
Ket :
0: mandiri, 1: dengan alat bantu, 2: dibantu oang lain, 3: dibantu
orang lain dan alat, 4: tergantung total
24
d. Peran diri : Pasien sebagai kepala keluarga.
e. Identitas diri : Pasien mengatakan sebagai ayah dari 4 anak
8. Pola Hubungan Peran
Pasien mengatakan, sebagai kepala keluarga memiliki
tanggungjawab terhadap anak dan istrinya
9. Pola Seksualitas Reproduksi
Pasien mengatakan sudah menikah selama 30 tahun, memiliki 4
anak dan 3 cucu
10. Pola Mekanisme Koping
Pasien mengatakan setiap ada masalah dalam keluarga atau
pribadi selalu mengungkapkan kepada anak dan istrinya.
11. Pola Nilai dan Keyakinan
Pasien mengatakan menganut agama islam dan tekun
menjalankan sholat 5 waktu.
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal Pemeriksaan : 06 Mei 2019
Jenis
Nilai Normal Satuan Hasil Ket. Hasil
Pemeriksaan
Haemoglobin 13.2-17.3 gr/dl 15.3 normal
Leukosit 3.80-10.60 10Ʌ3/mmɅ 3 10.41 Normal
Eritrosit 4.40-5.90 juta/mmɅ 3 5.51 Normal
Hematokrit 40.0-52.0 % 45 Normal
Masa perdarahan 1-3 - 2’ Normal
Masa pembekuan 2-6 - 5’ Normal
SGOT <40 u/l 18 Normal
SGPT <40 u/l 20 Normal
Creatinin 0.8-1.3 mg/dl 1.0 Normal
HBSAg Non reaktif - Non reaktif Normal
GDS 70-140 mg/dl 101 normal
25
Warna urine - - Kuning normal
Ph Urine 4.6-8.5 mg/dl 6.0 normal
2. Pemeriksaan Diagnostik
Tanggal pemeriksaan :
Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
1. USG Ginjal Hipertriofi prostat
2. EKG
Hasil normal (sinus rhytem)
26
VII. ANALISA DATA
Nama :Tn. S No. CM : 114 xxx
Umur : 61 tahun Diagnosa Medis : post Op TURP (BPH)
27
DO: Mei 2019 pada pkl 10.00
- Urine tampak kemerahan
pada urin bag
- Terpasang DC 3-way
- TD: 120/80 mmHg
- N: 80x/mnt
- RR: 20x/mnt
- S: 36,70 C
- Dilakukan tindakan
pembedahan (TURP) pada
tgl 06 Mei 2019 pada pkl
10.00
1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cidera fisik yang dibuktikan oleh Pasien mengatakan kurang nyaman karena
terpasang selang kencing, Pasien mengatakan nyeri pada genitalia dan kandung kemih, nyeri ketika beraktivitas,terasa
seoerti tertusuk-tusuk, ska: 5 (1-10), nyeri timbul hilang, Pasien tampak meringis, terpasang DC 3-way, TD: 120/80
mmHg, N: 80x/mnt, RR: 20x/mnt, S: 36,70 C
2. Resiko perdarahan (00206) yang dibuktikan dengan kondisi terkait yaitu dilakukan tindakan pembedahan (TURP) pada tgl
06 Mei 2019 pada pkl 10.00
28
IX. RENCANA KEPERAWATAN/INTERVENSI
Nama :Tn. S No. CM : 114 xxx
Umur : 61 tahun Diagnosa Medis : post Op TURP (BPH)
Hari/Tgl/jam No Dx Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Ttd
Selasa,
07.05.19
1 Kontrol nyeri (1605)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
Manajemen nyeri (1400)
1. Lakukan observasi ulang nyeri secara
08.30 wib 2x24 jam diharapkan nyeri berkurang sampai komprehensif Revi
hilang dengan kriteria hasil: 2. Minimalkan faktor yang meningkatkan
Indikator Awal tujuan nyeri
Mengenali kapan terjadinya 3. Ajarkan teknik relaksasi
2 4 4. Berikan informasi kepada pasien dan
nyeri
Menggambarkan faktor keluarga tentang nyeri yang dialami
2 4 pasien.
penyebab nyeri
Menggunakan tindakan 5. Kolaborasi dengan dokter dalam
2 4 pemberian analgesik.
pengurangan nyeri
Ket:
2: jarang menunjukkan
4: sering meninjukkan
Selasa,
07.05.19
2 Kontrol Resiko (1902)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
Pencegahan perdarahan (4010)
1. Observasi resiko terjadinya perdarahan
08.30 wib 2x24 jam diharapkan perdarahan tidak terjadi 2. Monitoring tanda dan gejala perdarahan Revi
dengan kriteria hasil: 3. Tingkatkan istirahat pasien
Indikator Awal tujuan 4. Berikan penjelasan manfaat istirahat
Mengidentifikasi faktor 5. Kolaborasi dengan dokter dalam
3 4 pemberian antikoagulan.
resiko
Menjalankan strategi kontrol 3 4
29
resiko yang sudah
ditetapkan
Memonitoring perubahan
3 4
status kesehatan
Ket:
2: kadang-kadang menunjukkan
4: sering meninjukkan
30
08.45 2. Meminimalkan faktor yang meningkatkan S:
nyeri - Pasien mengatakan akan banyak beristirahat
O: Revi
- Pasien tampak beristirahat
- Pasien tampak berhati-hati dalam beraktivitas
31
- Irigasi NaCl menetes lancar
- Tampak haluaran irigasi juga lancar
09.05 2. Memonitoring tanda dan gejala
perdarahan
S:
- Pasien mengatakan tidak lemas
O: Revi
- Urine tampak berwarna merah muda
- Jumlah cairan pada urune bag: 800ml
- Terpasang DC no.16 3-way
10.30 3. Meningkatkan istirahat pasien S:
- Pasien mengatakan tidak ada masalah untuk
beristirahat selama di RS Revi
O:
- Pasien tampak beristirahat
10.35 4. Memberikan penjelasan tentang manfaat
istirahat dalam mencegah perdarahan
S:
- Pasien mengatakan akan banyak istirahat dan
mengurangi aktivitas Revi
O:
- Pasien tampak beristirahat dalam posisi
terbaring
12.00 5. Berkolaborasi dengan dokter dalam
pemberian antikoagulan Adona 1 ampul
S:
- Pasien mengatakan setelah diberi obat warna
(drip) orange, urine juga agak kuning Revi
O:
- Tampak terpasang infuse RL + Adona 20 tpm
32
Rabu,
08.05.19
1 2. Melakukan observasi ulang nyeri secara
komprehensif
S:
- Pasien mengatakan masih nyeri pada saluran
08.40 wib kencing Revi
- Pasien mengatakan tidak nyaman karena
terpasang selang kencing.
- Pasien bertanya kapan selang kencingnya
dilepas.
- Skala nyeri: 4 (1-10)
O:
- Pasien tampak rileks
- Pasien tampak terpasang DC 3-way
- Terpasang irigasi NaCl 1 L 50 tpm
08.45 6. Meminimalkan faktor yang meningkatkan S:
nyeri - Pasien mengatakan sudah latihan duduk, miring
kiri kanan Revi
- Pasien mengatakan pada saat pertama latihan
duduk dan mika-miki terasa sakit.
O:
- Pasien tampak pada posisi duduk semi fowler
08.50 7. Mengajarkan teknik relaksasi untuk
mengurangi nyeri
S:
- Pasien mengatakan relaksasi nafas dalam
membantu meringankan nyeri dan pikiran lebih Revi
tenang
O:
- Pasien tampak agak rileks
33
09.00 8. Berkolaborasi dengan dokter dalam
pemberian analgesik santagesik 1gr IV
S:
- Pasien mengatakan Nyeri berkurang setelah 15
menit disuntik obat. Revi
O:
- Pasien tampak rileks
Rabu,
08.05.19
2 6. Mengobservasi resiko terjadinya
perdarahan
S:
- Pasien mengatakan urinenya kadang kemerahan
08.40 wib kadang jernih Revi
O:
- Pasien tampak terpasang DC 3-way
- Irigasi NaCl menetes lancar
- Warna urine pada urine bag agak kemerahan
tetapi pada selang bagian atas berwarna kuning
bersih
09.05 7. Memonitoring tanda dan gejala
perdarahan
S:
- Pasien mengatakan tidak lemas
O: Revi
- Warna urine pada urine bag agak kemerahan
tetapi pada selang bagian atas berwarna kuning
bersih
- Pasien tampak tidak pucat
- Terpasang DC no.16 3-way
10.30 8. Meningkatkan istirahat pasien S:
- Pasien mengatakan aktivitas masih tetap
dibatasi. Revi
O:
- Pasien tampak beristirahat dalam posisi semi
fowler
34
12.00 9. Berkolaborasi dengan dokter dalam
pemberian antikoagulan Adona 1 ampul
S:
- Pasien mengatakan setelah diberi obat warna
(drip) orange, tidak ada efek yang terasa dibadan. Revi
O:
- Tampak terpasang infuse RL + Adona 20 tpm
10. EVALUASI
Nama : Tn. S No. CM : 114 xxx
Umur : 61 tahun Diagnosa Medis : post Op TURP (BPH)
No
Hari/Tgl/Jam Evaluasi Ttd
Dx
1. Rabu,
08.05.19
S:
- Pasien mengatakan masih terasa nyeri, merasa tidak nyaman karena terpasang selang kencing Revi
08.00 wib
- Pasien bertanya kapan dilepas selang kencingnya
- Skala nyeri: 4 (1-10)
O:
- Pasien tampak santai
- Pasien terapsang DC no.16 3-way
- Pasien terpasang irigasi NaCl 1 Liter 50tpm
35
A:
- Masalah nyeri belum teratasi dengan kriteria:
• Mengenali kapan terjadinya nyeri (3)
• Menggambarkan faktor penyebab nyeri (3)
• Menggunakan tindakan pengurangan nyeri (3)
P:
- Intervensi dilanjutkan:
1. Lakukan observasi ulang nyeri secara komprehensif
2. Minimalkan faktor yang meriningkatkan nyeri
3. Ajarkan teknik relaksasi
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberia
2. Rabu,
08.05.19
S:
- Pasien mengatakan kadang-kadang warna urinnya kemerahan, kadang kuning bersih Revi
08.30 wib
O:
- Tampak warna urine pada selang DC berwarna kuning bersih, pada urine bag kemerahan
A:
- Masalah resiko perdarahan masih terjadi dengan kriteria:
• Mengidentifikasi faktor resiko (3)
36
• Menjalankan strategi kontrol resiko yang sudah ditetapkan (3)
• Memonitoring perubahan status kesehatan (3)
P:
- Intervensi dilanjutkan:
1. Observasi resiko perdarahan
2. Mnitoring tanda dan gejala perdarahan
3. Tingkatkan istirahat pasien
4. Kolaborasi dengan dokter dalam antikoagulan.
1 Kamis,
09.05.19
S:
- Pasien mengatakan sudah tidak nyeri lagi Revi
08.30 wib
- Pasien mengatakan sudah bisa beraktivitas dengan baik
O:
- Pasien tampak santai
- Pasien tampak duduk di tepi tempat tidur
A:
- Masalah nyeri teratasi dengan kriteria:
• Mengenali kapan terjadinya nyeri (4)
• Menggambarkan faktor penyebab nyeri (4)
37
• Menggunakan tindakan pengurangan nyeri (4)
P:
- Intervensi dihentikan
2. Kamis,
09.05.19
S:
- Pasien mengatakan mulai kemarin sore, warna urine sudah kuning bersih terus, tidak keluar Revi
08.30 wib
darah lagi.
O:
- Tampak warna urine pada selang DC berwarna kuning bersih.
- Pasien tampak bersemangat, tidak lemas
A:
- Masalah resiko perdarahan teratasi dengan kriteria:
• Mengidentifikasi faktor resiko (4)
• Menjalankan strategi kontrol resiko yang sudah ditetapkan (4)
• Memonitoring perubahan status kesehatan (4)
P:
- Intervensi dihentikan.
38