Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN STROKE NON HEMORAGIK


DI IGD RUMAH SAKIT RSUD KOTA SURAKARTA

Disusun oleh
REVINNA SINAGA
NIM: SN182072

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2019

1
LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE NON HEMORAGIK (SNH)

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah
melalui suplai arteri otak ( Smeltzer C. Suzanne, 2008).
Stroke Non Hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya
timbul mendadak, progresi cepat berupa defisit neurologis fokal atau
global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan
kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non
starumatik (Arif Mansjoer, 2007).
Stroke Non Hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat
emboli dan trombus serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat,
baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun
terjadi iskemi yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder, (Arif Muttaqin, 2008).
2. Etiologi
Menurut Smeltzer, (2008) penyebab stroke hemoragik yaitu:
a. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan
aliran darah ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan
menyebabkan kongesti dan radang. Trombosis ini terjadi pada
pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti
di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang
tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan
aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat

2
menyebabkan iskemia serebral. Tanda dan gejala neurologis
seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
b. Embolisme cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak
dari bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh
darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya
emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
sistem arteri serebral.Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala
timbul kurang dari 10-30 detik
c. Iskemia
Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah.

3. Manifestasi klinik
Menurut Smeltzer dan Bare, (2008) Stroke menyebabkan berbagai deficit
neurologik, gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak berfungsi
akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Gejala tersebut antara lain :
a. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala
b. Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badan
c. Dysphagia
d. Kehilangan komunikasi
e. Gangguan persepsi
f. Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologis
g. Disfungsi Kandung Kemih

3
4. Komplikasi
Ada beberapa komplikasi Stroke (Muttaqin, 2008)
1. Dalam hal imobilisasi:
a) Infeksi pernafasan (Pneumoni),
b) Nyeri tekan pada dekubitus.
c) Konstipasi
2. Dalam hal paralisis:
a) Nyeri pada punggung,
b) Dislokasi sendi, deformitas
3. Dalam hal kerusakan otak:
a) Epilepsy
b) sakit kepala
4. Hipoksia serebral
5. Herniasi otak
6. Kontraktur

5. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap
area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke
otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal
(trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena
gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus
dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area
yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi
turbulensi (Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia
jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan

4
edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan
disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat
berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa
hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.
Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal jika tidak terjadi perdarahan
masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan
edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan
meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang
tersumbat . menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini
akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur
(Muttaqin, 2008).
Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering
menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro
vaskular; karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin,
2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer
otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke
batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga
kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons (Muttaqin,
2008). Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia
serebral: Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat
reversible untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia
lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan
yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin, 2008).
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang
relative banyak akan mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial
dan penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat

5
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena
darah dan sekitarnya tertekan lagi (Muttaqin, 2008). Jumlah darah yang
keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih dari 60 cc maka
risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada
perdarahan lobar. Sedangkan jika terjadi perdarahan serebelar dengan
volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar
75%, namun volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat
fatal (Misbach, 1999 dalam Muttaqin, 2008).

6
Pathway (sumber : Muttaqin, 2008)

Trombosis Emboli serebral Perdarahan

Suplai darah tidak dapat disampaikan ke otak

Penyumbatan pembuluh darah (infark iskemia) (non hemoragik)

Infark jaringan otak

Oedema otak

Kerusakan neuromuskuler Nekrosis jaringan Perubahan perfusi


jaringan

Nervus X (nervus Nervus II, III dan IV


vagus)

Defisit/ trauma neurologis


Disastria

Perubahan persepsi
Gangguan sensori
komunikasi verbal

Penurunan Nervus IX dan


kekuatan dan Kelemahan otot
XII (vagus dan
ketahanan otot hipoglosus)

Kurang perawatan diri Resiko tinggi Gangguan


terhadap kerusakan mobilitas
menelan fisik

7
Thrombosis Emboli Serebral Perdarahan

Suplai darah tidak


dapat disampaikan
ke otak

penyumbatan pembuluh darah (infark iskemia) (non hemoragik)

Infark jaringan otak

Oedema otak

Kerusakan neuromuskular nekrosis jaringan Perubahan


perfusi
Nervus X (nervus vagus) Nervus II,III,IV jaringan

Disatria Defisit/trauma neurologis

Gangguan Perubahan persepsi


komunikasi sensori
verbal

Penurunan kekuatan Nervus IX dan XII


Dan ketahanan otot (vagus dan hipoglosus) kelemahan otot

Kurang Resiko tinggi Gangguan


perawatan diri terhadap mobilitas
kerusakan fisik
menelan

8
6. Penatalaksanaan ( medis dan keperawatan)
Menurut Smeltzer dan Bare, (2008) penatalaksanaan stroke dapat
dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Phase Akut :
1) Pertahankan fungsi vital seperti : jalan nafas, pernafasan, oksigenisasi
dan sirkulasi.
2) Reperfusi dengan trombolityk atau vasodilation :
Nimotop. Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik /
emobolik.
3) Pencegahan peningkatan TIK. Dengan meninggikan kepala 15-30
menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian
dexamethason.
4) Mengurangi edema cerebral dengan diuretik
5) Pasien di tempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan
kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral
berkurang
b. Post phase akut
1) Pencegahan spatik paralisis dengan antispasmodik
2) Program fisiotherapi
3) Penanganan masalah psikososial
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway, meliputi

pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat

disebabkan sumbatan atau penumpukan sekret. Adakah suara

wheezing atau krekles.

2) Breathing
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik.

Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk

pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari

tubuh. Ventilasi yang baik meliputi: fungsi yang baik dari

paru, dinding dada dan diagfragma dan perlu diperhatikan;

sesak dengan aktifitas ringan atau pada saat istirahat, RR

lebih dari 24 x/menit, irama ireguler dangkal, adakah ronchi,

krekles, ekspansi dada tidak penuh, apakah menggunakan

otot bantu nafas.

3) Circulation
Observasi mengenai keadaan hemodinamik yaitu; kesadaran

pasien, gelisah, akral dingin, warna kulit pucat, sianosis,

adakah edema, TD meningkat atau menurun, nadi lemah atau

tidak teratur, takikardi, dan apakah output urine menurun.

1
4) Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran,

ukuran dan reaksi pupil.

5) Exposure
Dilakukan pemeriksaan fisik head to toe untuk pemeriksaan

lebih jelas, apakah ada nyeri dada spontan dan menjalar.

b. Pengkajian sekunder
1) Full Set Of Vital Sign
• Tekanan darah bisa normal atau naik turun (perubahan postural
dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri)
• Nadi dapat normal atau penuh atau tidak kuat atau lemah atau
kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur
(disritmia).
• RR lebih dari 20 x/menit
• Suhu hipotermi atau normal
2) Give Comfort Measure
• Pemakaian otot pernafasan tambahan
• Nyeri dada
• Peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak, bunyi nafas
(krekles, mengi) sputum
• Pelebaran batas jantung
• Bunyi jantung ekstra; S3 atau S4 mungkin menunjukan
gagal jantung atau penurunan kontraktilitas atau komplain
ventrikel
3) History and Head to Toe
a) Hystory
• S : keluhan nyeri dada

2
• A : obat-obat anti hypertensi apa ada alergi
• M : makan-makanan selama ini yang dikomsumsi
• P : adakah penyakit penyerta seperti DM, hypertensi
• L : makanan yang terakhir dicerna
• E : kapan terakhir masuk atau dirawat di RS
b) Head to Toe
• Leher : apakah ada peningkata vena jugularis.
• Dada : disritmia dapat menunjukan tidak mencakupinya
oksigen didalam miocard, bunyi jantung S3 dapat
menjadi tanda dini menjadi ancaman gagal jantung
• Abdoment : kaji motilitas usus, trombosis arteri,
mesentrika merupakan potensial komplikasi yang fatal
• Ekstremitas : periksa adanya edema pada ekstremitas
bawah dan refek untuk mengetahui kelemahan pada
ekstremitas.
Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas klien,
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat
penyakit keluarga, dan pengkajian psikososial.
a. Riwayat
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang

3
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala
kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi,
tidak responsif, dan koma
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian
obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat
antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya
riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat
kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian
dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk
mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu
b. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem Respirasi (Breathing): batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, serta
perubahan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Adanya ronchi
akibat peningkatan produksi sekret dan penurunan kemampuan
untuk batuk akibat penurunan kesadaran klien. Pada klien yang

4
sadar baik sering kali tidak didapati kelainan pada pemeriksaan
sistem respirasi.
2. Sistem Kardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau
hipertensi, denyut jantung irreguler, adanya murmur
3. Sistem Neurologi
a) Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma.
Penilaian GCS untuk menilai tingkat kesadaran klien
b) Refleks Patologis
Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan
di otak/ perdarahan intraserebri dan untuk membedakan
jenis stroke yang ada apakah bleeding atau infark
c) Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi
pemeriksaan saraf kranial I-X11.
1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada
kelainan pada fungsi penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena
gangguan jaras sensori primer di antara mata
dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-
spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih
objek dalam area spasial) sering terlihat pada
Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin
tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan
karena ketidakmampuan untuk mencocokkan
pakaian ke bagian tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke
mengakibatkan paralisis, pada satu sisi otot-otot
okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.

5
4) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke
menyebabkan paralisis saraf trigenimus,
penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke
sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot
pterigoideus internus dan eksternus.
5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas
normal, wajah asimetris, dan otot wajah tertarik
ke bagian sisi yang sehat.
6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli
konduktif dan tuli persepsi.
7) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang
baik dan kesulitan membuka mulut.
8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot
sternokleidomastoideus dan trapezius.
9) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada
satu sisi dan fasikulasi, serta indra pengecapan
normal.
4. Sistem Perkemihan (Bladder) : terjadi inkontinensia urine
5. Sistem Reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan
pemenuhan kebutuhan seksual
6. Sistem Endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid
7. Sistem Gastrointestinal (Bowel) : adanya keluhan sulit menelan,
nafsu makan menurun, mual dan muntah pada fase akut.
Mungkin mengalami inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi
akibat penurunan peristaltik usus. Adanya gangguan pada saraf V
yaitu pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi
gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah pada sisi

6
ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot-otot pterigoideus dan pada
saraf IX dan X yaitu kemampuan menelan kurang baik,
kesukaran membuka mulut.
8. Sistem Muskuloskeletal dan integument : kehilangan kontrol
volenter gerakan motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis
atau hemiparese ekstremitas. Kaji adanya dekubitus akibat
immobilisasi fisik.

2. Diagnosa keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut
NANDA, (2011) dalam Tarwoto, Dkk, (2007) adalah :
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
gangguan aliran darah, oklusi, perdarahan, vasospasme serebral,
edema serebral.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler, kelemahan, parestesia paralisis
c. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
sirkulasi, gangguan neuromuskuler, kelemahan umum, kerusakan
pada area wernick, kerusakan pada area broca
d. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori, tranmisi, integrasi, stres psikologik
e. Defisit perawatan diri; mandi, berpakaian, makan, eliminasi
berhubungan dengan defisit neuromuskuler, menurunnya kekuatan
otot dan daya tahan, kehilangan kontrol otot, gangguan kognitif

7
3. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria (NOC) Intervensi (NIC)
1 Ketidakefektifan Perfusi NOC : Tissue Perfussion : NIC : Monitor Status Neurologis
jaringan serebral cerebral 1. Monitor tanda-tanda vital
berhubungan dengan perfusi jaringan cerebral kembali 2. Monitor AGD, ukuran pupil, ketajaman, kesimetrisan
gangguan aliran darah, efektif setelah dilakukan asuhan dan reaksi
oklusi, perdarahan, keperawatan 3. Monitor adanya diplopia, pandangan kabur dan nyeri
vasospasme serebral, Kriteria hasil: kepala
edema serebral. 1. Fungsi neurologis menunjukkan 4. Monitor level kebingungan dan orientasi
- peningkatan 5. Monitor tonus otot pergerakan
2. TIK dalam batas normal 6. Monitor tekanan intrakranial dan respon neurologis
3. Pasien dapat istirahat 7. Catat perubahan pasien dalam merespon stimulus
4. Vital sign dalam batas normal 8. Monitor status cairan
9. Pertahankan parameter hemodinamik
10. Tinggikan kepala 0-45° tergantung pada kondisi
pasien dan order medis
2 Gangguan mobilitas fisik NOC : Mobilitas NIC
berhubungan dengan Setelah mendapat tindakan Terapi Aktivitas
hemiparese/ hemiplagia, keperawatan 1. Berkolaborasi dengan okupasi terapis, fisik terapis
kerusakan neuromuskular 1. Pasien mampu/aktif dalam merencanakan dan memonitor program
pada ekstremitas yang menggerakkan sendi-sendi aktivitas secara tepat
ditandai dengan ketidak 2. Pasien mampu meningkatkan 2. Bantu untuk memilih aktivitas ROM pasif pada kaki
mampuan bergerak , pergerakannya dan tangan kiri.
keterbatasan rentang gerak, 3. Pasien mampu melakukan 3. Memfasilitasi pergantian aktivitas pada saat pasien
penurunan perawatan diri mempunyai keterbatasan dalam waktu, energi atau
kekuatan/kontrol otot 4. Pasien mampu menunjukkan pergerakan
kemampuan pada tangan dan 4. Sediakan aktivitas motorik untuk menghilangkan
kaki kiri secara aktif. ketegangan otot
5. Promosi Latihan : Stretching
6. Buat rencana rencana yang sesuai untuk latihan
Kriteria Hasil : 7. Bantu pasien untuk menetapkan tujuan yang akan
1. Pasien meningkat dalam dicapai
aktivitas fisik 8. Lakukan latihan secara rutin
2. Mengerti tujuan dari 9. Lakukan latihan secara bertahap
peningkatan mobilitas 10. Hindari latihan dengan gerakan terlalu cepat dan
3. Memverbalisasikan perasaan kuat untuk menghindari over stimulasi
dalam meningkatkan kekuatan 11. Lakukan gerakan dengan perlahan untuk mencapai
dan kemampuan berpindah peregangan yang optimal
4. Memperagakan penggunaan alat 12. Terapi Aktivitas : mobilitas sendi
bantu untuk mobilisasi (walker) 13. Tentukan hambatan pergerakan sendi dan efeknya
terhadap fungsinya
14. Kolaborasi dengan terapis fisik dalam
mengembangkan dan menentukan program latihan
15. Tentukan untuk motivasi pemeriksaan untuk
memelihara dan memperbaiki pergerakan sendi
16. Jelaskan pada pasien atau keluarga tujuan dan
rencana latihan sendi
17. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan atau nyeri
selama latihan
18. Nilai control nyeri pasien sebelum latihan sendi

1
dimulai
19. Berikan pasien pakaian yang tidak menghalangi atau
menghambat latihan
20. Lindungi pasien dari trauma selama latihan
21. Berikan pasien posisi badan yang optimal untuk
pergerakan pasif atau aktif
22. Berikan latihan ROM pasif atau ROM aktif jika
memungkinkan
23. Latihan pasien atau keluarga bagaimana cara
melakukan ROM pasif atau aktif
24. Dukung pergerakan sendi secara teratur dengan
membatasi nyeri, endurance dan mobilitas sendi
25. Berikan reinforcement positif dalam melakukan
latihan sendi

3 Hambatan komunikasi NOC : Communication ability NIC: Perbaikan komunikasi


verbal berhubungan Setelah mendapat asuhan 1. Membantu keluarga dalam memahami pembicaraan
dengan gangguan sirkulasi, keperawatan : pasien
gangguan neuromuskuler, 1. klien mampu berkomunikasi 2. Berbicara kepada pasien dengan lambat dan dengan
kelemahan umum, dengan kata-kata, tulisan dan suara yang jelas
kerusakan pada area non verbal 3. Mendengarkan pasien dengan baik
wernick, kerusakan pada 2. klien mampu mengungkapkan 4. Menggunakan kata dan kalimat yang singkat
area broca dan mengartikan pesan verbal 5. Berdiri dihadapan pasien saat berbicara

2
dan non verbal 6. Menggunakan papan tulis bila perlu
Kriteria: 7. Instruksikan pasien dan keluarga untuk
1. Mampu menggunakan bahasa menggunakan bantuan berbicara
tulisan 8. Memberikan reinforcement (pujian) positif kepada
2. Mampu pasien
mengungkapkan/berbicara 9. Anjurkan pasien untuk mengulangi pembicaraannya
secara verbal jika belum jelas
3. mampu menggunakan kata- 10. Dorong keluarga melatih pasien berbicara secara
kata/kalimat secara tepat berkala
11. Gunakan interpreter jika perlu
4 Gangguan persepsi sensori Tujuan : 1. Monitor status neurologi
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan 2. Monitor ukuran, bentuk, simetrifitas dan reaktifitas
gangguan penerimaan keperawatan, kemampuan kognitif pupil
sensori, tranmisi, integrasi, dan orientasi kognitif pasien dapat 3. Monitor tingkat kesadaran
stres psikologik berfungsi secara optimal 4. Monitor tingkat orientasi
Kriteria hasil: 5. Monitor GCS
1. Pasien mampu mengenali 6. Monitor tanda-tanda vital : suhu, tekanan darah dan
suara dan orang respirasi
2. Pasien dapat berkomunikasi 7. Monitor status pernafasan

3
dengan baik 8. Monitor respon pasien terhadap pengobatan
3. Mampu memonitor gejala 9. Informasikan pada dokter tentang perubahan kondisi
kemunduran penglihatan pasien
4. Menggunakan pencahayaan
yang adekuat selama
1. Stimulasi kognitif
aktivitas 1. Tanyakan pada keluarga kemampuan kognitif pasien
5. Merawat alat bantu sebelum sakit
penglihatan dengan benar 2. Berikan stimulus lingkungan dengan banyak orang
6. Menggunakan alat bantu 3. Bicara pada pasien
penglihatan dengan benar 4. Gunakan TV, radio atau tape untuk memberikan
program stimulasi
5. Gunakan sentuhan terapeutik
6. Orientasikan tempat, waktu dan orang
5 Defisit perawatan diri ; Tujuan : setelah mendapatkan NIC : Self Care assistance : ADLs
mandi, berpakaian, makan, asuhan keperawatan pasien mampu 1. Monitor kemampuan klien untuk perawatan diri yang
eliminasi berhubungan melakukan aktivitas kehidupan mandiri.
dengan defisit sehari-hari. 2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk
neuromuskuler, Kriteria Hasil : kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan
menurunnya kekuatan otot 1. Klien terbebas dari bau badan makan.

4
dan daya tahan, kehilangan 2. Menyatakan kenyamanan 3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh
kontrol otot, gangguan terhadap kemampuan untuk untuk melakukan self-care.
kognitif melakukan ADLs 4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari
3. Dapat melakukan ADLS yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
dengan bantuan 5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong
kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai
kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas sehari-hari.

5
4. Evaluasi
Evaluasi disusun menggunakan SOAP secara operasional dengan sumatif
(dilakukan selama proses asuhan keperawatan) dan formatif (dengan proses
dan evaluasi akhir)
Evaluasi dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
1. Evaluasi berjalan (sumatif)
Evaluasi jeni ini dikerjakan dalam bentuk pengisian format
catatan perkembangan dengan berorientasi kepada masalah yang
dialami oleh keluarga. format yang dipakai adalah format SOAP.
2. Evaluasi akhir (formatif)
Evaluasi jenis ini dikerjakan dengan cara membandingkan antara
tujuan yang akan dicapai. Bila terdapat kesenjangan diantara
keduanya, mungkin semua tahap dalam proses keperawatan
perlu ditinjau kembali, agar didapat data-data, masalah atau
rencana yang perlu dimodifikasi
DAFTAR PUSTAKA

Docterman et all. (2016). Nursing Invention Classifications (NIC). Edisi


keenam. Elsevier Singapore Pte Ltd Academic.
Ginanjar. (2009). Stroke Hanya Menyerang Orang Tua?. Yogyakarta: Bentang
Pustaka.
Iqbal, Wahit dan Nurul hayatin. (2007). Buku Ajar KDM Teori dan Aplikasi
dalam Praktek. Jakarta: EGC.
Maas et all. (2016). Nursing Out Comes (NOC). Edisi Kelima. Elsevier
Singapore Pte Ltd Academic.
Muttaqin, Arif (2011). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta : Salemba medika:
Nanda Internasional. 2018. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi

2018-2020. Penerbit buku kedokteran EGC

Price, S (2009). Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi


4.Jakarta : EGC
Smeltzer & Bare. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Edisi 8. Volume 2.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai