Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN SNH ( STROKE NON HEMOROGIK) DAHLIA 2, RSUD

RA KARTINI JEPARA

Disusun Oleh :

Wahyu Ismayanti 2019012215

INSTITUT TEKNOLOGI & KESEHATAN CENDEKIA UTAMA KUDUS

TAHUN 2022

Jl.Lingkar Raya Kudus-Pati Km.5 Jepang ,Mejobo, Kudus

1
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan SNH ( Stroke Non Hemorogic ) di ruang Boughenville RSUD RA Kartini
Jepara disahkan pada tanggal 11 Oktober 2022 :

Dosen Pembimbing Kepala Ci

Yayuk Fatmawati S.Kep., Ns., M.kep (…………………………...)

2
3
BAB 1
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Definisi
o Menurut williams (2008), Stroke merupakan gangguan mendadak pada sirkulasi
serebral di satu pembuluh darah atau lebih yang mensuplai otak. Stroke
menginterupsi atau mengurangi suplai oksigen dan umumnya menyebabkan
kerusakan serius atau nekrosis di jaringan otak.
Stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik (primary
hemorrhagic strokes) dan stroke non hemoragik (ischemic strokes).
o Menurut Padila (2012), stroke non hemoragik adalah cedera otak yang berkaitan
dengan obstruksi aliran darah otak terjadi akibat pembentukan thrombus di arteri
cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh.
o Menurut Arif Mutaqqin (2008), stroke non hemoragik merupakan proses
terjadinya iskemia akibat emboli dan thrombosis serebral biasanya terjadi setelah
lama beristirahat, baru bangun tidur atau dipagi hari dan tidak terjadi perdarahan,
namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder.
Jadi dari beberapa pengertian stroke diatas disimpulkan bahwa stroke non
hemoragik adalah gangguan cerebrovascular yang disebabkan oleh sumbatnya
pembuluh darah akibat penyakit tertentu seperti aterosklerosis, arteritis, trombus,
dan embolus.

B. Etiologi
Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu tempat kejadian, yaitu:
1. Trombosis (bekuan darah didalam pembuluh darah otak atau leher).
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk
sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus willisi dan sirkulus
posterior). Tempat terjadinya thrombosis yang sering adalah titik percabangan arteri
serebral utamanya pada darah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis

4
arteri dapat menyebabkan ter"adinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan
resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel, defisiensi
protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang
berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi
arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya
trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).
2. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak dari
bagian otak atau dari bagian tubuh lain).
3. Hemorargik cerebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perlahan ke dalam
jaringan otak atau ruang sekitar otak), akibatnya adalah gangguan suplai darah ke
otak , menyebabkan kehilangan gerak, pikir, memori, bicara, atau sensasi baik
sementara atau permanen.
4. Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah:
o Aterosklerosis
o Infeksi
o Obat-obatan
o Hipotensi

C. Tanda dan Gejala


Menurut Smeltzer dan Bare, (2012) Stroke menyebabkan berbagai deficit
neurologik, gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak berfungsi akibat
terganggunya aliran darah ke tempat tersebut, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah
aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).
Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Manifestasi klinis (tanda dan
gejala) dari stroke menurut Smeltzer dan Bare (2012) adalah sebagai berikut:
1. kehilangan motorik  Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan control volunter terhadap gerakan motorik. karena neuron motor atas
melintas, gangguan control motor volunteer pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.

5
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan pada salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain.
2. Kehilangan komunikasi
fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Stroke
adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat
dimanifestasikan oleh hal berikut:
a. Disartria (kesulitan berbicara): ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti
yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggungjawab untuk menghasilkan
bicara.
b. Disfasia atau afasia (bicara detektif atau kehilangan bicara), yang
terutama ekspresif atau reseptif.
3. Gangguan persepsi
Gangguan persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi.
Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam hubungan
visual spasial dan kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik 
Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam
pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan pasien ini menghadapi
masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka.
5. Disfungsi kandung kemih Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia
urinarius sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan
control motorik dan postural.

D. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu diotak. Luasnya
infark hergantung pada factor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh daralidan
adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang
tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan
lokal (trombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum

6
(hipoksia karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor
penyebab infark pad-a otak. Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah
dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau
terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam
aliran darah. Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh
darah yang bersangkutan dan edema dan kongestidi sekitar area. Area edema ini
menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. 8dema dapat
berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena trombosis
biasanya tidak fata, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah
serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis, jika terjadi
septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat .
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. &al ini akan menyebabkan perdarahan
serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur
arteriosklerotik clan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat
luas akan lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit
serebro vaskulai, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan
tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk
serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin, 2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan
darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus,
talamus, dan pons. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral:
prubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit.
Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi
oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain kerusakan m
parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakihatkan
peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan
drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat

7
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan
sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis, jika volume
darah lebih dari 60 cc maka risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan
71% pada perdarahan lobar. Sedangkan jika terjadi perdarahan serebelar dengan volume
antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%, namun volume darah
5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal (Misbach, 1999 dalam Muttaqin, 2008).

Pathway Stroke Non Hemoragik

8
E. Pemeriksaan Penunjang
1.Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi dan 
mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
3. CT scan Penindaian  ini  memperlihatkan  secara  spesifik  letak  edema,  posisi 
hematoma,  adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya perda
rahan
otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik
5.EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan 
yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang
masif,  sedangkan  pendarahan  yang  kecil  biasanya  warna  likuor  masih  normal
(xantokhrom) sewaktu harihari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum.

F. Penatalaksanaan Medis Stroke Non Hemoragik


Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain:
1. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
2. Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan otak,
sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa diselematkan, tindakan
awal difokuskan untuk menyelematkan sebanyak mungkin area iskemik dengan

9
memberikan O2, glukosa dan aliran darah yang adekuat dengan mengontrol /
memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta tekanan darah.
3. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan, pemberian dexamethason.
4. Pengobatan
a) Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan pada
fase akut.
b) Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik/emobolik.
c) Diuretika : untuk menurunkan edema serebral
5. Penatalaksanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah
otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa
penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas.
Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan
kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.
G. Kompikasi
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:
1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernapasan, nyeri pada daerah tertekan,
konstipasi.
2. Berhubungan dengan  paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi, deformitas,
terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
H. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non Hemoragik
a. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, peker"aan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MBS,
nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama

10
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak badan sebagian , bicara pelo,
dan tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak. biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak  sadar, disamping
gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, obat-obat adiktif dan kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.
b. Pengkajian Fokus:
i. Aktivitas/istirahat
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa,
paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
ii. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF, polisitemia dan
hipertensi arterial.
iii. Integritas ego
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk 
mengekspresikan diri.
iv. Eliminasi
Perubahan kebiasaan BAB dan BAK. Misalnya inkoontinentia
urine, anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
v. Makanan/cairan
Nausea, vomiting, daya sensori hilang di lidah, pipi dan tenggorokan serta
dysphagia.
vi. Neuro Sensori
Pusing, sakit kepala, perdarahan sub intracranial, kelemahan dengan berbagai
tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang menyempit.

11
hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan dibagian ekstremitas dan
kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.
vii. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka.
viii. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan napas.
ix. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. perubahan persepsi
dan orientasi.
x. Interaksi social
Gangguan dalam bicara dan ketidakmampuan berkomunikasi.
c. Pengkajian fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa, lobus
frontal, dan hemisfer.
i. Status Mental
Oservasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas
motorik klien. ada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami
perubahan.
ii. Fungsi intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun
jangka panjang. penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa
kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal persamaan
dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
iii. Kemampuan bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang mempengaruhi fungsi
dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari
girus temporalis superior (area wernicke) didapatkan disfasia reseptif, yaitu klien
tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis. Sedangkan lesi pada
bagian posterior dari girus frontalis inferior (area broca) didapatkan disfagia
ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan
bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara

12
yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab
untuk menghasilkan bicara.  Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan
yang dipelajari sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir 
rambutnya.
iv. Lobus frontal
Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan jika kerusakan telah
terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang
lebih tinggi mungkin rusak.
Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam
pemahaman, lupa, dan kurang motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi
masalah frustrasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi dan
mungkin diperberat oleh respons alamiah klien terhadap penyakit katastrofik ini.
Masalah psikologis lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh emosi yang
labil, bermusuhan, frustrasi, dendam, dan kurang kerja sama.
c. Hemisfer 
Stroke hemisfer kanan didapatkan hemiparese sebelah kiri tubuh, penilaian buruk
dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh
ke sisi yang berlawanan tersebut. Pada stroke hemisfer kiri, mengalami hemiparese
kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan bidang pandang sebelah
kanan, disfagia global, afasia, dan mudah frustrasi.
b. Pengkajian Saraf kranial
Menurut Muttaqin, (2008) pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf 
kranial I-X11.
a. Saraf I: biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
b. Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di antara
mata dan korteks visual gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada Mien
dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa
bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.

13
c.Saraf III, IV, dan VI: jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada satu sisi otot-
otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi
yang sakit.
d. Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf  trigenimus,
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan
eksternus.
e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
f. Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g. Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
i. Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta indra
pengecapan normal.
9. Pengkajian Sistem Motorik 
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh Karena UMN
bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat
menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak.
a.  Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena
lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi
tubuh adalah tanda yang lain.
b.  Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
c. Tonus otot. Didapatkan meningkat.
10. Pengkajian Sistem Motorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi terdapat ketidakmampuan
untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan
jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual.
11. Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis
a. Menilai kekuatan otot

14
Kaji cara berjalan dan keseimbangan
Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan tangan,
tubuh sampai kaki. Periksa tonus otot dan kekuatan.
Pemeriksaan reflek 
Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya
dalam posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak  memungkinkan.
Evaluasi respon klien dengan menggunakan skala 0 -4
b. Bangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis)
dilakukan pemeriksaan:
1) Kaku kuduk 
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak
dapat menempel pada dada kaku kuduk positif (+)
2) Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan lain
di dada klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepala
klien di fleksikan kedada secara pasif. Brudzinsky I positif (+)
3) Tanda Brudzinsky II
Tanda Brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul
secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul
dan lutut.
4) Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus,lalu dicoba meluruskan tungkai bawah
pada sendi lutut normal-, bila tungkai membentuk sudut 1350 terhadap
tungkai atas. Kerniq + bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa
sakit tibia ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap
hambatan.
5) Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri
sepanjang Mischiadicus.
12. Diagnosa Keperawatan Stroke Non Hemoragik

15
1. Ketidakefektifan  perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan aliran darah
ke otak 
2. Kerusakan mobilitas fisik  berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
4. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan
neurovaskuler
5. Resiko Aspirasi berhubungan dengan  penurunan kesadaran
6. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran
13. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Ketidakefektifan  perfusi NOC NIC
jaringan serebral b.d  Circulationul Status Peripheral Sensation
penurunan aliran darah ke  Tissue Perfusion: Management (manajemen
otak cerebral sensasi perifer)
Kriteria Hasil: 1. Monitor adanya
1. Mendemonstrasikan daerah tertentu yang
status sirkulasi yang hanya  peka terhadap
ditandai dengan: panas/dingin/tajam/tu
2. Tekanan systole dan mpul
diastole dalam rentang 2. Monitor adanya
yang diharapkan. paratese.
3. Tidak ada ortostatik 3. Intruksikan keluarga
hipertensi. untuk mengobservasi
4. Tidak ada tanda-tanda kulit "ika ada lesi atau
peningkatan tekanan laserasi
intrakranial (tidak lebih 4. Gunakan sarung
dari 15 mmhg) tangan untuk proteksi
5. Mendemonstrasikan 5. Batasi gerakan pada
kemampuan kognitif  kepala, leher, dan
yang ditandai dengan: punggung.
6. Berkomunikasi dengan 6. Kolaborasi pemberian

16
jelas sesuai dengan analgetik
kemampuan. 7. Monitor adanya
7. Menunjukkan tromboplebitis
perhatian, konsentrasi, 8. Diskusikan mengenai
dan orientasi. penyebab perubahan
8. Memproses informasi sensasi.
9. Membuat keputusan
dengan benar
10. Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh: tingkat
kesadaran membaik,
tidak ada gerakan
gerakan involunter

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


2. Hambatan NOC NIC
mobilitas fisik b.d  Joint Movement :active Exercise Thersapy:
kerusakan  mobility Level Ambulanc
neuromuskular  self Care : ADLs 1. Monitoring vital sign

kriteria hasil : sebelum atau sesudah

1. aktifitas fisik klien latihan dan lihat respon

meningkat pasien saat latihan

2. Mengerti tujuan dari 2. konsultasikan dengan

peningkatan mobilitas terapi fisik tentang

3. Memverbalisasikan rencana ambulasi sesuai

perasaan dalam dengan kebutuhan

meningkatkan kekuatan 3. Bantu klien untuk

dan kemampuan menggunakan tongka saat

perpindahan berjalan dan cegah

4. Memperagakan terhadap cedera

17
penggunaan alat 4. ajarkan pasien atau tenaga
5. Bantu untuk mobilisasi kesehatan lain tentang
(walker) teknik ambulasi
5. kaji kemampuan pasien
dalam mobilisasi
6. Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
secara mandiri sesuai
kemampuan
7. Dampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi dan
bantu penuhi kebutuhan
ADLs pasien
8. Berikan alat bantu jika
klien memerlukan
9. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan
berikan bantuan jika
diperlukan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


3. Defisit perawatan NOC NIC
Diri;mandi,berpakaian Setelah dilakukan tindakan 1. Menyediakan kesehatan
makan, toileting keperawatan, diharapkan mulut (oral hygiene)
berhubungan dengan kebutuhan mandiri klien 2. Memfasilitasi pasien
kelemahan fisik terpenuhi, dengan kriteria untuk mandi di atas di
hasil: tempat tidur
1. pasien mampu memenuhi 3. Memfasilitasi kebersihan
ADLsnya secara mandiri toilet pasien (mengganti
2. Mampu mempertahankan drypers pasien)

18
kebersihan dan kerapian 4. Tempatkan pasien dalam
secara mandiri posisi yang nyaman
3. Mampu untuk merawat 5. Mengganti pakaian dan
mulut dan gigi secara laken pasien setelah
mandiri memandikan pasen

19
20
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth, 2012. Keperawatan medikal bedah. Edisi 8 volume 2. Jakarta:EGC


Hartina. 2015. Laporan pendahuluan Stroke Haemoragik.

Chang, Ester . 2010 .  Patofisiologi : Aplikasi pada praktik keperawatan. Jakarta: EGC.


Kaharu, Atika. 2015. Laporan Pendahuluan Stroke non Haemoragik .

Muttaqin, Arif. 2008 .  Buku Ajar Asuhan kepera$atan klien  Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta.Salemba Medika.

NANDA. (2014).  Diagnosis keperawatan NANDA: Definisi dan  klasifikasi 2012-2014. Jakarta:
EGC.

 Nurarif & Kusuma. (2013).  Aplikasi Asuhan Keperawatan  Berdasarkan Diagnosis Medis &
NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction

Padila. 2012. Buku ajar keperawatan medical bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku ajar keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC.

William, Lippicont. 2008. Nursing: Memahami berbagai macam penyakit. Jakarta: Indeks.

21

Anda mungkin juga menyukai