Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER (STROKE HEMORAGIK)


DI RUANG IGD RST dr. ASMIR SALATIGA

Disusun Untuk Memenuhi Praktek Klinik Keperawatan Gawat Darurat

Dosen Pembimbing : Ns. Ainnur Rahmawati, M. Kep

Disusun Oleh :

Rika Desiana Lydia Sari

20101440118063

PROGRAM D III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KESDAM IV /DIPONEGORO

SEMARANG

2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE HEMORAGIK

A. Definisi
Stroke adalah gangguan fungsi otak akibat aliran darah ke otak
mengalami gangguan sehingga mengakibatkan nutrisi dan oksigen yang
dibutuhkan otak tidak terpenuhi dengan baik. Stroke dapat juga diartikan
sebagai kondisi otak yang mengalami kerusakan karena aliran atau suplai
darah ke otak terhambat oleh adanya sumbatan (ischemic stroke) atau
perdarahan (haemorrhagic stroke) (Arum, 2015). Ischemic stroke (non
hemoragik)/cerebro vaskuler accident (CVA) adalah kehilangan fungsi
otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak
disebabkan karena adanya thrombus atau emboli (Oktavianus, 2014).
Menurut World Health Organization (WHO) stroke adalah adanya
tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak
fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain selain
vaskular (Ode, 2012). Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan stroke
adalah gangguan fungsi otak karena penyumbatan, penyempitan atau
pecahnya pembuluh darah menuju otak. Hal ini menyebabkan pasokan
darah dan oksigen menuju ke otak menjadi berkurang.
Stroke hemoragik merupakan disfungsi neurologis fokal yang
akut dan disebabkan oleh perdarahan pada substansi otak yang terjadi
secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, akibat pecahnya
pembuluh arteri dan pembuluh kapiler (Price, 2006).Stroke jenis ini
merupakan sekitar 20% dari semua stroke.Stroke jenis ini diakibatkan
oleh pecahnya suatu mikro aneurisma di otak. Stroke ini dibedakan atas:
perdarahan intraserebral, subdural, dan subaraknoid (Sudoyo, 2007).
B. Etiologi
1. Trombosis Cerebral
Trombosis Cerebral terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat
menimbulkan udema dan kongesti di sekitarnya.
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan trombosis otak :
a. Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
b. Hypercoagulasi pada polysitemia
Hypercoagulasi pada polysitemia merupakan keadaan dimana
darah bertambah kental, peningkatan viscositas atau hematokrit
dapat memperlambat aliran darah serebral.
c. Arteritis (peradangan pada arteri)
2. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli
berasal dari trombus di jantung yang terlepas dan menyumbat
sistem arteri serebral.
3. Haemoragi
Haemoragi atau perdarahan dapat terjadi karena atherosklerosis dan
hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan
penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan
sehingga terjadi infark, udema dan mungkin herniasi otak.
4. Hypoksia Umum
a. Hipertensi yang parah
b. Cardiac pulmonary arrest (henti curah jantung - paru)
c. Curah jantung turun akibat aritmia
5. Hipoksia Setempat
a. Spasme arteri serebral yang disertai peradangan subarachnoid
b. Vasokonstriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain
(Nugroho, Putri & Kirana, 2016)
C. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak
dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus,
emboli, perdarahan, dan spasme vaskuler) atau karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis sering
sebagai factor penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak
arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tem pat
aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi. Trombus dapat
pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran
darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan yang disuplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar
area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada
area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau
kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien
mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena itu thrombosis biasanya tidak
fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif.
Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan
edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan
meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang
tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau rupture
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
lebih sering menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit
serebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa
otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak pada falk serebei atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus
peradarahan otak di nekleus kaudatus, talamus, dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia
serebral. Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat
reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan inversibel jika anoksia
lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan
yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain kerusakan perenkim
otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan
peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan perfusi otak serta
gangguan drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan
kaskade iskemik akibat menurunya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di
area yang terkena dan sekitarnya tertekan lagi. (Arif Mutaqin, 2013)
D. Manifestasi Klinik
Menurut Tarwoto (2013), manifestasi klinis stroke tergantung dari sisi atau
bagian mana yang terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan adanya
sirkulasi kolateral. Pada stroke Iskemik, gejala klinis meliputi:
1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparise) atau
hemiplegia (paralisis) yang timbul secara mendadak. Kelumpuhan
terjadi akibat adanya kerusakan pada area motorik di korteks
2. bagian frontal, kerusakan ini bersifat kontralateral artinya jika terjadi
kerusakan pada hemisfer kanan maka kelumpuhan otot pada sebelah
kiri. Pasien juga akan kehilangan kontrol otot vulenter dan sensorik
sehingga pasien tidak dapat melakukan ekstensi maupun fleksi.
3. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.
4. Gangguan sensibilitas terjadi karena kerusakan system saraf otonom
dan gangguan saraf sensorik.
5. Disatria (bicara cedel atau pelo)
Merupakan kesulitan bicara terutama dalam artikulasi sehingga
ucapannya menjadi tidak jelas. Namun demikian, pasien dapat
memahami pembicaraan, menulis, mendengarkan maupun membaca.
Disartria terjadi karena kerusakan nervus cranial sehingga terjadi
kelemahan dari otot bibir, lidah dan laring. Pasien juga terdapat
kesulitan dalam mengunyah dan menelan.
6. Gangguan penglihatan, diplopia.
Pasien dapat kehilangan penglihatan atau juga pandangan menjadi
ganda, gangguan lapang pandang pada salah satu sisi. Hal ini terjadi
karena kerusakan pada lobus temporal atau parietal yang dapat
menghambat serat saraf optik pada korteks oksipital. Gangguan
penglihatan juga dapat disebabkan karena kerusakan pada saraf cranial
III, IV dan VI.
7. Disfagia
Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus
cranial IX. Selama menelan bolus didorong oleh lidah dan glottis
menutup kemudian makanan masuk ke esophagus.
8. Inkontinensia.
Inkontinensia baik bowel maupun badder sering terjadi karena
terganggunya saraf yang mensarafi bladder dan bowel.
E. Pathway
F. Komplikasi
1. Gangguan Komunikasi
a. Disfasia Reseptif
Disfasia Reseptif adalah kesulitan memahami perkataan orang lain
walaupun perkataan tersebut sering kali digunakan oleh pas
b. Disfasia Ekspresif
Disfasia Ekspresif adalah keadaan dimana penderita stroke
mengerti perkataan lawan bicara, tetapi mengalami kesulitan
ketika mengekspresikan apa yang akan dikatakan.
c. Disartria
Disartria adalah kesulitan berbicara pada penderita stroke seperti
tercekat di lidah dan tidak bisa diungkapkan atau bisa diungkapkan
tapi terdengar aneh, seperti orang mabuk.
d. Disleksia
Disleksia adalah kesulitan dalam mengeja kata dan membaca.
e. Preservasi
Preservasi adalah kesulitan dalam mengungkapkan kata-kata yang
runtut dan bervariasi sehingga terjadi pengulangan kata-kata yang
tidak sesuai.
2. Kesulitan Menelan
Beberapa pasien setelah mengalami stroke terjadi permasalahan ketika
mengunyah, kemudian merasa sakit ketika harus menelan makanan
tersebut bahkan tak jarang akan menimbulkan aspires.
3. Inkontinensia
Inkontinensia adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengontrol
eliminasi urin maupun alvi. Inkontinensia terjadi akibat kerusakan
pada bagian otak yang mengatur eliminasi urin dan alvi sehingga
menyebabkan hilangnya kontrol sadar terhadap kedua kegiatan
tersebut.
4. Luka Tekan
Luka tekan adalah kerusakan jaringan karena adanya kompresi
jaringan lunak diatas tulang yang menonjol dan adanya tekanan dari
luar dalam waktu yang lama, hal ini mengakibatkan pembuluh darah
menjadi tertekan dan aliran darah berkurang sehingga sel-sel kulit
menjadi mati karena kekurangan nutrisi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi luka tekan diantaranya adanya :

a. Mobilitas dan Aktivitas


b. Penurunan Sensori Persepsi
c. Kelembaban
d. Tenaga yang Merobek (shear)
e. Gesekan (friction)
f. Usia
g. Temperatur Kulit (Arum, 2015)
G. Data Penunjang
1. CT Scan (Computed Tomography Scan)
CT Scan digunakan untuk memperlihatkan edema, hematoma, iskemik
dan adanya infark.
2. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Pemeriksaan MRI dilakukan dengan menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya
perdarahan otak.
3. Angiogram
Angiogram digunakan untuk membantu menentukan penyebab stroke
secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri, oklusi/ruptur.
4. Ekokardiogram
Ekokardiogram merupakan pemeriksaan dengan menggunakan
gelombang suara pada jantung. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui fungsi katup-katup jantung, mengetahui ketebalan dinding
jantung dan melihat adanya gumpalan darah yang dapat menyebakan
stroke.
5. Lumbal Puncture atau Fungsi Lumbal
Lumbal Puncture atau fungsi Lumbal digunakan untuk
mengidentifikasi adanya tekanan normal hemoragik, Malformasi
Arterial Artirivena (MAV).
6. Ultrasonografi Doppler
Ultrasonografi doppler adalah sebuah tes untuk mengidentifikasi
penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis atau aliran darah).
7. EEG (Electro ensefalography)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah dengan
melihat gelombang pada otak
8. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan ini digunakan untuk memonitor reaksi obat terhadap
tubuh (Pudiastuti, 2011).
H. Asuhan Keperawatan
Pengkajian keperawatan
1. Pengkajian Primer :
a. Airway
1) Peningkatan sekresi pernafasan
2) Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b. Breathing
1) Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung,
takipneu/bradipneu, retraksi.
2) Menggunakan otot aksesoris pernafasan
3) Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c. Cirulation
1) Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
Sakit kepala
2) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
3) Papil edema
4) Urin output meurun
d. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum
dan neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.

2. Pengkajian Sekunder
a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita vertigo sangat penting, berguna
untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk
menyusun strategi pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik
antar individu maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat
berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada sesak
yang hebat yang disertai gangguan kesadaran.

Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu


serangan. Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa
adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan
yang paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang
timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau
dengan pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk
waktu yang lama.

b. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang diagnosis
asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna
untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma,
meliputi pemeriksaan :
1. Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah,
kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi
pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu
pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat
klien.
2. Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan
pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik,
perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda
urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut,
kelembaban dan kusam.
3. Thorak
a. Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan
adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-
otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta
frekwensi pernafasan.
b. Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan
taktil fremitus.
c. Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
d. Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan
expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi,
dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.
c. Sistem pernafasan
1) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras
dan seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer
kemudian menjadi kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi
juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi
infeksi sekunder.
2) Frekuensi pernapasan meningkat
3) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
4) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang
memanjang disertai ronchi kering dan wheezing.
5) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada
inspirasi bahkan mungkin lebih.
6) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan :
a. Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter
anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar
hipersonor.
b. Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan
pengaktifan otot-otot bantu napas (antar iga,
sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi
suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan
cuping hidung.
7) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan
cepat dan dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing
tidak terdengar(silent chest), sianosis.
d. Sistem kardiovaskuler
1. Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
2. Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
1) takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
2) Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan
tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu
inspirasi. Normal tidak lebih daripada 5 mmHg, pada asma
yang berat bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
3) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun,
gangguan irama jantung.
3. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d Infark jaringan otak
2. Ketidakefektifan pola nafas b.d hiperventilasi
3. Gangguan hambatan mobilitas fisik b.d Hemiparasis
I. Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan kriteria
No Intervensi
Keperawatan hasil
1. Ketidakefektifa Setelah dilakukan 1. Lakukan TTV
n perfusi tindakan
2. Identifikasi peningkantan
jaringan serebral keperawatan selama
b.d Infark ….x30 menit tekanan intracranial.
jaringan otak diharapkan pasien
3. monitor peningkatan TD.
mampu mengatasi
Ketidakefektifan 4. monitor penurunan frekuensi
perfusi jaringan
jantun
serebral b.d Infark
jaringan otak 5. monitor ireguleritas irama nafas
dengan kriteria hasil:
6. monitor penurunan tingkat
1. Tingkat
kesadaran
kesadaran
7. monitor perlambatan atau ketidak
meningkat
simetrisan respon pupil
2. Gelisah menurun
8. monitor kadar CO2 dan
3. Tekanan darah
pertahankan dalam rentang yang
normal
diindikasikan
9. monitor tekanan perfusi serebra
10. monitor jumlah kecepatan,dan
karakteristik,drainase cairan
serebrospinal
2. Ketidakefektifa Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi
n pola nafas b.d tindakan keperawatan 1. Monitor frekuensi, irama,
hiperventilasi selama ….x30 menit kedalaman dalam upaya bernapas.
diharapkan pasien 2. Monitor pola napas, kemampuan
mampu mengatasi batuk efektif, adanya produksi
ketidakefektifan pola sputum, adanya sumbatan jalan
nafas dengan kriteria napas
hasil: 3. Palpasi kesimetrisan ekspansi
1. Menunjukan pola paru
nafas yang paten 4. Auskultasi bunyi napas
(klien tidak 5. Atur interval pemantauan respirasi
merasa sesuai kondisi pasien
tercekik,frekuensi 6. Dokumentasikan hasil
nafas dalam pemantauan
rentang 7. Jelaskan tujuan dan prosedur
normal,tidak ada pemantauan
suara nafas 8. Informasikan hasil pemantauan,
abnormal) jika perlu
2. Mampu Terapi Oksigen
mengidentifikasi 1. Monitor kecepatan aliran oksigen
dan mencegah 2. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
faktor yang dapat 3. Monitor tanda dan gelaja toksikasi
menghambat pola oksigen dan atelektasis:
napas 4. Bersihkan sekret mulut
5. Pertahankan kepatenan jalan
napas
6. Gunakan perangkat oksigen yang
sesuai tingkat mobilitas pasien
Kolaborasi :
1. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
2. Kolaborasi penggunaan oksigen
saat aktivitas dan/tidur
3. Gangguan Setelah dilakukan a. Manajemen Energi
tindakan keperawatan
hambatan
selama x30 menit 1. Identifikasi gangguan fungsi
mobilitas fisik diharapkan pasien
mampu mengatasi tubuh yang mengakibatkkan
b.d Hemiparasis
Gangguan hambatan kelemahan
mobilitas fisik b.d
Hemiparasisdengan 2. Monitor kelemahan fisik dan
kriteria hasil: emosional
1. Berpartetisipasi
dalam aktivitas 3. Monitor pola dan jam tidur
fisik tanpa disertai 4. Monitor lokasi dan
peningkatan
tekanan darah, ketidaknyamanan selama
nadi, dan RR melakukan aktivitas
2. Mampu
melakukan 5. Sediakan lingkungan nyaman
aktivitas sehari- 6. Lakukan rentang gerak
harisecara mandiri
3. Tanda-tanda vital pasif/aktif
normal 7. Berikan aktivitas distraksi
4. Mampu berpindah
dengan atau tanpa yang menenangkan
bantuan 8. Anjurkan tirah baring
5. Status respirasi
adekuat 9. Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
10. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang

b. Kolaborasi

Kolaborasi dengan ahli gizi tentang


cara meningkatkan asupan makanan
DAFTAR PUSTAKA
Affandi,Indra Gunawan & Panggabean Reggy. 2016. Pengelolaan
Tekanan Tinggi Intrakranial pada Stroke. CDK-238/ vol.43 no.3, th. 2016.

Arum, Seria Puspita. 2015. Stroke : Kenali Cegah dan Obati. Yogyakarta
: Notebook
Bulecheck, et al. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi 6. 2016
. Singapore : Elsevier
Herdman Heather T & Kamitsuru Shigemi. Nursing Diagnoses :
Definitions and Classification 2015-2017. Edisi 10. 2015. Jakarta : EGC
Moorhead et al. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi 5. 2016.
Singapore : Elsevier
Nugroho Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah
dan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika
Nugroho Taufan, Putri,Bunga Tamara & Putri,Dara Kirana. 2016. Teori
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta : Nuha Medika
Oktavianus. 2014. Asuhan Keperawatan pada Sistem Neurobehavior.
Yogyakarta : Graha Ilmu
Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha
Medika Pudiastuti. 2011. Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta : Nuha
Medika
Riskesdas. 2013. Penyakit Tidak Menular : Stroke. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2013.
Sunardi. 2012. Posisi Kepala dalam Stabilitasi Tekanan Intrakranial.
Sunarto. 2015. Peningkatan Nilai Saturasi Oksigen pada Pasien Stroke
Menggunakan Model Elevasi Kepala. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan,
Volume 4, Nomor 1.
Wijaya,Andra Saferi& Putri,Yessie Mariza. 2013. Keperawatan Medikal
Bedah 2. Yogyakarta : Nuha Medika
World Healt Organization (WHO). 2016. Global NCD Target Prevent
Heart Attacks and Strokes Through Drug Theraphy and Counselling.

Anda mungkin juga menyukai