Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN CVA (CEREBROVASCULAR ACCIDENT)


DI RUANG SHOFA 3 RSU HAJI
SURABAYA

Oleh :

HANA MARSHADITA YOWANDA SARI


NIM : P27820720093

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
PROGRAM SARJANA TERAPAN
2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Stroke atau Cerebrovaskuler Accident (CVA) adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh terhentinya suplai darah ke bagian otak. Sindrom klinis
yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat berupa deficit neurologis vokal
atau global yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan bisa berlangsung
menimbulkan kematian. Kondisi ini semata-mata disebabkan oleh peredaran
darah ke otak non traumatik (Wijaya & Putri. 2013). Masalah-masalah yang
ditimbulkan oleh stroke bagi kehidupan manusia sangatlah kompleks Adanya
gangguan gangguan seperti halnya fungsi vital otak seperti gangguan koordinasi,
gangguan keseimbangan, gangguan kontrol postur. gangguan sensasi, dan
gangguan gerak yang dapat menghambat aktivitas sehari-hari pada penderita
stroke (Irfan, 2010). CVA merupakan gangguan pembuluh darah otak (GPDO)
masih penyebab kematian ketiga, sesudah penyakit jantung dan kanker. Di negara
maju, meskipun angka kematian dari GPDO akhir-akhir ini cenderung menurun
oleh karena pencegahan terhadap penyakit ini telah dilakukan sebaik mungkin. Di
negara berkembang kemajuan ekonomi serta ilmu pengetahuan dan teknologi
telah memperpanjang usia (Sudarsini, 2017).
B. Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit stroke yang banyak terjadi adalah pecahnya
pembuluh darah otak yang sebagian besar diakibatkan oleh rendahnya kualitas
pembuluh darah otak Sehingga dengan adanya tekanan darah yang tinggi
pembuluh darah menjadi rentiam pecah (Padila, 2012)
Stroke dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
1. Trombosis serebri
Aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab
yang paling umum terjadi pada penyakit stroke Trombosis lebih sering
ditemukan sebanyak 40% dari banyaknya kasus stroke. hal ini telah
dibukukan oleh para ahli patologi. Pada kasus thrombosis serebri biasanya ada
kaitannya dengan kerusakan lokal pada dinding pembuluh darah akibat
aterosklerosis.
2. Emboli Serebri
Embolisme serebri kondisi dimana aliran darah terhambat akibat benda asing
(embolus), seperti bekuan darah yang berada di dalam aliran darah yang dapat
menghambat pembuluh darah. Emboli serebri termasuk dalam urutan ke dua
dari berbagai penyebab utama stroke Pada penderita stroke dengan embolisme
serebri penderita biasanya berusia lebih muda dibandingkan penderita stroke
trombosis.
3. Hemoragi (pendarahan)
Hemoragi atau pendarahan saat pecahnya salah satu srteri sehingga aliran
darah pada sebagian otak berkurang atau terputus yang mengakibatkan
pasokan oksigen ke otak menjadi berkurang sehingga fungsi otak dapat
terganggu. Hemoragi dapat terjadi di luar durameter (hemoragi ekstra dural
atau epidural) dibawah durameter (hermoragi subdural), di ruang
subarachnoid (hemoragi subarachnoid atau dalam substansial intra serebral).
(Wijaya & Putri, 2013).
4. Penyumbatan pada Arten Serebri Media
Arteri Serebri Media inilah yang paling sering mengalamı gangguan.
Penyumbatan dan pendarahan pada oksipital kapsul internal. Gangguan pada
arteri serebri media dapat menyebabkan hemiparesis sisi kontralateral yang
lebih sering mengenai lengan, karena pusat motorik tungkai masih mendapat
pasokan darah dari asteriserebri anterior. Pada gangguan aliran darah di sisi
yang dominan akan timbul gejala afasia (Irfan, 2010). Faktor penyebab cva
dengan hambatan mobilitas fisik adalah kondisi hilangnya fungsi neurologis
secara cepat karena terganggunya perfusi darah ke otak akibat dari
penyumbatan pembuluh darah maupun pendarahan yang terjadi di otak.
Sehingga vaskularisasi otak ini memunculkan berbagai kondisi seperti
kesulitan berbicara, kesulitan berjalan, kelemahan otot, dan hilangnya kontrol
terhadap gerakan motorik yang secara umum dapat di manifestasikan dengan
disfungsi motorik seperti, hemiplagia (paralisis pada salah satu sisi tubuh) dan
hemiparese (kelemahan pada salah satu sisi tubuh). (Sari, Agianto, & Wahid,
2015).
C. Patofisiologi
Otak sangatlah tergantung pada oksigen dan otak sendiri tidak memiliki
cadangan oksigen. Jika aliran darah ke setiap bagian otak terhambat karena
adanya trombus dan embolus, maka sangatlah mungkin jaringan otak akan
mengalami kekurangan oksigen. Kekurangan dalam satu menit saja dapat
mengarah pada gejala seperti kehilangan kesadaran Selanjutnya jika otak
mengalami kekurangan oksigen dalam waktu yang lama dapat menyebabkan
nekrosis mikroskopik neuron-neuron, yang menyebabkan terjadinya stroke infark
Kekurangan oksigen pada awalnya akibat dari iskemia mum (henti jantung atau
hipotensi) dan hipoksia akibat dan proses anemia dan kesukaran untuk bernafas
Stroke embolus sendiri merupakan akibat dari bekuan darah. plaque, dan ateroma
fragmen lemak.
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme
vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan
jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak,
thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area
yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus
dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran
darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area
infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-
kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai
menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak
terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septic infeksi
akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak lebih
disebabkan oleh ruptur arteri osklerotik dan hipertensi pembuluh darah.
Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler, karena perdarahan yang
luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih
berat dapat menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak
di nukleus kaudatus, talamus dan pons. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat
berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat
reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia
lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi salah satunya henti jantung. Selain kerusakan parenkim otak, akibat
volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan
intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta
terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta
kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-
neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah
yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka
resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan
lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc
diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan
terdapat di pons sudah berakibat fatal (Muttaqin, 2014).
D. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Umum
1) Pada fase akut
a) Terapi cairan, stroke beresiko terjadinya dehidrasi karena penurunan
kesadaran atau mengalami disfagia. Terapi cairan ini penting untuk
mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan darah. The American
Heart Association sudah menganjurkan normal saline 50 ml/jam
selama jam-jam pertama dari stroke iskemik akut. Segera setelah
stroke hemodinamik stabil, terapi cairan rumatan bisa diberikan
sebagai KAEN 3B/KAEN 3A. Kedua larutan ini lebih baik pada
dehidrasi hipertonik serta memenuhi kebutuhan hemoestasis kalium
dan natrium. Setelah fase akut stroke, larutan rumatan bisa diberikan
untuk memelihara hemoestasis elektrolit, khususnya kalium dan
natrium.
b) Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik mangalami
gangguan aliran darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen sangat
penting untuk mengurangi hipoksia dan juga untuk mempertahankan
metabolism otak. Pertahankan jalan napas, pemberian oksigen,
penggunaan ventilator, merupakan tindakan yang dapat dilakukan
sesuai hasil pemeriksaan analisa gas darah atau oksimetri
c) Penatalaksanaan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)
Peningkatan intra cranial biasanya disebabkan karena edema serebri,
oleh karena itu pengurangan edema penting dilakukan misalnya
dengan pemberian manitol, control atau pengendalian tekanan darah
d) Monitor fungsi pernapasan : Analisa Gas Darah
e) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG
f) Evaluasi status cairan dan elektrolit
g) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan cegah
resiko injuri
h) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi labung dan
pemberian makanan
i) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
j) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan
pupil, fungsi sensorik dan motorik, nervus cranial dan reflex 2)
2) Fase rehabilitasi
a) Pertahankan nutrisi yang adekuat
b) Program manajemen bladder dan bowel
c) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi (ROM)
d) Pertahankan integritas kulit
e) Pertahankan komunikasi yang efektif
f) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
g) Persiapan pasien pulang
3) Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau volume
lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan
ventrikuloperitoneal bila ada hidrosefalus obstrukis akut.
4) Terapi obat-obatan
a. Antihipertensi : Katropil, antagonis kalsium
b. Diuretic : manitol 20%, furosemid
c. Antikolvusan : fenitoin Sedangkan menurut Batticaca (2008), terapi
perdarahan dan perawatan pembuluh darah pada pasien stroke
perdarahan adalah :
a) Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil
- Aminocaproic acid 100-150 ml% dalama cairan isotonic 2
kali selama 3-5 hari, kemudian 1 kali selama 1-3 hari
- Antagonis untuk pencegahan permanen : Gordox dosis
pertama 300.000 IU kemudian 100.000 IU 4 kali perhar i IV ;
Contrical dosis pertama 30.000 ATU, kemudaian 10.000
ATU 2 kali per hari selama 5-10 hari
b) Natrii Etamsylate (Dynone) 250 mg x 4 hari IV sampai 10 hari
c) Kalsium mengandung obat ; Rutinium, Vicasolum, Ascorbicum
d) Profilaksis Vasospasme
- Calcium-channel antagonis (Nimotop 50 ml (10 mg per hari
IV diberikan 2 mg per jam selama 10-14 hari))
- Berikan dexason 8 4 4 4 mg IV (pada kasus tanpa DM,
perdarahan internal, hipertensi maligna) atau osmotic diuretic
(dua hari sekali Rheugloman (Manitol) 15% 200 ml IV
diikuti oleh 20 mg Lasix minimal 10-15 hari kemudian.
Pathway
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
Menurut Tarwoto (2013) pengkajian keperawatan pada pasien stroke meliputi :
1. Pengkajian
1) Identitas Pasien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, diagnose medis.
2) Keluhan Utama
Keluhan yang didapatkan biasanya gangguan motorik kelemahan anggota
gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi, nyeri
kepala, gangguan sensorik, kejang, penurunan kesadaran.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan awal yang
tidak disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal sering
kesemutan, rasa lemah pada salah satu anggota gerak. Pada serangan
stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat
pasien melakukan aktifitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah
bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain. d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
mellitus.
5) Riwayat Psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi
dan pikiran pasien dan keluarga.
2. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen, apatis,
sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal terserang
stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran
letargi dan compos metis dengan GCS 13-15
2) Tanda-tanda Vital
a) Tekanan darah Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki
riwayat tekanan darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole > 80
b) Nadi Biasanya nadi normal
c) Pernafasan Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada
bersihan jalan napas
d) Suhu Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke
hemoragik
3) Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah
4) Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V
(Trigeminal) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada
pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas halus, klien akan
menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus VII.
(facialis) : biasanya alis mata simetris, dapat mengangkat alis, mengernyitkan
dahi, mengernyitkan hidung, menggembungkan pipi, saat pasien
menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan tergantung lokasi lemah
dan saat diminta mengunyah pasien kesulitan untuk mengunyah.
5) Mata
Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, kelopak
mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) : biasanya luas
pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III (okulomotoris) : biasanya
diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang isokor dan anisokor, palpebra dan
reflek kedip dapat dinilai jika pasien bisa membuka mata . Nervus IV
(troklearis) : biasanya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke atas
dan bawah. Nervus VI (abdusen) : biasanya hasil nya pasien dapat mengikuti
arah tangan perawat ke kiri dan kanan
6) Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada pernapasan
cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) : kadang ada yang
bisa menyebutkan bau yang diberikan perawat namun ada juga yang tidak,
dan biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan kanan berbeda dan pada
nervus VIII (akustikus) : biasanya pada pasien yang tidak lemah anggota
gerak atas, dapat melakukan keseimbangan gerak tangan-hidung
7) Mulut dan Gigi
Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan
mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada
pemeriksaan nervus VII (facialis) : biasanya lidah dapat mendorong pipi kiri
dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis dan asin. Pada
nervus IX (glossofaringeal) : biasanya ovule yang terangkat tidak simetris,
mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat merasakan rasa
asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglasus) : biasanya pasien dapat
menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan ke kiri dan kanan namun
artikulasi kurang jelas saat bicara
8) Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus VIII
(akustikus) : biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari dari
perawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat
mendengar jika suara keras dan dengan artikulasi yang jelas
9) Leher Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke hemragik
mengalami gangguan menelan. Pada peemeriksaan kaku kuduku biasanya
(+) dan bludzensky 1 (+)
10) Thorak
a) Paru-paru Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan Palpasi : biasanya
fremitus sam aantara kiri dan kanan Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)
Auskultasi: biasanya suara normal (vesikuler)
b) Jantung Isnpeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat Palpasi : biasanya
ictus cordis teraba Perkusi : biasanya batas jantung normal Auskultasi:
biasanya suara vesikuler
11) Abdomen
Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi: biasanya biasanya bising usus pasien tidak terdengar.
Pada pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien digores
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.
12) Ekstremitas
a. Atas Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya
normal yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) :
biasanya pasien stroke hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada
bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat
siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun
ekstensi (reflek bicep (-)) dan pada pemeriksaan tricep respon tidak ada
fleksi dan supinasi (reflek bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan reflek
hoffman tromer biasanya jari tidak mengembang ketika diberi reflek
(reflek Hoffman tromer (+)).
b. Bawah Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan bluedzensky
I kaki kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki digores
biasanya jari tidak mengembang (reflek babinsky (+)). Pada saat dorsum
pedis digores biasanya jari kaki juga tidak beresponn (reflek caddok (+)).
Pada saat tulang kering digurut dari atas ke bawah biasanya tidak ada
respon fleksi atau ekstensi (reflek openheim (+)) dan pada saat betis
diremas dengan kuat biasanya pasien tidak merasakan apa-apa (reflek
gordon (+)). Pada saat dilakukan reflek patella biasanya femur tidak
bereaksi saat di ketukkan (reflek patella (+)).
Nilai Kekuatan Otot :
- Tidak dapat sedikitpun kontraksi otot, lumpuh = 0
- Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada
persendian yang harus digerakkan oleh otot tersebut = 1
- Didapatkan gerakan , tapi gerakan tidak mampu melawan gaya berat
(gravitasi) = 2
- Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat = 3
- Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit
tahanan yang diberikan = 4
- Tidak ada kelumpuhan (normal) = 5
Sumber: Debora, 2013
13) Pola kebiasaan sehari-hari
1. Pola kebiasaan
Biasanya pada pasien yang pria, adanya kebiasaan merokok dan
penggunaan minuman beralkhohol
2. Pola makan
Biasanya terjadi gangguan nutrisi karena adanya gangguan menelan pada
pasien stroke hemoragik sehingga menyebabkan penurunan berat badan.
3. Pola tidur dan istirahat
Biasanya pasien mengalami kesukaran untuk istirahat karena adanya
kejang otot/ nyeri otot
4. Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pasien tidak dapat beraktifitas karena mengalami kelemahan,
kehilangan sensori , hemiplegi atau kelumpuhan
5. Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urin dan pada pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
6. Pola hubungan dan peran
Biasanya adanya perubahan hubungan dan peran karena pasien
mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara
7. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya pasien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah,
dan tidak kooperatif (Batticaca, 2008)
3. Pemeriksaan Penunjang
1) Radiologi
a. Angiografi serebri Membantu menentukan penyebab dari stroke secara
spesifik sperti stroke perdarahan arteriovena atau adanya ruptur.
Biasanya pada stroke perdarahan akan ditemukan adanya aneurisma
b. Lumbal pungsi Biasanya pada pasien stroke hemoragik, saat
pemeriksaan cairan lumbal maka terdapat tekanan yang meningkat
disertai bercak darah. Hal itu akan menunjukkkan adanya hemoragik
pada subarachnoid atau pada intrakranial
c. CT-Scan Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta
posisinya secara pasti. Hasil pemerksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang masuk ke ventrikel atau menyebar ke
permukaan otak
d. Macnetic Resonance Imaging (MRI) Menentukan posisi serta
besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari
heemoragik
e. USG Doppler Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena
(masalah sistem karotis)
f. EEG Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul
dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls
listrik dalam jaringan otak.
2) Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit, Trombosit, Eritrosit.
Hal ini berguna untuk mengetahui apakah pasien menderita anemia.
Sedangkan leukosit untuk melihat sistem imun pasien. Bila kadar
leukosit diatas normal, berarti ada penyakit infeksi yang sedang
menyerang pasien.
b. Test darah koagulasi Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu:
prothrombin time, partial thromboplastin (PTT), International
Normalized Ratio (INR) dan agregasi trombosit. Keempat test ini
gunanya mengukur seberapa cepat darah pasien menggumpal.
Gangguan penggumpalan bisa menyebabkan perdarahan atau
pembekuan darah. Jika pasien sebelumnya sudah menerima obat
pengencer darah seperti warfarin, INR digunakan untuk mengecek
apakah obat itu diberikan dalam dosis yang benar. Begitu pun bila
sebelumnya sudah diobati heparin, PTT bermanfaat untuk melihat
dosis yang diberikan benar atau tidak.
c. Test kimia darah Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah,
kolesterol, asam urat, dll. Apabila kadar gula darah atau kolesterol
berlebih, bisa menjadi pertanda pasien sudah menderita diabetes dan
jantung. Kedua penyakit ini termasuk ke dalam salah satu pemicu
stroke (Robinson, 2014)

Analisis Data
Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status, kesehatan
klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri dan hasil
konsultasi dari medis atau profesi kesehatan lainnya. Data fokus adalah data tentang
perubahan-perubahan atau respon klien terhadap kesehatan dan masalah
kesehatannya serta hal-hal yang mencakup tindakan yang dilaksanakan terhadap klien
(Potter&Perry, 2005).
Tipe Data :
1. Data Subjektif
Data yang didapatkan dari pasien sebagai suatu pendapat terhadap suatu
situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak bisa ditentukan oleh perawat,
mencakup persepsi, perasaan, ide pasien tentang status kesehatannya.
Misalnya tentang nyeri, perasaan lemah, ketakutan, kecemasan, frustasi,
mual, perasaan malu (Nursalam, 2009).
2. Data objektif
Data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diperoleh menggunakan panca
indera (lihat, dengar, cium, raba) selama pemeriksaan fisik. Misalnya
frekuensi nadi, pernafasan, tekanan darah, edema, berat badan, tingkat
kesadaran (Nursalam, 2009).
2. Diagnosis Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Bersihan jalan napas tidak efektif (D.0001) berhubungan dengan
obstruksi jalan napas, reflek batuk yang tidak adekuat
2. Risiko perfusi serebral tidak efektif (D.0017) berhubungan dengan
infark jaringan otak, vasospasme serebral, edema serebral
3. Risiko perfusi perifer tidak efektif (D.0015) berhubungan dengan
penurunan kardiak output
4. Gangguan (D.0054) mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler, kelemahan anggota gerak
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah rencana tindakan keperawatan yang dipilih untuk
membantu klien dalam mencapai hasil dan tujuan yang diharapkan (Doenges,
Moorhouse and Geissler, 2012). Menurut Nursalam (2013) dan Tim pokja SIKI
DPP PPNI (2018) (6), perencanaan keperawatan pada kasus DBD yaitu:
1) Diagnosa 1 : Risiko Perfusi Perifer Tidak Efektif (D.0015) berhubungan
dengan penurunan kardiak output
Kriteria hasil : Perfusi Perifer (L.02011)
Denyut nadi perifer meningkat, kelemahan otot menurun, akral membaik,
turgor kulit membaik, tekanan darah sistolik membaik, tekanan darah
diastolik membaik.
Rencana tindakan : Pencegahan Syok (I.02068)
Observasi
- Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi,
frekuensi napas, TD, MAP)
- Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD)
- Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT)
- Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
- Periksa riwayat alergi
Terapeutik
- Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu
- Pasang jalur IV, jika perlu
- Pasang kateter urine untuk menilai produksi urine, jika perlu
- Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi
Edukasi
- Jelaskan penyebab/faktor risiko syok
- Jelaskan tanda dan gejala awal syok
- Anjurkan melapor jika menemukan/merasakan tanda dan gejala
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral awal syok
- Anjurkan menghindari alergen
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian IV. Jika perlu
- Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu
2) Diagnosa 2 : Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (D.0017) berhubungan
dengan infark jaringan otak, vasospasme serebral, edema serebral
Kriteria hasil : Perfusi Serebral (L.02014)
Tekanan intrakranial menurun, sakit kepala menurun, gelisah menurun, nilai
rata-rata tekanan darah membaik, kesadaran membaik, refleks saraf membaik.
Rencana tindakan : Pemantauan Tekanan Intrakranial (I.06198)
Observasi
- Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. lesi menempati ruang,
gangguan metabolisme. edema serebral, peningkatan tekanan vena,
obstruksi aliran cairan serebrospinal, hipertensi intrakranial idiopatik)
-Monitor peningkatan TD
- Monitor pelebaran tekanan nadi (selisih TDS dan TDD) Monitor
penurunan frekuensi jantung
- Monitor ireguleritas irama napas -Monitor penurunan tingkat
kesadaran
- Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan respon pupil Monitor
kadar CO, den portahankan dalam rentang yang diindikasikan
- Monitor tekanan perfusi serebral Monitor jumlah, kecepatan, dan
karakteristik drainase cairan serebrospinal
- Monitor efek stimulus lingkungan terhadap TIK
Terapeutik
- Ambil sampel drainase cairan serebrospinal
- Kalibrasi transduser Pertahankan sterilitas sistem pemantauan
- Pertahankan posisi kepala dan leher netral Bilas sistem pemantauan,
jika pertu
- Atur interval pemantauan sesuai kondisi
- Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi

- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
3) Diagnosa 3 : Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (D.0001) berhubungan
dengan obstruksi jalan napas, reflek batuk yang tidak adekuat
Kriteria hasil : Bersihan Jalan Napas (L.01001)
Batuk efektif meningkat, produksi sputum menurun, frekuensi napas
membaik, pola napas membaik.
Rencana tindakan: Latihan Batuk Efektif (I.101006)
Observasi
- Identikasi kemampuan batuk Monitor adanya retensi sputum
- Monitor tanda dan gejala infekar saluran napas Monitor input dan
output cairan (mis jumlah dan karakteristik)
Terapeutik
- Atur posisi semi, Fowler atau Fowler
- Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
- Buang sekret pada tempat sputum
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
- Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik ditahan
setima 2 detik kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 6 detik
- Anjuran mengulangi tarik napas hingga 3 kali
- Anjurkan batuk dengan kuat langsung telah tarik napas dalam yang
ke-3
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu
4) Diagnosa 4 : Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054) berhubungan dengan
gangguan neuromuskuler, kelemahan anggota gerak
Kriteria hasil : Mobilitas Fisik (L.05042)
Pergerakan ekstremitas meningkat, kekuatan otot meningkat, rentang gerak
(ROM) meningkat, nyeri menurun, kecemasan menurun, kaku sendi
menurun, gerakan tidak terkoordinasi menurun, gerakan terbatas menurun,
kelemahan fisik menurun.
Rencana tindakan : Dukungan Ambulasi (I.06171)
Observasi
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
- Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
- Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
simbutasi
- Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi

Terapeutik

- Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis tongkat, kruk)


- Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
ambulasi

Edukasi

- Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi


- Anjurkan melakukan ambulasi dini
- Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis berjalan dan
temat tidur ke kursi roda berjalan dan tempat tidur ke kamar mandi
berjalan sesuai toleransi)

4. Implementasi Keperawatan

Menurut Kozier, Erb, Berman and Snyder (2011), Imlementasi keperawatan adalah
inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap ini disebut
juga tahap pelaksanaan tindakan yang dimulai dengan menyusun rencana tindakan,
lalu dilakukan sesuai perencanaan. Hal ini perlu untuk membantu klien mencapai
tujuan yang diharapkan (meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan
kesehatan serta memfasilitasi koping). Pelaksanaan keperawatan dilaksanakan sesuai
dengan perencanaan yang telah disusun dan menyesuaikan dengan kondisi terkini
pasien. Pelaksanaan yang mengacu pada Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI).

5. Evaluasi Keperawatan

Menurut Kozier, Erb, Berman and Snyder (2011), evaluasi merupakan fase akhir dari
proses keperawatan, meliputi aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan dan terarah.
Evaluasi menjadi penting dalam asuhan keperawatan mengingat kesimpulan yang
ditarik dari evaluasi akan menentukan keberlanjutan dari perencanaan, apakah perlu
dimodifikasi, diakhiri, atau bahkan dilanjutkan.
a. Evaluasi proses (formatif): Tipe evaluasi ini adalah aktifitas dari proses
keperawatan dan hasil kualitas pelayanan tindakan keperawatan, evaluasi proses
harus dilakukan segera setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk
membantu keefektifan terhadap tindakan.

b. Evaluasi hasil (sumatif): Evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atau status
kesehatan klien pada akhir tindakan keperawatan secara sempurna.

c. Dokumentasi: Perawat mendokumentasikan hasil yang telah atau belum dicapai


pada “medicalrecord” pengunaan istilah yang tepat perlu ditekankan pada
penulisannya untuk menghindari salah persepsi penjelasan dalam menyusun tindakan
keperawatan lebih lanjut sudah tercapai / tidak evaluasi dicatat bentuk SOAP. Pada
saat akan melakukan pendokumentasian, menggunakan SOAP, yaitu:
S : Data subyektif merupakan masalah yang diutarakan klien.
O : Data obyektif merupakan tanda klinik dan fakta yang
berhubungan dengan diagnosa keperawatan.
A : Analisis dan diagnosa.
P : Perencanaan merupakan pengembangan rencana untuk yang akan
datang dari intervensi.
Seluruh tindakan intervensi terlaksana dengan baik dan klien menunjukkan perubahan
dengan kriteria hasil meningkat, menurun, atau membaik (Wijayaningsih, 2013).
Kondisi klien dapat menunjukkan perubahan :
1. Denyut nadi perifer meningkat, K
2. Kelemahan otot menurun,
3. Akral membaik,
4. Turgor kulit membaik,
5. Tekanan darah sistolik membaik,
6. Tekanan darah diastolik membaik,
7. Tekanan intrakranial menurun,
8. Sakit kepala menurun,
9. Gelisah menurun,
10. Nilai rata-rata tekanan darah membaik,
11. Kesadaran membaik,
12. Refleks saraf membaik.
13. Batuk efektif meningkat,
14. Produksi sputum menurun,
15. Frekuensi napas membaik,
16. Pola napas membaik.
17. Pergerakan ekstremitas meningkat,
18. Kekuatan otot meningkat,
19. Rentang gerak (ROM) meningkat,
20. Nyeri menurun,
21. Kecemasan menurun,
22. Kaku sendi menurun,
23. Gerakan tidak terkoordinasi menurun,
24. Gerakan terbatas menurun,
25. Kelemahan fisik menurun.
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia. 2017: 328.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
2017: 193.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
2017: 527.
Prihandini Noerma, Ibnu Faisal, Sajidin M. 2022-09-26. Asuhan Keperawatan Pada
Pasien CVA. https://repositori.stikes-ppni.ac.id/handle/123456789/1300. Jawa
Timur. Diakses pada 03 Oktober 2022.
Sari, Luki Nadila. 2019. Asuhan Keperawatan, Lansia, Cerebrovasculer Accident
(CVA), Hambatan mobilitas fisik. http://eprints.umpo.ac.id/id/eprint/5339.
Ponorogo. Diakses pada 03 Oktober 2022.
Angganita, Rosita Devi. 26 Juli 2022. Asuhan Keperawatan, CVA, ROM.
http://eprints.umm.ac.id/id/eprint/89675. Malang. Diakses pada 03 Oktober
2022.
Sa’diyah, Halimatus. 2021. Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Pasien Cva
Hemoragik Dengan Masalah Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik.
http://eprints.kertacendekia.ac.id/id/eprint/590/1/KTI%20HALIMATUS.
Sidoarjo. Diakses pada 03 Oktober 2022.

Anda mungkin juga menyukai