Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Ny. D.D.L DENGAN DIAGNOSA MEDIK STROKE


DI PUSKESMAS KUPANG KOTA

OLEH:

APRIANA MONE
213111047

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS CITRA BANGSA
KUPANG
2022
1.1 KONSEP STROKE NON HEMORAGIK

1. Defenisi Stroke Non Hemoragik

Stroke (cerebrovascular disease) merupakan suatu penyakit (Pembuluh darah


otak) yang biasanya muncul gangguan fungsi pada otak karena terdapat kerusakan
ataupun kematian pada jaringan otak yang disebabkan berkurangnya atau tersumbatnya
aliran darah serta oksigen yang masuk kedalam otak.Aliran darah seseorang dapat
berkurang akibat pembuluh darah yang keotak mengalami penyumbatan, penyempitan
atau bisa dikatakan dengan perdarahan terjadi karena pecahnya pembulu darah tersebut.
Otak yang harusnya bisa mendapatkan pasokan oksigen dan seharusnya mendapatkan
zat makanan menjadi terganggu, kurangnya pasokan oksigen yang masuk kedalam otak
menyebabkan kematian pada sel saraf (neuoron) karena gangguan fungsi dari otak
tersebut akhirnya memunculkan gejala dari stroke (Junaidi dalam Sarina Dita, 2021)
Stroke Non hemoragik pada dasarnya disebabkan oleh oklusi pembuluh darah
otak yang akhirnya menyebabkan terhentinya pasokan dan glukosa ke otak (Sudoyo,
2014). Tidak terjadi peredaran namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia daan
selanjutnya timbul edema sekunder.Kesadaran umumnya baik (Muttaqin, 2008 dalam
Novi N.A, 2017).
2. Epidemilogi
Data World Stroke Organization menunjukkan bahwa setiap tahunnya ada 13,7%
juta kasus stroke, dan sekitar 5,5 juta kematian terjadi akibat penyakit stroke. Sekitar
70% penyakit stroke dan 87% kematian dan disabilitas akibat stroke terjadi pada negara
berpendapatan rendah dan menengah.Lebih dari empat dekade terakhir, kejadian stroke
pada negara berpendapatan rendah dan menengah meningkat lebih dari dua kali
lipat.Sementara itu, kejadian stroke menurun sebanyak 42% pada negara berpendapatan
tinggi.
Prevalensi penyakit tidak menular seperti hipertensi dan stroke berdasarkan
Riskesdas 2018 meningkat dibandingkan tahun 2013. Prevalensi stroke meningkat dari
7% menajdi 10,9%.Prevalensi stroke meningkat dari 7% menjadi 10,9%. Secara
nasional prevalensi stroke di Indonesia tahun 2018 berdasarkan diagnosis dokter pada
penduduk umur ≥ 15 tahun sebesar 10,9%, atau diperkirakan sebanyak 2.120.362 orang.
Provinsi Klimantan Timur (14,7%) dan DI Yogyakarta (14,6%) merupakan provinsi
dengan prevalensi tertinggi stroke di Indonesia. Sementara itu, Papua dan Maluku Utara
memiliki prevalensi stroke terendah dibandingkan provinsi lainnya, yaitu 4,1% dan
4,6%.

3. Klasifikasi Stroke
Klasifikasikan stroke non hemoragik (iskemik) dan stroke hemoragik.Stroke
iskemik (non hemoragik) merupakan penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan
aliran darah ke otak sebagian atau seluruhnya terhenti menurut (Nurarif dan kusuma,
2016).
Stroke iskemik dibagi menjadi 3 bagian:
a. Stroke trombotik : merupakan proses terbentuknya trombus yang membuat
penggumpalan.

b. Stroke embolik : merupakan tertutupnya pembuluh darah arteri oleh gelembung


darah.

c. Hipoperfusion sistemik : merupakan berkurangnya aliran darah ke saluran bagian


tubuh karena terdapat gangguan denyut jantung.

4. Etiologi

Trombosis yang menuju pada penurunan atau oklusi pada aliran darah akibat
proses oklusi local pada pembuluh darah. Oklusi aliran darah terjadi karena perubahan
karaktreristik pada pembuluh darah serta pembentukan bekuan. Patologi vaskuler yang
paling sering penyebab thrombosis adalah aterosklerosis, dimana terjadi deposisi material
lipid dan adesi trombosit yang mempersempit lumen pembuluh darah (Setiati dkk, 2014
dalam Getrudis un, 2019).
5. Faktor Risiko

Faktor risiko Stroke non hemoragik yang dapat disembuhkan dengan bantuan obat
– obatan atau perubahan gaya hidup menurut (Tarwoto, 2013).

1) Hipertensi

Hipertensi merupakan factor resiko yang berpotensional, karena hipertensi dapat


menyebabkan pecahnya pembuluh darah maupun penyempitan pada pembuluh
darah yang menuju otak, jika aliran darah yang menuju otak terganggu maka sel-
sel otak akan mengalami kematian.

2) Diabetes Melitus

Diabetes militus ini dapat menebalkan dindinng pembuluh darah yang sangat
berukuran besar, jika pembuluh darah mengalami penyempitan maka akan
mengganggu kelancaran aliran darah yang menuju otak yang kemudian akan
menyebabkan infark pada sel-sel.

3) Penyakit jantung

Berbagai jenis penyakit jantung berpotensi besar menimbulkan stroke, factor


resiko ini akan menyebabkan hambatan sumbatan pada aliran darah yang menuju
otak karena jantung melepas gumpalan darah ataupun sel-sel jaringan yang telah
mati kedalam aliran darah

4) Obesitas/kegemukan

Obesitas merupakan faktor resiko terjadinya penyakit jantung.Peningkatan


kolesterol tubuh dapat menyebabkan aterosklerosis dan terbentuknya thrombus
sehingga aliran darah menjadi lambat untuk menuju ke otak, kemudian hal itu
dapat menyebabkan perfusi otak menurun.
5) Merokok

Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga
memungkinkan penumpukan aterosklerosis dan kemudian berakibat pada stroke.

6. Patofisilogi

Hipertensi kronik yaitu menjadi penyebab utama pembuluh arteriona mengalami


perubahan patologi dimana dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinisis,
nekrosis fibrinoid serta timbulnyaa aneurisme tipe bouchard. Arterional-arterional
yang terdapat dari cabang-cabang lentikulostriate, cabang ini tembus ke
arteriostalamus dan bercabang-cabang ke paramedian arteria vertebra-basilar yang
kemudian mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama. kenaikan tekanan
darah yang “abrupt” atau mengalami kenaikan dalam jumlah yang sangat mencolok
hal tersebut dapat mengedukasi pecahnya pembuluh darah terutama terjadi pada pagi
harridan juga sore hari. Jika pembuluh darah pecah, maka akan berlanjut samapai 6
jam dan apabila volumenya besar dapat merusak struktur anatomi otak dan tentunya
akan menimbulkan gejala klinik (Nurarif & Kusuma, 2015).

Jika pembuluh darah yang timbul memiliki ukuran yang kecil, maka hanya dapat
merusak selaput akson dan massa putih. Dalam keadaan ini absobsi darah pun akan
diikuti oleh pulihnya fungsi neurologi. Sedangakan pendarahan yang luas akan terjadi
distruksi pada massa otak. tingginya penekanan intracranial dan yang lebih berat akan
menyebabkan herniasi otak pada falk selebri ataupun lewat foramen magnum.
Kematian pun dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemifer otak, dan
perdarahan yang menuju batang otak.Kemudian perembesan darah yang menuju
ventrikel otak sering kali terjadi sepertiga kasus perdarahan otak pada nekleus
kaudatus, thalamus dan pons.

Selain terjadinya kerusakan pada parenkim otak, akibat dari volume


perdarahan yang telah relative banyak mengakibatkan peningkatan tekanan
intrakranatal dan akan menyebabkan turunnya tekanan perfusi otak serta dapat
mengganggu drainase pada otak (Batticacca, 2012).
Arterosklerosis sering sebagai factor penyebab infark pada otak. Trombus
dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis,
tem pat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi. Trombus dapat
pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran
darah.Trombus mengakibatkan iskemia jaringan yang disuplai oleh pembuluh darah
yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area.Area edema ini
menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat
berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema klien mulai menunjukan perbaikan.Oleh karena itu thrombosis
biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif.Oklusi pada pembuluh darah
serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika
terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi
abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang
tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan
menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau rupture Perdarahan
pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah.
Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan kematian
dibandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskuler, karena perdarahan yang luas
terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat
dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebei atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan
batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke
ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus peradarahan otak di nekleus kaudatus,
talamus, dan pons.Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia
serebral. Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk
waktu 4-6 menit.Perubahan inversibel jika anoksia lebih dari 10 menit.Anoksia
serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti
jantung. Selain kerusakan perenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan
perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang
keluar dan kaskade iskemik akibat menurunya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di
area yang terkena dan sekitarnya tertekan lagi. (Arif Mutaqin, 2013).
7. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis stroke antara lain:
1) Tiba-tiba seseorang akan mengalami kelumpuhan pada separo badannya dan
mengalami kelemahan

2) Tiba-tiba seseorang akan kehilangan rasa peka pada dirinya

3) Seseorang akan mengalami kesulitan untuk berbicara (cedal dan pelo)

4) Sering kali pasien akan mengalami gangguan pada saat bicara dan bahasa

5) Mengalami gangguan penglihatan

6) Seseorang yang telah terkena stroke akan mengalami perubahan pada bentuk
mulutnya yang berubah menjadi mencong atau tidak bisa simetris lagi

7) Gangguan daya ingat juga mulai berkurang dan bisa saja hilang

8) Mengalami nyeri kepala yang sangat hebat

9) Vertigo

10) Mengalami penurunan kesadaran

11) Proses kencing akan mengalami gangguan

12) Gangguan pada bagian fungsi di dalam otak menurut pendapat dari

(Setyoptanoto dalam Sarani Dita, 2021).

Menurut Andra Safery Wijaya & Yessie Mariza Putri (2013):

a) Kehilangan motorik
Stroke adalah penyakit motorik neuron atas dan mengakibatkan kehilangan
kontrol volunter terhadap gerakan motorik, misalnya :
 Hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi tubuh)
 Hemiparesis (kelemahan pada salah satu sisi tubuh)
 Menurunnya tonus otot abnormal
b) Kehilangan komunikasi
Fungsi otak yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi,
misalnya:
 Disartria, yaitu kesulitan berbicara yang ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara
 Disfasia atau afasia atau kehilangan bicara yang terutama ekspresif/represif.
Apraksia yaitu ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya.
c) Gangguan persepsi
 Homonimus hemianopsia, yaitu kehilangan setengah lapang pandang dimana sisi
visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis.
 Amorfosintesis, yaitu keadaan dimana cenderung berpaling dari sisi tubuh yang
sakit dan mengabaikan sisi/ruang yang sakit tersebut.
 Gangguan hubungan visual spasia, yaitu gangguan dalam mendapatkan hubungan
dua atau lebih objek dalam area spasial.
 Kehilangan sensori, antara lain tidak mampu merasakan posisi dan gerakan bagian
tubuh (kehilangan proprioseptik) sulit menginterpretasikan stimulasi visual, taktil,
auditorius.

9. Komplikasi

Menurut Tutu April Ariani (2012) komplikasi stroke adalah sebagai berikut:
1) Komplikasi dini (0-48 jam pertama)
a) Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan intracranial, herniasi, dan akhirnya menimbulkan kematian
b) Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium awal.
2) Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama)
a) Pneumonia: akibat imobilisasi lama
b) Infark miokard
c) Emboli paru :cenderung terjadi 7-14 hari pasca stroke, seringkali pada saat
penderita mulai mobilisasi
d) Stroke rekunen: dapat terjadi pada setiap saat.
3) Komplikasi jangka pendek
Stroke rekunen, infark miokard, gangguan vaskular lain:penyakit vaskular perifer.
Menurut Smeltzer & Bare (2011), komplikasi yang terjadi pada pasien stroke yaitu
sebagai berikut:
a) Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi
b) Penurunan darah serebral
c) Embolisme serebral

10. Pemeriksaan penunjang

Menurut Andra Safery Wijaya & Yessie Mariza Putri (2013) :

1) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan,obstruksi
arteri, oklusi/ruptur.
2) Elektro encefalography
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak atau mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
3) Sinar x tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari
masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat pada trobus serebral.Kalsifikasi
parsial dinding, aneurisma pada perdarahan sub arachnoid.
4) Ultrasonography Doppler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis/aliran
darah/plaque/arterosklerosis).
5) CT-Scan
Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark
6) MRI
Menunjukkan adanya tekanan anormal dan biasanya ada trombosisi, emboli dan
TIA, tekanan meningkat dan cairan mengandung darah menunjukkan hemoragi sub
arachnoids/perdarahan intrakranial.
7) Pemeriksaan foto thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri
yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke,
menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah berlawanan dari massa
yang meluas
8) Pemeriksaan laboratorium
a) Pungsi lumbal : tekanan normal biasanya ada thrombosis, emboli dan TIA.
Sedangkan tekanan yang meningklat dan cairan yang mengandung darah
menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid atau intracranial. Kadar protein
total meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan proses inflamasi.
b) Pemeriksaan darah rutin
c) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula
darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun
Kembali

11. Penatalaksanaan Stroke Non Hemoragik

Pendekatan pada terapi darurat memiliki tujuan (Silvya & Loraine, 2010):
1) Mencegah cedera otak akut dengan memulihkan perfusi ke daerah iskemik
noninfark
2) Membalikan cedera saraf sedapat mungkin
3) Mencegah cedera neurologik lebih lanjut dengan melindungi sel di daerah
penumbra iskemik dari kerusakan lebih lanjut oleh jenjang glutamat.
Stroke akut di unit gawat darurat membutuhkan penanganan yang cepat, tepat dan
cermat, seperti (Silvya & Loraine, 2010):
1) Stabilisasi pasien dengan tindakan ABC
2) Pertimbangkan intubasi bila kesadaran stupor atau koma atau gagal napas.
3) Pasang jalur infus intravena dengan larutan salin normal 0,9% dengan kecepatan
20ml/jam, jangan memakai larutan hipotonis seperti dekstrose 5% dalam air dan
salin normal 0,9% karena akan memperhebat edema otak.
4) Berikan Oksigen 2-4liter/menit melalui kanul hidung.
5) Jangan memberikan makanan dan minuman melalui mulut

Penatalaksaan stroke menurut Fajar Prasi Santoso (2018).

1) Penatalaksanaan medis
a) Thrombosis intravena
Merupakan terapi yang bertujuan untuk rekanalisasi pada pembuluh darah yang
tersumbat.
b) Terapi antitrombosis
Terapi ini dapat berupa anhibisi platelet dan antikougolasi.Aspirin adalah salah
satu anti platelet yang sangat terbukti efektif untuk terapi akut.
2) Penatalaksanaan Keperawatan
a) Atur posisi kepala dan badan pasien 20-30 derajat dan berikan posisi miring
b) Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilisasi yang adekuat, jika perlu berikan
oksigen sesui dengan kebutuhan
c) Tanda-tanda vital diusahakan stabil
d) Bed rest
e) Koreksi adanya hipergliekemia atau hipogliekemia
f) Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
g) Kosongkan kandung kemih yang penuh
h) Pemberian cairan intravena
i) Hindari kenaikan suhu tubuh, batuk, konstipasi, atau suction yang berlebih yang
dapat meningkatkan TIK
j) Nutrisi peroral hanya diberikan apabila fungsi menelan baik, jika kesadaran
menurun akan dipasang NGT
1.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Keluhan utama : Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
2. Primary survey
 Airway : peningkatan produksi sputum,
 Breathing : sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan
frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi
 Circulation : tingkat kesadaran koma, CRT > 2, hipertensi, takikardi
 Disability : adanya penurunan tingkat kesadaran koma
 Exposure : cedera kepasa sedang sampai berat

3. Secondary survey
 Sign dan symptoms : dispnea, takikardi, CRT > 2,
adanya retaksi dinding dada, RR meningkat,
penurunan kesadan, SpO2 <95%, Hipoksemia
 Alergi : adanya Asma
 Post histori : mengalami traum,
 Last meal : keracunan makanan,
memakanan makanan yang membuat alergi
4. Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke non hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak,


pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan
separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau
perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam
intrakranial. Kekeliruhan, perubahan perilaku juga umum terjadi.Sesuai
perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan koma.
5. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit
jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan
obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.
Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian
obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat
merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian
riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan
merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
6. Riwayat penyakitkeluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
7. Pengkajianpsikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan
perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting
untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat.
8. PemeriksaanFisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan
dengan keluhan-keluhan dariklien.
1) B1(Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan
pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos metris, pengkajian inspeksi
pernapasannya tidak ada kelainan.Palpasi toraks didapatkan taktil premitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2) B2(Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok hipovolemik)
yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi
peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200mmHg).
3) B3(Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang
rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain) merupakan
pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem
lainnya.
4) B4(Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena
konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang
atau berkurang. Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan
teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologisluas.
5) B5(Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan
nutrisi.Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik
usus.Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologisluas.
6) B6(Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter
terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang, gangguan
kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuhh dapat menunjukkan
kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan
salah satu sisi tubuhh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan
O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan
buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah
yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya
kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau
paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola
aktivitas danistirahat.
7) Pengkajian Tingkat Kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian.Tingkat
keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling
sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk
membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan. Pada
keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisarpada

tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma
maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan
bahan evaluasi untuk pemantauan pemberianasuhan.
8) Pengkajian Fungsi Serebral
Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan bahasa,
lobus frontal, dan emisfer.
9) Status Mental
Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan
aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental
klien mengalami perubahan.
10) Fungsi Intelektual
Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek maupun
jangka panjang. Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa
kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal
persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
11) Kemampuan Bahasa
Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi
fungsi dari serebral. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia
reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa tertulis.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca)
didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak dapat
menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan
berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan
oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari
sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk
menyisir rambutnya.
b. Pengkajian Saraf Kranial
Menurut Wijaya & Putri (2013) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf
kranial I - XII.
1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di
antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial
(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat
pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai
pakaian tanpa bantuan karena ketidak mampuan untuk mencocokkan pakaian
ke bagian tubuh.
2) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis pada tubuhh.
3) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
4) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigenimus,
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus
daneksternus.
5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan otot
wajah tertarik ke bagian sisi yangsehat.
6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tulipersepsi.
7) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka
mulut.
8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
9) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta
indra pengecapan normal.
c. Pengkajian Sistem Motorik
Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN
bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuhh
dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi berlawanan dariotak.
1) Inspeksi Umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan
salah satu sisi tubuhh adalah tanda yang lain.
2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus Otot. Didapatkan meningkat.

A. Diagnosis Keperawatan

Menurut SDKI (2016) diagnosis keperawatan yang timbul pada pasien Stroke
Hemoragik antara lain :
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b.d benda asing dalam jalan napas d.d
adanya bunyi napas tambahan (mengi, wheezing dan/atau ronkhi)
2. Pola Napas tidak Efektif b.d gangguan neurologis d.d pola napas abnormal

3. Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial b.d edema serebral d.d refleks


neurologis terganggu dan TIK meningkat
4. Resiko perfusi serebral tidak efektif (D.0017)
5. Gangguan persepsi sensori b.d hipoksia serebral d.d menyatakan
kemampuan penciuman, penglihatan, pengecapan atau pendengaran
menurun
6. Gangguan Komunikasi Verbal b.d penurunan sirkulasi serebral d.d afasia
7. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)

B. Intervensi Keperawatan
No Diagnosis SLKI SIKI
1 Pola Napas tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
Efektif b.d tindakan keperawatan
- Monitor pola napas (frekuensi,
gangguan selama 3x24 jam,
kedalaman, usaha napas)
neurologis d.d diharapkan Pola napas
- Monitor bunyi napas
pola napas pasien membaik dengan
abnormal criteria hasil : - Posisikan pasien semi fowler atau
- Frekuensi napas fowler
membaik (5) - Berikanoksigenjikaperlu
- Dispnea berkurang(5)
- Kedalaman napas
membaik(5)

2 Penurunan Setelah dilakukan Pemantauan Tekanan


Kapasitas tindakan keperawatan Intrakranial(I.06198)
Adaptif selama 3x24 jam, - Identifikasi penyebab peningkatan
Intrakranial b.d diharapkan Kapasitas TIK
edema serebral Adaptif Intrakranial - Monitor Tekanan Darah
d.d refleks
Pasien membaik dengan - Monitor tekanan perfusi serebral

neurologis kriteriahasil: - Monitor stimulus lingkungan


terganggu dan terhadapTIK
- Tingkat
TIK meningkat - Pertahankan posisi kepala dan leher
kesadaran
netral
membaik (5)
- Atur interval pemantauan sesuai
- Refleks
neurologis kondisi pasien
membaik(5) - Dokumentasikan hasil pemantauan
- Tekanan Intrakranial

membaik(5)
3 Gangguan Setelah dilakukan Promosi Komunikasi : Defisit
Komunikasi tindakan keperawatan Bicara(I.13492)
Verbal b.d selama 3x24 jam, - Monitor proses kognitif, anatomis dan
penurunan diharapkan komunikasi fisiologis yang terkait dengan bicara
sirkulasi serebral verbal pasien membaik - Gunakan metode komunikasi
d.d afasia dengan criteria hasil : alternatif
- Afasia menurun (5) - Sesuaikan gaya komunikasi dengan
kebutuhan
- Kemampuan
- Ulangi apa yang disampaikan pasien
berbicara meningkat
(5) - Anjurkan bicara perlaha

- Ajarkan proses kognitif, anatomis


danfisiologis yang terkait dengan
kemampuan bicara pasien

C. Implementasi
Tindakan keperawatan mencangkup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri:
aktivitas perawat yang dilakukan atau yang didasarkan pada kesimpulan sendiri dan
bahan petunjuk dari tenaga kesehatan lain. Tindakan kolaborasi: tindakan yang
dilaksanakan atas hasil keputusan bersama dengan dokter dan petugas kesehatan lain.

D. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana kesehatan pasien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara melibatkan pasien.
a. S = subjektif data (Data Subjektif)
Masalah yang dikemukan atau dikeluhkan atau dirasakan sendiri oleh pasien
b. O =objektif data (Data Objektif)
Tanda-tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan diagnosis keperawatan
c. A = Assemesment (Analisis)
Analasis data subjektif dan objektif dalam menetukan masalah keperawatan
d. P = Planning (Perencanaan)
Pengembangan rencana segera atau untuk yang akan dating dari intervensi tindakan
untuk mencapai status kesehatan yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Asep Hidayat (2014) “Diagnosis keperawatan:Aplikasi Pada Praktik Klinis”. Ed.9.Jakarta:


EGC.
Batticaca.2012. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan System
Persyarafan.Jakarta : Selemba Medika.

Carpenito, L.J. (2008). Handbook Of Nursing Diagnosis (12 ed). Philandhelphia. Lippincott
Company.

Judha M & Rahil H.N 2011 Sistem Persarafan Dalam Asuhan Keperawatan.Yogyakarta: Gosyen
Publishing.

Junaidi, Iskandar., 2011, Stroke Waspadai Ancamanya. Yogyakarta : ANDI

Nuratif, A & Kusuma (2015).Asuhan Keperawatan Prsktis .Edisi Revisi Jilid 1.


Jogjakarta;Mediaction

Miller, CA. 2004.Nurssing For wellness in older adults: theory and practice. Philadelphia:
Lippincott Williams & wilkin

Muttaqin, Arif. (2008). Buku ajaran Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
SistemPersyarafan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Sarani, D. (2021). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Dengan Masalah
Keperawatan Ketidakberdayaan (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Ponorogo).

Setyopranoto, L., 2011. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Cermin Dunia Kedokteran 185.
38(4): 247-250.

Smeltze & Bare, 2002. Buku Ajar Keperawatan Pasien Dengan Stroke Non Hemoragik. Poltekes
Kemenkes Padang.

Sylvia & Lorraine, 2010, “Patofisiologi”, Jakarta : EGC


Tembaru,M.E.(2018).AsuhanKeperawatanPadaTn.L.MDenganStroke Hemoragik Di Ruangan
Komodo Rsud. Prof. Dr. W. Z.JohannesKupang.PoliteknikKesehatanKemenkesKupang,
2(January), 6.

Nuratif, A & Kusuma (2015).Asuhan Keperawatan Prsktis .Edisi Revisi Jilid 1.


Jogjakarta;Mediaction

Wijaya, Andra.S Dan Yessie M. Putri. 2013. Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan
Dewasa). Yogyakarta: Nuha Medika

Smeltzer & Bare.(2011).Texbook Of Medikalsurgical Nursing Volume 1).

PPNI.(2016). SDKI.Diagnosis dan Definisi.Jakarta : DPP PPNI

PPNI. (2018). SLKI .Definisi dan Kriteria Hasil.Jakarta : DPP PPNI

PPNI.(2019) SLKI.Definisi dan Tindakan Keperawatan.Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai