Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DECOMPENSASI CORDIS


DIRUANG ICU RS AL-IRSYAD SURABAYA

Oleh :

Hana Marshadita Yowanda Sari

NIM : P27820720093

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA


JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
PROFESI NERS PROGRAM SARJANA TERAPAN
2023/2024
Laporan Pendahuluan Decompensasi Cordis
I. Landasan Teori
A. Definisi
Decompensasi cordis adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel
tubuh akan nutrient dan oksigen secara adekuat (Udjianti, 2010).
Decompensasi Cordis sering disebut dengan gagal jantung adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah yang adekuat untuk
memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Istilah
decompensasi cordis sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri
dan kanan (Kasron, 2012).
B. Etiologi
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya
dekompensasi kordis adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban
awal, beban akhir atau yang menurunkan kontraktilitas miokardium.
Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta, dan
cacat septum ventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana
terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium
dapat menurun pada infark miokard atau kardiomyopati. Faktor lain yang
dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah gangguan
pengisisan ventrikel ( stenosis katup atrioventrikuler ), gangguan pada
pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade
jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling mungkin
terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada gangguan
penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau
fungsi protein kontraktil ( Price. Sylvia A, 1995).
Penyebab kegagalan jantung dikategori kepada tiga penyebab :
1. Stroke volume : isi sekuncup
2. Kontraksi kardiak
3. Preload dan afterload
Meliputi :
a. Kerusakan langsung pada jantung (berkurang kemampuan
berkontraksi), infark myocarditis, myocarial fibrosis, aneurysma
ventricular
b. Ventricular overload terlalu banyak pengisian dari ventricle
c. Overload tekanan (kebanyakan pengisian akhir : stenosis aorta atau
arteri pulmonal, hipertensi pulmonari
d. Keterbatasan pengisian sistolik ventricular
e. Pericarditis konstriktif atau cardomyopati, atau aritmi, kecepatan
yang tinggi,tamponade, mitra; stenosis
f. Ventrucular overload (kebanyakan preload) regurgitasi dari aourta,
defek seftum ventricalar
C. Klasifikasi
a. Gagal jantung akut-kronik
 Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba, ditandai dengan
penurunan kardiak output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan.
Ini dapat mengakibatkan edema paru dan kolaps pembuluh
darah.
 Gagal jantung kronik terjadinya secara perlahan ditandai dengan
penyakit jantung iskemik, penyakit paru kronis. Pada gagal
jantung kronik terjadi retensi air dan sodium pada ventrikel
sehingga menyebabkan hipervolemia, akibatnya ventrikel dilatasi
dan hipertrofi.
b. Gagal jantung akut-kronik
 Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa
darah secara adekuat sehingga menyebabkan kongesti pulmonal.
hipertensi dan kelainan pada kutub aorta/mitral.
 Gagal jantung kanan disebabkan peningkatan tekanan pulmo
akibat gagal jantung kiri yang berlangsung cukup lama sehingga
cairan yang terbendung akan berakumulasi secara sistemik di
kaki, asites, hepatomegali, efusi pleura, dll.
c. Gagal jantung akut-kronik
 Sistolik terjadi karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri
sehingga ventrikel kiri tidak mampu memompa darah akibatnya
kardiak output menurun dan ventrikel hipertrofi.
 Diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam pengisian
darah akibatnya stroke volume cardiac output turun. (Kasron,
2012)
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional
dalam 4 klasifikasi:
1. Klasifikasi 1 : Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa
keluhan.
2. Klasifikasi 2 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih
berat dari aktivitas sehari hari tanpa keluhan.
3. Klasifikasi 3 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari
hari tanpa keluhan.
4. Klasifikasi 4 : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan
aktivits apapun dan harus tirah baring.
D. Faktor Risiko
1. Faktor resiko yang tidak dapat dirubah
1) Usia
Laki-laki yang berusia lebih dari 45 tahun dan wanita yang berusia
lebih dari 55 tahun, mempunyai resiko lebih besar terkena gagal
jantung. Faktor usia tidak dapat dirubah.
2) Riwayat keluarga yang menderita sakit jantung
3) Penyakit lain
Penyakit lain seperti diabetes, meningkatkan resiko penyakit
jantung, Gula darah yang terkontrol baik dapat menurunkan resiko
gagal jantung.
2. Faktor resiko yang dapat dirubah
1) Kolestrol
Kolestrol terdiri dari kolestrol baik dan kolestrol jahat. HDL
adalah kolestrol baik sedangkan LDL adalah kolestrol jahat.
Kolestrol total yang tinggi, LDL tinggi atau HDL rendah
meningkatkan resiko gagal jantung.
2) Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)
Hipertensi meningkatkan resiko gagal jantung. Jika tekanan darah
anda tinggi, berolahraga secara teratur, berhenti merokok, berhenti
minum alkohol, jaga pola makan sehat.
3) Merokok dan Minum Alkohol
4) Obesitas
Kegemukan membuat jantung dan pembuluh darah kita bekerja
ekstra berat.
E. Patofisiologi
Sebuah penelitian oleh Brunner & Suddarth, 2002 (dikutip dalam Kasron
2012) mendemonstrasikan bahwa fungsi jantung sebagai sebuah pompa
diindikasikan oleh kemampuannya untuk memenuhi suplai darah yang
adekuat keseluruh bagian tubuh, baik dalam keadaan istirahat maupun
saat mengalami stress fisiologi. Mekanisme fisiologi yang menyebabkan
gagal jantung meliputi keadaan-keadaan berikut:
1) Preload (beban awal)
Jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan
tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
2) Kontraktilitas
Perubahan kekuatan kontriksi berkaitan dengan panjangnya regangan
serabut jantung.
3) Afterload
Besamya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa
darah melawan tekanan yang diperlukan oleh tekanan arteri.
Pada keadaan gagal jantung, bila salah satu/lebih dari keadaan di atas
terganggu, menyebabkan curah jantung menurun, meliputi keadaan yang
menyebabkan preload meningkat contoh regurgitas aorta, cacat septum
ventrikel. Menyebabkan afterload meningkat yaitu pada keadaan stenosis
aorta dan hipertensi sistemik. Kontaktilitas miokardium dapat menurun
pada infark miokardium dan kelainan otot jantung. Adapun mekanisme
yang mendasari gagal jantung meliputi menurunnya kemampuan
kontraktilitas jantung, sehingga darah yang dipompa pada saat kontriksi
menurun dan menyebabkan penurunan darah keseluruh tubuh.
Apabila suplai darah kurang ke ginjal dan mempengaruhi mekanisme
pelepasan renin-angiotensin dan akhirnya terbentuk angiotensin II
mengakibatkan terangsangnya sekresi aldosteron dan menyebabkan
retensi natrium dan air, perubahan tersebut menignkatkan cairan ekstra-
intervaskuler sehingga terjadi ketidakseimbangan volume cairan dan
tekanan selanjutnya terjadi edema. Edema perifer terjadi akibat
penimbunan cairan dalam ruang interstial. Proses ini timbul masalah
seperti nokturia dimana berkurangnya vasokontriksi ginjal pada waktu
istirahat dan juga redistribusi cairan dan absorpsi pada waktu berbaring.
Gagal jantung berlanjut dapat menimbulkan asites, dimana asites dapat
menimbulkan gejala-gejala gastrointestinal seperti mual, muntah,
anoreksia.
Apabila suplai darah tidak lancar diparu-paru (darah tidak masuk ke
jantung), menyebabkan penimbunan cairan diparu-paru yang dapat
menurunkan pertukaran O2 dan CO₂ antara udara dan darah diparu-paru.
Sehingga oksigenasi arteri berkurang dan terjadi peningkatan CO2,
yang akan membentuk asam didalam tunuh. Situasi ini akan memberikan
suatu gejala sesak napas (dyspnea), orthopnea (dyspnea saat berbaring)
terjadi apabila aliran darah dari ekstermitas meningkatkan aliran balik
vena ke jantung dan paru-paru. Apabila terjadi pembesaran vena dihepar
mengakibatkan hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan. Suplai
darah yang kurang didaerah otot dan kulit, menyebabkan kulit menjadi
pucat dan dingin serta timbul gejala letih, lemah lesu.
F. Manifestasi Klinis
Dampak dari cardiak output dan kongesti yang terjadi sistem vena atau
sisitem pulmonal antara lain :
1. Lelah
2. Angina
3. Cemas
4. Oliguri. Penurunan aktifitas GI
5. Kulit dingin dan pucat

Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balik dari ventrikel kiri,
antara lain:

1. Dyspnea
2. Batuk
3. Orthopea
4. Reles paru
5. Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru

Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan :

1. Edema perifer
2. Distensi vena leher
3. Hati membesar
4. Peningkatan central venous pressure (CPV)

Menurut Ardiansyah (2012:28), manifestasi klinis dari Decompensasi


Cordis meliputi :

1. Dispnea, yang terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang


mengganggu pertukaran gas. Gangguan ini dapat terjadi saat istirahat
ataupun beraktivitas
2. Orthopnea, yaitu kesulitan bernafas saat penderita berbaring.
3. Proximal, yaitu nokturna dispnea. Gejala ini biasanya terjadi saat
pasien duduk lama dengan posisi kaki atau tangan dibawah atau
setelah pergi berbaring ditempat tidur.
4. Batuk, baik kering maupun basah sehingga menghasilkan daha atau
lendir.
5. Mudah lelah, dimana gejala ini muncul akibat cairan jantung yang
kurang sehingga menghambat sirkulasi cairan dan sirkulasi oksigen.
6. Kegelisahan akibat gangguan oksigenasi jaringan.

Disfungsi ventrikel kanan dengan tanda-tanda berikut:

1. Edema ekstremitas bawah.


2. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kana atas.
3. Anoreksia dan mual.
4. Rasa ingin kencing pada malam hari.
5. Badan lemah akibat menurunya curah jantung.
G. Komplikasi
1. shock kardiogenik
Shock kardiogenik ditandai dengan adanya gangguan fungsi ventrikel
kiri. Dampaknya adalah terjadi gangguan berat pada fungsi jaringan
dan penhantaran oksigen ke jaringan. Gejala ini merupakan gejala
yang khas terjadi pada kasus shock kardiogenik yang disebabkan oleh
infark miokardium akut. Gangguan ini disebabkan oleh kehilangan
40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis vokal di
seluruh ventrikel, karena ketidak seimbangan antara kebutuhan dan
persendian oksigen miokardium
2. Edema paru-paru
Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema yang muncul
di bagian tubuh mana saja, termasuk faktor apapun yang menyebabkan
cairan interstitial paru-paru meningkat dari batas negatif menjadi batas
positif. (Ardiansyah, 2012: 30).
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fisik EKG untuk melihat ada tidaknya infark myocardial
akut, dan guna mengkaji kompensaai seperti hipertropi ventrikel.
Irama sinus atau atrium fibrilasi, gel. mitral yaitu gelombang P yang
melebar serta berpuncak dua serta tanda RVH, LVH jika lanjut usia
cenderung tampak gambaran atrium fibrilasi.
2. Echocardiografi dapat membantu evaluasi miokard yang iskemik atau
nekrotik pada penyakit jantung kotoner
3. Film X-ray thorak untuk melihat adanya kongesti pada paru dan
pembesaran jantung
4. esho-cardiogram, gated pool imaging, dan kateterisasi arteri
polmonal.utuk menyajikan data tentang fungsi jantung.
5. Foto polos dada
a. Proyeksi A-P; konus pulmonalis menonjol, pinggang jantung
hilang, cefalisasi arteria pulmonalis.
b. Proyeksi RAO; tampak adanya tanda-tanda pembesaran atrium kiri
dan pembesaran ventrikel kanan.
6. Kateterisasi jantung dan Sine Angiografi
Didapatkan gradien tekanan antara atrium kiri dan ventrikel kiri pada
saat distol. Selain itu dapat dideteksi derajat beratnya hipertensi
pulmonal. Dengan mengetahui frekuensi denyut jantung, besar curah
jantung serta gradien antara atrium kiri dan ventrikel kiri maka dapat
dihitung luas katup mitral.
I. Penatalaksanaan Medis
Pada dasarnya pengobatan penyakit decompensasi cordis adalah sbb:
1. perbaikan suplai oksigen /mengurangi kongesti : pengobatan dengan
oksigen, pengaturan posisi pasien deni kebcaran nafas , peningkatan
kontraktilitas myocrdial (obat-obatan inotropis positif), penurunan
preload (pembatan sodium, diuretik, obat-obatan, dilitasi vena) ,
penurunan afterload (obat0obatan dilatasi arteri, obat dilatasi
arterivena, inhibitor ACE
2. Meningkatkan oksigen dengan pemberian oksigen dan menurunkan
kosumsi O2 melalui istirahat/ pembatasan aktivitas
3. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
a. Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis,
miksedema, dan aritmia.
b. Digitalisasi :
1) Dosis Digitalisi :
a) Digoksin oral untuk Digitalisasi cepat 0,5-2mg dalam 4-6 dosis
selama 24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari
b) Digoksin iv 0,75-1mg dalam 4 dosis selama 24 jam
c) Cedilanid iv 1,2-1,6 mg dalam 24 jam
2) Dosis penunjang untuk gagal jantung : dogoksin 0,25 mg sehari.
Untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
3) Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg
4) Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal
akut yang berat
a) Digoksin : 1-1,5 mg iv perlahan-lahan
b) Cedilanid 0,4-0,8 mg iv perlahan-lahan. (Arif, 2000: 435)

J. Pathway
II. Asuhan Keperawatan Teori

A. Pengkajian
Data yang akan dikaji pada pasien dengan penyakit acute lung oedema
adalah sebagai berikut :

1. Identitas penderita meliputi nama, unsur jenis kelamin,


pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, agama, suku / bangsa,
alamat, tanggal dan jam masuk rumah sakit, diagnosa medik.

2. Keluhan utama

Klien biasanya mengeluh sesak nafas, kelemahan

3. Riwayat penyakit sekarang

Adanya sesak nafas (+) dan kelemahan

4. Riwayat penyakit dahulu

Klien biasanya pada riwayat penyakit yang sama dengan yang


dialami sekarang atau kadang-kadang punya riwayat hipertensi,
DM, infeksi paru, TB paru dan lain-lain

5. Riwayat penyakit keluarga

Penyakit keturunan yang pernah dialami keluarga seperti DM,


penyakit lain seperti hipertensi.

6. Riwayat psiko sosio spiritual

Peran penderita terhadap keluarga menurun akibat kelemahan dan


penyakit yang diderita, pada riwayat spiritual klien mengalami
perubahan dalam melaksanakan ibadah sehari hari dan merasa
ketakutan dengan kematian yang disebabkan oleh penyakitnya.

7. Pengkajian Primer
a) Airways
Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas. Ini
meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat
disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur
mandibula ataupun maksila, fraktur laring ataupun trakea.
Usaha untuk membebaskan airway harus melindungi vertebra
servikal. Dalam hal ini dapat dimulai dengan melakukan chin
lift dan jaw thrust. Pada penderita yang dapat berbicara
dianggap bahwa jalan nafas bersih; walaupun demikian,
penilaian ulang terhadap airway harus tetap dilakukan.
b) Breathing
Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik.
Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak
diperlukan untuk pertukaran O2 dan mengeluarkan CO2 dari
tubuh. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru,
dinding dada dan diafragma. Setiap komponen ini harus
dievaluasi secara cepat. Dada penderita harus dibuka untuk
melihat ekspansi pernafasan. Auskultasi dilakukan untuk
memastikan masuknya udara ke dalam paru. Perkusi
dilakukan untuk menilai adanya udara ataupun darah dalam
rongga pleura. Inspeksi dan palpasi dapat memperlihatkan
kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu ventilasi.
c) Circulation
1) Nadi irreguler.
2) Takikardi/Bradikardia.
3) TD meningkat / menurun.
4) Edema.
5) Gelisah.
6) Akral dingin, kulit basah, dingin, pucat / hangat, kering, merah.
7) Output urine menurun.
d) Disability
Status mental : Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan
Glascow Coma Scale (GCS) dan secara kwantitatif yaitu Compos
mentis : Sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan
tentang keadaan sekelilingnya. Apatis : keadaan kesadaran yang
segan untuk berhubungan dengan kehidupan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh. Somnolen : keadaan kesadaran yang mau tidur saja.
Dapat dibangunkan dengan rangsang nyeri, tetapi jatuh tidur lagi.
Delirium : keadaan kacau motorik yang sangat, memberontak,
berteriak-teriak, dan tidak sadar terhadap orang lain, tempat, dan
waktu. Sopor/semi koma : keadaan kesadaran yang menyerupai
koma,reaksi hanya dapat ditimbulkan dengan rangsang nyeri.
Koma : keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak
dapat dibangunkan dengan rangsang apapun.
e) Exposure
Keadaan kulit, seperti turgor / kelainan pada kulit dsn keadaan
ketidaknyamanan (nyeri) dengan pengkajian PQRST.
8. Pengkajian Primer
AMPLE
1) Alergi : Riwayat pasien tentang alergi yang dimungkinkan
pemicu terjadinya penyakitnya.
2) Medikasi : Berisi tentang pengobatan terakhir yang diminum
sebelum sakit terjadi (Pengobatan rutin maupun accidental).
3) Past Illness : Penyakit terakhir yang diderita klien, yang
dimungkinkan menjadi penyebab atau pemicu terjadinya sakit
sekarang.
4) Last Meal : Makanan terakhir yang dimakan klien.
5) Environment/ Event : Pengkajian environment digunakan jika
pasien dengan kasus Non Trauma dan Event untuk pasien
Trauma.
9. Pemeriksaan fisik
1) Sistem Integumen
Subyektif : -
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun.
2) Sistem Pulmonal
Subyektif : Sesak nafas
Obyektif : Pengkajian yang didapat dengan adanya tanda
kongesti vaskular pulmonal adalah dispnea, ortopnea, dispnea
nokturnal paroksimal, batuk, dan edema pulmonal akut.
Crackles atau ronki basah halus secara umum terdengar pada
dasar posterior paru. Hal ini dilenali sabagai bukti gagal
ventrikel kiri.
3) Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : -
Obyektif :
a. Inspeksi
Lihat adanya Distensi Vena Jugularis, edema ekstermitas, pitting
edema.
b. Palpasi
Peningkatan frekuensi jantung merupakan respon awal jantung
terhadap stres, sinus takikardi mungkin dicurigai dan sering
ditemukan pada pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa
jantung.
c. Auskultasi
Tanda fisik yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri dapat
dikenali dengan mudah dibagian yang meliputi: bunyi jantung
ketiga dan keempat (S3,S4) serta crackles pada paru-paru.
4) Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah6
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargie.
5) Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru.
6) Sistem genitourinaria
Subyektif : -
Obyektif : produksi urine menurun atau meningkat
7) Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare
10. Pemeriksaan Penunjang

1. Radiogram dada

a) Kongesti vena paru

b) Redistribusi vaskular pada lobus-lobus atas paru 山

c) Kardiomegali

2. Kimia darah

a) Hiponatremia

b) Hiperkalemia pada tahap lanjut dari gagal jantung

e) BUN dan kreatinin meningkat

3. Urine
a) Lebih pekat

b) BJ meningkat
c) Na meningkat
B. Analisis Data
Menurut Setiawan (2012), Analisis data merupakan metode yang dilakukan
perawat untuk mengkaitkan data klien serta menghubungkan data tersebut
dengan konsep teori dan prinsip yang relevan keperawatan untuk membuat
kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan pasien dan keperawatan
pasien. Dalam analisis data perawat juga menggunakan keterampilan berpikir
kritis untuk memeriksa setiap potong informasi dan menentukan
relevansinya terhadap masalah kesehatan klien dan hubungannya dengan
potongan informasi lain.
C. Diagnosa
1) Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas miocard, perubahan struktural, perubahan frekuensi, irama
dan konduksi listrik
2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler alveolus
3) Intoleransi aktivitas, berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dengan kebutuhan tubuh.
D. Intervensi Keperawatan
DIAGNOSIS
No TUJUAN (SLKI) RENCANA (SIKI)
KEPERAWATAN
Risiko penurunan curah Curah Jantung Perawatan Jantung (1.02075)
1.
jantung berhubungan (L.02008) Observasi
dengan perubahan Setelah dilakukan
 Identifikasi tanda/gejala primer
kontraktilitas miocard, intervensi selama 1x24
penurunan curah jantung
perubahan struktural, jam, maka curah (meliputi: dispnea, kelelahan,
perubahan frekuensi, jantung meningkat. edema, ortopnea, PND,
peningkatan CVP).
irama dan konduksi Dengan kriteria hasil :
 Identifikasi tanda/gejala
listrik (D.0011). 1. Kekuatan nadi sekunder penurunan curah
perifer, meningkat jantung (meliputi: peningkatan
berat badan, hepatomegaly,
2. Palpitasi, menurun
distensi vena jugularis,
3. Bradikardia, palpitasi, ronkhi basah,
menurun oliguria, batuk, kulit pucat)
4. Gambaran EKG  Monitor tekanan darah
(termasuk tekanan darah
aritmia, menurun ortostatik, jika perlu)
5. Edema, menurun  Monitor intake dan output
cairan
6. Distensi vena
 Monitor berat badan setiap
Jugularis, menurun hari pada waktu yang sama
7. Dispnea, menurun  Monitor saturasi oksigen
8. Oligurla, menurun  Monitor keluhan nyeri dada
(mis: intensitas, lokasi, radiasi,
9. Pucat/sianosis,
durasi, presipitasi yang
menurun mengurangi nyeri)
10. Ortopnea, menurun  Monitor EKG 12 sadapan
 Monitor aritmia (kelainan
11. Batuk, menurun
irama dan frekuensi)
12. Hepatomegali,  Monitor nilai laboratorium
menurun jantung (mis: elektrolit, enzim
13. Tekanan darah, jantung, BNP, NTpro-BNP)
 Monitor fungsi alat pacu
membaik
jantung
14. Capillary refill  Periksa tekanan darah dan
time (CPT), frekuensi nadi sebelum dan
membaik sesudah aktivitas
 Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum
pemberian obat (mis: beta
blocker, ACE Inhibitor,
calcium channel blocker,
digoksin)
Terapeutik

 Posisikan pasien semi-fowler


atau fowler dengan kaki ke
bawah atau posisi nyaman
 Berikan diet jantung yang
sesuai (mis: batasi asupan
kafein, natrium, kolesterol, dan
makanan tinggi lemak)
 Gunakan stocking elastis atau
pneumatik intermitten, sesuai
indikasi
 Fasilitasi pasien dan keluarga
untuk modifikasi gaya hidup
sehat
 Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stress, jika perlu
 Berikan dukungan emosional
dan spiritual
 Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen > 94%
Edukasi

 Anjurkan beraktivitas fisik


sesuai toleransi
 Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
 Anjurkan berhenti merokok
 Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan harian
 Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output
cairan harian
Kolaborasi

Kolaborasi pemberian

antiaritmia, jika perlu
 Rujuk ke program rehabilitasi
jantung.
Gangguan pertukaran Pertukaran Gas Pemantauan Respirasi
2.
Gas berhubungan (L.01003) (1.01014)
dengan gelembung di Setelah dilakukan Observasi
arteri paru ditandai intervensi selama  Monitor frekuensi, irama,
dengan sesak dan 1x24 jam, maka kedalaman dan upaya napas
saturasi oksigen pertukaran gas  Monitor pola napas
dibawah normal meningkat dengan  Monitor kemampuan
(D.0003) Kriteria hasil: kemampuan batuk efektif
1. Dipsnea menurun  Monitor adanya produksi
2. Bunyi napas sputum
tambahan  Monitor adanya sumbatan
menurun jalan napas
3. Gelisah menurun Teraupetik
 Atur interval pemantauan
4. Pola napas
membaik respirasi sesuai kondisi
pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Informasikan hasil
pemantuan, bila perlu
Intoleransi aktivitas, Toleransi Aktivitas Manajemen Energi (1.05178)
3.
berhubungan dengan (L.05047) Observasi
pengaruh dekompresi Setelah dilakukan  Identifikasi gangguan fungsi
terhadap syaraf, tirah Tindakan tubuh yang mengakibatkan
baring lama atau keperawatan selama kelelahan
immobilitas (D.0056) 2x24 jam pasien  Monitor kelelahan fisik dan
dapat beraktivitas emosional
secara mandiri baik  Monitor pola dan jam tidur
dengan atau tanpa  Monitor lokasi dan
bantuan alat dengan ketidaknyamanan selama
Kriteria Hasil : melakukan aktivitas
1. Menopang berat Teraupetik
badan meningkat  Sediakan lingkungan nyaman
2. Berjalan dengan dan rendah stimulus
langkah yang  Lakukan latihan rentang
3. efektif meningkat gerak pasif dan/atau aktif
4. Berjalan dengan  Berikan aktivitas
langkah pelan distraksi yang menenangkan
meningkat  Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan

E. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang
dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Implementasi
keperrawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan
(Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997).
F. Evaluasi
Menurut Kozier, Erb, Berman & Snyder (2011), evaluasi merupakan fase
akhir dari proses keperawatan, meliputi aktivitas yang direncanakan,
berkelanjutan dan terarah. Evaluasi menjadi penting dalam asuhan
keperawatan mengingat kesimpulan yang ditarik dari evaluasi akan
menentukan keberlanjutan dari perencanaan: apakah perlu dimodifikasi,
diakhiri, atau bahkan dilanjutkan.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI).
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia. 2017: 328.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia. 2017: 193.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia. 2017: 527.

Lily ismudiati rilanto dkk, (2001). Buku Ajar Kardiologi, penerbit Fakultas
Kedokteran Unversitas Indonesia, Gaya Baru Jakarta.

Andra & Yessic. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan


Dewasa). Yogyakarta: Nuha Medika,

Brunner dan Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2.
Edisi 8. Jakarta: EGC.

Carpernito, LJ. & Moyet. 2008. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10.
Jakarta: EGC.

Herdman & Kamitsuru. 2015. DIAGNOSA KEPERAWATAN Definisi &


Klasifikasi 2015-2017 edisi 10. Jakarta: EGC.

Kasron. 2012. Buku Ajar Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Katron. 2013 Kelainan & Penyakit Jantung Pencegalian da Yogyakarta: Nuha


Medika dan Pengobatannya.
Kusmatutis, N, 2012. Asuhan Keperawatan Pada Tn. K dengan Decompensasi
Cordis di Instalasi Gawat Darurat RSUD Sragen, Naskah Publikasi,
Universitas Muhammadiyah, Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai