Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di

dunia yang dapat menyebabkan kematian. Menurut WHO 2022, TB adalah

penyebab kematian terbesar ke-13 di dunia, dan salah satu penyakit menular

penyebab kematian terbesar kedua setelah COVID-19 (di atas HIV/AIDS) di

dunia. TB masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan

kesakitan, kecacatan, dan kematian yang tinggi (Kesehatan Republik Indonesia,

2016). Menurut WHO 2021, Kebanyakan orang yang terjangkit TB tinggal di

negara-negara berpendapatan rendah dan menengah, dengan tingkat pendidikan

yang rendah juga, namun penyakit TB terdapat di seluruh dunia. Menurut WHO

2020, TB yang ada di berbagai negara terjadi pada segala kelompok usia.

Berdasarkan Global TB Report tahun 2022 jumlah kasus TBC terbanyak pada

kelompok usia produktif terutama pada usia 25 sampai 34 tahun. Di Indonesia

umumnya penderita TB terjadi pada kelompok usia produktif terutama pada

usia 45 sampai 54 tahun (Kemenkes, 2023).

Anak terutama balita juga memiliki resiko yang tinggi akan terinfeksi suatu

penyakit, terutama balita yang tinggal serumah dengan penderita TB. Sistem

kekebalan tubuh yang lemah, dapat menjadi salah satu penyebab penularan TB

pada anak (Kemenkes, 2022). Ketika balita terinfeksi suatu penyakit maka akan

menghambat pertumbuhan dan perkembangannya, karena masa balita (golden

age) adalah masa penting untuk mengoptimalkan perkembangan terbaik untuk

fisik dan kecerdasan anak (Kemenkes, 2023). Selain itu, penyakit TB juga

menjadi salah satu penyebab peningkatan angka kesakitan, kematian dan

1
kecacatan pada anak. Hingga saat ini, belum ada satu negara pun yang bebas TB

(Kemenkes, 2021). Oleh karenanya diperlukan penanganan dan pengendalian

terhadap penyakit TB, upaya penanggulangan TB telah dilaksanakan di banyak

negara sejak tahun 1995, (Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

Menurut WHO 2020, diperkirakan 10 juta orang menderita TB di seluruh

dunia. 5,6 juta laki-laki, 3,3 juta perempuan, dan 1,1 juta anak-anak. Tercatat

sebanyak 1,5 juta orang di dunia, meninggal akibat TB. Pada tahun 2020

ditemukan 8 negara dengan kasus TB terbanyak di dunia, India sebagai

penyumbang terbesar, diikuti Tiongkok, Indonesia, Filipina, Pakistan, Nigeria,

Bangladesh, dan Afrika Selatan. Indonesia menempati peringkat ketiga setelah

India dan Cina, yakni dengan jumlah kasus 824 ribu dan kematian 93 ribu per

tahun atau setara dengan 11 kematian per jam. Di Indonesia proporsi kasus TB

anak diperkirakan sekitar 10-15%, diantara semua kasus TB yang teridentifikasi

dalam program TB hanya 9% dan pada tingkat kabupaten atau kota menunjukkan

variasi proporsi yang cukup lebar antara 1,2- 17,3% ditahun 2015 (Kemenkes RI,

2016). Pada tahun 2019, Kemenkes RI menyatakan kasus TB anak ditemukan

sebanyak 7.950 kasus di Indonesia. Kemudian tahun 2022, Kementerian

Kesehatan bersama seluruh tenaga kesehatan berhasil mendeteksi TB sebanyak

lebih dari 700 ribu kasus.

Berdasarkan laporan riskesdas pada tahun 2018, ditemukan 151.878 orang

yang terdiagnosis TB di Jawa Timur. Tahun 2021, di Jawa Timur jumlah kasus TB

yang ditemukan sebanyak 43.247 kasus, cenderung menurun bila dibandingkan

dengan kasus TB yang ditemukan pada tahun 2020 yaitu sebesar 44.947 kasus.

Proporsi kasus TB pada anak usia 0-14 tahun di Jatim yaitu sebanyak 7% (2.792 )

2
dari 43.247 kasus TB yang ditemukan. Kabupaten atau kota dengan jumlah kasus

TB tertinggi berasal dari Kota Surabaya, Kabupaten Jember, dan Kabupaten

Sidoarjo (Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2021). Di Surabaya, cakupan penemuan

kasus TB anak sebanyak 801 (10,08%) kasus TB dari 7.950 seluruh kasus TB

anak yang ditemukan di Indonesia (Dinkes Surabaya, 2019). Menurut Dinkes

Surabaya 2023, ditemukan 3 kecamatan dengan kasus TB terbanyak di Surabaya

salah satunya yaitu di wilayah kerja Puskesmas Perak Timur. Pada tahun 2022,

Dinkes Surabaya telah melakukan pemantauan dan ditemukan kasus TB di

kecamatan Pabean Cantikan sebanyak 237 orang usia produktif dan 25 anak usia

0-14 tahun.

Tuberkulosis dapat menyerang bagian tubuh manapun, tetapi yang paling

umum adalah infeksi tuberkulosis pada paru-paru. Droplet (lendir atau dahak)

keluar diudara ketika orang dengan tuberkulosis sedang batuk, bersin, bicara, dan

juga ketika melakukan tindakan medis contohnya seperti bronkoskopi. Bakteri

TB akan terbawa melalui udara. Kemudian dapat terhirup oleh orang lain di

sekitarnya. Bakteri yang terhirup akan masuk melewati daerah nasofaring atau

orofaring kemudian melewati trakeobronkial sampai ke paru-paru. (Kemenkes,

2022). Walaupun biasanya menyerang paru-paru, penyakit ini dapat memberi

dampak juga pada tubuh lainnya, seperti sistem saraf pusat, jantung, kelenjar

getah bening, dan lainnya. Untuk kasus TBC laten, bakteri yang menyebabkan

penyakit TB belum aktif secara klinis dan hanya berada di dalam tubuh. Jika

sudah aktif, maka akan terjadi gejala pada periode tertentu bisa dalam hitungan

minggu maupun tahun. Durasi tersebut tentu saja tergantung dari kondisi

kesehatan dan daya tahan dari pengidap (Dinkes Surabaya, 2019).

3
Bayi dengan gangguan sistem imun (misalnya anak dengan HIV) berisiko

tinggi untuk berkembang menjadi bentuk TB yang parah seperti meningitis TB

atau penyakit TB milier. Anak memiliki risiko yang jauh lebih tinggi untuk

terpajan tuberkulosis di wilayah yang angka kejadian tuberkulosisnya cukup

besar (Kemenkes, 2022). Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa

selain imunitas, lingkungan sekitar dan pengetahuan juga dapat mempengaruhi

penularan TB. Faktor lingkungan yang harus diperhatikan adalah aliran udara atau

ventilasi, diperlukan ventilasi sesuai dengan luas ruangan untuk sirkulasi udara

untuk mencegah penyebaran dan mengurangi atau menurunkan kadar percikan

renik di udara. (Kemenkes RI, 2016). Selain itu, perlunya meningkatkan

kebersihan pada anak seperti cuci tangan setelah main diluar rumah, alat makan

balita juga harus diperhatikan kebersihannya ketika salah satu keluarga terinfeksi

TB maka perlu memisah alat makan tersebut untuk mencegah penularan TB.

Ketika infeksi TB terjadi pada anak, maka anak diharuskan menjalani terapi

untuk menghentikan perkembangan bakteri. Menurut prof. Tjandra Yoga,

sedikitnya terdapat 3 faktor yang menyebabkan tingginya kasus TB di Indonesia

salah satunya yaitu lamanya pengobatan TB sehingga sering mengancam

penderita untuk putus berobat (kemkes.go.id). oleh karena itu sangat diperlukan

dukungan dari keluarga (orang tua) terutama ibu untuk menjalankan terapi dengan

baik dan benar. Balita masih memiliki ketergantungan penuh terhadap orang

tuanya. Sehingga diperlukan pengetahuan yang cukup pada orang tua terutama ibu

untuk melakukan pengendalian atau pencegahan TB tersebut. Dalam hal ini, orang

tua memiliki peran penting dalam status kesehatan balita. Upaya pencegahan dan

4
pengendalian TB sangat penting dilakukan untuk menurunkan angka kematian,

kesakitan, dan kecacatan pada anak di Indonesia.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, mengupayakan

perencanaan dan penganggaran pada Major Project Reformasi Sistem Kesehatan

pada delapan area kunci reformasi sistem kesehatan yang saling terkait untuk

memastikan target pengendalian TB dapat tercapai, yaitu: Pendidikan dan

penempatan tenaga kesehatan, penguatan Puskesmas, peningkatan Rumah Sakit

dan pelayanan kesehatan di daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan terluar ,

kemandirian farmasi dan alat kesehatan, ketahanan kesehatan , pengendalian

penyakit dan imunisasi, pembiayaan kesehatan, teknologi informasi,

pemberdayaan Masyarakat (Kemenkes, 2020). Pemerintah juga

menyelenggarakan program TOSS. TOSS merupakan singkatan dari Temukan

Obati Sampai Sembuh. Berdasarkan himbauan dari WHO, Kemenkes RI

melaksanakan kegiatan penemuan kasus TB dengan Skrining X-Ray dan

pemberian terapi pencegahan TB pada kontak serumah pasien TB secara serentak

di 25 Kabupaten/Kota dan peluncuran obat TB dosis harian buatan dalam negeri.

TOSS yaitu gerakan yang mengajak masyarakat untuk memahami dengan benar

mengenai penyakit TB dan penanggulangannya, sehingga diharapkan mampu

membentuk masyarakat yang peduli TB.

Pemerintahan Indonesia menghimbau masyarakat untuk mendukung

pemerintah dalam mewujudkan Indonesia bebas TB dengan terus menerapkan

Pola Hidup Bersih Sehat (PHBS), makan makanan yang bergizi serta menjaga diri

dan keluarga dari TB. Sehingga, diperlukan pengetahuan yang cukup terhadap

orang tua, untuk mendukung keberhasilan dari program pemerintah. Maka dari

5
itu, upaya lain yang dapat kita lakukan, yaitu pemberian pendidikan kesehatan

kepada orang tua terutama Ibu tentang TB, karena orang yang paling dekat bagi

anak adalah orang tuanya. Penelitian ini akan dilaksanakan untuk mengukur

tingkat pengetahuan Ibu, serta meningkatkan pengetahuan Ibu terhadap sikap Ibu

dalam melakukan pencegahan penularan penyakit TB pada balita. Pendidikan

kesehatan ini akan dilaksanakan dengan menggunakan media booklet yang

bertujuan sebagai penunjang responden dalam memahami penyakit TB.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat

diidentifikasikan permasalahan dalam penelitian berikut ini :

1. Apakah tingkat pengetahuan Ibu terhadap penularan TB berkorelasi dalam

pencegahan TB pada balita?

2. Apakah perilaku Ibu dapat mempengaruhi pencegahan TB pada balita?

3. Apakah edukasi kesehatan menggunakan media booklet mampu

mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu terhadap pencegahan TB pada

balita?

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini menjelaskan tentang pengaruh edukasi kesehatan tentang

TB ada balita terhadap tingkat pengetahuan ibu.

1.3.2. Tujuan Khusus

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan khusus penelitian

ini yaitu :

6
1. Untuk mengetahui pengaruh tingkat pengetahuan ibu terhadap

penularan virus dalam pencegahan TB pada balita.

2. Untuk mengetahui perilaku ibu yang benar dalam pencegahan TB pada

balita.

3. Untuk mengetahui keefektifan edukasi kesehatan menggunakan media

booklet terhadap peningkatan kualitas tidur pada remaja.

1.4. Manfaat

1.4.1. Manfaat Bagi Peneliti

1.4.1.1. Peneliti Sendiri

Mengembangkan ilmu dan keterampilan yang dimiliki, menambah

wawasan dan pengetahuan, serta dapat mempertanggungjawabkan penelitian,

baik kepada pribadi maupun orang lain.

1.4.1.2. Peneliti Lain

Membagikan pengalaman, menjadi rujukan informasi bagi peneliti lain,

hingga memberikan referensi tentang metode pendekatan yang sesuai.

1.4.2. Manfaat Bagi Institusi (Puskesmas)

Data dan hasil yang diperoleh dari penelitian dapat dijadikan suatu

tolak ukur, serta upaya Puskesmas dalam meningkatkan upaya pencegahan dan

pengendalian TB.

1.4.3. Manfaat Bagi Mahasiswa

Menambah wawasan terkait ilmu terapi di bidang keperawatan dalam

pencegahan penularan TB pada balita.

7
1.4.4. Manfaat Bagi Masyarakat (Pembaca)

1.4.4.1. Masyarakat Umum

Meningkatkan pengetahuan pada masyarakat terutama Ibu tentang

penularan TB yang harus diwaspadai untuk mencegah terjadinya transmisi

virus pada anak usia 0-5 tahun.

1.4.4.2. Keluarga Sasaran

Memperoleh pengalaman dan dapat mengimplementasikan perilaku ibu

yang tepat dalam melakukan pencegahan penularan TB pada balita.

1.4.5. Manfaat Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini kiranya dapat sebagai bahan masukan kepada

bidang keperawatan untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan

dalam penanganan penyakit TB.

8
1.5. Keaslian Penelitian

No. Nama Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Variabel Yang Diteliti Jenis Penelitian Hasil Penelitian
1. Aryana Diani, Proporsi Infeksi Mengetahui proporsi Variabel Independen : Deskriptif Dilaporkan 85 subjek, terdiri dari 42 perempuan dan
Darmawan B. Tuberkulosis Dan dan gambaran faktor Infeksi tuberkulosis, 43 lelaki ikut serta dalam penelitian. Uji tuberkulin
Setyanto, Waldi Gambaran Faktor risiko infeksi TB pada faktor risiko. positif ditemukan pada 36 dari 85 anak (42,4%). Pada
Nurhamzah. Risiko Pada balita yang tinggal Variabel Dependen : gambaran karakteristik subjek, didapatkan sebagian
Balita Yang dalam satu rumah Balita, kontak TB besar subjek hanya memiliki 1 orang sumber
Tinggal Dalam dengan pasien TB paru serumah, uji tuberculin. penularan, intensitas kontak dengan sumber
Satu Rumah dewasa. penularan yang lebih dari 8 jam/hari dengan sputum
Dengan Pasien BTA positif 1 (48,2%). Persentase antara kepadatan
Tuberkulosis Paru populasi/hunian yang tidak memenuhi syarat dengan
Dewasa memenuhi syarat hampir berimbang (55,3% dan
44,7%). Mayoritas subjek memiliki status
sosioekonomi menengah rendah dan status gizi baik.
Didapatkan 67,1% subjek tinggal dalam rumah
dengan ventilasi buruk. Infeksi TB lebih banyak
ditemukan pada kelompok subjek dengan jumlah
sumber penularan lebih dari 1, sputum BTA positif 3,
kepadatan populasi yang tidak memenuhi syarat,
ventilasi buruk, intensitas kontak.

9
2. Eti Rimawati, Pengaruh Untuk meningkatkan Variabel Independen : Analitik Berdasarkan output SPSS didapatkan bahwa nilai
Sri Handayani, Pelatihan terhadap pengetahuan kader Kader, Anak signifikan 0.0006 dimana terdapat perbedaan antara
MG. Catur Peningkatan posyandu dalam Variabel Dependen : skor pretest dan posttest pada peserta pelatihan.
Yuantari Pengetahuan deteksi dini TBC, Deteksi Dini Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode pelatihan
Kader Posyandu tuberkulosis pada anak signfikan meningkatkan pengetahuan.
tentang Deteksi
Dini TBC Anak di
Kelurahan
Tanjung Mas
Semarang

3. Nurleman, Nur Dukungan Untuk mengetahui Variabel Independen : Deskriptif Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa ada
Eni Lestari Keluarga hubungan dukungan Dukungan Keluarga hubungan dukungan keluarga dengan status gizi pada
Berkorelasi keluarga dengan status Variabel Dependen : balita yang mengalami tuberkulosis paru (p=0,009).
Dengan Status gizi pada balita yang Status Gizi,
Gizi Pada Balita mengalami Tuberkulosis Paru
Yang Mengalami tuberkulosis paru
Tuberkulosis Paru

10
4. Susi Widiawati, Hubungan Faktor Untuk mengetahui Variabel Independen : Analitik Terdapat korelasi dan hubungan antara faktor
Mefrie Puspita, Lingkungan, Faktor Lingkungan, Faktor Lingkungan, cross-sectional lingkungan, kebijakan pemerintah dan pengetahuan
Meinarisa Kebijakan Kebijakan Pemerintah Kebijakan Pemerintah, dengan pencegahan TB pada anak. Faktor lingkungan
Pemerintah Dan Dan Pengetahuan Pengetahuan Orang yang sehat akan memberi dampak positif dan begitu
Pengetahuan Orang Tua Dalam Tua juga dengan peran pemerintah dengan adanya
Orang Tua Pencegahan Penyakit Variabel Dependen : kebijakan untuk penyakit TB mendorong masyarakat
Dengan TBC Pada Anak Anak, Pencegahan untuk hidup sehat. Pengetahuan mempunyai peran
Pencegahan Penyakit TBC. meningkatkan hidup sehat terutama mencegah
Penyakit TBC penyakit TB pada anak.
Pada Anak

5. Noveriansyah Perbandingan Untuk mengetahui Variabel Independen : Deskriptif Hasil dari penelitian ini didapatkan pada lingkungan
Eka Putra Angka Kejadian perbandingan angka Angka Kejadian TBC, dengan status imunisasi BCG yang tinggi,
Nksrsb, Lisa TBC pada Anak kejadian tuberkulosis Anak usia 10-14 pertumbuhan bakteri tuberkulosis lebih banyak
Safira, Tri Usia 10-14 Tahun pada anak usia 10-14 Variabel Dependen : terletak di paru dan jarang berkomplikasi menjadi
Faranita dengan Riwayat tahun dengan riwayat Riwayat Imunisasi jenis tuberkulosis yang lebih berat.
Imunisasi Bacillus imunisasi BCG dan BCG, non-BCG
Calmette-Guérin non-BCG
dan Non-BCG

6. Offi Miranda M, Hubungan Untuk mengetahui Variabel Independen : Analitik Teknik pengambilan sampel menggunakan Non
Arfiza Ridwan Tingkatan hubungan tingkat Tingkat pengetahuan, korelational Probability Sampling dengan metode Purposive
Pengetahuan pengetahuan dengan kuantitatif non- Sampling. Uji statistik yang digunakan adalah Chi-
Dengan Upaya upaya pencegahan Variabel eksperimen dan Square dengan hasil penelitian menunjukan bahwa
Pencegahan penularan TB paru. Dependen :Tuberkulosi desain penelitian ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan
Penularan Tb s, Upaya pencegahan yang digunakan upaya pencegahan TB Paru (p-value= 0,000), tingkat

11
Paru adalah cross pengetahuan yang kurang terhadap penyakit TB Paru
sectional study sebesar 62,1% dan upaya pencegahan penularan
penyakit TB Paru yang rendah sebesar 52,9%. Untuk
instansi terkait terutama Puskesmas diharapkan
memberikan penyuluhan mengenai pengetahuan dan
upaya pencegahan TB Paru agar terhindar dari resiko
terjadinya penyakit TB Paru.

12

Anda mungkin juga menyukai