PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Penyakit menular adalah penyakit yang disebut juga infeksi; yang dapat menular ke manusia
dimana disebabkan oleh agen biologi, antara lain virus, bakteri, jamur, dan parasit; bukan
disebabkan faktor fisik atau kimia; penularan bisa langsung atau melalui media atau vektor dan
binatang pembawa penyakit. Penyakit menular masih menjadi masalah besar kesehatan
masyarakat yang dapat menimbulkan kesakitan, kematian, dan kecacatan yang tinggi sehingga
pemberantasan yang efektif dan efisien. Salah satu penyakit menular adalah Tuberculosis
Tuberculosis adalah suatu penyakit infeksi hingga saat ini masih menjadi perhatian bagi seluruh
masyarakat dunia termasuk Indonesia karena dapat menyebabkan kematian, infeksi tersebut
paling sering menyerang jaringan paru, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit
tuberculosis ini dapat menyerang semua usia dengan kondisi klinis yang berbeda-beda atau tanpa
dengan gejala sama sekali hingga manifestasi berat. Tuberculosis menjadi penyakit menular yang
masih menjadi perhatian dunia. Sampai sekarang ini belum ada satu negara pun di dunia yang
ada 214.000 orang diantaranya dengan HIV. Tuberculosis adalah penyebab kematian terbesar ke-
13 di dunia dan penyakit menular penyebab kematian terbesar kedua setalah COVID-19.
Diperkirakan 10 juta orang menderita Tuberculosis di seluruh dunia. 5,6 juta laki-laki, 3,3 juta
perempuan, dan 1,1 juta anak-anak. Tuberculosis ada di semua negara dan pada segala kelompok
usia. Namun Tuberculosis ini dapat disembuhkan dan dapat dicegah. Dari 30 negara dengan
beban Tuberculosis yang tinggi menyumbangkan 86% kasus Tuberculosis baru. Dua pertiga
jumlah ini berasal dari delapan Negara, dengan India sebagai penyubang terbesar,diikuti
Tiongkok, Indonesia, Filipina, Pakistan, Nigeria, Bangladesh, dan Afrika Selatan. Secara global,
insiden Tuberculosismenurun sebesar 2% per tahun, dan antara tahun 2015 dan 2020, terjadi
penurunan komulatif sebesar 11%. Antara tahun 2000 dan 2020, diperkirakan sebanyak 66 juta
nyawa diselamatkan melalui diagnosis dan pengobatan (World Health Organization, 2020)
Menurut laporan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2021, terdapat 385.295 kasus TBC
yang ditemukan dan diobati di Indonesia sepanjang 2021. Jumlah tersebut turun 2,04% dari
tahun sebelumnya. Pada 2020, tercatat jumlah kasus Tuberculosis yang ditemukan dan diobati
sebanyak 393.323 kasus. Dalam sepuluh tahun terakhir, jumlah kasus Tuberculosis memiliki tren
yang fluktuatif. Pada 2011, misalnya, penyakit Tuberculosis yang ditemukan dan diobati
sebanyak 321.308 kasus. Kemudian, jumlahnya cenderung meningkat pada tiap tahun berikutnya
hingga mencapai 570.289 kasus pada 2018. Kasus Tuberculosis baru mulai menurun pada 2019
menjadi 568.997 kasus. Lalu, angkanya kembali merosot pada 2020 dan 2021 (Kemenkes RI,
2021).
Pada tahun 2020 Kesehatan (Dinkes) Bandar Lampung mencatat, jumlah Tuberculosis mencapai
777 kasus. Angka kasus tersebut terhitung sejak bulan Januari hingga Juni 2020. Sementara di
tahun 2019 terdapat 3.485 kasus. Pada bulan Januari terdapat 210 orang, Februari 192, Maret
219, April 72, Mei 70, Juni 15 orang. Jadi total 777 kasus (Dinkes Provinsi Lampung, 2020)
Di Pringsewu sendiri dari awal Januari hingga Maret 2022 telah tercatat sebanyak 109 kasus
pasien TBC yang saat ini masih dalam proses penanganan penyembuhan oleh pihak kesehatan
Pringsewu. dan itu sudah termasuk semua kategori baik dewasa, orang tua dan lainnya. Lalu dari
total tersebut 4 orang pasien diantaranya mengalami Resistence Obat (RO) dan 105 lainnya
Sensitif Obat (SO). Sementara itu, pada tahun 2021 Dinas Kesehatan Pringsewu mencatat kasus
TBC sebanyak 564 kasus dengan tingkat kesembuhan mencapai 93% (Dinas Kesehatan
Pringsewu, 2022) .
Penyakit Tuberculosis akan semakin parah dan menimbulkan komplikasi apabila tidak
dilakukan penanganan dengan benar. Komplikasi tuberculosis dapat diklasifikasikan menjadi dua
yaitu komplikasi dini dan komplikasi lanjut. Gangguan yang termasuk dalam komplikasi dini
diantaranya adalah: pleurutis, efusi pleura, empiema, laringitis, dan usus. Sedangkan Gangguan
yang termasuk dalam komplikasi lanjut diantaranya yaitu: obstruksi jalan napas hingga sindrom
angka penularan termasuk keterlibatan seluruh unsur keluarga. Saat ini Kementrian Kesehatan
mecanangakan Program Indonesia Sehat dengan pendekatan keluarga yang salah satu
Kemandirian keluarga adalah kemampuan dan inisiatif keluarga dalam mengenal dan mengatasi
masalah kesehatan secara mandiri. Menurut Friedman (1998) secara umum keluarga harus
mampu melaksanakan lima tugas kesehatan yaitu : 1) Mengenal masalah kesehatan setiap
anggotanya. 2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarganya.
3) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit atau yang tidak dapat membantu
dirinya sendiri karena cacat atau usia yang terlalu muda. 4) Mempertahankan suasana dirumah
Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan (pemanfaatan
Penelitian menurut Ardi (2012) perilaku kesehatan keluarga terbentuk dari tiga faktor, yaitu : 1)
Predisposing factors yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai
nilai. 2) Enabling factors yang terwujud dalam lingkungan fisik dan sarana (fasilitas) kesehatan
dan 3) Reinforcing factors yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan.
Penelitian ini sejalan dengan Gustina (2016) dengan pendekatan Cross Sectional, bertujuan
Tuberculosis Kota Bengkulu. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar factor beyond
health dan sebagian besar faktor dukungan pemerintah dengan tingkat keamandirian 2, sehingga
menunjukan hasil bahwa ada hubungan antara beyond health dengan tingkat kemandirian
penderita/keluarga dan ada hubungan faktor dukungan pemerintah kegiatan protecting dengan
Senada dengan penelitian Al-Hijrah et al., (2022) tentang pendidikan kesehatan terhadap tingkat
kemandirian keluarga dalam merawat penderita TB di wilayah kerja puskesmas Lembang. Jenis
penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan penelian cross sectional. Hasil
Perbedaaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah lokasi dan tahun penelitian. Hasil
prasurvey didapatkan penderita Tuberculosis di Puskesmas Wates pada tahun 2021 yaitu 44 dan
meningkat pada tahun 2022 sebanyak 67 penderita. Untuk sekarang di Puskesmas Wates tidak
didapatkan lagi penderita Tuberculosis BTA Positif, karena pemeriksaaan sudah beralih dengan
menggunakan TCM (Tes cepat molekuler). Hasil wawancara dengan keluarga pasien TB
didapatkan bahwa sebagian besar penderita TB yang sudah mandiri dan sudah mampu mengikuti
instruksi dari petugas dengan mengikuti arahan dari pemegang program TB. Namun masih ada
penderita TB yang terlambat datang ke Puskes untuk mengambil obat. Hal tersebut menandakan
bahwa pasien atau keluarga belum memahami perawatan pasien TB salah satunya adalah
meminum obat secara teratur. Dari data tersebut peneliti tertarik mengambil judul “Hubungan
antara sosial ekonomi dengan tingkat kemandirian keluarga pada penderita Tuberculosis di
Puskesmas Wates”.
B. Rumusan Masalah
Tuberculosis hingga saat ini masih merupakan penyakit menular yang menjadi perhatian bagi
Berdasarkan hasil prasurvey yang peneliti lakukan didapatkan data penderita di Puskesmas
Wates meningkat dari tahun 2021 sebanyak 44 penderita dan 2022 sebanyak 67 penderita.
Dari hasil tersebut peneliti tertarik mengambil judul hubungan antara sosial ekonomi dengan
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sosial ekonomi dengan
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi responden apakah pendidikan berhubungan
Wates.
Wates.
Wates.
D. Ruang Lingkup
1. Lingkup materi
Ruang lingkup penelitian ini adalah variabel independen sosial ekonomi berhubungan
2. Lingkup sasaran
3. Lingkup tempat
Hasil penelitian ini dapat membantu tingkat kemandirian keluarga pada pasien
Tuberculosis dan sebagai sumber refrensi berkaitan dengan hubungan antara sosial
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber referensi dan pustaka berkaitan
dengan hubungan antara sosial ekonomi dengan tingkat kemandirian keluarga pada
3. Bagi Masyarakat
Menjadi refrensi untuk penelitian selanjutnya dengan berbagai variabel yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hijrah, M. F., Irwan, M., Rika Kurnia Kandacong, & Sherly. (2022). Pendidikan Kesehatan
Terhadap Tingkat Kemandirian Keluarga Dalam Merawat Penderita TB di Wilayah Kerja
Puskesmas Lembang. INSOLOGI: Jurnal Sains Dan Teknologi, 1(2), 87–95.
https://doi.org/10.55123/insologi.v1i2.229
Ardi. (2012). Konsep Kemandirian, Fakultas Psikologi UIN SAKA.
Dinas Kesehatan Pringsewu. (2022). Dinas Kesehatan Prinsewu.
Dinkes Provinsi Lampung. (2020). Data Dinkes Provinsi Lampung.
Friedman, M. . (1998). Keperawatan Keluarga. EGC.
Gustina, M. (2016). Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Tingkat Kemendirian
Penderita/Kelurga Tuberkulosis Paru. 9(1), 99–106.
Gustina, M. (2018). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kemandirian
Penderita/Keluarga Tb Paru. Jurnal Media Kesehatan, 9(1), 99–106.
https://doi.org/10.33088/jmk.v9i1.298
Kemenkes RI. (2021). Kementrian Kesehatan.
Kementrian Kesehatan. (2011). TBC Masalah Kesehatan Dunia. www.depkes.go.id.
Nurlamsyah. (2014). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kemandirian Keluarga dalam
Merawat Pasien Diabetes Melitus Tipe ll di Wilayah Kerja Puskesmas Teppo Pinrang.
Volume 4 Nomor 1 Tahun 2014 .ISSN : 2302-1721.
Rosidin, Shalahudin, S. (2018). Hubungan Kemandirian Keluarga dengan Perawatan Hipertensi
pada Keluarga Binaan Puskesmas Sukaresmi Garut. Jurnal Keperawatan BSI, Vol No.1
April 2018.
Rumah Sakit Krakatau Medika. (n.d.).
Sudoyo. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 6th edn.
world Health Organization. (2020).