Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak menurut Undang-Undang Perlindungan Anak adalah seseorang yang
belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan, sepertiga
populasi di Indonesia terdiri dari anak-anak total, terdapat sekitar 80 juta anak
dan menjadi populasi terbesar keempat didunia (Unicef, 2020). Anak
merupakan aset masa depan bangsa yang harus dijaga dan diperhatikan
perkembangannya, karena mereka merupakan penerus yang akan menentukan
masa depan bangsa dan negara (Karinena, 2019).
Masa anak-anak merupakan masa dimana pertumbuhan dan perkembangan
berlangsung dengan pesat, sehingga upaya pemeliharaan kesehatan anak perlu
diperhatikan agar generasi mendatang tetap sehat, cerdas, dan kualitas serta
menurunkan angka kesakitan dan kematian anak. Kesehatan anak adalah sehat
secara fisik maupun psikis sehingga memungkinkan anak untuk bersosial
(Makarim, 2022). Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak janin
masih dalam kandungan hingga berusia 14 tahun. Sementara itu, anak pada
usia 5 tahun pertama kehidupan masih memiliki sistem imun yang rendah
sehingga rentan terhadap suatu penyakit termasuk Tuberculosis (Andriani,
2020).
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan karena adanya
bakteri Mycobacterium Tuberculosis yang masuk ke dalam tubuh melalui
pernafasan. Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang menular dan dapat
menyerang organ tubuh, terutama paru-paru (Kementerian Kesehatan, 2019).
Penularan penyakit tuberkulosis yaitu melalui udara (airborne). Penyakit
tuberkulosis menjadi penyebab dari kematian dengan urutan ke-9 diseluruh
dunia. Pada tahun 2020 WHO melaporkan terdapat 10 juta kasus tuberkulosis
di seluruh dunia dengan angka kematian yang di sebabkan oleh tuberkulosis
sekitar 1,6 juta kasus. Kemudian pada tahun 2021 kasus tuberkulosis
mengalami peningkatan yaitu 10,6 juta Tiga negara dengan jumlah kasus
tuberkulosis terbanyak dunia adalah India (28%), Indonesia (9,2%) dan
China (7,4%), dari total kasus tuberkulosis yang ditemukan di seluruh dunia
dengan jumlah penderita yang diperkirakan setidaknya terdapat  6 juta kasus
adalah pria dewasa, kemudian 3,4 juta kasus pada wanita dewasa dan
sebanyak 1,2 juta kasus adalah anak-anak (WHO, 2022).
Tuberkulosis lebih umum menyerang orang dewasa pada usia produktif.
Namun, semua kelompok usia tetap beresiko. Pada tahun 2019 diperkirakan
800.000 orang setiap tahun dengan angka kematian 16.000 terjadi pada anak-
anak (Wahyuni, 2021).
Penemuan kasus tuberkulosis pada anak di Indonesia masih belum
mendapatkan perhatian yang memadai. Ini dibuktikan dari system
surveilens yang belum bisa mendapatkan data mengenai tuberkulosis anak
yang sebenarnya, yang disebabkan tidak semua kasus yang diobati tercatat
di Dinas Kesehatan dan kualitas diagnosa yang masih diragukan. Pada tahun
2019 penemuan kasus tuberkulosis anak di Indonesia ada 63.113 kasus atau
62% yang diperkirakan sekitar 101.160 kasus anak yang harusnya ditemukan
dan diobati yang mana penemuan dan pengobatan tuberkulosis anak sebesar
62% masih belum mencapai target yang diharapkan yaitu 75% (Kementerian
Kesehatan RI, 2021). Berdasarkan data Dinas Kesehatan tahun 2019, jumlah
kasus tuberkulosis pada anak yang terdeteksi sebanyak 18.625 kasus
diseluruh provinsi Jawa Barat, dengan kejadian tertinggi di kota Bandung
,kabupaten Bandung, kabupaten Bogor dan kabupaten Cianjur menjadi
peringkat ke-4 dengan 1.122 dari total keseluruhan. Dari data tersebut
menggambarkan masih tingginya kasus tuberkulosis (Dinas Kesehatan,
2019).
Menurut Kemenkes (2020) tuberkulosis merupakan suatu penyakit yang
bisa diobati dan dapat segera disembuhkan. Penanganan pengobatan
tuberkulosis dapat diberikan dalam 2 tahapan, yaitu pada tahap intensif selama
2 bulan, dan tahap lanjutan yaitu selama 4-6 bulan berikutnya. Penderita dapat
disembuhkan apabila pengobatan dilakukan dengan disiplin sesuai jadwal.
Tidak tercapainya pengobatan tuberkulosis dikarenakan besar angka
ketidakpatuhan dalam pengobatan, sehingga menyebabkan kegagalan pengobatan.
Ketidakpatuhan penderita tuberkulosis dalam menjalani pengobatan akan
menyebabkan tingkat kesembuhan rendah, terjadinya resistensi terhadap obat anti
tuberkulosis sehingga penyakit tuberkulosis akan sangat sulit untuk disembuhkan dan
juga angka kematian akan semakin meningkat Irnawati dalam (Ruspiana, 2022).
Kepatuhan minum obat pada kasus tuberkulosis pada anak dibandingkan dengan
dewasa dibutuhkan perawatan yang lebih insentif, perlu kiat dan cara untuk
memberikan obat jangka panjang pada anak. Hal ini karena dalam pemberian obat
pada anak sangatlah dibutuhkan kesabaran, dan cara pemberian obat dan teratur. Jika
dilakukan dengan benar, maka proses pengobatan tuberkulosis menjadi tidak tuntas
sehingga bakteri tuberkulosis menjadi resisten dan berkembang menjadi MDR (Multi
Drugs Resistence) dan bakteri tuberkulosis dapar aktif kembali bahkan dapat
menyebar ke organ lainnya seperti paru, tulang, usus, otak, dan organ lain, serta
menimbulkan gejala yang lebih berat, kecacatan, gangguan tumbuh kembang anak
bahkan kematian.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam minuman obat anti
tuberkulosis yaitu tingkat pengetahuan penderita tentang tuberkulosis, motivasi untuk
semubuh, jarak, biaya berobat, efek samping obat, dukungan keluarga, peran
orangtua, peran petugas kesehatan pengobatan tuberkulosis (Tukayo, 2020).
Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
kepatuhan pengobatan tuberkulosis terutama peranan orangtua berfungsi sebagai
orang yang berpengaruh dalam mengawasi pasien anak tuberkulosis agar meminum

obat secara teratur sampai selesai pengobatan, karena didapatkan anak menolak
minum obat, tidak mau diminum, bahkan adakalanya dimuntahkan,
dan ada pula bosan minum obat, memberikan motivasi kepada pasien anak
tuberkulosis agar mau berobat teratur, mengingatkan pasien anak tuberkulosis untuk
periksa ulang dahak pada waktu yang telah di tentukan (Ratnasari, 2022). Peran
orangtua sangatlah penting untuk pasien anak tuberkulosis sebagai pendamping sebab
akan mempengaruhi perilaku individu, seperti penurunan rasa cemas, rasa tidak
berdaya dan putus asa sehingga dapat meningkatkan status kesehatan pasien anak
tuberkulosis (Ruspiana, 2022).
Penelitian yang dilakukan oleh Ratnasari (2022) di Poli DOTS RSUD
Kota Bogor menunjukkan 66% peran orangtua sebagai pengawas minum
obat mendukung dengan kepatuhan tinggi minum obat dan 6% peran
orangtua sebagai pengawas minum obat mendukung dengan kepatuhan
rendah minum obat. Sedangkan peran orangtua sebagai pengawas minum
obat tidak mendukung dengan kepatuhan tinggi minum obat sebanyak 5
responden (10%) dan peran orangtua sebagai pengawas minum obat tidak
mendukung dengan kepatuhan rendah minum obat sebnayak 9 responden
(18%). Penelitian terkait hubungan peran orangtua terhadap kepatuhan minum
obat pada pasien anak tuberkulosis belum banyak diteliti, oleh sebab itu
berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk mengtahui hubungan peran
orangtua terhadap kepatuhan minum obat pada pasien anak tuberkulosis.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, pasien
tuberkulosis patuh minum obat akan tetapi orang tua menyatakan kurang
mendukung karena sebagaian besar ada yang tidak diingatkan untuk minum
obat dari hal itu banyak pasien tuberkulosis pada anak yang putus obat.
Terdapat lima garis besar faktor yang mempengaruhi kepatuhan salah satunya
yaitu faktor sosial ekonomi, yang didalamnya terdapat peran orang tua.
Meskipun penelitiannya tentang orang tua dalam meningkatkan kepatuhan
minum obat telah banyak dilakukan, namun sebagai orang tua harus menggali
lebih mendalam tentang hal ini yang masih minim. Rumusan masalah
penelitian ini berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas adalah” Apakah
ada hubungan peran orang tua terhadap kepatuhan minum obat pada pasien
anak tuberkulosis paru di Rumah Sakit Umum Daerah Sayang Cianjur ?”.
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Peran
Orang Tua Terhadap Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Anak
Tuberkulosis Paru Di Rumah Sakit Umum Daerah Sayang Cianjur.
2. Tujuan Khusus
a. Mengindetifikasi pasien anak penderita tuberkulosis di RSUD Sayang
Cianjur
b. Mengidentifikasi usia pada anak penderita tuberkulosis di RSUD
Sayang Cianjur.
c. Mengidentifikasi peran orangtu terhadap kepatuhan minum obat pada
pasien anak tuberkulosis paru di RSUD Sayang Cianjur.
d. Mengetahui hubungan peran orang tua terhadap kepatuhan minum obat
pada pasien anak tuberkulosis paru di Rumah Sakit Umum Daerah
Sayang Cianjur.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Aplikatif
a. Bagi Peneliti
Melalui penelitian ini dapat memberikan pengalaman, setra
menambah wawasan dan penerapan dari ilmu Kesehatan dan menjadi
informasi bagi peneliti khususnya tentang hubungan peran orang tua
terhadap kepatuhan minum obat pada pasien anak tuberkulosis paru di
Rumah Sakit Umum Daerah Sayang Cianjur.
b. Bagi Responden
Sebagai bahan informasi untuk menentukan penanganan hubungan
peran orang tua terhadap kepatuhan minum obat pada pasien anak
tuberkulosis paru di Rumah Sakit Umum Daerah Sayang Cianjur.
c. Bagi Instansi Rumah Sakit
Menambah informasi mengenai hubungan peran orang tua
terhadap kepatuhan minum obat pada pasien anak tuberkulosis paru di
Rumah Sakit Umum Daerah Sayang Cianjur.
2. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi sumber informasi di bidang ilmu
keperawatan hubungan peran orang tua terhadap kepatuhan minum obat
pada pasien anak tuberkulosis paru di Rumah Sakit Umum Daerah Sayang
Cianjur.
3. Manfaat Metedoligois
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
menambah kontribusi serta dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya
untuk penelitian terkait.

Anda mungkin juga menyukai