Anda di halaman 1dari 51

PROPOSAL

MAGANG MAHASISWA
TAHUN AKADEMIK 2023-2024

Oleh :

NAMA : IDA RUFAIDAH


NIM : 2123201003
PEMINATAN : Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAJAPAHIT
MOJOKERTO
2023
PROPOSAL
Kegiatan Magang Mahasiswa
PEMINATAN : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
UPAYA PENINGKATAN MINUM OBAT TBC DENGAN MEDIA
LEAFLEAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BALONGPANGGANG
KABUPATEN GRESIKDENGAN
Periode Tanggal 06 Februari – 04 Maret 2023

Oleh :
Nama : IDA RUFAIDAH
Nim :2123201003
Oleh :

NAMA MAHASISWA : IDA RUFAIDAH


NIM : 2123201003
PEMINATAN : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Telah
Disetujui Pada Tanggal 2023
Dosen Pembimbing

Arief Ferdiansyah, ST., M.Kes

NIK. 220 250 007

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAJAPAHIT
MOJOKERTO
2023
PENGESAHAN

1. Judul : Upaya peningkatan minum obat TBC dengan media leafleat


di wilayah kerja puskesmas Balongpanggang Kabupaten Gresik
2. Lembaga/ Instansi : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Majapahit
3. Peminatan : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Mengetahui,
Dosen Pembimbing Pembimbing Lapangan

Arief Fardiansyah, ST., M.Kes. Jaka Harmunanta, S.E. M.Kes.


NIK. 220 250 007 NIP. 19670310 198803 1 009

MENGESAHKAN
Ketua Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat

Arief Fardiansyah, ST., M.Kes.


NIK. 220 250 007
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) paling sering menyerang organ paru dan juga bisa

menyerang organ lainnya. Penyakit ini menular yang penyebabnya adalah bakteri

mycobacterium tuberculosis (Kementrian Kesehatan RI, 2018). Sepuluh penyakit

yang menyebabkan kematian di dunia salah satunya adalah Tuberkulosis (Suarez,

2019). Tuberkulosis merupakan salah satu masalah utama kesehatan global,

meskipun negara yang telah melakukan berbagai macam upaya untuk

menanggulanginya (Muniroh et al, 2013).

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) telah merilis laporan

tentang tuberkulosis (TBC) skala global tahun 2021 termasuk di dalamnya laporan

tentang keadaan TBC di Indonesia dalam dokumen Global Tuberculosis Report

2022. Dalam laporannya, pandemi Covid-19 masih menjadi salah satu faktor

penyebab terganggunya capaian. Terutama pada penemuan kasus dan diagnosis,

akses perawatan hingga pengobatan TBC. Kemajuan-kemajuan yang telah dibuat

pada tahun-tahun sebelumnya terus melambat bahkan terhenti sejak tahun 2019.

Target capaian bebas TBC secara global saat ini benar-benar berada pada “luar

jalur” atau off track dari yang telah direncanakan.

WHO melaporkan bahwa estimasi jumlah orang terdiagnosis TBC

tahun 2021 secara global sebanyak 10,6 juta kasus atau naik sekitar 600.000

kasus dari tahun 2020 yang diperkirakan 10 juta kasus TBC. Dari 10,6 juta

kasus tersebut, terdapat 6,4 juta (60,3%) orang yang telah dilaporkan dan

menjalani pengobatan dan 4,2 juta (39,7%) orang lainnya belum ditemukan/

didiagnosis dan dilaporkan.


TBC dapat diderita oleh siapa saja, dari total 10,6 juta kasus di tahun

2021, setidaknya terdapat 6 juta kasus adalah pria dewasa, kemudian 3,4 juta

kasus adalah wanita dewasa dan kasus TBC lainnya adalah anak-anak, yakni

sebanyak 1,2 juta kasus. Kematian akibat TBC secara keseluruhan juga

terbilang sangat tinggi, setidaknya 1,6 juta orang mati akibat TBC, angka ini

naik dari tahun sebelumnya yakni sekitar 1,3 juta orang. Terdapat pula

sebesar 187.000 orang yang mati akibat TBC dan HIV. (WHO,Global

Tuberculosis Report 2022).

Indonesia sendiri berada pada posisi KEDUA (ke-2) dengan jumlah

penderita TBC terbanyak di dunia setelah India, diikuti oleh China, Filipina,

Pakistan, Nigeria, Bangladesh dan Republik Demokratik Kongo secara

berutan. Pada tahun 2020, Indonesia berada pada posisi ketiga dengan beban

jumlah kasus terbanyak, sehingga tahun 2021 jelas tidak lebih baik. Kasus

TBC di Indonesia diperkirakan sebanyak 969.000 kasus TBC (satu orang

setiap 33 detik). Angka ini naik 17% dari tahun 2020, yaitu sebanyak 824.000

kasus. Insidensi kasus TBC di Indonesia adalah 354 per 100.000 penduduk,

yang artinya setiap 100.000 orang di Indonesia terdapat 354 orang di antaranya

yang menderita TBC. Angka kematian akibat TBC di Indonesia mencapai

150.000 kasus (satu orang setiap 4 menit), naik 60% dari tahun 2020 yang

sebanyak 93.000 kasus kematian akibat TBC. Dengan tingkat kematian sebesar

55 per 100.000 penduduk. (WHO,Global Tuberculosis Report 2022).

Pada tahun 2021 kasus TBC paling banyak ditemukan di Jawa Barat,

diikuti Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan rincian jumlah kasus seperti terlihat
pada grafik. Kasus tuberkulosis di ketiga provinsi tersebut menyumbang angka

sebesar 44% dari jumlah seluruh kasus tuberkulosis di Indonesia. ( Kemenkes,

2021). Pada 2021 sebanyak 57,5% dari kasus TBC nasional ditemukan pada laki-

laki, sedangkan pada perempuan proporsinya 42,5%. Adapun kasus TBC paling

banyak ditemukan di kelompok umur 45–54 tahun dengan proporsi 17,5% dari

total kasus nasional. Diikuti kelompok umur 25–34 tahun dengan proporsi 17,1%,

dan kelompok umur 15–24 tahun sebanyak 16,9%. ( Kemenkes, 2021).

Prevalensi TBC mengalami peningkatan yang signifikan berdasarkan hasil

resume profil Kesehatan di Kabupaten Gresik tahun 2022 dengan jumlah

penduduk 37170 ditemukan pengidap TBC sebanyak 580 yang mengidap TBC

dan di temukan di Puskesmas Balongpanggang Gresik.

Tidak tercapainya pengobatan TB dikarenakan besarnya angka

ketidakpatuhan dalam pengobatan, sehingga menyebabkan kegagalan pengobatan.

Ketidakpatuhan pasien TB dalam menjalani pengobatan akan menyebabkan

tingkat kesembuhan rendah, terjadinya resistensi terhadap OAT sehingga

penyakit TB akan sangat sulit untuk disembuhkan dan juga angka kematian akan

semankin meningkat (Irnawati, 2016).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan dalam minuman obat anti

tuberkulosis yaitu tingkat pengetahuan pasien tentang tuberculosis, motivasi

untuk sembuh, jarak, biaya berobat, efek samping obat, dukungan keluarga, dan

peran dari petugas kesehatan pengobatan tuberculosis (Tukayo, 2020).


Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor penting yang

mempengaruhi kepatuhan pengobatan TB dimana keluarga berfungsi sebagai

system pendukung bagi anggota keluarganya yang sakit, selain itu keluarga juga

siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Irnawati, 2016). Jika

seseorang berada dalam lingkungan keluarga yang suportif umumnya memiliki

kondisi kesehatan yang lebih baik, karena dukungan keluarga dianggap dapat

mengurangi atau menyangga efek kesehatan mental individu (Friedman, 2013).

Dukungan keluarga penting untuk penderita penyakit kronis seperti

tuberculosis sebab dengan dukungan tersebut akan mempengaruhi perilaku

individu, seperti penurunan rasa cemas, rasa tidak berdaya dan putus asa sehingga

pada akhirnya dapat meningkatkan status kesehatan penderita (Ratnasari, 2012).

Penelitian Idawati Siregar, (2019) yang berjudul Hubungan Dukungan

Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat TB Paru di Puskesmas Pangaribuan,

Puskesmas Situmeang Habinsaran dan Puskesmas Hutabaginda di Tapanuli

Selatan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui Hubungan Dukungan

Keluarga Dengan Kepatuhan Minum Obat TB Paru di Puskesmas Pangaribuan,

Puskesmas Situmeang 23 Habinsaran dan Puskesmas Hutabaginda di Tapanuli

Selatan. Jenis penelitian kuantitatif cross sectional pada 60 responden dengan

teknik total sampling. Kesimpulan dari penelitian ini hitungan statistik bermakna

terdapat hubungan antara variable dukungan keluarga terhadap variable kepatuhan

minum obat.

Penelitian Sunarmi et al. (2020). Tujuan penelitian untuk mengetahui

hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat pada penderita TB


Paru di Rumah Sakit Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan. Metode penelitian

ini menggunakan desain penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional,

sampel penelitian ini adalah pasien TB yang menjalani rawat jalan di poliklinik

Rumah Sakit Khusus Paru Provinsi Sumatera Selatan sebanyak 30 responden.

Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Januari 2019. Uji statistik yang digunakan

adalah uji chi square.

Penelitian Nasution, Zulkarnain & Tambunan, S.J.L (2021) yang berjudul

Hubungan dukungan keluarga terhadap kepatuhan pengobatan pasien tuberculosis

paru di Puskesmas Padang Bulan, Medan. Tujuan dari penelitian ini untuk

menganalisis Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat

pada Penderita TB Paru. Jenis penelitian yang digunakan adalah survey analitik

dengan pendekatan cross sectional menggunakan uji chi square. Populasi dalam

penelitian ini berjumlah 163 orang. Sampel penelitian ini yaitu 62 orang. Teknik

pengambilan sampel adalah accidental sampling.

B. Rumusan Masalah

Untuk menganalisis hubungan antara dukungan keluarga dengan

kepatuhan minum obat TBC penderita di wilayah kerja Puskesmas

Balongpanggang Kabupaten Gresik.

C. Tujuan Magang

1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dukungan

keluarga dengan kepatuhan minum obat TBC penderita di wilayah kerja

Puskesmas Balongpanggang Kabupaten Gresik.


2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengidentifikasi dukungan keluarga pada penderita TBC di Wilayah

Kerja Puskesmas Balongpanggang Kabupaten Gresik.

2. Untuk mengidentifikasi tingkat kepatuhan minum obat TBC di Wilayah

Kerja Puskesmas Balongpanggang Kabupaten Gresik.

3. Untuk menganalisis hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pada

pasien TBC di Wilayah Kerja Puskesmas Balongpanggang Kabupaten

Gresik.

D. Manfaat Magang

1. Manfaat Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan pengetahuan

pada masyarakat bahwa dukungan keluarga dapat memberikan pencegahan

kekambuhan bagi penderita TBC.

2. Manfaat Instansi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

wawasan kepada petugas sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan di

instansi .

3. Manfaat Prodi

Hasil penelitian ini dapat menjelaskan hubungan dukungan keluarga

dengan kepatuhan minum obat TBC di Wilayah Kerja Puskesmas

Balongpanggang Kabupaten Gresik. Sehingga dapat dijadikan sebagai dasar

dalam pengembangan ilmu kesehatan masyarakat terkait upaya dukungan

keluarga.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Teori Tuberculosis ( TBC )

1. Definisi TBC

Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit infeksi kronis yang tidak

hanya menyerang paru-paru tetapi dapat menyerang hampir semua organ yang

ada di dalam tubuh manusia. Hakekatnya infeksi tuberkulosis sudah ada sejak

zaman purbakala. Di Mesir kuno pada tahun 2000-4000 sebelum masehi

ditemukan penemuan yang berasal dari ukiran dinding pyramid. Pada zaman

neolitikum di Heinberg didapatkan penemuan kerusakan tulang bagian vertebra

toraks yang merupakan khas dari penyakit tuberkulosis tulang. Bakteri

penyebab tuberkulosis berhasil ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882,

selanjutnya Albert Calmette dan Camille Guerine di Institute Pasteur Perancis

berhasil menemukan vaksin. Bacillus Callmate- Guerine (BCG) yang pertama

kali diberikan ke manusia pada tahun 1921. Sejarah eradikasi dengan

kemoterapi pada tuberkulosis berhasil dilakukan pada tahun 1944. Beberapa

tahun selanjutnya terdapat penemuan asam para amino salisilik (PAS).

Robitzkk dan Selikoff pada tahun 1952 berhasil menemukan isoniazid yang

memiliki potensi tinggi sebagai anti tuberkulosis. Kemudian ditemukan

pirazinamid (1952), etambutol (1954) dan rifampisin (1963) yang menjadi obat

utama bagi penderita tuberkulosis atau sekarang dikenal dengan sebagai obat

anti tuberkulosis (OAT) ini pertama.


2. Patogenesis

Terjadinya infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis melalui

inhalasi droplet nuclei yang dapat bertahan di udara bebas selama 1-2 jam,

tergantung oleh ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan

kelembapan. Partikel infeksi yang terhirup akan menempel pada saluran napas

atau jaringan paru, kemudian pertama kali akan dihadapi oleh neutrofil dan

makrofage. Sebagian besar partikel ini akan mati atau dibersihkan makrofag

keluar, atau kuman dapat menetap di jaringan paru. Kuman yang menetap di

jaringan paru akan berkembang biak dalam sitoplasma makrofage. Bakteri

Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri yang bersifat aerob sehingga

menyenangi area yang mengandung banyak oksigen, seperti di bagian apeks

paru di mana tekanan oksigennya lebih tinggi dari tempat lain. Bakteri yang

difagosit makrofage tersebut membentuk fokus Ghon atau sarang primer. Dari

sarang primer ini, akan muncul peradangan saluran getah bening menuju hilus

dan diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus. Sarang primer yang

membentuk limfadenitis lokal dan limfadenitis regional ini akan membentuk

kompleks primer yang disebut kompleks Ranke. Kemudian, kompleks ini dapat

menjadi:

1. Sembuh tanpa meninggalkan cacat.

2. Sembuh yang meninggalkan sedikit bekas, yang berupa garis fibrotik,

kalsifikasi di hilus.

3. Komplikasi dan menyebar ke sekitarnya, secara bronkogen pada paru

lobus tersebut atau paru di sebelahnya, secara limfogen, atau secara

hematogen.(Alto, William. 2012)


3. Faktor Resiko

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian TB paru, antara

lain:

1. Umur berperan dalam kejadian penyakit TB. Risiko untuk mendapatkan

TB dapat dikatakan seperti halnya kurva normal tebalik, yakni tinggi ketika

awalnya, menurun karena di atas 2 tahun hingga dewasa memiliki daya

tangkal terhadap TB dengan baik. Puncaknya tentu dewasa muda dan

menurun kembali ketika seseorang atau kelompok menjelang usia tua.

2. Tingkat pendapatan mempengaruhi angka kejadian TB, kepala keluarga

yang mempunyai pendapatan dibawah UMR akan mengkonsumsi makanan

dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi setiap anggota

keluarga sehingga mempunyai status gizi yang kurang dan akan

memudahkan untuk terkena penyakit infeksi diantaranya TB paru,

3. Kondisi rumah menjadi salah satu faktor resiko penularan TB paru. Atap,

dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman. Lantai

dan dinding yang sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu,

sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi perkembangbiakan

kuman,

4. Kualitas hidup seperti membuka jendela setiap pagi dan merokok

berpengaruh terhadap kejadian TB paru. Kegiatan membuka jendela setiap

pagi merupakan salah satu upaya pencegahan penyakit TB paru. Dengan

membuka jendela setiap pagi, maka dimungkinkan sinar matahari dapat

masuk ke dalam rumah atau ruangan. Sedangkan kebiasaan merokok


memperburuk gejala TB. Demikian juga dengan perokok pasif yang

menghisap rokok, akan lebih mudah terinfeksi TB paru,

5. Riwayat kontak dengan penderita TB paru menyebabkan penularan TB

paru dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepaa 2-3 orang

di dalam rumahnya, sedangkan besar resiko terjadinya penularan untuk

rumah tangga dengan penderita lebih dari 1 orang adalah 4 kali dibanding

rumah tangga dengan hanya 1 orang penderita TB paru.

4. Prevalensi

Pada tahun 2021 kasus TBC paling banyak ditemukan di Jawa Barat,

diikuti Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan rincian jumlah kasus seperti

terlihat pada grafik. Kasus tuberkulosis di ketiga provinsi tersebut

menyumbang angka sebesar 44% dari jumlah seluruh kasus tuberkulosis di

Indonesia. ( Kemenkes, 2021). Pada 2021 sebanyak 57,5% dari kasus TBC

nasional ditemukan pada laki-laki, sedangkan pada perempuan proporsinya

42,5%. Adapun kasus TBC paling banyak ditemukan di kelompok umur

45–54 tahun dengan proporsi 17,5% dari total kasus nasional. Diikuti

kelompok umur 25–34 tahun dengan proporsi 17,1%, dan kelompok umur

15–24 tahun sebanyak 16,9%. ( Kemenkes, 2021).

5. Pengobatan TBC

Pengobatan pada pasien TB Paru diberikan dengan terapi kombinasi

yang terdiri dari tiga atau lebih obat. Proses pengobatan dilakukan dengan

pemberian isoniazid, rifampisin, pirazinamid dan etambutol selama dua

bulan (fase intensif), selanjutnya pengobatan dapat dilanjutkan dengan

pemberian isoniazid dan rifampisin selama empat bulan (fase lanjutan)


yang berfungsi untuk memusnahkan sisa bakteri yang telah masuk kedalam

kondisi tidak aktif (dormant).

Pengobatan yang dilakukan pada penderita tuberkulosis memiliki

tujuan yaitu untuk menyembuhkan penderita yang terinfeksi, mencegah

terjadinya infeksi kembli pada penderita, serta memutuskan rantai

penularan infeksi, mencegah perkembangan penyakit dan mencegah

terjadinya resistansi obat anti tuberkulosis (OAT) pada penderita

tuberkulosis paru.

Prinsip yang harus terpenuhi pada pengobatan yang adekuat yaitu obat

anti tuberkulosis diberikan kepada penderita berdasarkan panduan yang

tepat, obat harus diberikan dengan dosis yang tepat, obat yang telah

diberikan wajib diminum secara teratur dan pengawas menelan obat wajib

mengawasi sampai penderita menyelesaikan pengobatan, pengobatan dapat

dibagi dalam tahap awal serta tahap lanjutan yang bertujuan untuk

mencegah kekambuhan infeksi tuberkulosis.

Tabel 5.1 Pengelompokan OAT

Golongan dan Jenis Obat

Gol. 1 Obat lini pertama Isoniazid (H) Pirazinamid (Z)

Etambutol (E) Rifampisin (R)

Streptomycin (S)

Gol. 2 / Obat suntik/ Kanamycin (Km) Amikacin (Am)

Suntikan lini kedua Capreomycin (Cm)

Gol. 3 / Golongan Ofloxacin (Ofx) Moxifloxacin (Mfx)

Floroquinolone Levofloxacin (Lfx)


Gol.4 / Obat bakteriostatik Ethionamide (Eto) Para amino salisilat

lini kedua Prothionamide (Pto) (PAS)

Cycloserine (Cs) Terizidone (Trd)

Gol. 5/ Obat yang belum Clofazimine (Cfz) Thioacetazone (Thz)

terbukti efikasinya dan Linezolid (Lzd) Clarithromycin (Clr)

tidak direkomendasikan Amoxilin-Clavulanate Imipenem (Ipm).

oleh WHO (Amx-Clv)

Sumber: Depkes RI: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis

6. Obat Anti Tuberkulosis

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) tidak dianjurkan untuk digunakan

dalam bentuk tunggal atau monoterapi. Terapi OAT saat ini dapat diberikan

dalam bentuk Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT). OAT yang

menggunakan dosis kombinasi memiliki keuntungan dan sangat dianjurkan

untuk digunakan.

Penderita tuberkulosis akan menjalani dua fase pengobatan yaitu fase

intensif/ awal dan fase lanjutan. Fase intensif penderita akan diberikan obat

dan diwajibkan untuk diminum setiap hari selama dua bulan dari awal

pengobatan. Fase lanjutan pasien akan menjalani pengobatan selama empat

bulan dengan dosis obat yang lebih sedikit yaitu tiga kali minum obat

dalam seminggu. Panjangnya waktu

pengobatan menyebabkan penderita akan mengalami keadaan jenuh dalam

menjalani pegobatan, oleh karena itu setiap penderita memerlukan

pengawas menelan obat (PMO) yang memiliki fungsi untuk memastikan


penderita menelan obat sesuai waktu serta dosisnya dan mencegah

terjadinya resistensi pada OAT. Sebagian besar penderita TB BTA positif

berubah menjadi BTA negatif dalam waktu dua bulan.Obat Anti TBC.

7. Panduan Obat Anti Tuberkulosis

Obat anti tuberculosis kategori satu

Obat Anti Tuberkulosis kategori 1 (2HRZE/4H3R3) digunakan pada pasien-

pasien baru dengan hasil pemeriksaan BTA positif (+), pasien baru dengan

BTA negatif (-) tetapi foto toraks menggambarkan hasil positif, dan pada

pasien tuberkulosis ekstra paru.

Tabel 7.1. Dosis untuk paduan OAT KDT kategori satu

Berat Badan Tahap Intensif tiap hari Tahap Lanjutan 3 kali

selama 56 hari seminggu selama 16

RHZE(150/75/400/275) minggu RH (150/150)

30-37 kg 2 Tabelt 4KDT 2 Tabelt 2KDT

38-54 kg 3 Tabelt 4KDT 3 Tabelt 2KDT

55-70 kg 4 Tabelt 4KDT 4 Tabelt 2KDT

71 kg 5 Tabelt 4KDT 5 Tabelt 2KDT

Sumber: Depkes RI: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis

Tabel 7.2 Dosis paduan OAT kombipak kategori satu

Tahap Lama Dosis per hari / kali Jumlah


Minum Minum Tab. Kap. Tab. Tab. hari/
kal
i
Obat Obat (H) (R) (Z) (E) menel
an
300 450 500 250 obat
mg mg mg mg
Intensif 2 1 1 3 3 56
bulan
Lanjut 4 2 1 - - 48
bulan
Sumber: Depkes RI: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis

Obat anti tuberculosis kategori dua

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kategori 2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

digunakan pada pasien yang hasil pemeriksaan BTA dinyatakan positif dan

telah diobati sebelumnya tetapi terjadi kekambuhan, pengobatan gagal dan

pada penderita yang mengalami putus berobat.

Tabel 7.3 Dosis untuk paduan (OAT) KDT kategori dua

Tahap Lanjutan 3
Tahap Intensif tiap hari RHZE
Berat Badan kaliseminggu
(150/75/400/275) + S
RH (150/150) + E(400)
56 hari 28 hari 20 minggu
2 tab 4KDT 2 tab
2 tab 4KDT
30-37 kg + 500 mg (S) 4KDT
+ 2 tab Etambutol
Inj.
3 tab 4KDT 3 tab
3 tab 4KDT
38-54 kg + 750 mg (S) 4KDT
+ 3 tab Etambutol
Inj.
4 tab 4KDT 4 tab
4 tab 4KDT
55-70 kg + 1000 mg (S) 4KDT
+ 4 tab Etambutol
Inj.
5 tab 4KDT 5 tab
5 tab 4KDT
71 kg + 1000 mg (S) 4KDT
+ 5 tab Etambutol
Inj
Sumber: Depkes RI: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis

Tabel 7.4 Dosis paduan OAT kombipak kategori dua

Tab. Ka Tab. E (mgr)


Tahap Lama (H) (R) (Z) Ta b Tab (S Jumlah
Berobat (Bulan @30 @450 @50 ) hari
250 400
) 0 0 Inj
.
mgr mgr mgr
Intensif 0,
(setiap 2 1 1 3 3 - 56
1 1 1 3 3 - 7 28
hari) 5
gr
-
Tahap
lanjutan (3x
seminggu) 4 2 1 - 1 2 - 60

Sumber: Depkes RI: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis

8. Efek samping obat anti tuberkulosis dan tatalaksana

Tabel 8.1 Efek samping ringan OAT dan tatalaksana

Efek Samping Penyeba Tatalaksana


b
Tidak nafsu makan, mual, dan sakit H,Z,R Semua OAT
perut dikonsumsi pada
malam hari sebelum
waktu tidur.
Nyeri sendi Z Berikan terapi
aspirin, parasetamol
atau NSAID
Kesemutan sampai dengan rasa H Berikan vitamin B6
terbakar di kaki (piridoxin) dengan
dosis 50 sampai
dengan 75 mg/ hari.
Urine yang berwarna merah R Tidak diperlukan
terapi apapun,
tetapi edukasi
penderita dengan
memberikan
penjelasan.
Gejala Influenza R dengan Pemberian rifampisin
dosis dirubah menjadi setiap
intermiten hari.

Sumber: Depkes RI: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.

Tabel 8.2 Efek samping berat OAT dan tatalaksana


Efek Samping Penyebab Tatalaksana
Gatal dan Semua jenis OAT Jika pada penderita pengobatan OAT mulai
kemerahan pada
merasakan gatal-gatal berikan dulu
kulit
antihistamin sambal meneruskan terapi OAT
dengan melakukan pengawasan ketat.
Apabila timbul kemerahan pada kulit maka
hentikan semua terapi OAT dan tunggu
sampai kemerahan tersebut hilang. Jika
bertambah berat maka pasien perlu
dirujuk.

Tuli Streptomisin Pemberian streptomisin dihentikan


Gangguan Streptomisin Pemberian streptomisin dihentikan
keseimbangan
Ikterus tanpa Hampir semua Berhentikan semua terapi OAT sampai
penyebab lain JenisOAT ikterus yang dialami penderita menghilang.
(Isoniazid,
Rifampisindan
Pirazinamid)
Bingung dan muntah- Semua jenias Berhentikan semua terapi OAT dan segera
muntah (permulaan Obat Anti lakukan pemeriksaan laboratorium pada
ikterus karena Tuberkulosis fungsi hati.
obat)

Gangguan Etambutol Stop pemberian etambutol


penglihatan
Purpura dan renjatan Rifampisin Stop pemberian rifampisin
(syok), Acute Kidney
Disease

Penurunan Streptomisin Stop pemberian streptomisin


produksi urine

Sumber: Depkes RI: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis

9. Gejala Klinis dan Pemeriksaan Fisik


Penderita tuberkulosis paru sering mengeluhkan batuk berdahak ≥ 2

minggu disertai dengan gejala tambahan seperti dahak bercampur darah,

sesak nafas, batuk berdarah, badan lemas, penurunan nafsu makan, malaise,

penurunan berat badan, keringat berlebih pada malam hari tanpa disertai

kegiatan fisik, demam meriang dalam kurun waktu lebih dari satu bulan.

Demam pada penderita tuberkulosis paru mirip dengan demam yang

diderita oleh penderita influenza yaitu subfebris, keluhan demam dapat

mencapai suhu 40-41˚C. Demam pada penderita tuberkulosis paru dapat

hilang timbul karena dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan

ringan beratnya infeksi tuberkulosis yang dialami oleh penderita.

Pemeriksaan pertama yang dilakukan pada penderita tuberkulosis

adalah keadaan umum penderita. Keadaan umum yang mungkin ditemukan

adalah konjungtiva mata atau kulit pucat dikarenakan anemia, suhu demam

(subfebris), dan terjadi penurunan berat badan. Tidak adanya gejala dapat

terjadi pada penderita kasus baru tuberkulosis. Pemeriksaan fisik yang

dilakukan akan sulit menemukan kelainan pada penderita yang memiliki

sarang fokus (Ghon) lebih dalam.

Penyakit tuberkulosis paru sangat sulit dibedakan dengan penyakit

penumonia biasa. Lesi pada penderita tuberkulosis paru sering kali

ditemukan pada bagian apeks/puncak paru. Hasil pemeriksaan perkusi

didapatkan suara redup dan auskultasi menghasilkan suara bronkial sering

terjadi pada infiltrate yang meluas. Selain itu, biasanya didapatkan suara

napas tambahan berupa ronki basah, kasar dan nyaring. Suara napas akan

terdengar vesikular lemah pada penderita yang juga memiliki pada


penebalan pleura.Penderita yang memiliki kavitas cukup besar akan

terdengar suara hipersonor pada pemeriksaan perkusi dan terdengar suara

amrofik pada pemeriksaan auskultasiya. Efusi pleura dapat terjadi apabila

infeksi tuberkulosis mencapai ke bagian pleura. Saat proses pernafasan,

paru-paru yang terinfeksi akan sedikit tertinggal pada saat penderita

bernafas. Saat pemeriksaan perkusi pada dada penderita, didapatkan suara

pekak dan suara nafas yang lemah pada pemeriksaan auskultasi.

10. Klasifikasi TBC

Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, tuberkulosis di

klasifikasikan berdasarkan:

1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi

a. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang melibatkan parenkim paru

atau berada di trakeobronkial, termasuk tuberkulosis milier.

b. Tuberkulosis ekstra paru atau tuberkulosis lain, merupakan tuberkulosis

yang menyerang organ diluar paru, misalnya selaput otak, selaput

jantung, pleura, kelenjar limfe, tulang, kulit, ginjal, usus, persendian,

saluran kencing, alat kelamin dan organ lainnya. Limfadenitis TB

menjadi kasus infeksi terbanyak pada tuberkulosisi ekstra paru karena

transmisinya melalui kelenjar getah bening.

2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan

a. Kasus baru yaitu penderita yang baru terkena infeksi tuberkulosis dan

belum pernah mendapatkan terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) atau

memiliki riwayat pengobatan dengan OAT < 1 bulan (<28 dosis obat).
b. Kasus dengan riwayat telah mendapatkan terapi Obat Anti Tuberkulosis

(OAT) ± 1 bulan (>28 dosis obat), terdapat beberapa jenis kasus dengan

riwayat pengobatan sebelumnya, yaitu:

- Kasus kambuh adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat

pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap

kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA

positif.

- Kasus setelah pengobatan gagal adalah kasus yang sudah menjalani

pengobatan lengkap berupa terapi dengan menggunakan Obat Anti

Tuberkulosis (OAT) tetapi dinyatakan gagal pada akhir pengobatan.

- Kasus yang diobati setelah putus berobat adalah kasus yang pernah

diberikan terapi obat anti tuberkulosis dan dinyatakan lost to follow-

up.

- Kasus dengan riwayat pengobatan lainnya adalah kasus yang

sebelumnya sudah pernah mendapatkan terapi Obat Anti Tuberkulosis

(OAT) tetapi hasil pengobatannya tidak diketahui atau tidak dilakukan

dokumentasi.

- Penderita pindah adalah penderita yang telah melakukan pengobatan

tetapi pindah dari register tuberkulosis untuk melanjutkan proses

pengobatannya.

- Penderita yang tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya, adalah

penderita yang tidak dapatdimasukkan kedalam salah satu kategori yang

telah dijelaskan.6,12

3. Klasifikasi berdasarkan Hasil Pemeriksaan Uji Kepekaan Obat


a. Mono resistan (TB MR) merupakan kasus resistan terhadap terhadap satu

jenis obat anti tuberkulosis lini pertama saja.

b. Poli Resistan (TB PR) merupakan kasus resistan >1 jenis obat anti

tuberkulosis lini pertama selain dari Obat Isoniazid (H) dan Rifampisin

(R) secara bersama.Multi Drug Resistan (TB MDR) merupakan kasus

resistan obat anti tuberkulosis berupa Isoniazid (H) dan Rifampisin (R)

secara bersama.

c. Extensive Drug Resistan (TB RR) merupakan kasus TB MDR yang juga

resistan terhadap salah satu obat anti tuberkulosis lini dua jenis suntikan

(Amikasin, Kanamisin ataupun Kapreomisin) dan obat anti tuberkulosis

golongan Fluorokuinolon.

d. Resistan Rifampisin (TB RR) merupakan kasus tuberkulosis yang

resistan terhadap Rifampisin.6

4. Klasifikasi berdasarkan Hasil Pemeriksaan Bakteriologik dan Uji Resistansi

Obat

a. Apusan dahak/sputum BTA positif (+). Pemeriksaan yang dilakukan pada

laboratorium yang memiliki jaminan mutu eksternal, sedikitnya satu spesimen

menunjukkan hasil BTA (+). Sedangkan pada laboratorium yangtidak memiliki

jaminan mutu eksternal, sedikitnya dua spesimen menunjukkan hasil BTA

positif.

b. Apusan dahak/ sputum BTA negatif (-). Hasil pemeriksaan dari sputum

dinyatakan negatif tetapi biakannya dinyatakan positif Mycobacterium

Tuberculosis. Kriteria secara klinis terpenuhi dan memerlukan pengobatan anti


tuberkulosis lengkap, danHasil pemeriksaan radiologis sesuai dengan kriteria

tuberkulosis paru.Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan

bukti yang kuat.

B, Dukungan Keluarga

a. Definisi Keluarga

Menurut friedman (2013) keluarga diartikan sebagai bersatunya 2 orang

atau lebih yang dipersatukan berdasarkan emosional serta keintiman.

Keluarga merupakan sekumpulan orang yang mempunyai hubungan baik

dari hasil adobsi, perkawinan maupun kelahiran.

b. Fungsi Keluarga

Menurut Friedman (2013) keluarga memiliki 5 fungsi keluarga : a. Fungsi

afektif Didalam keluarga fungsi keluarga harus terlaksana untuk saling

memberikan cinta, saling mengasihi, mendukung dan menghargai, fungsi

afektif ini sangat memberikan manfaat dalam keluarga. b. Fungsi

sosialisasi Keluarga mendukung terjadinya proses interaksi, didalam

keluarga mempelajari norma, kedisiplinan dan juga budaya c. Fungsi

reproduksi Dalam suatu pernikahan selain untuk memenuhi kebutuhan

biologis 20 tujuan pernikahan/berkeluarga adalah untuk melanjutkan

generasi penerus atau keturunan d. Fungsi ekonomi Fungsi ekonomi dalam

keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan finansial dalam keluarga

yaitu untuk memenuhi kebutuhan , sandang, pangan dan juga papan. e.

Fungsi perawatan kesehatan Keluarga mempunyai peranan penting dalam

bidang kesehatan seperti merawat anggota keluarga yang memiliki


masalah kesehatan. Diharapkan jika perawatan kesehatan dalam keluarga

berfungsi dengan baik maka masalah kesehatan dapat diatasi .

c. Pengertian Dukungan Keluarga

Pengertian dari dukungan keluarga adalah suatu bentuk sikap, tindakan

dan juga penerimaan keluarga terhadap anggota keluarganya, berupa

dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan

dukungan emosional. Jadi dukungan keluarga diartikan sebagai bentuk

hubungan interpersonal baik sikap, tindakan dan juga penerimaan terhadap

anggota keluarga, sehingga anggota keluarga merasa ada yang

memperhatikan. Jika seseorang berada dalam lingkungan keluarga yang

suportif umumnya memiliki kondisi kesehatan yang lebih baik, karena

dukungan keluarga dianggap dapat mengurangi atau menyangga efek

kesehatan mental individu (Friedman, 2013).

Menurut Sarafino (2011) terdapat 4 aspek dukungan keluarga yaitu:

1) Dukungan Emosional Dukungan emosional dalam keluarga sangat

diperlukan, keluarga membantu penguasaan dan pemulihan terhadap emosi

serta sebagai tempat yang damai untuk istirahat. Dukungan emosional

dalam keluarga meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi,

adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan.

Dukungan emosional melibatkan rasa empati, memberikan semangat,

kehangatan pribadi, cinta atau bantuan emosional.


2) Dukungan Instrumental Dukungan instrumental dalam keluarga

merupakan sumber bantuan praktis dan konkrit, seperti pemenuhan

kebutuhan keuangan, makan, minum, dan istirahat.

3) Dukungan Informasional Dukungan informasional berguna sebagai

pemberi informasi, keluarga memberikan sugesti, saran dan juga informasi

yang bisa digunakan untuk mengungkapkan suatu masalah. Aspek-aspek

dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian

informasi.

4) Dukungan Penilaian atau Penghargaan Keluarga memberikan dukungan

penghargaan atau penilaian yang berguna untuk menengahi pemecahan

masalah, sebagai sumber dan validator identitas anggota keluarga.

Dukungan penilaian dan penghargaan keluarga 22 memberikan penilaian

yang positif terhadap suatu ide-ide melalui ekspreasi yang baik dan positif.

Dukungan Keluarga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia, kelas

sosial ekonomi, dan juga tingkat Pendidikan.

Dukungan keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

kepatuhan pengobatan TB dimana keluarga berfungsi sebagai sistem

pendukung bagi anggota keluarganya yang sakit, selain itu keluarga juga

siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Irnawati,

2016). Dukungan social penting untuk penderita penyakit kronis seperti

tuberculosis sebab dengan dukungan tersebut akan mempengaruhi perilaku

individu, seperti penurunan rasa cemas, rasa tidak berdaya dan putus asa

sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan status kesehatan penderita

(Ratnasari, 2012). Seseorang yang menjalani perawatan pengobatan


dirumah mengharapkan dukungan praktis dari setiap anggota keluarga

yang cukup bertanggung jawab untuk mengurus orang sakit. Pasien

mengharapkan dukungan emosional dan bimbingan dari anggota keluarga

dan menganggap rumah menjadi surga tempat istirahat dan penyembuhan

(Sukumani et al, 2012).

BAB III

METODE KEGIATAN MAGANG

A. Lokasi Magang

Lokasi Magang ini dilakukan di Puskesmas Balongpanggang Kabupaten

Gresik.

B. Waktu Rencana Pelaksanaan

Penelitian dilaksanakan setelah mendapat ijin dari institusi peneliti

mengajukan ijin ke Instansi Puskesmas Balongpanggang Kabupaten Gresik

untuk melakukan penelitian dan ijin pengambilan data, adapun penelitian ini

dilaksanakan pada tanggal 06 Februari – 04 Maret 2023

C. Jadwal Kegiatan Magang

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Magang

No Hari/Tanggal Jam Uraian Kegiatan


.
1. Senin, 07.00  Melayani pasien
06 Februari  Melakukan pendataan registrasi
2023  Mengukur tekanan darah
 Melakukan cek gula darah sesuai keluhan
dan keinginan pasien
 Melakukan pemeriksaan sputum
 Menulis laporan kedalam buku harian

2. Selasa, 07.00  Melayani pasien berobat


07 Februari  Melihat hasil penunjang
2023 laboratorium atau Rontgan
 Menimbang berat badan
 Mengukur tinggi badan
 Menyiapkan terapi obat sesuai dengan
diagnosa dan keluhannya

3. Rabu, 07.00  Melayani pasien


08 Februari  Melakukan pendataan registrasi
2023  Mengukur tekanan darah
 Melakukan cek gula darah sesuai keluhan
dan keinginan pasien
 Memberi obat sesuai dengan keluhan
 Menulis laporan kedalam buku harian
 Melakukan kunjungan rumah (rawat luka
diabetes Mellitus dan injeksi TB)

4. Kamis, 07.00  Melayani pasien berobat


09 Februari  Melihat hasil penunjang
2023 laboratorium atau Rontgan
 Menimbang berat badan
 Mengukur tinggi badan
 Menyiapkan terapi obat sesuai dengan
diagnosa dan keluhannya
5. Jumat, 07.00  Melakukan kunjungan rumah (rawat
10 Februari luka dan injeksi TB)
2023
6. Sabtu, 07.00  Melayani pasien berobat
11 Februari  Anamnesa dan memberikan terapi obat
2023 sesuai dengan kebutuhan pasien
 Memasukkan data pasien ke dalam buku
harian
 Melakukan kunjungan rumah pasien
(injeksi TB)
7. Senin, 07.00  Melayani pasien
13 Februari  Melakukan pendataan registrasi
2023  Mengukur tekanan darah
 Melakukan cek gula darah sesuai keluhan
dan keinginan pasien
 Melakukan pemeriksaan sputum
 Menulis laporan kedalam buku harian

8. Selasa, 07.00  Melayani pasien berobat
14 Februari  Melihat hasil penunjang
2023 laboratorium atau Rontgan
 Menimbang berat badan
 Mengukur tinggi badan
 Menyiapkan terapi obat sesuai dengan
diagnosa dan keluhannya

9. Rabu, 07.00  Melayani pasien
15 Februari  Mencari registrasi pasien
2023  Melakukan anamnesa dan memeriksa
pasien sesuai dengan keluhan
 Mengukur tekanan darah pasien
 Memberikan terapi obat sesuai dengan
kebutuhan pasien
 Melakukan kunjungan rumah (rawat luka
dan injeksi TB)
10. Kamis, 07.00  Melayani pasien
16 Februari  Mencari registrasi pasien
2023  Melakukan anamnesa dan memeriksa
pasien
 Mengukur tekanan darah pasien
 Melakukan cek gula darah dan asam urat
 Menyiapkan obat sesuai dengan
diagnosa dan kebutuhan pasien
 Melakukan kunjungan rumah (injeksi
TB)
11. Jumat, 07.00  Melakukan kunjungan rumah (injeksi
17 Februarai TB)
2023
12. Senin, 07.00  Melayani pasien
20 Februari  Melakukan anamnesa dan memeriksa
2023 pasien
 Mengukur tekanan darah pasien
 Menyiapkan dan memberikan obat
sesuai dengan kebutuhan pasien
 Memasukkan data pasien ke dalam buku
harian dan laporan bulanan
 Melakukan kunjungan rumah (injeksi
TB)
13. Selasa, 07.00  Melayani pasien di ponkesdes
21 Februari  Mengukur tekanan darah pasien
2023  Melakukan pemeriksaan sesuai keluhan
pasien
 Memberikan obat sesuai dengan terapi
dan diagnosa pasien
 Melakukan kunjungan rumah (injeksi
TB)
14. Rabu, 07.00  Melayani pasien
22 Februari  Mencari registrasi pasien
2023  Melakukan anamnesa dan melakukan
pemeriksaan sesuai dengan apa yang
dikeluhkan pasien
 Memberikan obat sesuai dengan
diagnosa dan keluhan pasien
 Memasukkan data ke dalam buku harian
dan laporan bulanan
 Melakukan kunjungan rumah (rawat luka
Diabetes Mellitus dan injeksi TB)
15. Kamis, 07.00  Melayani pasien
23 Februari  Anamnesa pasien
2023  Mengukur tekanan darah pasien
 Memberikan terapi sesuai dengan
keluhan
 Melakukan kunjungan rumah (injeksi
TB)
16. Jumat, 07.00  Melakukan kunjungan rumah (Injkesi
24 Februari TB)
2023
17. Sabtu, 07.00  Melayani pasien
25 Februari  Melakukan anamnesa dan
2023 mengukur/memeriksa pasien sesuai
dengan keluhan
 Memberikanm terapi obat sesuai dengan
keluhan dan diagnosa pasien
 Memasukkan data kedalam buku harian
dan buku laporan bulanan
 Melakukan kunjungan rumah (rawat luka
Diabetes Mellitus)
18. Senin, 07.00  Melayani pasien
27 Februari  Mencari registrasi pasien
 Melakukan anamnesa dan melakukan
pemeriksaan pada pasien
 Mengukur tekanan darah
 Memberikan terapi obat sesuai dengan
kebutuhan pasien
 Memasukkan data ke dalam buku
laporan bulanan
 Melakukan kunjungan rumah (injkesi
TB)
19. Selasa, 07.00  Melayani pasien
28 Februari  Mencari registrasi data pasien
2023  Melakukan anamnesa dan melakukan
pemeriksaan pada pasien
 Memberikan terapi obat sesuai dengan
diagnosa dan keluhan yang ada pada
pasien
 Memasukkan data kedalam buku harian
dan buku laporan bulanan
 Melakukan kunjungan rumah (rawat luka
Diabetes Mellitus dan injeksi TB)
20. Rabu, 07.00  Membuat kasa steril]
01 Maret 2023  Melayani pasien
 Anamnesa pasien
 Melakukan pemeriksaan pada pasien
 Melakukan cek gula darah, asam urat,
dan kolestrol
 Memberikan obat sesuai dengan terapi
dan keluhan apa yang di rasakan oleh
pasien
 Memasukkan data kedalam buku hariann
dan ;laporan bulanan
 Melakukan kunjungsn rumah (injeksi
TB)
21. Kamis, 07.00  Melayani pasien
02 Maret 2023  Anamnesa pasien dan memeriksa pasien
sesuai dengan keluhan
 Memberikan obat sesuai dengan
diagnosa dan keluhan pasien
 Melakukan kunjungan rumah (rawat luka
Diabetes Mellitus dan injeksi pasien TB)
22. Jum’at, 07.00  Melakukan kunjungan rumah (injeksi
03 Maret 2023 TB)
23. Sabtu, 07.00  Membuat kapas alkohol
04 Maret 2023  Melayani pasien
 Melakukan anamnesa dan memeriksa
pasien sesuai dengan keluhan
Memberikan terapi obat sesuai
dengandiagnosa dan keluhan pasien
 Melakukan kunjungan rumah (rawat luka
Diabates Mellitus dan injeksi TB)

BAB IV

HASIL KEGIATAN

A. Analisis Situasi Umum


1. Deskripsi Puskesmas

Gambar 4.1 Puskesmas Balongpanggang

Puskesmas Balongpanggang merupakan satu dari dua puskesmas di

wilayah kecamatan Balongpanggang yang merupakan salah satu kecamatan di

Kabupaten Gresik yang terletak di sebelah selatan pusat kota yang berjarak 30

KM dengan jarak tempuh ± 57 menit menggunakan kendaraan roda empat.

Puskesmas Balongpanggang berdiri sejak tahun 1969 dengan fungsi

awal sebagai BKIA dan sejak tahun 1975 berkembang menjadi puskesmas

dengan nama puskesmas Balongpanggang dan beralamat di jalan raya

kedungpring no.08 kecamatan Balongpangang.

Wilayah binaan puskesmas Balongpanggang Meliputi 15 desa dari 25

desa yang ada di kecamatan Balongpanggang. Meski ada beberapa Program


pelayanan yang belum optimal, namun semua itu membuat Puskesmas

Balongpanggang menjadi lebih mampu menjawab kebutuhan masyarakat

sekitar. Puskesmas Balongpanggang mulai mengadakan pembenahan lokasi

yang semula hanya kecil (Bangunan induk berbentuk L) diperluas. Pertama

kali diperluas untuk bangunan kantor dibelakang sendiri, menggunakan dana

anggara pemda tahun 2004. Tahun 2010 kembali mendapat anggaran

pembangunan, kali ini untuk renovasi rumah dinas dan bangunan baru di

belakang bangunan induk.

Puskesmas Balongpanggang mengalami perubahan yang significan

baik dari fasilitas dan macam pelayanan mulai tahun 2011. Mulai bulan Juli

2011 Puskesmas Balongpanggang membuka unit pelayanan UGD tapi belum

maksimal, kemudian bulan Agustus 2011 Kepala Puskesmas membuat

kebijakan dengan membuka Unit Pelayanan UGD 24 jam dengan melayani

kegawatdaruratan tingkat sedang dan dengan semakin banyaknya kunjungan

pasien yang memerlukan observasi dan perawatan, pada Januari 2012

Puskesmas Balongpanggang menerima pasien Rawat Inap dengan

memanfaatkan ruang pertemuan sebagai Ruang Perawatan dengan fasilitas 4

tempat tidur.

Pada bulan Juli tahun 2012, dilakukan rehab total gedung puskesmas

dan selesai pada Januari 2013. Dengan gedung baru macam pelayanan dan

program inovatif pendukung puskesmas mulai berkembang, contoh semula

hanya ada Poli KIA, Poli Umum, Poli Gigi, Laboratorium, Kamar obat dan

UGD, pada tahun 2013 ada fasilitas Poli MTBS, dan Rawat Inap dari 4 tidur

menjadi 8 tempat tidur dengan pembagian 5 tempat tidur untuk rawat inap
dewasa dan 3 tempat tidur perawatan anak. Dengan semakin meningkatnya

kompetensi dan SDM di puskesmas Balongpanggang pada bulan November

2013 Poli KIA melayani pemeriksaan IVA.

2. Identitas Organisasi:

 Nomor kode Puskesmas : 35.25.07.01

 Nama U.P.T : Puskesmas Balongpanggang

 Alamat : Jalan Raya Kedungpring No.08

 Kecamatan : Balongpanggang

 Kabupaten : Gresik

 Propinsi : Jawa Timur

 Kode Pos 61173

 Telp : 031-7921007

E-mail : Puskesmas_balongpanggang@yahoo.com

3. Data Ketenagaan

Standar Perhitungan
N Jumla
Jenis Tenaga Status Kebutuha Analisis Beban Kekurangan
o h
n Kerja

1 Dokter 3 1 ASN , 2 4 4 1

Non ASN

2 Perawat 20 4 ASN, 16 20 20 -
N Jumla Standar Perhitungan
Jenis Tenaga Status Kekurangan
o h Kebutuha Analisis Beban

Non ASN n Kerja

1 ASN 1

3 Doktergigi 1 1 -

4 Pengadministrasi 1 1 ASN 1 1 -

Kepegawaian

Pranata
5 2 1 ASN, 1 2 2 -
Laboratorium
Non ASN
Kesehatan

Penyuluh
1 ASN
6 Kesehatan 1 1 1 -

Masyarakat

Pramu Kebersihan 2 Non


7 2 2 2 -
ASN

Pengadministrasi
8 5 6 6 1
3 ASN, 2
N Jumla Standar Perhitungan
Jenis Tenaga Status Kekurangan
o h Kebutuha Analisis Beban

Umum Non ASN n Kerja

9 Pengadministrasi 0 0 2 2 2

Keuangan

Pengemudi
10 1 1 Non 1 1 -
Ambulan
ASN

11 21 22 22 1
Bidan
14 ASN

7 Non
12 0 2 2 2
Apoteker ASN

0
13 1 1 1 -
Nutrisionis

1 ASN
14 0 1 1 1
Terapis Gigi dan

Mulut
0
15
N Jumla Standar Perhitungan
Jenis Tenaga Status Kekurangan
o h Kebutuha Analisis Beban

Jumlah n Kerja

Tabel Profil Ketenagaan di Puskesmas Balongpanggang tahun 2021

4. Data sarana pelayanan Kesehatan

 Puskesmas induk 1

 Puskesmas pembantu 2

 Ponkesdes 11

 Polindes 1

 Mobil puskesmas keliling 2

 Mobil operasional 1

 Dokter praktek swasta 3

 Bidan praktek swasta 2

 Rumah sakit

5. Geografi

Secara Geografis wilayah kerja Puskesmas Balongpanggang

berada di kecamatan Balongpanggang Kabupaten Gresik. Puskesmas

Balongpanggang terletak di wilayah administrasi Kabupaten Gresik yang

terletak antara 7°16'05.5"S 112°26'39.0"E. Lokasi Puskesmas

Balongpanggang Gresik tepatnya di Jl. Raya KedungPring No. 08

Balongpanggang Kabupaten Gresik dan memiliki luas 8 bangunan 45.5

km persegi yang terdiri dari dataran rendah 2 – 12 meter diatas permukaan

laut.
Adapun batas – batas wilayahnya sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan kecamatan duduk sampeyan

b. Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan benjeng.

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Dawar Blandong

Kabupaten Mojokerto.

d. Sebelah Barat berbatasan dengan kecamatan mantup kabupaten

lamongan.

Wilayah kerja Puskesmas Balongpanggang Yaitu:

1) Balongpanggang

2) Pacuh

3) Klotok

4) Ngasin

5) Ganggang

6) Doho Agung

7) Tenggor

8) Pinggir

9) Babatan

10) Kedungsumber

11) Mojogede

12) Bandungsekaran

13) Wahas

14) Kedungpring

15) Pucung
Puskesmas Balongpanggang Merupakan Puskesmas yang termasuk

dalam wilayah pedesaan. Berada di wilayah dengan kepadatan

penduduk yang tinggi dan Sebagian besar bermata pencaharian sebagai

petani.

Gambar 4.1 : Peta Wilayah Kerja Puskesmas Balongpanggang

6. Demografi

Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

DESA LK PR JUMLAH

Balongpanggang 2761 2829 5589

Pacuh 2016 2018 4043

Klotok 973 1170 2037

Ganggang 881 929 1810

Ngasin 1512 1553 3065

Doho Agung 996 1052 2047


Pinggir 1151 1170 2321

Tenggor 977 1070 2047

Babatan 1580 1668 3249

Kedungsumber 1421 1466 2887

Mojogede 990 1053 2042

Bandung Sekaran 863 932 1795

Wahas 812 896 1707

Kedungpring 1357 1353 2710

Pucung 1005 1091 2096

Total 19295 20142 38437

7. Visi, Misi, Motto dan Nilai Organisasi

i. Visi Organisasi

Mewujudkan Masyarakat Balongpanggang Yang Sehat dan

Mandiri.

ii. Misi Organisasi

1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu

2. Meningkatkan profesionalisme dan kinerja SDM

3. Meningkatkan derajat kesehatan yang optimal

4. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat

iii. Motto Organisasi

Motto atau juga semboyan (bahasa Inggris: motto) adalah kalimat,

frasa, atau kata sebagai semboyan atau pedoman yang menggambarkan

motivasi, semangat, dan tujuan dari suatu organisasi. Berdasarkan Visi


dan Misi Puskesmas Balongpanggang ,maka ditentukanlah Motto

Puskesmas Balongpanggag sebagai berikut:

Motto : “Anda Sehat Kami Puas”

iv. Tata Nilai Organisasi

Puskesmas Balongpanggang memiliki Tata Nilai dan Budaya yang

perlu diterapkan pada individu semua personeldi Lingkungan Puskesmas

Balongpanggang dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada

masyarakat, yaitu TERAPI :

1. Tulus : memberikan pelayanan tanpa mengharap suatu

imbalan

2. Empati : bisa merasakan apa yang dirasa pasien.

3. Ramah : memiliki sikap yang sopan dan santun kepada

seluruh masyarakat.

4. Adil : tidak membeda- bedakan dalam memberikan

pelayanan.

5. Profesional : melakukan pelayanan sesuai standar.

6. Inovatif : memiliki kemampuan untuk bekerja mandiri dengan

ide – ide dan terobosan bagi peningkatan pelayanan kesehatan.

b. Tugas Pokok Fungsi dan Struktur Organisasi Unit Kerja

8. Tugas Pokok Unit Kerja

Berdasarkan permenkes no. 75 tahun 2014 tugas puskesmas yaitu

melaksanakan kebijakan Kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan


Kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya

kecamatan sehat.

i. Fungsi Unit Kerja

1) Penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat (UKM) tingkat pertama

diwilayah kerja.

2) Penyelenggaraan upaya kesehatan perorangan (UKP) tingkat pertama

diwilayah kerja.
C.Analisi SItuasi Khusus

Struktur Organisasi Unit Kerja

Gambar 2.3 : Struktur Organisasi Unit Kerja

Sumber SK Kepala Dinas Kesehatan Kab.Gresik

BAGAN STRUKTUR ORGANISASI

UNIT PELAYANAN TEKNIS PUSKESMAS BALONGPANGGANG

DINAS KESEHATAN KABUPATEN GRESIK


a. Tupoksi atau Uraian Tugas Jabatan Peserta

Berdasarkan Permenpan No.08 tahun 2006 tentang Jabatan Fungsional

Pranata Laboratorium Kesehatan, rincian kegiatan penulis yang dijadikan

sebagai Sasaran Kerja Pegawai (SKP), yaitu meliputi:

1. Menyusun rencana kegiatan laboratorium di Puskesmas

balongpanggang;

2. Melakukan persiapan pasien secara sederhana;

3. Melakukan penerimaan sampel/specimen;

4. Melakukan pengambilan spesimen/sampel dengan Tindakan

sederhana;

5. Melakukan persiapan pengiriman spesimen/sampel rujukan;

6. Melakukan pembuatan dan pewarnaan sediaan;

7. Melakukan persiapan spesimen/sampel secara sederhana;

8. Melaksanakan penanganan dan pengolahan spesimen/sampel;

9. Melakukan pemeriksaan secara makroskopis / organoleptik dan

mikroskopis;

10. Melakukan pemeriksaan spesimen/sampel dengan metode cepat;

11. Melakukan pemeriksaan spesimen /sampel secara aglutinasi

kualitatif;

12. Melakukan pemeriksaan dengan fotometri/setara secara manual;

13. Melakukan pencatatan hasil pemeriksaan umum.

D. Identifikasi Masalah
Berdasarkan data yang direkap selama kegiatan magang khususnya

dibidang pengobatan dan pencegahan di Puskesmas Balongpanggang, ditemukan

permasalahan suatu penyakit, terutama pada kasus kejadian TBC. Jumlah

penderita TBC mengalami peningkatan yang signifikan berdasarkan hasil resume

profil Kesehatan di Kabupaten Gresik tahun 2022 dengan jumlah penduduk 37170

ditemukan pengidap TBC sebanyak 580 yang mengidap TBC dan di temukan di

Puskesmas Balongpanggang Gresik

Dalam hal pada prioritas masalah penulis menggunakan analisis dengan

Fishbone. Diagrma Fishbone adalah diagram yang berfungsi untuk

mengidentifikasi penyebab dari suatu masalah. Karena dari fungsinya tersebut

sering juga disebut Cause dan Effect diagram. Didalam diagram Fishbone

penyebab biasanya berupa suatu permasalahan yang akan diperbaiki dan

permasalahan tersebut ditempatkan pada “kepala ikan”. Penyebab dari masalah

kemudian diletakkan sepanjang “tulang”, dan diklasifikasikan ke dalam tipe

berbeda sepanjang cabang. Penyebab masalah berikutnya dapat ditempatkan

disamping sisi cabang berikutnya. Berikut adalah prioritas masalah yang diperoleh

penulis setelah melakukan penyebab masalah menggunakan metode diagram

Fishbone :
Proses
Data
manual
Lingkungan Ruang
lingkup luas

Pasien

Menggunakan
peralatan Petugas yang
Alat individu memadai

Manusia

Gambar 4.1 Analisis Fishbone


Keterangan :

a. Lingkungan

Lingkungan daerah Ponkesdes Betiting mayoritas orang disini masih banyak

yang melakukan kegiatan pertanian meskipun usianya sudah lanjut, selain itu

akibat karena faktor usia juga.

b. Proses

Data pelaporan dari Puskesmas masih menggunakan data manual sehingga

membutuhkan waktu lama untuk penyelesaian hasil pelaporan.

c. Alat

Fasilitas yang tersedia sebagaian masih terbatas, dan menggunakan alat

pribadinya untuk memeriksa pasien.

d. Manusia

Jumlah petugas kesehatan sudah cukup memadai yaitu terdapat penanggung

jawab TB , perawat dan satu asisten di ponkesdes beserta kader.


E. Prioritas Masalah

Dalam menentukan priorotas masalah, ada beberapa metode yang dapat

digunakan. Dalam hal ini peniliti menggunakan metode USG (Urgency,

Seriousness, Growth). USG adalah salah satu cara menetapkan urutan prioritas

masalah dengan menggunakan teknik scoring 1-5 dan dengan mempertimbangkan

tiga komponen dalam metode USG yaitu :

1. Urgency : tingkat kegawatan sebuah masalah, artinya apabila masalah tidak

segera ditanggulangin akan semakin gawat.

2. Seriousness : tingkat kegawatan sebuah masalah, artinya apabila masalah tidak

terselesaikan dengan cepat akan berakibat serius pada masalah lainnya.

3. Growth : besar atau luasnya masalah berdasarkan pertumbuhan atau

perkembangan, artinya apabila masalah tersebut tidak segera diatasi

pertumbuhannya akan berjalan terus.

Tabel 4.2 Prioritas Masalah


USG
No Masalah Total Ranking
. U S G
1. Proses pencatatan da 1 2 3 6 3
pelaporan data
2. Fasilitas yang tersedia 3 2 3 18 2
masih terbatas
3. Kurangnya pengetahuan 5 5 5 125 1
dan kesadaran diri
masyarakat tentang
pentingnya menjaga
kesehatan dan menjaga
dalam hal pekerjaan

Keterangan :

5 : Sangat Besar
4 : Besar

3 : Sedang

2 : Kecil

1 : Sangat Kecil

Berdasarkan hasil penentuan prioritas dengan menggunakan USG maka

prioritas masalah yaitu Kurangnya pengetahuan dan kesadaran diri masyarakat

tentang pentingnya menjaga kesehatan dan menjaga konsisten dalam pengobatan

agar tidak putus apalagi kambuh.

F.Pelaksanaan / Realisasi Kegiatan


BAB V

PEMBAHASAN KEGIATAN
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Anda mungkin juga menyukai