Anda di halaman 1dari 32

UJIAN AKHIR SEMESTER GANJIL

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) CIREBON

TAHUN 2022

Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah 1 (Ekstensi)

Nama : Nanda Mahendra

Nim : 42010122B033

Program : Ekstensi (T.I/S.I)

Koordinator : Ns.Kasmad, M.Kep

Kebijakan Pemerintah untuk menurunkan kejadian TBC, pencegahan dan


penatalaksanaan?
Jawab:
Upaya pemerintah dalam penanggulangan TBC, yakni:
1. Melakukan pelacakan secara agresif untuk menemukan penderita TBC
2. Stok obat-obatan TBC harus tersedia dan pengobatannya sampai tuntas
3. Upaya pencegahan harus dilakukan lintas sektor sehingga dari sisi infrastruktur
maupun suprastrukturnya bisa tertangani dengan baik.
Salah satu langkah untuk mencegah TBC adalah dengan menerima vaksin BCG (Bacillus
Calmette-Guerin). Di Indonesia, vaksin ini termasuk dalam daftar imunisasi wajib dan
diberikan sebelum bayi berusia 2 bulan. Bagi yang belum pernah menerima vaksin BCG,
dianjurkan untuk melakukan vaksin bila terdapat salah satu anggota keluarga yang menderita
TBC. Beberapa upaya yang dilakukan untuk mencegah penularan TB yaitu :
- Menggunakan masker saat berada ditempat ramai dan berinteraksi dengan penderita
TBC, serta mencuci tangan.
- Tutup mulut saat bersin, batuk, dan tertawa atau gunakan tisu untuk menutup mulut ,
tisu yang sudah digunakan dimasukan kedalam plastik dan di buang ke kotak sampah.
- Tidak membuang dahak atau meludah sembarangan.
- Pastikan rumah memiliki sirkulasi udara yang baik, misalnya dengan sering membuka
pintu dan jendela agar udara segar serta sinar matahari dapat masuk.
- Jangan tidur sekamar dengan orang lain, sampai dokter menyatakan TBC yang
diderita tidak lagi menular.
- Khusus bagi penderita TB menggunakan masker ketika berada disekitar orang
terutama selama tiga minggu pertama pengobatan, upaya ini dapat membantu
mengurangi resiko penularan.
Jurnal Kesehatan komunitas Indonesia Vol 17 no 2 September 2021

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN TUBERKULOSIS


DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KELURAHAN CIPINANG BESAR UTARA
KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Ressa Stevany A1, Yuldan Faturrahman2, Andik Setiyono3


1,2,3
Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan
Universtitas Siliwangi
Email : yuldanfaturrahman@unsil.ac.id

ABSTRAK
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Salah satu wilayah kerja puskesmas yang memiliki
angka kasus TB tertinggi pada tahun 2020 yakni Puskesmas Kelurahan Cipinang
Besar Utara dengan jumlah kasus 98 penderita. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian tuberkulosis di
wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2020. Penelitian
ini menggunakan desain kasus kontrol. Jumlah sampel adalah 112 yang terdiri dari
56 kasus dan 56 kontrol. Teknik pengambilan sampel kelompok kasus secara acak
sederhana (simple ramdom sampling) dan kelompok kontrol secara purposive
sampling. Pengumpulan data menggunakan data primer dan data sekunder.
Instrumen penelitian yang digunakan yaitu lembar persetujuan dan kuesioner.
Data penelitian dianalisis secara univariat dan bivariat. Hasil analisis bivariat
variabel penelitian terdiri dari kontak dengan penderita TB (p value= 0,000, OR=
5,735), perilaku merokok di dalam anggota keluarga (p value= 0,035, OR= 2,464),
dan kebiasaan menjemur kasur (p value= 0,005, OR= 3,545). Faktor risiko yang
berhubungan dengan kejadian tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan
Cipinang Besar Utara adalah kontak dengan penderita TB, perilaku merokok di
dalam anggota keluarga, kebiasaan menjemur kasur.
Kata Kunci: tuberkulosis, kontak penderita, perilaku merokok, menjermur kasur

ABSTRACT
Tuberculosis is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis. One
of the puskesmas working areas that has the highest TB case rate in 2020 is
Puskesmas Kelurahan Cipinang Besar Utara with the number of cases 98 patients.
The purpose of this study was to determine the risk factors associated with the
incidence of tuberculosis n the work area of the Puskesmas Cipinang Besar Utara
in 2020. This study uses a case-control design. The number of samples was 112
consisting of 56 cases and 56 controls. The sampling technique of the case group
was simple random sampling and the control group was purposive sampling. Data
collection uses primary data and secondary data. The research instruments used
were consent sheets and questionnaires. The research data were analyzed by
univariate and bivariate. The results of the bivariate analysis of research variables
consisted of contact with TB patients (p value = 0.000, OR = 5.735), smoking
behavior in family members (p value = 0.035, OR = 2.464), and the habit of drying
the mattress (p value= 0.005, OR= 3.545). Risk factors related to the incidence of
tuberculosis in the working area of the Puskesmas Cipinang Besar Utara are
contact with TB patients, smoking behavior in family members, and the habit of
drying the mattress.
Keywords : Tubercullosis, patient contact, smooking, drying the mattress

346
Jurnal Kesehatan komunitas Indonesia Vol 17 no 2 September 2021

PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB atau TBC) adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut biasanya
masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernapasan ke dalam paru,
kemudian kuman tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya
melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfa, melalui saluran pernapasan
(bronchus) atau penyebaran langsung ke bagian tubuh lainnya. Sebagian bakteri
ini menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Sumber
penularan penyakit TB Paru yaitu pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak
yang dikeluarkannya. Penyakit ini apabila tidak segera diobati atau pengobatannya
tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian
(Kemenkes, 2016).
Tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
menjadi tantangan global. Secara global kasus baru tuberkulosis sebesar 6,4 juta,
setara dengan 64% dari insiden tuberkulosis (10 juta). Tuberkulosis tetap menjadi
10 penyebab kematian tertinggi di dunia dan kematian tuberkulosis secara global
diperkirakan 1,3 juta pasien (WHO, Global Tuberculosis Report, 2018).
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah kasus TB Paru yang
berada di urutan ketiga terbesar dunia setelah India dan China. Kasus TB Paru di
Indonesia mencapai 842.000. Sebanyak 442.000 pengidap TB Paru melapor dan
sekitar 400.000 lainnya tidak melapor atau tidak terdiagnosa. Penderita TB Paru
tersebut terdiri atas 492.000 laki-laki, 349.000 perempuan, dan sekitar 49.000
diantaranya anak-anak (WHO, 2018). Menurut data profil kesehatan Indonesia
(2018), pada tahun 2017 ditemukan jumlah kasus TB Paru sebanyak 443.704
kasus, dimana angka tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2016 yaitu
sebanyak 360.565 kasus. Salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki kasus TB
Paru diatas angka prevalensi yaitu DKI Jakarta (Kemenkes, 2018).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik DKI Jakarta (2019), jumlah
pengidap penyakit tuberkulosis di DKI Jakarta pada tahun 2018 sebanyak 32.570
atau sekitar 0,3% dari total penduduk DKI Jakarta. Sedangkan pada tahun 2015
warga DKI Jakarta yang menderita penyakit tuberkulosis hanya 23.133 jiwa,
namun jumlah ini terus meningkat setiap tahunnya hingga tahun 2018 dengan rata-
rata peningkatan 3.145 jiwa per tahunnya, dengan peningkatan tertinggi terjadi
pada tahun 2016 bertmbah sebanyak 5.259 jiwa. Menurut data per wilayah selama
tahun 2015-2018, Kota Administrasi Jakarta Timur menjadi wilayah dengan jumlah

347
Jurnal Kesehatan komunitas Indonesia Vol 17 no 2 September 2021

penderita tuberkulosis tertinggi setiap tahunnya. Pada tahun 2018, penderita


tuberkulosis di Kota Administrasi Jakarta Timur mencapai 10.207 jiwa, angka ini
mengalami kenaikan 145 jiwa dari tahun 2017.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur (2020),
kecamatan Jatinegara memiliki jumlah penderita tuberkulosis yang tinggi dengan
urutan ketiga di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur. Salah satu wilayah kerja
puskesmas yang memiliki angka tertinggi di kecamatan Jatinegara yakni di
Puskesmas Kelurahan Cipinang Besar Utara. Puskesmas Kelurahan Cipinang
Besar Utara mengalami kenaikan jumlah kasus tuberkulosis dua kali berturut-turut,
yakni pada tahun 2018 dan 2019 sedangkan pada tahun 2020 mengalami
penurunan kasus. Pada tahun 2018 sebanyak 124 penderita dan pada tahun 2019
sebanyak 147 penderita, sedangkan pada tahun 2020 jumlah kasusnya menurun
menjadi 98 penderita (Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur, 2020).
Secara epidemiologi, suatu penyakit menular seperti tuberkulosis dapat
timbul akibat dari interaksi berbagai faktor, yaitu agen (agent), faktor pejamu (host),
dan lingkungan (environment). Faktor agen merupakan penyebab terjadinya suatu
penyakit yang dikelompokkan menjadi beberapa golongan yaitu virus, rickettsia,
bakteri, protozoa, jamur dan cacing. Agen dari penyakit tuberkulosis termasuk
dalam golongan bakteri, yaitu mycrobacterium tuberkulosis. Faktor pejamu
merupakan faktor yang berasal dari kekebalan/daya tahan tubuh orang yang
bersangkutan. Faktor lingkungan merupakan faktor luar yang mempengaruhi agen
dan pejamu untuk terpapar suatu penyakit menular seperti tuberkulosis
(Notoatmodjo, 2011).
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di wilayah kerja
Puskesmas Kelurahan Cipinang Besar Utara dengan judul Analisis Faktor Risiko
Kejadian Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Cipinang Besar
Utara Tahun 2020.

METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasional analitik
dengan desain case control (kasus kontrol). Populasi dalam penelitian ini ada 2
yakni, populasi kasus dan populasi kontrol. Populasi kasus dalam penelitian ini
adalah semua orang yang berusia 15-50 tahun yang terdata sebagai pasien TB di
wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Cipinang Besar Utara Tahun 2020. Populasi
kontrol dalam penelitian ini adalah semua orang yang berusia 15-50 tahun yang

348
Jurnal Kesehatan komunitas Indonesia Vol 17 no 2 September 2021

tidak terdata sebagai pasien TB di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Cipinang


dan bertempat tinggal tidak jauh dari tempat tinggal kelompok kasus. Jumlah
sampel pada penelitian ini yakni 112 responden (56 kelompok kasus dan 56
kelompok kontrol).
Teknik pengambilan sampel kelompok kasus adalah acak sederhana
(simple ramdom sampling) dan kelompok kontrol adalah purposive sampling.
Variabel yang diteliti yaitu kontak dengan penderita TB, perilaku merokok di dalam
anggota keluarga, dan kebiasaan menjemur kasur. Instrumen penelitian berupa
kuesioner. Data dianalisis dengan uji chi square.

HASILPENELITIAN
Hasil analisis univariat didapatkan bahwa 76 responden berjenis kelamin
laki-laki dan 36 responden berjenis kelamin perempuan. Sebanyak 55 responden
memiliki kontak dengan penderita TB yakni, kelompok kasus 39 orang (70,9%) dan
kelompok kontrol 16 orang (28,6%). Sebanyak 66 responden memiliki perilaku
merokok di dalam anggota keluarga yakni, kelompok kasus sebanyak 39 orang
(59,1%) dan kelompok kontrol sebanyak 27 orang (40,9%). Sebanyak 75
responden tidak memiliki kebiasaan menjemur kasur yakni, kelompok kasus
sebanyak 45 orang (60%) dan kelompok kontrol sebanyak 30 orang (40%).

Tabel 1. Analisis Univariat


Variabel Kategori Kasus Kontrol
n % n %
Jenis Kelamin Laki-Laki 38 50 38 50
Perempuan 18 50 18 50
Kontak Dengan Ya 39 70,9 16 29,1
Penderita TB
Tidak 17 29,8 40 70,2
Perilaku Merokok Di Ada 39 59,1 27 40,9
Dalam Anggota Keluarga Tidak Ada 17 37 29 63
Kebiasaan Menjemur Tidak 45 60 30 40
Perlatan Tidur Ya 11 29,7 26 70,3

Hasil analisis bivariat menunjukan bahwa variabel kontak dengan penderita


TB, perilaku merokok di dalam anggota keluarga, dan kebiasaan menjemur kasur
ada hubungan yang bermakna dengan kejadian tuberkulosis (p value≤0,05). Hasil
analisis uji statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan nilai p
value=0,00 (p value≤0,05), maka ada hubungan yang bermakna antara kontak
dengan penderita TB dengan kejadian tuberkulosis. Hasil analisis besar risiko

349
Jurnal Kesehatan komunitas Indonesia Vol 17 no 2 September 2021

didapatkan nilai Odds Ratio (OR) sebesar 5,735 (OR>1), artinya responden yang
memiliki kontak dengan penderita TB berisiko 5,735 kali terkena TB dibandingkan
dengan responden yang tidak memiliki kontak dengan penderita TB.
Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan
nilai p value=0,035 (p value≤0,05), maka ada hubungan yang bermakna antara
perilaku merokok di dalam anggota keluarga dengan kejadian tuberkulosis. Hasil
analisis besar risiko didapatkan nilai Odds Ratio (OR) sebesar 2,464 (OR>1),
artinya responden yang memiliki perilaku merokok di dalam anggota keluarga
berisiko 2,46 kali terkena TB dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki
perilaku merokok di dalam anggota keluarga.
Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan
nilai p value=0,005 (p value≤0,05), maka ada hubungan yang bermakna antara
kebiasaan menjemur peralatan tidur dengan kejadian tuberkulosis. Hasil analisis
besar risiko didapatkan nilai Odds Ratio (OR) sebesar 3,545 (OR>1), artinya
responden yang tidak memiliki kebiasaan menjemur kasur berisiko 3,545 kali
terkena TB dibandingkan dengan responden yang memiliki kebiasaan menjemur
kasur.

Tabel 2. Hasil analisis bivariate


Variable Kategori Kasus Kasus P OR
n % n % value
Kontak dengan penderita Ya 39 70,9 16 29,1 0,000 5,735
TB Tidak 17 29,8 40 70,2
Perilaku merokok di dalam Ada 39 59,1 27 40,9 0,035 2,464
rumah anggota keluarga Tidak ada 17 37 29 63
Kebiasaan menjemur Tidak 45 60 30 40 0,005 3,545
kasur ya 11 29,7 26 70,3

350
Jurnal Kesehatan komunitas Indonesia Vol 17 no 2 September 2021

PEMBAHASAN
1. Hubungan antara Kontak Dengan Penderita TB dengan Kejadian Tuberkulosis
Kontak erat dengan penderita TB atau sumber penular merupakan
salah satu faktor risiko terjadinya TB Paru. Kontak erat adalah tinggal bersama
dalam rumah yang sama atau frekuensi sering bertemu dengan sumber
penular (Maqfirah, 2018). Kontak dengan penderita TB dalam penelitian ini
yaitu tinggal bersama dalam rumah yang sama dengan anggota keluarga yang
sedang atau pernah menderita TB. Hal tersebut memungkinkan adanya droplet
bakteri TB yang keluar melalui bersin atau batuk penderita yang dapat terhirup
bersama oksigen di udara dalam rumah oleh anggota keluarga lainnya,
sehingga dapat memudahkan terjadinya proses penularan.
Hasil analisis univariat berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa terdapat 56 responden yang memiliki kontak dengan
penderita TB yakni, kelompok kasus sebanyak 40 orang (71,4%) dan kelompok
kontrol sebanyak 16 orang (28,6%). Sedangkan 56 responden yang tidak
memiliki kontak dengan penderita TB yakni, kelompok kasus sebanyak 16
orang (28,6%) dan kelompok kontrol sebanyak 40 orang (71,4%).
Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan uji chi square
didapatkan nilai p value=0,000 (p value≤0,05), maka ada hubungan yang
bermakna antara kontak dengan penderita TB dengan kejadian tuberkulosis.
Hasil analisis besar risiko didapatkan nilai Odds Ratio (OR) sebesar 5,735
(OR>1), artinya responden yang memiliki kontak dengan penderita TB berisiko
5,735 kali terkena TB dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki
kontak dengan penderita TB.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yaitu
penelitian dari Pangestika dan Alnur (2018) yang menyatakan bahwa adanya
hubungan yang signifikan pada variabel riwayat kontak serumah dengan
kejadian tubekulosis paru. Pada penelitian tersebut juga dikatakan bahwa
orang yang memiliki riwayat kontak serumah dengan penderita TB memiliki
risiko 3.5 kali untuk menderita tuberkulosis paru. Penderita penyakit
tubekulosis paru kemungkinan besar akan menularkan kuman tubekulosis
pada orang yang menghabiskan waktu sepanjang hari dengan mereka, dalam
hal ini termasuk anggota keluarga, teman dan rekan kerja atau teman sekolah.

351
Jurnal Kesehatan komunitas Indonesia Vol 17 no 2 September 2021

2. Hubungan antara Perilaku Merokok Di Dalam Anggota Keluarga dengan


Kejadian Tuberkulosis
Perilaku merokok adalah adalah aktifitas atau kegiatan berupa
menghisap rokok yang telah dibakar dan menimbulkan asap (Fikriyah &
Febrijanto, 2012). Merokok dalam rumah merupakan faktor risiko untuk terkena
tubekulosis paru BTA positif, polusi udara dalam ruangan dari asap rokok
dapat meningkatkan risiko terinfeksi bakteri Mycrobacterium tuberculosis
(Sejati dan Sofiana, 2015).
Perilaku merokok anggota keluarga dalam penelitian ini adalah
tindakan menghisap rokok atau gulungan tembakau yang tergulung kertas di
dalam anggota keluarga. Perilaku merokok di dalam anggota keluarga dapat
memperburuk gejala tuberkulosis paru pada individu lain. Hal ini disebabkan
asap rokok memiliki dampak buruk pada daya tahan paru terhadap bakteri.
Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa terdapat 66 responden
yang memiliki perilaku merokok di dalam anggota keluarga yakni, kelompok
kasus sebanyak 39 orang (59,1%) dan kelompok kontrol sebanyak 27 orang
(40,9%). Sedangkan 46 responden yang tidak memiliki perilaku merokok di
dalam anggota keluarga yakni, kelompok kasus sebanyak 17 orang (37%) dan
kelompok kontrol sebanyak 29 orang (63%).
Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan uji chi square
didapatkan nilai p value=0,035 (p value≤0,05), maka ada hubungan yang
bermakna antara perilaku merokok di dalam anggota keluarga dengan
kejadian tuberkulosis. Hasil analisis besar risiko didapatkan nilai Odds Ratio
(OR) sebesar 2,464 (OR>1), artinya responden yang memiliki perilaku
merokok di dalam anggota keluarga berisiko 2,464 kali terkena TB
dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki perilaku merokok di
dalam anggota keluarga.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yaitu
penelitian dari Pangestika dan Alnur (2018) yang menyatakan bahwa adanya
hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok anggota keluarga
dengan kejadian tuberkulosis paru. Pada penelitian tersebut juga dikatakan
bahwa orang yang anggota keluarga serumahnya memiliki kebiasaan merokok
memiliki risiko 4 kali untuk menderita tuberkulosis paru. Kebiasaan merokok
dapat menyebabkan rusaknya pertahanan paru serta melemahkan daya tahan
tubuh yang meningkatkan risiko terinfeksi TB paru.

352
Jurnal Kesehatan komunitas Indonesia Vol 17 no 2 September 2021

3. Hubungan antara Kebiasaan Menjemur Kasur dengan Kejadian Tuberkulosis


Ketika seorang pasien TB Paru batuk, bersin, atau berbicara, maka
secara tidak sengaja akan keluar percikan dahak (droplet nuklei) dan jatuh ke
peralatan tidur seperti kasur/bantal/guling atau tempat lainnya. Tidak memiliki
kebiasaan menjemur peralatan tidur akan mendukung pertumbuhan bakteri
tuberkulosis di peralatan tidur. Kebiasaan menjemur peralatan tidur dalam
penelitian ini adalah tindakan berulang menjemur kasur/bantal/guling yang
dilakukan seminggu sekali.
Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa terdapat 75 responden
yang tidak memiliki kebiasaan menjemur peralatan tidur yakni, kelompok kasus
sebanyak 45 orang (60%) dan kelompok kontrol sebanyak 30 orang (40%).
Sedangkan 37 responden yang memiliki kebiasaan menjemur kasur yakni,
kelompok kasus sebanyak 11 orang (29,7%) dan kelompok kontrol sebanyak
26 orang (70,3%).
Hasil analisis uji statistik dengan menggunakan uji chi square
didapatkan nilai p value=0,005 (p value≤0,05), maka ada hubungan yang
bermakna antara kebiasaan menjemur kasur dengan kejadian tuberkulosis.
Hasil analisis besar risiko didapatkan nilai Odds Ratio (OR) sebesar 3,545
(OR>1), artinya responden yang tidak memiliki kebiasaan menjemur kasur
berisiko 3,545 kali terkena TB dibandingkan dengan responden yang memiliki
kebiasaan menjemur kasur.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yaitu
penelitian dari Azhar dan Perwitasari (2013), menyatakan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara perilaku tidak menjemur kasur dengan
kejadian TB. Perilaku tidak menjemur kasur dapat beresiko 1,423 kali terinfeksi
TBC. Kebiasaan menjemur peralatan tidur pada sinar matahari atau suhu
udara yang panas dapat menyebabkan percikan dahak (droplet nuklei)
menguap. Menguapnya percikan dahak (droplet nuklei) ke udara dibantu
dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung
dalam percikan dahak (droplet nuklei) terbang ke udara.

SIMPULAN
1. Ada hubungan yang bermakna antara kontak dengan penderita TB dengan
kejadian tuberkulosis dengan OR sebesar 5,735 yang artinya responden yang
memiliki kontak dengan penderita TB berisiko 5,735 kali terkena TB.

353
Jurnal Kesehatan komunitas Indonesia Vol 17 no 2 September 2021

2. Ada hubungan yang bermakna antara perilaku merokok di dalam anggota


keluarga dengan kejadian tuberkulosis. dengan OR sebesar 2,464 yang artinya
responden yang memiliki perilaku merokok di dalam anggota keluarga berisiko
2,464 kali terkena TB.
3. Ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan menjemur kasur dengan
kejadian tuberkulosis dengan OR sebesar 3,545 yang artinya responden yang
tidak memiliki kebiasaan menjemur kasur berisiko 3,545 kali terkena TB.

SARAN
Upaya menghindari terjadinya penularan penyakit tuberculosis dihimbau
kepada masyarakat untuk membatasi kontak dengan penderita serumah,
menghilangkan kebiasaan merokok di dalam rumah dan juga menjemur kasur
secara rutin.

DAFTAR PUSTAKA
Azhar dan Perwitasari, 2013. Kondisi Fisik Rumah dan Perilaku dengan Prevalensi
TB Paru di Provinsi DKI Jakarta, Banten dan Sulawesi Utara. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
BPS DKI Jakarta, 2019. Kasus Penyakit Menular di DKI Jakarta. Jakarta: Badan
Pusat Statistik.
Dinkes Jakarta Timur, 2020. Penanggulangan TB Nasional. Jakarta: Suku Dinas
Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur.
Fikriyah dan Febrijanto, 2012. Pengaruh Konseling Dengan Strategi Self-
Management Terhadap Tingkat Ketergantungan Merokok Mahasiswa
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta . Yogyakarta: Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Hartati dan Fransisca, 2019. Faktor Resiko Kejadian Tuberculosis. Jurnal
Kesehatan. Bukittinggi: Institut Kesehatan Prima Nusantara.
Kemenkes, 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67
Tahun 2016 Tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes, 2018. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI Tentang
Tubekulosis. Infodatin. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Maqfiroh, 2018. Risiko Kejadian TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Liukang
Tupabbiring Kabupaten Pangkep. Jurnal Higiene. Pangkep: Universitas
Islam Negeri Alauddin Makassar.
Notoatmodjo, 2011. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, 2011. Ilmu dan Seni Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.
Pangestika dan Alnur, 2018. Faktor Risiko Tuberkulosis Paru Pada Masyarakat Di
Wilayah Kerja Puskesmas Bambu Apus Kota Tangerang Selatan.
Tangerang Selatan: Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA.
Sejati dan Sofiana, 2015. Faktor-Faktor Terjadinya Tuberkulosis. Semarang:
Universitas Negeri Semarang.
WHO, 2018. Global Tuberculosis Report 2018. Geneva: World Health
Organization.

354
JMH e-ISSN. 2715-9728
p-ISSN. 2715-8039
Jurnal Medika Hutama
Vol 03 No 02, Januari 2022
http://jurnalmedikahutama.com

Open Acces
PROGRAM INTERVENSI DALAM UPAYA PENURUNAN KASUS BARU TUBERKULOSIS
PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TELUKNAGA
Hana Adytia1, Edwin Destra1, Nada Fadila Kinantya1
1
Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Tarumanagara

Corresponding Author: Hana Adytia, Program Studi Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas
Tarumanagara.
E-Mail: hanaadytia12@gmail.com

Received 30 Desember 2021; Accepted 04 Januari 2022; Online Published 28 Januari 2022

Abstrak

Pendahuluan: WHO menyatakan penyakit tuberkulosis (TB) merupakan penyebab kematian peringkat ke-13
terbanyak di dunia pada tahun 2020. Indonesia menempati urutan negara ketiga tertinggi penyumbang kasus baru TB
dan pada tahun 2020 mencapai 845.000 kasus. Jumlah kasus baru di Indonesia masih terus meningkat dan masih
terjadi putus berobat dan kasus tidak terdeteksi. Tujuan: Diturunkannya jumlah kasus baru TB di wilayah kerja
Puskesmas Teluknaga. Metode: Penelitian menggunakan penilaian dengan pre-test dan post-test. Intervensi dilakukan
dalam bentuk penyuluhan dan demonstrasi etika batuk untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat di Wilayah Kerja
Puskesmas Teluknaga. Sampel dalam penelitian ini dipilih secara non-random consecutive sampling. Variabel bebas
pada penelitian ini adalah intervensi yang dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat. Variabel
tergantung dalam penelitian ini adalah perubahan pengetahuan dari intervensi yang dilakukan. Hasil: 30 Responden
mengalami peningkatan pengetahuan setelah dilakukan intervensi. peningkatan pengetahuan meningkat dalam 10
aspek yang dipilih sebagai indikasi dari pengetahuan. Kesimpulan: Intervensi berupa penyuluhan mengenai
tuberkulosis dan etika batuk, dengan dilakukan demonstrasi etika batuk berhasil meningkatkan pengetahuan
masyarakat mengenai tuberkulosis paru. Diharapkan adanya perubahan sikap dan perilaku masyarakat dalam
mencegah penyebaran infeksi tuberkulosis di masyarakat.
Kata Kunci: Tuberkulosis; Kasus baru; Intervensi; Puskesmas

Abstract

Introduction: According to WHO in 2020, tuberculosis (TB) is the 13th leading cause of death in the world. Indonesia
ranks as the third highest country for new TB cases and has reached 845,000 cases. The number of new cases in
Indonesia is still increasing and there are still treatment discontinuation and undetected cases. Objective: To reduce
new TB cases in Teluknaga Health Center. Method: This research uses pre-test and post-test for assessment with
interventions carried out in the form of counseling and demonstration of cough etiquette to increase public knowledge.
Sample was selected using non-random consecutive sampling. Independent variable in this study is the intervention
carried out to increase public knowledge. Dependent variable in this study is change in knowledge. Result: 30
Respondents experienced an increase in knowledge in 10 selected aspects which are considered as indicators of
knowledge. Conclusion: Interventions were carried out in the form of counseling about tuberculosis and cough
etiquette, with cough demonstrations have succeeded l in increasing public knowledge about pulmonary TB. It is
hoped that there will be changes in people's attitudes and behavior in preventing the spread of tuberculosis infection
in the community.
Keywords: Tuberculosis; New cases; Interventions; Health center

2341
PENDAHULUAN Wilayah kerja Puskesmas Teluknaga memiliki
tingkat kepadatan penduduk tinggi sehingga
Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit
didapatkan bahwa terjadi peningkatan kasus baru
menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberkulosis setiap bulannya. Pada tahun 2020 dari
tuberkulosis dan seringkali dijumpai di masyarakat
bulan Januari hingga bulan Oktober terdapat 168 kasus
yang tinggal di lingkungan dengan kepadatan
baru. Setelah diberlakukan PPKM selama bulan Juli
penduduk yang tinggi. Apabila tuberculosis tidak
2021, tercatat adanya 8 kasus baru TB yang kemudian
ditangani dengan benar dapat menyebabkan resistensi
mengalami peningkatan mendekati tiga kali lipat pada
obat dan komplikasi berupa kerusakan paru ekstensif
bulan Agustus 2021 menjadi 21 kasus baru dan
hingga kematian.1–3
mencapai 25 kasus baru pada bulan Oktober 2021.
World Health Organization (WHO) melalui
Global Burden of Disease melaporkan bahwa penyakit
ISI
TB adalah penyebab kematian peringkat ke-13 dan
METODE PENELITIAN
penyakit menular pembunuh nomor dua terbanyak di
dunia. Pada tahun 2020, terdapat 1,5 juta orang Penelitian menggunakan penilaian pre-test dan

meninggal karena TB. Meskipun adalah penyakit yang post-test dengan intervensi berupa penyuluhan

dapat disembuhkan dan dicegah, namun sebanyak 10 mengenai TB dan etika batuk, dengan tujuan

juta orang terkena TB di dunia. Data WHO Asia meningkatkan pengetahuan masyarakat

Tenggara tahun 2019, diperkirakan 4,3 juta orang mengenai penyakit tuberkulosis. Intervensi

menderita TB dan ditaksir 632.000 diantaranya tidak terbatas dengan penyuluhan saja, namun

meninggal. Sebaran terbanyak ditemukan di kawasan juga dengan dilakukannya demonstrasi etika

Asia Tenggara (43%) dimana Indonesia termasuk batuk sehingga terjadi perbaikan dalam pola

diantaranya. Hingga saat ini, meskipun terdapat perilaku masyarakat. Penelitian ini dilakukan

kemajuan dalam penanganan TB di Indonesia, dengan kriteria inklusi seluruh masyarakat

Indonesia masih menempati peringkat ketiga dalam yang hadir di Puskesmas Teluknaga. Kriteria

jumlah kasus TB baru terbanyak di dunia. 4–6 eksklusi adalah masyarakat yang menolak

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) mencatat untuk berpartisipasi. Pemilihan sampel

terdapat 845.000 kasus TB di Indonesia pada tahun penelitian ini dilakukan secara non-random

2018 dengan jumlah kematian 98.000 atau setara 11 consecutive sampling berjumlah 30 orang

kematian per jamnya. Tiga provinsi dengan kasus responden. Variabel bebas yang ada pada

tuberkulosis di Indonesia paling terdapat pada provinsi penelitian ini adalah intervensi yang dilakukan

Papua dengan prevalensi 0,77%, Banten dengan dalam upaya untuk meningkatkan pengetahuan

prevalensi 0,76% dan selanjutnya Jawa Barat dengan masyarakat terhadap TB dan demonstrasi etika

prevalensi 0,63%. Pada tahun 2020, Kabupaten batuk. Variabel tergantung dari penelitian ini

Tangerang tercatat jumlah kasus baru sebanyak 6.089 merupakan perubahan pengetahuan dari

kasus per 100.000.4,6–8 intervensi yang telah dilakukan. Pengukuran


2342
tingkat pengetahuan dilakukan berdasarkan kesehatan memberikan penyuluhan mengenai
kuesioner dengan indikator penilaian seperti etika batuk yang dilanjutkan dengan
pada Tabel 1. Analisis statistik yang demonstrasi. Kemudian memilih 2 orang
digunakkan dalam penelitian ini adalah secara acak untuk memperagakan etika batuk
analisis tabel deskriptif berupa hubungan dari yang sudah diajarkan dan memastikan bahwa
variabel-variabel pada penelitian ini. etika batuk yang benar, terutama menutup
Penelitian ini telah mendapatkan izin dari mulut dengan menggunakan lengan baju atas.
Fakultas Kedokteran Universitas Agar lebih memahami dan mempraktikan etika
Tarumanagara. batuk, petugas meminta seluruh peserta untuk
ikut mendemonstrasikan etika batuk.
HASIL PENELITIAN Kendala yang dihadapi pada semua
Pengukuran tingkat pengetahuan, sikap, dan intervensi adalah kondisi pandemi sehingga
perilaku responden mengenai TB dianalisa dan ruangan kurang luas tempat penyuluhan
secara manual dan digital dari hasil pre-test sehingga beberapa peserta tidak mengikuti
yang dilaksanakan sebelum intervensi dan protokol kesehatan (social distancing), dan
post-test yang dilakukan setelah intervensi beberapa peserta membawa anaknya datang
dilaksanakan. Kegiatan penyuluhan dilakukan sehingga tidak terlalu fokus mendengarkan
di Puskesmas Teluknaga kepada 30 peserta penyuluhan yang diberikan.
yaitu 17 orang wanita dan 13 orang pria.
Sebelum dimulainya kegiatan penyuluhan,
dilakukan pre-test dengan hasil sebanyak 1
peserta memperoleh nilai 30, 4 peserta
memperoleh nilai 40, 8 peserta memperoleh
nilai 50, 8 peserta memperoleh nilai 60, 5
peserta memperoleh nilai 70, dan 4 peserta
memperoleh nilai 80, dengan nilai rata-rata
No Indikator
dari 30 peserta adalah 58. Hasil post test
1 Apa yang anda ketahui mengenai
didapatkan sebanyak 3 peserta memperoleh tuberkulosis paru?
nilai 60, 3 peserta memperoleh nilai 70, 13
2 Apa yang merupakan penyebab tuberkolosis
peserta memperoleh nilai 80, 6 peserta paru?
memperoleh nilai 90 dan 5 peserta memperoleh 3 Apa saja gejala yang diakibatkan tuberkulosis
nilai 100, dan nilai rata-rata peserta post-test paru?

adalah 82,3. Dalam hasil tersebut, didapatkan 4 Bagaimana tuberkulosis paru dapat
ditularkan?
peningkatan hasil rata-rata dari nilai pre test
5 Apakah faktor risiko tuberkulosis paru?
dan post test peserta penyuluhan. (Gambar 1)
Kegiatan kedua berupa penyuluhan 6 Bagaimana cara mencegah penularan
tuberkulosis paru?
dan demonstrasi etika batuk yang dilaksanakan
7 Kapan perlu dilakukan pemeriksaan dahak?
sesudah penyuluhan TB paru. Petugas
8 Bagaimana etika batuk yang benar?
2343
9 Berapa lama pengobatan tuberkulosis paru
yang benar?
10 Apa komplikasi dari tuberkulosis paru?
dengan estimasi 845.000 kasus aktif. Hal
Pre-test dan Post-test TB Paru
14
tersebut menjadikan Indonesia peringkat ketiga
12 dengan angka kejadian tuberkulosis tertinggi
Jumlah orang

10
8 di dunia.5,6,10
6 Di Indonesia, terdapat lima provinsi
4
2 yang mendominasi angka kasus baru yaitu
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI
Skor Jakarta, dan Sumatera Utara, dengan Banten

Pre-test Post-test
menduduki urutan ke 6. Jumlah kasus TB
Provinsi Banten mengalami peningkatan dari
Gambar 1. Perbandingan Hasil Pre-test sebanyak 74,25 per 100.000 penduduk pada
dan Post-test
tahun 2018 menjadi 184 kasus per 100.000
Tabel 1. Indikator Penilaian Pengetahuan penduduk. Kabupaten Tangerang sendiri
PEMBAHASAN merupakan penyumbang jumlah laporan kasus
Tuberkulosis masih merupakan salah BTA positif tertinggi di Kota Banten, dengan
satu permasalahan dalam bidang kesehatan terdapatnya jumlah kasus baru yang terdeteksi
masyarakat di dunia. Meskipun telah dilakukan sebanyak 6.089 kasus baru per 100.000
berbagai upaya penanggulangan tuberkulosis penduduk di tahun 2020.1,6
oleh berbagai negara, namun kasus Indonesia mencanangkan angka
tuberkulosis masih dapat dijumpai. World kejadian TB yang dapat ditanggulangi pada
Health Organization (WHO) melaporkan pada tahun 2030 sebesar 65 kasus per 100.000
tahun 2019 bahwa penyakit TB sebagai penduduk dan angka kematian TB pada tahun
penyebab kematian peringkat ke-13 dan 2030 menjadi 6 kasus per 100.000 penduduk.
merupakan penyakit infeksi dengan persebaran Selain itu, Indonesia juga menargetkan
tertinggi nomor 1 yang diakibatkan oleh agen cakupan penemuan dan pengobatan TB pada
infeksi tunggal. Pada tahun 2020 dikatakan tahun 2030 mencapai 95% dan persentase
bahwa TB meningkat menjadi agen infeksi angka keberhasilan pengobatan TB pada tahun
tunggal penyebab kematian tertinggi kedua.3,9 2024 mencapai 90%. Oleh sebab itu
Berdasarkan data WHO Asia dibutuhkan peran serta masyarakat melalui
Tenggara tahun 2019, diperkirakan 4,3 juta promosi kesehatan dan pendayagunaan
orang menderita TB dan ditaksir 632.000 masyarakat dalam mencapai target nasional
diantaranya meninggal. Hingga saat ini, yang telah ditentukan.8,11
Indonesia menempati negara kedua tertinggi Tuberculosis termasuk dalam 3 upaya
penderita TB setelah India. Sebaran terbanyak pokok Puskesmas Teluk Naga, yaitu
ditemukan di Asia Tenggara (43%) dan berdasarkan hasil survei basic six puskesmas
Indonesia termasuk diantaranya.4 Berdasarkan yang terdiri dari yaitu terdiri atas promosi
data Riskesdas, pada tahun 2018 insidensi TB kesehatan, upaya pencegahan penyakit dan
di Indonesia adalah 316 per 100.000 penduduk

2344
perbaikan lingkungan (P2PL), serta berdampak pada telatnya diagnosis TB Paru
pengobatan penyakit dan pelayanan kesehatan. serta menyebabkan angka putus berobat cukup
Indonesia memberikan pedoman tinggi. Hasil dan analisis Spearman
mengenai promosi kesehatan melalui mendapatkan terdapat hubungan antara tingkat
Keputusan Menteri Kesehatan nomor pengetahuan dengan stigma penyakit dengan
1114/Menkes/SK/VII/2005 tentang Pedoman nilai p-value 0,0012 atau (p ≤ 0,05) dan tingkat
Pelaksaan Promosi Kesehatan di Daerah dan hubungan sedang (0,516).13–15
dijelaskan promosi kesehatan merupakan Penelitian dari Bawihu et al
upaya meningkatkan kemampuan masyarakat menyatakan bahwa terdapat hubungan
melalui pembelajaran, agar masyarakat dapat signifikan antara pengetahuan dengan tingkat
menolong diri sendiri, serta dapat kepatuhan pengobatan penderita tuberkulosis
mengembangkan kegiatan, sesuai dengan paru. Oleh karena itu, peningkatan
kondisi sosial budaya di tempat dan didukung pengetahuan masyarakat merupakan sebuah
kebijakan publik yang berwawasan hal yang penting dalam meningkatkan angka
kesehatan.8,12 kepatuhan berobat penderita tuberkulosis.
Pelaksanaan upaya promosi kesehatan Hasil penelitian dari Hidayati menyatakan
di lapangan memerlukan strategi yang benar, pendidikan dan pencegahan penyakit
tepat serta didukung oleh metode dan media tuberkulosis dapat meningkatkan pengetahuan
yang baik agar dapat mencapai tujuan. dan kemudian menurunkan stigma besar yang
Penyampaian pesan yang optimal memerlukan berdampak terhadap menurunnya angka
metode untuk penyampaiannya. Metode yang mortalitas dan morbiditas TBC (p-
dimaksud adalah metode komunikasi yang value<0,001).16,17
efektif dan tepat sasaran. Pemilihan metode Hasil penelitian dari Ummami
merupakan sesuatu yang penting dengan menyatakan adanya pengaruh dari pendidikan
melibatkan berbagai aspek yang meliputi cara kesehatan terhadap pengetahuan (p<0,001),
penyampaian informasi, keadaan penerima pengaruh pendidikan kesehatan terhadap sikap
informasi, beserta latar belakang penerima (p<0,001). Setelah dilakukan intervensi
informasi, tanpa melupakan aspek lingkungan pendidikan kesehatan sebagian pengetahuan
meliputi ruang dan waktu.13–15 penderita menjadi lebih baik. Hasil penelitian
Penelitian dari Sandha et al dari Rahman dan kawan-kawan dengan
menyatakan bahwa jumlah masyarakat yang analisis uji chi square mendukung adanya
memiliki pengetahuan kurang terhadap TBC hubungan antara pengetahuan (p=0,000) dan
masih tinggi yaitu pada 55,1% responden sikap (p=0,000) dalam upaya pencegahan
penelitian. Penelitian dari Hasudugan dan tuberkulosis (p<0,001).18–20
kawan-kawan menyatakan bahwa pengetahuan
adalah salah satu faktor yang berperan dalam
SIMPULAN
munculnya stigma penyakit pada pasien
Intervensi yang dilakukan berupa penyuluhan,
tuberkulosis. Stigma masyarakat ini
demonstrasi etika batuk telah berhasil meningkatkan
2345
pengetahuan masyarakat mengenai TB Paru serta 2018. Balitbang Kemenkes RI. 2018;
diharapkan kedepannya membawa dampak terhadap 8. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
adanya perbaikan sikap dan perilaku masyarakat dalam Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Tatalaksana Tuberkulosis. 2019;
menanggulangi dan mencegah penyakit TB Paru yang
beredar di masyarakat. 9. WHO. Global tuberkulosis report. Glob
tuberkulosis Rep [Internet]. 2021 Oct 14
[cited 2021 Dec 14]; Available from:
DAFTAR PUSTAKA https://www.who.int/teams/global-
tuberculosis-programme/tb-reports/global-
1. Natarajan A, Beena PM, Devnikar A V, tuberculosis-report-2021
Mali S. A systemic review on tuberculosis.
Indian J Tuberc [Internet]. 2020 10. Acharya B, Acharya A, Gautam S, Ghimire
Jul;67(3):295–311. Available from: SP, Mishra G, Parajuli N, et al. Advances
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/3282 in diagnosis of Tuberculosis: an update into
5856 molecular diagnosis of Mycobacterium
tuberculosis. Mol Biol Rep [Internet]. 2020
2. Susilawati MD, Sari YD, Rachmawati R, May;47(5):4065–75. Available from:
Julianti ED. Asupan Zat Gizi Makro dan http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/3224
Mikro Penderita Tuberkulosis Paru Rawat 8381
Jalan Sebelum dan Sesudah Terapi Fase
Intensif Disertai Konseling Gizi. Penelit 11. Kementerian Kesehatan Republik
Gizi dan Makanan (The J Nutr Food Res Indonesia. Strategi Nasional
[Internet]. 2019 May 28;41(1):55–64. Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia
Available from: 2020-2024. Kemenkes RI. 2020;
https://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/inde
12. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
x.php/pgm/article/view/1860
Pusat Kesehatan Masyarakat. 2014;
3. Firmansyah Y, Hendsun H, Destra E,
13. Sandha LMH, Sari KAK. Tingkat
Aditya B. Skrining Faktor Risiko Penularan
Pengetahuan dan Kategori Persepsi
Penyakit Tuberculosis Paru di RW 001 di
Masyarakat Terhadap Penyakit
Puskesmas Kelurahan Kedaung Kali
Tuberkulosis (TB) di Desa Kecicang Islam
Angke. J Med Hutama. 2021;2(3).
Kecamatan Bebandem Karangasem-Bali.
4. Khan MK, Islam MN, Ferdous J, Alam E-Jurnal Med Idayana. 2017;6(12).
MM. An Overview on Epidemiology of
14. Hasudungan A. Hubungan Pengetahuan
Tuberculosis. Mymensingh Med J
Penderita TBC Terhadap Stigma
[Internet]. 2019 Jan;28(1):259–66.
Penyakitnya di Wilayah Kerja Puskesmas
Available from:
Parongpong Kecamatan Parongpong
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/3075
Kabupaten Bandung Barat. CHMK Nurs
5580
Sci J. 2020;4(1).
5. WHO. Global Tuberculosis Report. Glob
15. Fintiya MY, Wulandari ISM. Hubungan
Tuberc Rep. 2021;
Efikasi Diri Dengan Kepatuhan Mnum
6. Ernawati E, Then AA, Angkasa IS, Liora Obat pada Pasien TBC di Wilayah Kerja
K, Nursela Y. Mencegah Penularan TB Puskesmas Parongpong Kecamatan
Paru di Masa Pandemi COVID-19 Bagi Parongpong Kabupaten Bandung Barat. J
Pengunjung Puskesmas Legok, Tangerang, Sk Keperawatan. 201AD;5(2).
Banten. Pros SENAPENMAS [Internet].
16. Bawihu LC, Lolo WAs, Rotinsulu H.
2021 Nov 19;515. Available from:
Hubungan Pengetahuan Penderita
https://journal.untar.ac.id/index.php/PSEN
Tuberkulosis Paru Dengan Tingkat
APENMAS/article/view/15042
Kepatuhan Dalam Program Pengobatan
7. Kemenkes RI. Laporan Nasional Riskesdas Tuberkulosis Paru di Puskesmas Bahu
2346
Kecamatan Malalayang Manado. J
Pharmacon. 2017;6(4).
17. Hidayati E. Pengetahuan dan Stigma
Masyarakat Terhadap TBC Setelah
Diberikan Pendidikan Kesehatan
Pencegahan dan Penularan. Soedirman J
Nurs. 2015;10(2).
18. Ummami YH. Pengaruh Pendidikan
Kesehatan Tentang Tuberkulosis Terhadap
Peningkatan Pengetahuan Dan Sikap
Penderita Dalam Pencegahan Penularan
Tuberkulosis di Puskesmas Simo. Naskah
Publ. 2016;
19. Rahman F, Adenan A, Yulidasari F, Laily
N, Rosadi Di, Azmi AN. Pengetahuan Dan
Sikap Masyarakat Tentang Upaya
Pencegahan Tuberkulosis. Media Kesehat
Masy Indones. 2017;13(2).
20. Agustina S, Wahjuni CU. Pengetahuan Dan
Tindakan Pencegahan Penularan Penyakit
Tuberkulosa Paru Pada Keluarga Kontak
Serumah. J Berk Epidemiol. 2017;5(1).

2347
Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat: Pengmaskesmas Vol. 2, No. 1, Juni 2022, Hal. 68-81
DOI: doi.org/10.31849/pengmaskesmas.v1i2/5885

Pencegahan dan Pengendalian Tuberkulosis Paru

Titis Risti Yulianti*1, Awalia Ahsana Sabila1, Bintan Muthia Farha1, Cahya Ramadani Renhoran1, Clara
Nurlailya Putri1, Dyah Rumaisha Nurul Aini1, Nadia Hasnanisa1, Putri Ashari1, Qory Maghrifa Umari1,
Risma Nur Hakiki1, Wenny Putri Hasana1, Martya Rahmaniati Makful2, Tiur Febrina Pohan3
1
Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
2
Departemen Biostatistika, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
3
Dinas Kesehatan Kota Depok
*e-mail: titis.risti@ui.ac.id

Abstract
Background: There was an increase in number of tuberculosis cases in Sawangan District from 2017-2019, and
there was one TB-RO case only in the RW 3 area of Sawangan Lama Village in 2021 after the last 5 years. To
determine the factors related to the behavior of prevention and control of pulmonary tuberculosis in RW 3
Sawangan Lama Village, Depok City.
Methods: Cross sectional design with a sample of 34 respondents through interview techniques and filling out
questionnaires.
Results: The availability of information about pulmonary TB has a relationship with the behavior of preventing
and controlling pulmonary TB disease with a p-value of 0.001 and OR=23. The interventions carried out were
pulmonary TB counseling for cadres and youth members and training for Drug Swallowing Supervisors (DSS) for
cadres and community leaders. It was found that there was an increase in the knowledge of cadres, youth members
and community leaders about pulmonary TB and PMO before and after the intervention (p-value 0.002).
Conclusion: Increasing the availability of information through counseling, training and the use of health
promotion media makes it possible to improve the behavior of preventing and controlling pulmonary TB disease.

Keywords: Prevention; Control, Pulmonary Tuberculosis, Counselling, DSS Training

Abstrak
Latar belakang: Terjadi peningkatan jumlah kasus tuberkulosis di Kecamatan Sawangan dari tahun 2017-2019,
serta terdapat satu kasus TB-RO hanya di daerah RW 3 Kelurahan Sawangan Lama pada tahun 2021 setelah 5
tahun terakhir. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencegahan dan
pengendalian penyakit tuberkulosis paru (TB paru) di RW 3 Kelurahan Sawangan Lama Kota Depok.
Metode: Desain potong lintang dengan jumlah sampel 34 responden melalui teknik wawancara dan pengisian
kuesioner.
Hasil: Ketersediaan informasi mengenai TB paru memiliki hubungan dengan perilaku pencegahan dan
pengendalian penyakit TB paru dengan p-value 0,001 dan OR=23. Intervensi yang dilakukan adalah penyuluhan
TB paru bagi kader serta anggota karang taruna dan pelatihan Pengawas Menelan Obat (PMO) kepada kader
dan tokoh masyarakat. Pada intervensi ditemukan adanya peningkatan pengetahuan kader, anggota karang
taruna dan tokoh masyarakat mengenai TB paru dan PMO sebelum dan setelah intervensi (p-value 0,002).
Simpulan: Peningkatan ketersediaan informasi melalui penyuluhan, pelatihan dan pemanfaatan media promosi
kesehatan dapat meningkatkan perilaku pencegahan dan pengendalian penyakit TB Paru.

Kata Kunci : Pencegahan, Pengendalian, Tuberkulosis Paru, Penyuluhan, Pelatihan PMO

1. PENDAHULUAN
Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis (Kemenkes RI, 2019). Seseorang akan terinfeksi dengan hanya
menghirup udara yang sudah terkontaminasi oleh bakteri tersebut, namun tergantung seseorang seperti
daya tahan tubuh seseorang, kondisi sirkulasi udara/ventilasi, frekuensi kontak dengan orang TB
(Kemenkes RI, 2020). Seorang pasien TB, khususnya TB paru pada saat dia bicara, batuk dan bersin
dapat mengeluarkan percikan dahak yang mengandung Mycobacterium tuberculosis. Orang-orang
disekeliling pasien TB tersebut dapat terpapar dengan cara menghisap percikan dahak. Infeksi terjadi
apabila seseorang yang rentan menghirup percik renik yang mengandung kuman TB melalui mulut atau
hidung, saluran pernafasan atas, bronchus hingga mencapai alveolus (Kemenkes RI, 2016).

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 68


Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat: Pengmaskesmas Vol. 2, No. 1, Juni 2022, Hal. 68-81
DOI: doi.org/10.31849/pengmaskesmas.v1i2/5885

TB paru masih menjadi masalah kesehatan masyarakat secara global yang menjadi penyebab
kematian ke-13 dan pembunuh menular kedua setelah COVID-19 dengan angka kematian mencapai
angka 13 orang per jam. Sepanjang tahun 2020, tercatat 30 negara telah menyumbang 85% kasus TB
baru dan negara Indonesia menduduki peringkat kedua sebagai negara dengan beban TB tertinggi
(WHO, 2021). Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah kasus TB tertinggi di Indonesia
sebanyak 79.423 kasus (Kemenkes RI, 2021). Kemudian Kota Depok juga tidak kalah tinggi karena
menempati peringkat ketujuh dari 27 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat sebagai angka TB tertinggi
(BPS, 2018). Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kota Depok, terjadi peningkatan jumlah kasus TB
pada tahun 2017, 2018, dan 2019 yang masing-masing sebesar 3.734 kasus, 3.799 kasus, dan 4.695
kasus (Dinas Kesehatan Kota Depok, 2021). Kecamatan Sawangan di wilayah UPTD Puskesmas
Sawangan merupakan daerah yang mengalami peningkatan dalam kasus TB pada tahun 2017 hingga
2020, yaitu tahun 2017 sebanyak 34 kasus, tahun 2018 dan 2019 sebanyak 43 kasus, dan tahun 2020
meningkat hingga mencapai 65 kasus (Dinas Kesehatan Kota Depok, 2021).
Peningkatan kasus TB tersebut dikarenakan adanya penurunan dalam upaya pencegahan dan
pengendalian TB selama pandemi COVID-19 di Indonesia yaitu menurun sebesar 25%-30% (Rusiana,
2021). Kota Depok juga mengalami penurunan pelaporan kasus TB hingga 25,6% (Aminah, 2021).
Penemuan kasus TB baru di Kecamatan Sawangan baru teridentifikasi sebanyak 45 kasus dari target 74
kasus pada tahun 2021 atau hanya 60,8%, kemudian penemuan kasus terduga TB yang memiliki target
100% hanya tercapai 58% pada 2019, 25% pada 2020, dan menurun menjadi 33% pada 2021 (UPTD
Puskesmas Sawangan, 2021). Selain itu, upaya pencegahan dan pengendalian TB juga disebabkan
karena adanya penurunan dalam pengobatan TB yang akan berakibat menjadi TB-RO atau TB Resisten
Obat. Di Kecamatan Sawangan, tercatat adanya penurunan pengobatan TB dari 100% (2019) menjadi
93,56% (2020) (Dinas Kesehatan Kota Depok, 2021). Salah satu daerah di Kecamatan Sawangan, yaitu
di RW 3 Kelurahan Sawangan Lama memiliki total kasus TB sebanyak 3 kasus dimana salah satunya
merupakan TB-RO. Kasus TB-RO itulah yang menjadi fokus masalah TB paru karena kasus tersebut
kembali muncul setelah beberapa tahun terakhir dan hanya ada di RW 3 Kelurahan Sawangan Lama.
Penurunan dalam upaya pencegahan dan pengendalian TB tersebut dapat menyebabkan kematian akibat
TB (Rusiana, 2021).
Perilaku pencegahan dan pengendalian TB paru merupakan salah satu perilaku kesehatan
(Notoatmodjo, 2018). Perilaku kesehatan merupakann tindakan individu maupun kelompok terkait
kesehatan untuk peningkatan kualitas hidup yang didalamnya dipengaruhi oleh keyakinan, nilai,
persepsi, sikap, dan lainnya (Pakpahan et al., 2021).
Green dan Kreuter telah mengembangkan model prencanaan dan evaluasi kesehatan yaitu
PRECEDE (Predisposing, Reinforcing, and Enabling Cause in Educational Diagnosis and Evaluation)
dan PROCEDE (Policy, Regulatory, Organizational Construct in Educational and Environmental
Development), dimana kedua model tersebut harus dilakukan bersama-sama untuk merubah perilaku
kesehatan masyarakat (Naidoo and Wills, 2016). Perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 faktor utama,
yaitu faktor predisposisi yang meliputi pengetahuan, attitudes, kepercayaan, nilai, persepsi, dan faktor
sosio-demografi (usia, jenis kelamin, dan status sosio-ekonomi), faktor pemungkin (enabling) yang
meliputi akses ke fasilitas kesehatan, adanya fasilitas kesehatan, transportasi, keterampilan terkait
kesehatan, serta prioritas dan komitmen pemerintah terhadap kesehatan, dan faktor reinforcing yang
meliputi dukungan keluarga, dukungan sebaya, dukungan guru, maupun tenaga kesehatan (Naidoo and
Wills, 2016; Notoatmodjo, 2018; Green, 2021).
Berdasarkan penelitian oleh Amalia et al (2021), terdapat hubungan antara usia, pengetahuan,
sikap, akses informasi, kondisi rumah, ketersediaan sumber daya, dukungan keluarga, dan dukungan
kesehatan terhadap perilaku pencegahan tuberkulosis (Amallia, Kusumawati and Prabamurti, 2021).
Penelitian lain oleh Novita et al (2020) dan juga mengatakan bahwa terdapat hubungan antara
pengetahuan tentang tuberkulosis dengan perilaku pencegahan tuberkulosis (Novita et al., 2020). Oleh
karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku
pencegahan dan pengendalian TB paru, yang kemudian diberikan intervensi untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap, dan perilaku mengenai perilaku pencegahan dan pengendalian TB paru.

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 69


Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat: Pengmaskesmas Vol. 2, No. 1, Juni 2022, Hal. 68-81
DOI: doi.org/10.31849/pengmaskesmas.v1i2/5885

Daerah Kelurahan Sawangan Lama, Kecamatan Sawangan merupakan wilayah yang tepat
dalam menjalankan kegiatan penelitian ini. Beberapa potensi yang dimiliki masyarakat antara lain
masyarakat usia produktif melebihi separuh dari jumlah masyarakat yang ada di Kecamatan Sawangan
(UPTD Puskesmas Sawangan, 2021). Keadaan tersebut sejalan dengan tujuan peneliti untuk melakukan
pengabdian masyarakat pada kelompok usia produktif yang merupakan kelompok usia dengan penderita
TB paru tertinggi di kecamatan sawangan. Salah satu organisasi yang menaungi pemuda dan bergerak
pada kelompok usia produktif adalah karang taruna. Karang taruna merupakan wadah pengembangan
generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial dari,
oleh, dan untuk masyarakat terutama generasi muda di wilayah desa/kelurahan atau komunitas adat
sederajat (Kementrian Perindustrian Republik Indonesia, 2021). Karang taruna di Kelurahan Sawangan
Lama, Kecamatan Sawangan terbilang cukup aktif dalam melakukan program – programnya sehingga
menjadi potensi yang dimiliki oleh masyarakat. Selain itu, kader kesehatan yang aktif juga merupakan
potensi masyarakat setempat. Terlebih saat ini Puskesmas Sawangan telah membentuk Kampung Peduli
TB Paru (Kapitu) dengan satu kader satu RW (Depoksatu, 2021).
Kegiatan pengabdian masyarakat yang akan dilakukan peneliti bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap, dan perilaku mengenai perilaku pencegahan dan pengendalian TB paru. Penelitian
mengenai penyuluhan TB paru telah dilaksanakan sebelumnya, seperti pada penelitian yang dilakukan
di Johar Baru, Jakarta Pusat. Penyuluhan meningkatkan pengetahuan responden tentang cara
pencegahan penularan TB sebesar 85,7%. Selain itu, dapat meningkatkan pengetahuan responden
tentang cara penggunaan masker dan praktek pemakaian masker sebesar 100% (Ernawati et al., 2017).
Adapun kegiatan pelatihan Pengawas Menelan Obat (PMO) juga telah dilakukan pada penelitian
sebelumnya. Hasil dari kegiatan penelitian ini menunjukkan tingkat pemahaman PMO terhadap
penyakit tuberkulosis, peran dan tugas yang harus dijalankan sebagai seorang PMO sudah baik terlihat
adanya peningkatan nilai post-test (Handayani et al., 2021) Dari kegiatan pengabdian masyarakat yang
sudah ada sebelumnya, penyuluhan TB ataupun pelatihan PMO belum pernah dilakukan di Kecamatan
Sawangan khususnya di RW 3 Kelurahan Sawangan Lama sehingga penulis tertarik untuk melakukan
kegiatan pengabdian masyarakat di lokasi tersebut.

2. METODE
Penelitian ini menggunakan metode urgency, seriousness, growth (USG) untuk menentukan
prioritas masalah. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh menggunakan kuesioner dan wawancara terhadap responden, sedangkan data sekunder
diperoleh dari profil kesehatan Kota Depok 2020 dan data internal UPTD Puskesmas Sawangan. Desain
penelitian yang digunakan adalah cross sectional untuk mengetahui hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, status pekerjaan, status perkawinan, pendapatan keluarga, kepemilikan
asuransi, pengetahuan, sikap, ketersediaan informasi, ketersediaan fasilitas kesehatan, kondisi rumah,
dukungan keluargam dan dukungan tenaga kesehatan. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah
perilaku pencegahan dan pengendalian penyakit TB paru. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini
adalah wawancara menggunakan kuesioner. Kuesioner dibuat sendiri oleh tim peneliti dan sudah
melalui uji validitas. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah masyarakat RW 3 Kelurahan Sawangan
Lama tahun 2022 yang sehat dan yang menderita TB paru.
Unit analisis pada penelitian ini adalah masyarakat sehat dan yang menderita TB paru di RW 3
Kelurahan Sawangan Lama Kota Depok tahun 2022. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
masyarakat usia produktif (15-54 tahun) di RW 3 Kelurahan Sawangan Lama Kota Depok Tahun 2022
yang berjumlah 363 orang. Besar sampel minimal dihitung menggunakan rumus slovin (Riyanto and
Hatmawan, 2020) dan didapatkan jumlah sampel minimal sebesar 78 sampel. Namun, menyesuaikan
dengan kondisi pandemi COVID-19 untuk membatasi aktivitas sebagai upaya pencegahan penularan
COVID-19, sehingga dihasilkan sampel berjumlah 34 responden. Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah accidental sampling. Analisis data yang digunakan univariat dan bivariat, dimana
analisis bivariat menggunakan chi-square dengan hubungan dikatakan signifikan jika memiliki nilai p-
value <0,05. Kegiatan intervensi yang dilakukan adalah penyuluhan TB paru dan pelatihan PMO secara

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 70


Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat: Pengmaskesmas Vol. 2, No. 1, Juni 2022, Hal. 68-81
DOI: doi.org/10.31849/pengmaskesmas.v1i2/5885

dalam jaringan melalui aplikasi zoom meeting untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku
dalam pencegahan dan pengendalian TB paru dengan sasaran penyuluhan adalah kader dan anggota
karang taruna, sedangkan sasaran pelatihan adalah perangkat desa (RT/RW), kader, dan masyarakat.
Analisis yang digunakan untuk mengukur keberhasilan intervensi adalah uji paired t-test dengan
hubungan dikatakan signifikan jika memiliki nilai p-value <0,05.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan data Profil UPTD Puskesmas Sawangan tahun 2020, terdapat 51.132 jiwa
penduduk dengan kepadatan 9.497 jiwa/km2. Komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin
perempuan dengan total jumlah penduduk mencapai 30.618 jiwa. Namun, apabila komposisi penduduk
dikategorikan menurut usia produktif, maka jumlah penduduk jenis kelamin laki-laki lebih banyak
dibandingkan jenis kelamin perempuan, yaitu 26.995 jiwa. Sementara pada kategori usia Lansia (≥ 60
tahun) penduduk dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak dibanding laki-laki, yaitu sebanyak
1.448 jiwa. Pada tingkat pendidikan, 46,8% dari total populasi penduduk merupakan tamatan SMA.
Terdapat 6.909 jiwa yang memiliki pekerjaan sebagai karyawan dan 2.416 jiwa sebagai wiraswasta.
Berdasarkan data UPTD Puskesmas Sawangan tahun 2020, di Wilayah kerja Puskesmas
Sawangan terdapat 2 Rumah Sakit Umum, 1 Puskesmas non rawat inap, 3 klinik utama dan 1 balai
pengobatan milik swasta. Pada distribusi tenaga kesehatan, 4 dokter, 2 dokter gigi, 5 perawat, 4 bidan
dan 2 pranata laboratorium yang bertugas di Puskesmas Sawangan. Selain itu, terdapat 12 posyandu di
wilayah Kelurahan Sawangan baru dan 11 posyandu di wilayah Kelurahan Sawangan.
Tabel 1. Skor USG Prioritas Masalah di RW 3 Kelurahan Sawangan Lama, Kota Depok

Masalah Kesehatan Urgency Seriousness Growth Skor

Kurangnya SDM kader kesehatan 5 4 5 14

Stigma negatif terkait TB paru 5 3 4 12

Ketidakpatuhan minum obat TB 5 5 5 15

Ventilasi, pencahayaan, dan kelembaban rumah 4 5 4 14


masih belum memenuhi syarat

Perilaku kesehatan yang belum baik, seperti etika 5 5 5 15


batuk, pembuangan dahak masih belum baik,
perilaku merokok

Penetapan prioritas masalah menggunakan metode USG dengan menggunakan pengukuran


skala likert 1-5. Berdasarkan analisis USG terhadap masalah kesehatan di RW 3 Kelurahan Sawangan
Lama Kota Depok diperoleh 5 masalah kesehatan TB paru. Masalah terkait kurangnya SDM kader
kesehatan sudah dilakukan pengajuan SK ke pihak kelurahan Sawangan, sehingga masalah tersebut
berada diluar ranah dalam penelitian ini. Keempat masalah lainnya dijadikan sebagai masalah utama
dikarenakan keempat masalah tersebut memiliki skor yang hampir sama tinggi serta merupakan masalah
dominan TB paru di RW 3 Kelurahan Sawangan Lama.
Penyebab utama dari masalah kesehatan adalah munculnya 1 kasus TB RO dari 0 kasus di RW
3 Kelurahan Sawangan Lama. Hal ini disebabkan oleh masih adanya stigma negatif yang terjadi di
wilayah tersebut, yang mengakibatkan penderita TB Paru merasa dikucilkan sehingga tidak melakukan
pengobatan atau melakukan pemeriksaan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan, tidak konsisten dalam
mengkonsumsi obat dan masih adanya masyarakat yang menolak untuk dilakukan investigasi kontak.

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 71


Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat: Pengmaskesmas Vol. 2, No. 1, Juni 2022, Hal. 68-81
DOI: doi.org/10.31849/pengmaskesmas.v1i2/5885

Di sisi lain, peran PMO sudah diperkuat oleh peran kader, tenaga kesehatan serta keluarga. Namun,
ketidakpatuhan dalam mengkonsumsi obat masih dilatarbelakangi oleh kesadaran penderita TB Paru
yang masih kurang. Selain itu, perilaku kesehatan seperti etika batuk dan pembuangan dahak masih
belum baik.

Hasil analisis univariat


Berdasarkan tabel 2, lebih dari setengah responden memiliki perilaku yang kurang baik
mengenai pencegahan dan pengendalian TB Paru.
Tabel 2. Perilaku Pencegahan dan Pengendalian Tuberkulosis Paru
No. Perilaku f %
1 Kurang baik 20 58,8
2 Baik 14 41,2

Tabel 3. Data Frekuensi dan Distribusi Karakteristik


Karakteristik f %
Faktor Predisposisi
Jenis Kelamin
Laki-laki 8 23,5
Perempuan 26 76,4
Tingkat Pendidikan
≤SMP 21 61,8
≥SMA 13 38,2
Status Pekerjaan
Tidak bekerja 27 97,4
Bekerja 7 20,6
Pendapatan Keluarga
< UMR Depok 33 97,1
≥UMR Depok 1 2,9
Status Kepemilikan Asuransi
Tidak punya 3 8,8
Punya (pemerintah/ swasta) 31 91,2
Status Perkawinan
Belum kawin/Cerai 3 8,8
Kawin 31 91,2
Pengetahuan
Kurang 14 41,2
Baik 20 58,8
Sikap

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 72


Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat: Pengmaskesmas Vol. 2, No. 1, Juni 2022, Hal. 68-81
DOI: doi.org/10.31849/pengmaskesmas.v1i2/5885

Negatif 28 82,4
Positif 6 17,6
Faktor Enabling
Ketersediaan Informasi
Tidak Mendukung 8 23,5
Mendukung 26 76,5
Ketersediaan Fasilitas Kesehatan
Kurang Memadai 1 2,9
Memadai 33 97,1
Kondisi Rumah
Kurang 18 52,9
Baik 16 47,1
Faktor Reinforcing
Dukungan Keluarga
Kurang mendukung 14 41,2
Mendukung 20 58,8
Dukungan Tenaga Kesehatan
Kurang mendukung 3 8,8
Mendukung 31 91,2

Berdasarkan tabel 3, pada faktor predisposisi, sebagian besar responden berjenis kelamin
perempuan dengan tingkat pendidikan ≤SMP, tidak memiliki pekerjaan dan memiliki pendapatan di
bawah UMR Kota Depok yakni sebesar Rp. 4.377.231,93 dan berstatus kawin. Sebagian besar
responden memiliki asuransi kesehatan baik dari pemerintah maupun swasta. Pada tingkat pengetahuan,
sebagian besar respon memiliki tingkat pengetahuan yang baik dan sebagian kecil yang memiliki sikap
positif terhadap pencegahan dan pengendalian tuberkulosis paru.
Pada faktor enabling, sebagian responden menyatakan tidak menerima atau terpapar informasi
terkait pencegahan dan pengendalian penyakit tuberkulosis paru. Selain itu, sebagian besar responden
menyatakan bahwa hanya pernah terpapar informasi terkait penyakit tuberkulosis paru hanya 1 sampai
2 kali dalam 1 bulan. Kemudian sebagian besar responden menyatakan bahwa telah tersedia fasilitas
yang memadai terkait pencegahan dan pengendalian penyakit tuberkulosis paru, serta telah tersedia
laboratorium untuk pemeriksaan dahak bagi masyarakat yang terindikasi penyakit tuberkulosis paru.
Pada faktor reinforcing, sebagian besar responden menjawab bahwa keluarga dan tenaga
kesehatan telah memberikan dukungan mengenai perilaku pencegahan dan pengendalian penyakit TB
paru. Dukungan keluarga diantaranya berupa pemberian motivasi, memantau perkembangan
pengobatan, memberikan informasi, mengingatkan kontrol kesehatan dan mengantarkan penderita
berobat ke fasilitas pelayanan. Sedangkan dukungan tenaga kesehatan berupa pemberian penyuluhan,
pemberian penjelasan penting tentang pengobatan dan menjelaskan alur pelaporan tanda dan gejala TB
paru.

Hasil analisis bivariat

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 73


Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat: Pengmaskesmas Vol. 2, No. 1, Juni 2022, Hal. 68-81
DOI: doi.org/10.31849/pengmaskesmas.v1i2/5885

Tabel 4. Hubungan Variabel Faktor Predisposisi, Enabling, dan Reinforcing terhadap Perilaku
Pencegahan dan Pengendalian TB Paru
Perilaku Responden
p-
Total
Variabel Kurang Baik Baik value OR
(%)
N % n %
Faktor Predisposing
Jenis Kelamin
Laki – laki 7 35 1 7,1 23,5 0,102 7,000
Perempuan 13 65 13 92,9 76,5
Tingkat Pendidikan
≤ SMP 15 755 6 42,9 61,8 0,124 4,000
≥ SMA 5 25 8 57,1 38,2
Status Pekerjaan
Tidak Bekerja 14 70 13 92,9 79,4 0,198 0,179
Bekerja 6 30 1 7,1 20,6
Tingkat Pendapatan
< UMR Depok 19 95 14 100 97,1 1,000 ~
≥ UMR Depok 1 5 0 0 2,9
Kepemilikan Asuransi Kesehatan
Tidak Memiliki 1 5 2 14,3 8,8 0,555 0,316
Memiliki (Pemerintah 19 95 12 85,7 91,1
dan Swasta)
Status Perkawinan
Belum Kawin/Cerai 0 0% 3 21,4 8,8 0,061 ~
Kawin 20 100 11 78,6 91,2
Pengetahuan
Kurang 9 64,3 5 35,7 100 0,728 1,473
Baik 11 55 9 45 100
Sikap
Negatif 16 57,1 12 42,9 100 1,000 0,667
Positif 4 66,7 2 33,3 100
Faktor Enabling
Ketersediaan Informasi
Tidak Mendukung 6 75 2 25 100 0,001 23,000
Mendukung 3 11,5 23 88,5 100
Ketersediaan Fasilitas Kesehatan
Tidak Memadai 0 0 1 100 100 1,000 1,375

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 74


Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat: Pengmaskesmas Vol. 2, No. 1, Juni 2022, Hal. 68-81
DOI: doi.org/10.31849/pengmaskesmas.v1i2/5885

Memadai 9 27,3 24 72,7 100


Kondisi Rumah
Kurang 13 65 5 35,7 52,9 0,182 3,343
Baik 7 35 9 64,3 47,1
Faktor Reinforcing
Dukungan Keluarga
Kurang Mendukung 1 33,3 2 66,7 100 1,00 1,438
Mendukung 8 25,8 23 74,2 100
Dukungan Tenaga Kesehatan
Kurang Mendukung 6 42,9 8 57,1 100 0,116 4,250
Mendukung 3 15,0 17 85,0 100

Berdasarkan data diatas, pada faktor predisposisi, tidak ada hubungan antara jenis kelamin,
tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, kepemilikan asuransi, status perkawinan, tingkat
pengetahuan serta sikap terhadap perilaku pencegahan dan pengendalian penyakit TB paru dengan p-
value >0,05. Pada faktor enabling, terdapat hubungan antara ketersediaan informasi dan pengendalian
penyakit TB paru dengan p-value <0,05 dan OR=23, artinya masyarakat yang mendapatkan ketersediaan
informasi tentang TB paru secara memadai memiliki peluang 23 kali lebih tinggi memiliki perilaku
pencegahan dan pengendalian TB paru yang baik dibandingkan masyarakat yang mendapatkan
ketersediaan informasi secara tidak memadai. Pada faktor reinforcing, tidak ada hubungan baik
dukungan keluarga maupun dukungan tenaga kesehatan terhadap perilaku pencegahan dan pengendalian
penyakit TB paru dengan p-value >0,05.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap 34 responden diketahui bahwa masih ada
responden yang memiliki perilaku kurang baik dalam pencegahan dan pengendalian penyakit TB paru
yaitu sebesar 58,8% atau 20 orang. Dari analisis data yang telah dilakukan, hanya faktor enabling, yaitu
variabel ketersediaan informasi yang memiliki hubungan dengan perilaku pencegahan dan pengendalian
TB paru dengan sumber informasi paling banyak berasal dari penyuluhan tenaga kesehatan.
Perilaku pencegahan dan pengendalian penyakit TB paru yang dianggap baik adalah ketika
responden telah mengetahui tentang penyakit TB paru, melakukan perilaku pencegahan dan
pengendalian penyakit TB paru, misalnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), makan makanan
bergizi, tidak merokok, perilaku etika batuk dan cara membuang dahak yang benar, serta kepatuhan
dalam minum obat (Asfiya, Prabamurti and Kusumawati, 2021). Setelah dilakukan penelitian,
didapatkan bahwa kondisi tersebut dipengaruhi oleh ketersediaan informasi yang diterima oleh
masyarakat terhadap perilaku pencegahan dan pengendalian penyakit TB paru.
Ketersediaan informasi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengambilan
keputusan terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan. Informasi pastinya sangat dibutuhkan agar
masyarakat dapat mencegah penyakit TB paru. Sumber informasi yang tersedia biasanya didapat dari
media elektronik, media cetak, atau informasi langsung seperti penyuluhan. Namun, informasi yang
didapat harus akurat dan mudah diakses. Jika terdapat kesalahan informasi, maka akan menimbulkan
persepsi yang salah sehingga menurunkan sikap kepatuhan terhadap tingkat pencegahan dan
pengendalian penyakit TB paru (Nusawakan, Messakh and Jambormias, 2017).
Ketersediaan informasi atau keterpaparan informasi adalah salah satu motivator untuk tindakan
terhadap ancaman kesehatan. Praktik seseorang didasari oleh adanya persepsi yang memunculkan suatu
tindakan nyata atau sikap seseorang dalam berperilaku (Notoatmodjo, 2018). Dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa faktor enabling dalam teori Lawrence Green memiliki pengaruh terhadap perilaku

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 75


Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat: Pengmaskesmas Vol. 2, No. 1, Juni 2022, Hal. 68-81
DOI: doi.org/10.31849/pengmaskesmas.v1i2/5885

pencegahan TB paru. Ketersediaan informasi yang mendukung menjadi faktor yang dapat membuat
masyarakat memperoleh informasi terkait pencegahan TB paru dengan tepat.
Hal tersebut didukung studi oleh Amalia et al (2021) dan Devi et al (2019) yang menyebutkan
bahwa terdapat hubungan antara aksesibilitas informasi mengenai tuberkulosis dengan perilaku
pencegahan tuberkulosis (Devi et al., 2019; Amallia, Kusumawati and Prabamurti, 2021). Kemudahan
masyarakat dalam memperoleh informasi terkait tuberkulosis akan meningkatkan pemahaman mengenai
tuberkulosis sehingga dapat melakukan pencegahan dan pengendalian yang baik. Studi lain oleh
Komariah et al (2013) menyebutkan bahwa pengetahuan yang baik tentang tuberkulosis dipengaruhi
oleh informasi yang diberikan oleh tenaga kesehatan sehingga masyarakat memiliki pengetahuan yang
baik mengenai pencegahan dan pengendalian tuberkulosis (Komariah et al., 2013). Studi lain oleh
Usman et al (2020) menyebutkan bahwa akses informasi yang baik mengenai tuberkulosis akan
meningkatkan tingkat pengetahuan bagi masyarakat mengenai tuberkulosis, termasuk bagi PMO
(Usman et al., 2020).
Informasi tentang TB paru yang tepat dapat meningkatkan akses dalam pencegahan, diagnosis,
pengobatan, dan dukungan terkait TB paru, sekaligus dapat memberdayakan individu dan masyarakat
terkait TB paru. Akses informasi mudah mengenai TB paru yang dilakukan oleh tenaga kesehatan juga
dapat memudahkan masyarakat untuk segera mencari pertolongan ke fasilitas pelayanan kesehatan jika
terdapat anggota keluarga atau masyarakat yang menunjukkan tanda dan gejala TB paru (World Health
Organisation, 2015; Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016; Stop TB Partnership, 2019).

Pembahasan kegiatan intervensi


Kegiatan intervensi dibagi menjadi dua yaitu penyuluhan kepada masyarakat serta pelatihan
PMO. Penyuluhan kepada masyarakat diwakili oleh kelompok karang taruna RW 3 Kelurahan
Sawangan Lama Kota Depok.
1. Penyuluhan TB Paru
Pada pra-intervensi, mitra sasaran yang dipilih adalah kelompok karang taruna RW 3 Kelurahan
Sawangan Lama. Sebab sesuai dengan prevalensi TB yang terjadi pada kelompok usia tersebut dengan
harapan anggota karang taruna yang mengikuti kegiatan ini kemudian dapat menyebarkan ilmu yang
didapat ke anggota keluarga maupun masyarakat lain. Persiapan berupa materi dalam power point
meliputi informasi dasar TB Paru dan TB-RO, stigma TB Paru dan PMO; soal pre/post test, daftar
absensi, penyusunan acara serta bergabung dalam grup whatsapp karang taruna untuk memudahkan
komunikasi.
Pada intervensi, kegiatan dilakukan secara dalam jaringan pada hari Jumat, 18 Februari 2022
pukul 08.00-10.00 WIB dengan jumlah peserta 10 orang dan terdiri atas 9 anggota karang taruna dan
seorang kader. Kegiatan dilakukan sesuai dengan rangkaian acara dan selama kegiatan terlihat peserta
antusias dengan materi terutama terkait peran generasi muda dalam membantu program penurunan
angka TB Paru di kawasan RW 3 Sawangan.
Pada pasca intervensi, partisipasi dan antusiasme peserta terlihat dari sikap proaktif selama
diskusi tanya jawab. Peserta mengungkapkan harapan mereka terhadap kasus TB Paru di kawasannya
dan dengan dilakukan penyuluhan ini karang taruna dapat menjadi agen perubahan di RW 3 Sawangan
Lama dengan berkolaborasi bersama masyarakat lain melalui pendekatan yang lebih kreatif dan inovatif.
2. Pelaihan Pengawasan Menelan Obat (PMO)
Pada pra-intervensi, mitra sasaran yang dipilih adalah perangkat desa, kader dan perwakilan
masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mengenai PMO.
Persiapan berupa materi dalam power point meliputi informasi dasar TB Paru dan TB-RO, stigma TB
Paru dan PMO; soal pre/post test, daftar absensi, penyusunan acara serta penyusunan studi kasus untuk
roleplay.

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 76


Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat: Pengmaskesmas Vol. 2, No. 1, Juni 2022, Hal. 68-81
DOI: doi.org/10.31849/pengmaskesmas.v1i2/5885

Pada intervensi, kegiatan dilakukan secara dalam jaringan pada hari Sabtu, 19 Februari 2022
pukul 08.00-10.00 WIB dengan jumlah peserta 12 orang terdiri dari kader, RT dan masyarakat. Kegiatan
dilakukan sesuai dimulai dengan pembahasan materi TB Paru dan dilanjutkan dengan melakukan
roleplay. Selama kegiatan terlihat peserta antusias melakukan roleplay meskipun terdapat beberapa
kendala.
Pada pasca intervensi, peserta pelatihan PMO antusias untuk berpartisipasi dari awal hingga
akhir kegiatan. Didapatkan dari kegiatan diskusi dan roleplay oleh peserta bahwa pencegahan dan
pengendalian TB Paru harus didukung oleh lingkungan sekitar tempat tinggal pasien. Diharapkan
kegiatan pelatihan ini ada kesadaran kolaborasi antara pasien, keluarga, kader dan masyarakat sekitar
untuk menghilangkan stigma negatif tentang TB Paru dan meningkatkan kepatuhan minum obat bagi
pasien TB paru.
Selanjutnya dilakukan analisis data sebelum dan sesudah intervensi yang dilakukan secara
kuantitatif melalui penyebaran kuesioner yang diberikan sebelum dan sesudah pelaksanaan intervensi
secara dalam jaringan dalam bentuk Google Form. Responden diberikan 10 pertanyaan dalam kuesioner
terkait dengan pencegahan dan pengendalian TB paru yang dibagi menjadi 2 pelaksanaan intervensi
yaitu penyuluhan TB Paru dan Pelatihan PMO. Hasil analisis perbandingan sebelum dan sesudah
intervensi dari total peserta didapatkan hasil analisis sebagai berikut:
Tabel 5. Analisis Perbandingan Sebelum dan Sesudah Intervensi
Intervensi Keterangan N Mean SD Min-Max P-Value
Sebelum
10 7,2 1,229 5-9
Penyuluhan Intervensi
0,002
TB Paru Sesudah
10 9,3 1,160 7 - 10
Intervensi
Sebelum
12 6,58 -0,077 4-8
Pelatihan Intervensi
0,002
PMO Sesudah
12 9 -0, 052 7-10
Intervensi

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat hasil uji Paired T-Test pada peserta penyuluhan TB Paru
didapatkan p-value = 0,002 sehingga secara statistik dikatakan terdapat perbedaan skor yang didapatkan
sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan TB paru. Sedangkan hasil uji Paired T-Test pada peserta
pelatihan PMO didapatkan p-value 0,002 sehingga secara statistik dikatakan terdapat perbedaan skor
yang didapatkan sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan PMO.
Selama intervensi dilaksanakan, terdapat beberapa masalah yang ditemui selama implementasi
intervensi, seperti adanya stigma negatif dan pengetahuan yang kurang mengenai penyakit TB Paru di
kalangan masyarakat sekitar yang menyebabkan kurangnya dukungan sosial terhadap penderita yang
ditunjukkan pada pernyataan kader mengenai stigma negatif TB paru di RW 3 Kelurahan Sawangan
Lama. Kemudian perangkat desa memiliki pengetahuan yang kurang terkait PMO yang dibuktikan
ketika berperan sebagai PMO pada saat sesi roleplay, perangkat desa kurang menjelaskan secara lengkap
informasi pencegahan TB Paru dengan tidak memberikan persepsi positif terkait TB Paru.
Adanya pandemi COVID-19 dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di
Kota Depok mengakibatkan intervensi dilakukan secara dalam jaringan, sehingga memiliki cukup
banyak hambatan yang dirasakan tim peneliti, seperti kendala jaringan internet peserta dan peneliti,
kegiatan mundur 15-20 menit dikarenakan seluruh peserta belum bergabung dalam zoom meeting,
peneliti dan kader kesulitan untuk menentukan jadwal karena menyesuaikan jadwal perangkat desa dan
masyarakat, sedangkan saat pelatihan PMO beberapa peserta meminta izin untuk keluar sebelum
kegiatan selesai dikarenakan bertabrakan dengan acara pribadi, sehingga pelaksanaan roleplay sedikit

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 77


Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat: Pengmaskesmas Vol. 2, No. 1, Juni 2022, Hal. 68-81
DOI: doi.org/10.31849/pengmaskesmas.v1i2/5885

dipercepat. Terakhir, seluruh peserta pelatihan PMO sudah berumur sehingga mengalami kesulitan
untuk menggunakan teknologi internet dalam pelatihan.
Dengan adanya permasalahan yang ada, peneliti memiliki beberapa rekomendasi untuk
peningkatan kesehatan masyarakat, yaitu peningkatan sosialisasi pencegahan dan pengendalian penyakit
tuberkulosis di masyarakat oleh tenaga kesehatan atau kader baik secara dalam jaringan atau luar
jaringan seperti misalnya pada acara yang diselenggarakan oleh masyarakat. Selanjutnya peningkatan
sosialisasi atau pelatihan terkait PMO untuk menekan peningkatan kejadian kasus baru atau kasus TB
resisten obat dan melaksanakan kegiatan sosialisasi atau pelatihan melibatkan tokoh agama, tokoh
masyarakat dan RT/RW agar menjadi panutan dalam perilaku kesehatan terhadap masyarakat. Terakhir,
meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya melapor atau berobat segera ke fasilitas pelayanan
kesehatan jika mengalami tanda dan gejala penyakit TB Paru.
Produk luaran yang dihasilkan dalam intervensi ini adalah buku saku yang berjudul “Buku Saku
Kesehatan Tuberkulosis Paru” dan empat buah poster edukasi mengenai informasi umum TB paru, TB-
Resisten Obat (TB-RO), stigma negatif TB paru, dan Pengawas Menelan Obat (PMO). Buku saku
diberikan kepada pihak UPTD Puskesmas Sawangan, pihak Dinas Kesehatan Kota Depok, perwakilan
kader, sedangkan poster edukasi diunggah melalui website UPTD Puskesmas Sawangan yaitu
pkmsawangan.depok.go.id bertepatan pada hari TB sedunia, yaitu pada 24 Maret 2022. Produk luaran
ini memiliki keunggulan, yaitu memiliki desain yang kreatif dan menarik sesuai dengan kondisi
masyarakat yang menyukai informasi dengan visual menarik, serta penyebaran poster melalui media
internet sesuai dengan kebiasaan masyarakat Kelurahan Sawangan Lama yang saat ini sering
memanfaatkan teknologi dari smartphone. Kelemahan dari produk keluaran ini adalah buku saku tidak
dibagikan kepada perwakilan perangkat desa dan perwakilan dari masyarakat karena menyesuaikan
keadaan finansial. Diharapkan buku saku dan poster edukasi ini dapat lebih meningkatkan tingkat
pengetahuan masyarakat mengenai TB paru sekaligus dapat mengubah persepsi negatif mengenai TB
paru sehingga dapat meningkatkan upaya pencegahan dan pengendalian dari TB paru. Dokumentasi
produk keluaran buku saku dan poster edukasi adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Buku Saku Kesehatan Tuberkulosis Paru

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 78


Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat: Pengmaskesmas Vol. 2, No. 1, Juni 2022, Hal. 68-81
DOI: doi.org/10.31849/pengmaskesmas.v1i2/5885

(a) (b) (c) (d)


Gambar 2. Poster Edukasi (a) Informasi Umum TB Paru; (b) TB-RO; (c) Stigma Negatif TB Paru; (d)
Pengawas Menelan Obat (PMO)

Gambar 3. Unggahan Poster Edukasi di Website UPTD Puskesmas Sawangan

4. SIMPULAN
Faktor yang berhubungan dengan perilaku responden terkait pencegahan dan pengendalian
penyakit TB paru hanya ketersediaan informasi. Intervensi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
penyuluhan TB paru dan pelatihan PMO secara dalam jaringan menggunakan zoom meeting.
Berdasarkan hasil intervensi, untuk penyuluhan TB paru terdapat peningkatan pengetahuan responden
berdasarkan kenaikan rata-rata hasil pre-test dan post test dari 7,2 menjadi 9,3. Untuk pelatihan PMO
juga mengalami kenaikan rata-rata hasil pre-test dan post test dari 6,58 menjadi 9. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara sebelum dan sesudah dilakukannya intervensi. Kelebihan
dari intervensi penelitian ini yaitu kegiatan penyuluhan TB paru dan pelatihan PMO telah meningkatkan
pengetahuan masyarakat RW 3 Kelurahan Sawangan terkait pencegahan dan pengendalian TB paru.
Sementara kekurangan dari intervensi penelitian ini adalah adanya kendala internet dan jaringan selama
penyuluhan TB paru dan pelatihan PMO berlangsung.
Pihak UPTD Puskesmas Sawangan disarankan agar meningkatkan sosialisasi atau penyuluhan
mengenai upaya pencegahan dan pengendalian penyakit TB paru, khususnya untuk yang berada di
sekitar pasien TB dengan melibatkan kader kesehatan, RT, RW, tokoh agama, dan karang taruna agar
sosialisasi dapat berjalan dengan efektif. Penyuluhan TB paru dan pelatihan PMO yang telah
dilaksanakan diharapkan dapat menambah informasi kepada warga setempat untuk meningkatkan
kepatuhan pasien TB paru dan TB-RO dalam minum obat serta meningkatkan pengetahuan mengenai
pencegahan dan pengendalian penyakit TB paru. Selain itu, diperlukan keterlibatan tokoh agama dan

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 79


Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat: Pengmaskesmas Vol. 2, No. 1, Juni 2022, Hal. 68-81
DOI: doi.org/10.31849/pengmaskesmas.v1i2/5885

masyarakat atau orang yang dipercaya di RW 3 Kelurahan Sawangan Lama untuk membantu kader dan
tenaga kesehatan mematahkan stigma negatif TB paru. Kader dan anggota karang taruna juga perlu
untuk menyebarluaskan kembali informasi mengenai upaya pencegahan dan pengendalian TB paru,
pentingnya PMO, dan mematahkan stigma negatif TB baru dengan memanfaatkan teknologi yang lebih
kreatif. Peningkatan pengawasan dalam minum obat bagi pasien TB paru perlu dilakukan dengan
meningkatkan pengawasan berjenjang yang dibantu menggunakan format pencatatan dan pelaporan
PMO, yaitu PMO yang dilakukan oleh keluarga pasien dipantau oleh kader TB, kemudian kader TB
dipantau oleh tenaga kesehatan di UPTD Puskesmas Sawangan.

DAFTAR PUSTAKA
Amallia, A., Kusumawati, A. and Prabamurti, P. N. (2021) ‘Perilaku Masyarakat dalam Pencegahan
Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas Manyaran Kota Semarang’, 2017, pp. 317–326.
Aminah, A. N. (2021) ‘Kasus TBC di Depok Capai 32.006 Orang’, Republika Jabar. Available at:
https://repjabar.republika.co.id/berita/r2mbj6384/kasus-tbc-di-depok-capai-32006-orang.
Asfiya, N. A., Prabamurti, P. N. and Kusumawati, A. (2021) ‘Faktor yang Berhubungan dengan Praktik
PHBS Pencegahan TB Paru pada Santri di Kabupaten Tegal (Studi di Pondok Pesantren
Attholibiyah Bumijawa)’, Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, 20(6), pp. 379–388. doi:
10.14710/mkmi.20.6.379-388.
BPS (2018) Jumlah kasus penyakit menurut kabupaten/kota dan jenis penyakit di Provinsi Jawa Barat,
2018. Available at: https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/960.
Depoksatu (2021) ‘Puskesmas Sawangan Bentuk Kampung Peduli TB Paru’. Available at:
https://www.depoksatu.com/2021/12/puskesmas-sawangan-bentuk-kampung.html.
Devi, A. U. et al. (2019) ‘Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Pasien Tb Mdr Dalam
Pencegahan Penularan Tb Mdr Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Semarang’, Jurnal
Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 7(1), pp. 442–452.
Dinas Kesehatan Kota Depok (2021) Profil kesehatan Kota Depok Tahun 2020. Available at:
https://diskes.jabarprov.go.id/informasipublik/unduh/a1NrNkJDTng3NGk2Wm5JUkU4dlJGd
z09.
Ernawati, K. et al. (2017) ‘Penyuluhan Cara Pencegahan Penularan Tuberkulosis dan Pemakaian
Masker di Keluarga Penderita: Pengalaman dari Johor Baru, Jakarta Pusat’, Berita Kedokteran
Masyarakat (BKM Journal of Community Medicine and Public Health), 34(1), pp. 44–49.
Green, L. (2021) ‘Precede-Proceed’. Available at: http://www.lgreen.net/precede.htm.
Handayani, D. et al. (2021) ‘Pelatihan Pengawas Menelan Obat (Pmo) Pasien Tuberkulosis Dalam
Rangka Mengoptimalkan Peran Pmo Untuk Meningkatkan Kepatuhan Minum Obat Di
Puskesmas Beringin Raya’, Abdimas Unwahas, 6(1), pp. 26–30. doi: 10.31942/abd.v6i1.4429.
Kemenkes RI (2016) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2016 tentang
Penanggulangan Tuberkulosis Paru.
Kemenkes RI (2019) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia NOMOR
HK.01.07/MENKES/755/2019 tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tatalaksana
tuberkulosis paru.
Kemenkes RI (2020) Petunjuk Teknis Pendampingan Pasien tuberkulosis paru Resisten Obat Oleh
Komunitas. Kementerian Kesehatan RI.
Kemenkes RI (2021) Dashboard TB. Available at: https://tbindonesia.or.id/pustaka-tbc/dashboard-tb/.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2016) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
nomor 67 Tahun 2016 tentang penanggulangan tuberkulosis, PERATURAN MENTERI
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Indonesias. Available at:

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 80


Jurnal Pengabdian Kesehatan Masyarakat: Pengmaskesmas Vol. 2, No. 1, Juni 2022, Hal. 68-81
DOI: doi.org/10.31849/pengmaskesmas.v1i2/5885

http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._67_ttg_Penanggulangan_Tuber
kolosis_.pdf%0A.
Kementrian Perindustrian Republik Indonesia (2021) Tugas dan Fungsi Organisasi Karang Taruna.
Available at: http://bdipadang.kemenperin.go.id/forum/thread/tugas-dan-fungsi-organisasi-
karang-taruna (Accessed: 23 January 2022).
Komariah, K. et al. (2013) ‘Pola Komunikasi Kesehatan Dalam Pelayanan Dan Pemberian Informasi
Mengenai Penyakit Tbc Pada Puskesmas Di Kabupaten Bogor’, Jurnal Kajian Komunikasi,
1(2), pp. 173–185. doi: 10.24198/jkk.vol1n2.7.
Naidoo, J. and Wills, J. (2016) Foundations for Health Promotion. 4th Editio. Elsevier.
Notoatmodjo, S. (2018) Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya: Edisi Revisi. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Novita, N. et al. (2020) ‘Factors Related to Tuberculosis Prevention Behavior in Pendrikan Kidul Sub-
District, Semarang, Central Java 2019’, International Proceedings The 2nd ISMoHIM 2020, 5,
pp. 687–693.
Nusawakan, A. W., Messakh, S. T. and Jambormias, S. J. (2017) ‘Faktor Yang Mempengaruhi
Pengambilan Keputusan Dalam Penggunaan Layanan Kesehatan Pada Wilayah Kerja
Puskesmas Tawiri’, Media Ilmu Kesehatan, 6(2), pp. 129–138. doi: 10.30989/mik.v6i2.222.
Pakpahan, M. et al. (2021) ‘Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan - Google Books’, Online, p.
168. Available at:
https://www.google.co.id/books/edition/Promosi_Kesehatan_dan_Perilaku_Kesehatan/MR0fE
AAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&dq=faktor+perilaku+menurut+lawrence+green&pg=PA43&print
sec=frontcover.
Riyanto, S. and Hatmawan, A. A. (2020) ‘Metode Riset Penelitian Kuantitatif Penelitian Di Bidang
Manajemen, Teknik .’, Deepublish Publisher, pp. 12–13.
Rusiana, D. A. (2021) ‘Laporan Kasus TBC Turun Akibat Pandemi, Wapres : Bisa Tingkatkan
Kematian’, Nasional Sindo News. Available at:
https://nasional.sindonews.com/read/374604/15/laporan-kasus-tbc-turun-akibat-pandemi-
wapres-bisa-tingkatkan-kematian-1616558625.
Stop TB Partnership (2019) ‘Stop TB Partnership TB Human Rights Task Force -WORKING
DOCUMENT on TB and Human Rights TUBERCULOSIS AND HUMAN RIGHTS’.
Available at: http://www.stoptb.org/assets/documents/global/hrtf/Briefing note on TB and
Human Rights.pdf.
UPTD Puskesmas Sawangan (2021) Data TB Paru.
Usman, S. et al. (2020) ‘Relationship of Family Empowerment with Prevention of TB Transmission on
Patients in Area of Puskesmas Siabu Mandailing Natal, Indonesia’, pp. 104–108. doi:
10.5220/0008789101040108.
WHO (2021) Global tuberkulosis paru Report 2021. Available at: https://www.who.int/publications-
detail-redirect/9789240037021.
World Health Organisation (2015) ‘End TB Strategy’, World Health Origanisation, 53(9), pp. 1689–
1699.

P-ISSN 2809-6428 | E-ISSN 2809-5251 81

Anda mungkin juga menyukai