Anda di halaman 1dari 9

1

HUBUNGAN KEPADATAN HUNIAN DAN KELEMBABAN


TERHADAP KEJADIAN TB PARU DIWILAYAH KERJA
PUSKESMAS PANJANG KOTA BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2018

OLEH :
RANDY YUSUF PRATAMA

NPM. 18420040

PROGRAM STUDI PASCASARJANA KESEHATAN


MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2018
2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tujuan Pembangunan Kesehatan Menurut Sistem Kesehatan Nasional adalah

tercapainya kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap

penduduk yang ditandai dengan bertempat tinggal di lingkungan bersih dan

berprilaku sehat. Pada masyarakat mampu untuk untuk menjangkau pelayanan

kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan

yang setinggi-tingginya diseluruh wilayah Republik Indonesia (Kemenkes RI,

2014).

Untuk mencapai tujuan tersebut pembangunan kesehatan dilakukan melalui

upaya pelayanan kesehatan yang diarahkan pada program-program seperti

ditegaskan dalam undang-undang kesehatan No. 23 tahun 1992 Bab V pasal 10

menyatakan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal

diselenggarakan melalui pendekatan, pemeliharaan dan peningkatan (promotif),

pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan

kesehatan (rehabilitatif) yang diselenggarakan secara menyeluruh terpadu dan

berkesinambungan (Kemenkes RI, 2011).

Perkembangan epidemiologi menggambarkan secara spesifik peran

lingkungan dalam terjadinya penyakit dan wabah, bahwasanya lingkungan

berpengaruh pada terjadinya penyakit. Interaksi manusia dengan lingkungan

hidupnya merupakan suatu yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan

1
3

sampai ia meninggal, hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya 2

dukung unsur-unsur lingkungan untuk kelangsungan hidupnya. Penyakit berbasis

lingkungan masih menjadi permasalahan hingga saat ini. Hal ini dikarenakan

penyakit berbasis lingkungan selalu masuk dalam 10 besar penyakit di hamper

seluruh Puskesmas di Indonesia. Keadaan tersebut mengindikasikan masih

rendahnya cakupan dan kualitas intervensi kesehatan lingkungan (Kemenkes RI,

2015).

Masalah kesehatan lingkungan yang dihadapi adalah masalah-masalah sanitasi

dasar yang masih rendah disertai dengan masih tingginya prevalensi berbagai

penyakit menular dalam masyarakat yang erat hubungannya dengan keadaan

sanitasi dasar seperti penyakit-penyakit infeksi salah satunya infeksi saluran

pernapasan (tuberkulosis dan berbagai jenis infeksi saluran pernafasan akut

(ISPA), program kesehatan lingkungan masih berkisar pada perbaikan sanitasi

dasar yang meliputi pemenuhan air bersih, perumahan sehat, pembuangan sampah

dan limbah rumah tangga (Noor, 2014).

Lingkungan sosial ekonomi, kualitas rumah kedekatan kontak dengan

penjamu BTA positif sangat mempengaruhi penyebaran bakteri ini pada

manusia. Kondisi lingkungan rumah seperti ada tidaknya sinar ultraviolet,

ventilasi yang baik, kelembaban, suhu rumah, dan kepadatan hunian rumah

menjadi salah satu faktor yang berperan dalam penyebaran kuman tuberkulosis.

Hal ini sejalan dengan penelitian Kurniasih (2016) bahwa kepadatan hunian,

ventilasi, kelembaban dalm ruangan, pencahayaan alami, jenis lantai, tingkat

pengetahuan dan kontak langsung dengan penderita BTA positif ada hubungan
4

dengan kejadian TB paru. Penyakit tuberkulosis biasanya menular melalui udara

yang tercemar dengan bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dilepaskan pada

saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal

dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini masuk dan berkumpul di dalam paru-paru

akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada orang dengan daya tahan

tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar

getah bening. Oleh sebab itu infeksi tuberkulosis dapat menginfeksi hampir

seluruh organ tubuh seperti : paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang,

kelenjar getah bening, dan lain- lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling

sering terkena yaitu paru-paru (Najmah, 2016).

World Health Organization (WHO) pada tahun 2013 mendeklarasikan

kedaruratan global tuberkulosis karena sebagian besar negara-negara di dunia

tidak berhasil mengendalikan tuberkulosis sehingga rendahnya angka

kesembuhan penderita tuberkulosis yang berdampak pada tingginya tingkat

penularan. Kasus TB di dunia diperkirakan sebanyak 9 juta orang sakit dan 1,5

juta meninggal akibat penyakit ini. Estimasi 550.000 anak menderita penyakit TB

dan 80.000 anak HIV-negatif meninggal karena TB. Penuruan kasus TB paru

perlu diapresiasi di dunia dengan diagnosis dini dan kepatuhan berobat TB.

Tingkat kematian TB turun 45% antara tahun 1990 dan 2013. Sejak tahun 2000

hingga 2013, diperkirakan 37 juta jiwa diselamatkan melalui diagnosis dan

pengobatan TB (WHO, Global Tuberculosis Report, 2013).

Menurut Kementrian Kesehatan Indonesia tahun 2015 ada sekitar 5 provinsi

yang memiliki penderita TB BTA positif terbanyak yaitu Jawa Barat sebesar
5

31.231 orang, Jawa Timur sebesar 23.486 orang, Jawa Tengah sebesar 19.721

orang, Sumatra Utara sebesar 16.955 orang, Banten sebesar 7.978 orang dari

provinsi di Indonesia. dan Provinsi Lampung menepati urutan ke 8 di Indonesia

dengan penderita sebanyak 5.542 orang (Kemenkes RI, 2015).

Menurut Profil Dinkes Provinsi Lampung tahun 2014 Penyakit TB paru

mengalami kenaikan dalam 2 tahun terakhir. Pada tahun 2014 ada sebesar 6.923

kasus, dimana 5.101 diantarannya penderita TB BTA positif dengan CNR (case

notificasion rate) kasus baru TB BTA positif sebesar 63 per 100.000 penduduk.

Terjadi peningkatan kasus pada tahun 2015 adalah sebesar 8.211 kasus, dimana

5.724 diantaranya penderita TB BTA positif dengan CNR (case notification rate)

kasus baru TB BTA positif sebesar 70 per 100.000 penduduk (Profil Dinkes

Provinsi Lampung, 2014-2015). CNR kasus baru atau angka insiden TB Provinsi

Lampung masih belum bisa mencapai target nasional yang ditetapkan yaitu

penurunan menjadi 10 per 100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2014).

Angka penemuan TB BTA positif di Kabupaten atau Kota di Provinsi

Lampung Tahun 2015 yaitu Bandar Lampung 0,10%, Lampung Selatan 0,09%,

Lampung Timur 0,07%, Lampung Tengah 0,04%, Way Kanan 0,10%,

Tanggamus 0,06%, Lampung Utara 0,05%. Melihat dari persentase tersebut Kota

Bandar Lampung lah yang tertinggi dari beberapa wilayah di Provinsi Lampung.

Angka penemuan TB BTA positif di Bandar Lampung tahun 2014 yaitu Panjang

0,14%, Kebon Jahe 0,09% Beringin Raya 0.05%. Tren TB BTA positif di

Puskesmas Panjang tahun 2015 (0,11%), tahun 2016 (0,27%), tahun 2017

(0,25%). Kecamatan Panjang memiliki jumlah penduduk 44.252 jiwa. jumlah


6

rumah penduduk kecamatan panjang berjumlah 9.158 dengan kondisi rumah

permanen sebanyak 1.066 rumah, semi permanen sebanyak 5.302 dan rumah non

permanen sebanyak 2.775. Baru sebagian kecil dari rumah yang dibina/diperiksa

yang memenuhi rumah sehat 26,28% (Profil Puskesmas Panjang, 2016).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Batti, dkk (2013), bahwa

kepadatan hunian dan kelembaban berhubungan dengan kejadian TB paru dengan

hasil kepadatan hunian (p : 0,000 POR : 10) dan kelembapan (p : 0,009 POR :

2,9). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Putra (2017) yang

menyimpulkan juga bahwa, kepadatan hunian, kelembaban, ventilasa dan

pencahayaan yang tidak memenuhi syarat berhubungan dengan kejadian TB paru

dengan hasil kepadatan hunian (p: 0,000 POR : 10,921) , kelembaban (p: 0,009

POR:2,9), ventilasi (p: 0,000 OR: 12,667) dan pencahayaan (p: 0,000 OR:

16,152).

Berdasarkan hasil pra survey yang dilakukan, dari 10 rumah yang ada di

wilayah Puskesmas Panjang terdapat 7 rumah yang berketagori memiliki

kepadatan hunian (≥8m2/orang), 6 rumah memiliki kelembaban tidak memenuhi

syarat (< 40% atau > 60%) dan 7 rumah memiliki suhu udara yang tidak

memenuhi syarat (<18-30> derajad Celsius). Naiknya tren angka kejadian TB

paru di wilayah Puskesmas Panjang kemungkinan berkaitan dengan masih

banyaknya rumah tidak memenuhi syarat rumah sehat. Sehingga, dalam penelitian

ini peneliti bermaksud ingin melanjutkan penelitan Putra(2017) dengan judul

hubungan kepadatan hunian, kelembaban dan suhu rumah dengan kejadian TB

paru diwilayah kerja Puskesmas Panjang Kota Bandar Lampung Tahun 2018.
7

1.2 Rumusan Masalah

Penyakit infeksi khususnya TB paru masih menjadi masalah kesehatan

masyarakat, sehingga harus ditanggani dengan baik dengan cara memutuskan

mata rantai penularan penyakit agar masyarakat hidup sehat. Penyakit TB paru

adalah suatu penyakit infeksi yang antara lain disebabkan karena faktor

lingkungan fisik rumah sehingga mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.

Kondisi kualitas lingkungan fisik rumah merupakan salah satu faktor resiko

penyakit TB Paru. Menurut laporan Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung

Tahun 2014 ditemukan sebanyak 108 kasus TB Paru positif, dimana sebanyak 76

kasus ditemukan di Puskesmas Panjang. Penemuan kasus TB Paru masih di

bawah target nasional yaitu 63,6 % di mana target nasional adalah 80% dari

angka penemuan kasus. Dalam pencapaian program data dasar kesehatan

lingkungan di puskesmas panjang tahun 2016 bahwa dari 9.158 rumah yang ada

diwilayah Kecamatan Panjang hanya 1.066 rumah yang dibina atau diperiksa

yang memenuhi rumah sehat 26,28%.

Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalahsebagai berikut; ”Apakah ada hubungan kepadatan hunian, kelembaban dan

suhu rumah dengan kejadian TB paru di wilayah kerja Puskesmas Panjang Kota

Bandar Lampung Tahun 2018”


8

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan kepadatan hunian dan kelembaban rumah dengan

kejadian TB paru di wilayah Puskesmas Panjang Kota Bandar Lampung

Tahun 2018.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi penyakit TB paru di wilayah kerja Puskesmas

Panjang Kota Bandar Lampung Tahun 2018.

2. Mengetahui dristribusi frekuensi kepadatan hunian, kelembaban dan

suhu di wilayah kerja Puskesmas Panjang Kota Bandar Lampung

Tahun 2018.

3. Mengetahui hubungan kepadatan hunian dengan kejadian TB paru di

wilayah kerja Puskesmas Panjang Kota Bandar Lampung Tahun 2018.

4. Mengetahui hubungan kelembaban rumah dengan kejadian TB paru di

wilayah kerja Puskesmas Panjang Kota Bandar Lampung Tahun 2018.

5. Mengetahui hubungan suhu rumah dengan kejadian TB paru di

wilayah kerja Puskesmas Panjang Kota Bandar Lampung Tahun 2018

1.4 Manfaat penelitian

1. Manfaat secara teoritis

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan dibidang kesehatan khususnya

kesehatan masyarakat dan sebagai bahan informasi dan perbandingan untuk

penelitian kasus tersebut di masa yang akan datang tentang hubungan


9

kepadatan hunian, kelembaban dan suhu rumah dengan kejadian TB paru di

wilayah Puskesmas Panjang Kota Bandar Lampung Tahun 2018.

2. Manfaat secara aplikatif

1. Tenaga Kesehatan

Agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien,

memberikan informasi yang akurat tentang hubungan kejadian TB paru

dengan kepadatan hunian, kelembaban dan suhu rumah di wilayah kerja

puskesmas Panjang Kota Bandar Lampung tahun 2018.

2. Masyarakat

Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan

pemahaman kepada masyarakat tentang penularan dan kejadian penyakit

TB paru.

1.5 Ruang Lingkup

Desain penelitian adalah crossectional, Penelitian akan dilaksanakan pada juli

2018 di wilayah kerja Puskesmas Panjang. subjek pada penelitian ini adalah

pasien yang melakukan uji sputum (dahak) yang telah didiagnosis dokter di

Puskesmas Panjang Kota Bandar Lampung pada bulan Januari - Desember tahun

2017 dengan cara melakukan observasi dan menggunakan alat ukur. Data yang

diperoleh akan dianalisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara variabel-

variabel yang diteliti dengan kejadian TB Paru.

Anda mungkin juga menyukai