Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit TB Paru masih menjadi masalah kesehatan di dunia
menurut World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa setengah
persen dari penduduk dunia terserang penyakit ini, sebagian besar berada di
negara berkembang di antara tahun 2009-2011 hampir 89% penduduk dunia
menderita TB. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2011
penderita TB di dunia sekitar 12 juta atau 178 per 100.000 dan setiap
tahunnya ditemukan 8,5 juta dengan kematian sekitar 1,1 juta. Kondisi ini
lebih baik dibandingkan dengan tahun 2009 secara global dilaporkan sekitar
39% penyakit ini menyerang di Asia terutama di 22 negara beban tinggi TB
setiap tahunnya ditemukan kasus TB baru sekitar 9,4 juta dan kematian
sebesar 3,8 juta. Dimana diperkirakan semua kasus TB Paru yang ada di
dunia sebanyak 14 juta lebih, pada umumnya menyerang kelompok usia
produktif (Nizar, 2017).
TB Paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru. TB paru dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Smeltzer, 2008).
Menurut data di Indonesia dari tiga puluh tiga provinsi yang ada
kecuali tujuh belas provinsi yang merupakan prevalensi TB tinggi yaitu
terdapat di Provinsi Nanggaro Aceh Darussalam, Sumatra Barat, Riau, DKI
Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Papua Barat serta
Papua. Meskipun prevelensinya di tahun 2013 tetap yaitu 0,4% namun
Provinsi yang di atas angka prevalensi nasional menurun menjadi enam
provinsi yaitu Jawa Barat 0,7%, Papua 0,6%, DKI Jakarta 0,6%, Gorontalo
0,6%, Banten 0,4% dan Papua Barat 0,4%. Maka hal ini terdapat empat
Provinsi yang dikelompokkan ke zona aman terhadap penularan atau
2

kejangkitan TB yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Maluku Utara dan
Kepulauan Bangka Belitung (Nizar, 2017). Pada tingkat Kabupaten/Kota
data tertinggi di Kabupaten Sarolangun yaitu 85,81 diikuti Kabupaten
Tanjab Timur (84,83%) dan yang terendah di Kabupaten Kerinci yaitu
(25,28%) serta Provinsi Jambi pada tahun 2015 sebesar (60,74%) (Dinkes
Provinsi Jambi, 2015).
Berikut ini kasus TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu
Kota Jambi tahun 2016-2017 dapat dilihat pada tabel 1.2 di bawah ini :
Tabel 1.1 Penderita TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu
Kota Jambi Tahun 2017

No Kelurahan Jumlah Kasus Jumlah Kasus


Tahun (2016) Tahun (2017)
1 Kelurahan Legok 13 18
2 Kelurahan Sungai Putri 14 17
3 Kelurahan Solok Sipin 16 21
4 Kelurahan Murni 14 18
5 Kelurahan Selamat 17 20
Jumlah 74 94
Sumber : Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi 2016-2017

Berdasarkan tabel 1.2 di atas jumlah kasus TB Paru yang terjadi


adalah pada tahun 2016 sebesar 74 kasus serta pada tahun 2017 sebesar 94
kasus. Kasus TB paru yang cukup tinggi di setiap lima kelurahan tersebut
padahal dalam proses konsultasi pengobatan yang dilakukan oleh tenaga
puskesmas tersebut telah memberikan pengobatan yang rutin setiap
bulannya dan setiap adanya masalah yang timbul terhadap masalah penyakit
TB Paru tersebut.
Berdasarkan Leaflet Program Dinas Kesehatan Provinsi Jambi
Tahun 2012 salah satu upaya pencegahan masalah TB Paru adalah :
minumlah obat teratur, setelah 2 minggu minum obat maka kuman tidak
akan menular ke orang lain, pasien TB Paru harus menutup mulutnya
sewaktu batuk dan bersin, tidak membuang dahak di sembarang tempat,
tetapi dibuang pada tempat khusus dan tertutup serta rumah tinggal harus
mempunyai ventilasi udara yang baik agar sirkulasi udara berjalan lancar.
3

Berdasarkan Leaflet Dinas Kesehatan Provinsi Jambi Tahun 2012


salah satu upaya pengobatan masalah TB Paru adalah : setelah dinyatakan
positif TB, pasien diberi obat yang harus diminum secara teratur sampai
tuntas selama 6 (enam) dan 8 (delapan) bulan, penyakit TB dapat
menyebabkan kematian jika tidak diberi obat, selama masa pengobatan
diperlukan pemeriksaan dahak pada : tahap awal pengobatan, 1 (satu) bulan
sebelum masa pengobatan berakhir, akhir pengobatan, obat TB Paru
diberikan secara gratis dan dapat diperoleh di Puskesmas/Rumah Sakit
(tanyakan petugas kesehatan setempat untuk informasi lebih lanjut), makan-
makanan bergizi untuk meningkatkan daya tahan tubuh, menjemur alas tidur
agar tidak lembab, membuka jendela untuk mendapatkan sinar matahari dan
udara segar, suntikan BCG untuk anak usia dibawah 5 tahun, olahraga
teratur, jangan merokok.
Menurut Wibowo (2014) program pencegahan TB Paru adalah
sebagai berikut : menghilangkan faktor resiko untuk terinfeksi TB pada
pengidap masyarakat (pengidap TB laten), menghilangkan faktor risiko
untuk terinfeksi Mycobacterium tuberculosis : diberikan penjelasan tentang
TB dan perkembangannya pada saat konseling, diskrining terhadap TB
secara klinis dan radiologis, bila terdapat kelainan paru harus dievaluasi
terhadap kemungkinan TB aktif, bila terdapat di daerah endemik TB harus
dievaluasi secara berkala terhadap penyakit TB (setiap 6 bulan), bila tidak
terdapat TB aktif, maka diberikan terapi profilaksis.
Menurut Tanto (2014) Strategi Nasional Pengendalian TB di
Indonesia ada 7 strategi dalam proses penyembuhan, yaitu : Memperluas
dan meningkatkan pelayanan DOTS (Direct Observe Treatment
Shortcourse) yang bermutu, menghadapi tantangan TB Paru / (Human
Immunodeficiency Virus), Multi Drug Resistence (MDR)-TB Paru dan
kebutuhan masyarakat miskin serta rentan lainnya, Melibatkan seluruh
penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat, perusahaan, dan swasta,
Memberdayakan masyarakat dan pasien TB, Memberikan kontribusi dalam
4

penguatan sistem kesehatan dan manajemen program pengendalian TB,


Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program TB.
Salah satu masalah individu yang berisiko tinggi untuk terjadinya
penularan TB Paru adalah mereka yang kontak dekat dengan seseorang
yang mempunyai TB aktif, individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien
dengan kanker, mereka yang dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang
terinfeksi dengan HIV), pengguna obat-obat IV dan alkoholik serta setiap
individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma, tahanan etnik
dan ras minoritas, terutama, anak-anak dibawah usia 15 tahun dan dewasa
muda antara yang berusia 15 sampai 44 tahun) (Smeltzer, 2008).
Menurut Djojodibroto D (2009), penderita TB Paru harus diobati,
dan pengobatannya harus adekuat. Pengobatan TB memakan waktu minimal
6 bulan. Dalam memberantas penyakit tuberkulosis, negara mempunyai
pedoman dalam pengobatan TB Paru yang disebut Program Pemberantasan
TB Paru (National Tuberculosis Programme). Prinsip dalam pengobatan TB
Paru adalah menggunakan multidrugs regimen : hal ini bertujuan untuk
mencegah terjadinya resistensi basil TB Paru terhadap obat. Obat anti
tuberkulosis dibagi dalam dua golongan besar, yaitu obat lini pertama dan
obat lini kedua.
Penyakit TB Paru ditularkan melalui udara secara langsung dari
penderita TB Paru kepada orang lain. Dengan demikian, penularan TB Paru
terjadi melalui hubungan dekat antara penderita dan orang yang tertular
(terinfeksi), misalnya berada didalam suatu ruangan tidur atau ruangan kerja
yang sama. Droplet yang mengandung basil TB Paru yang dihasilkan dari
batuk dapat melayang di udara hingga kurang lebih dua jam tergantung pada
kualitas ventilasi ruangan. Jika dropler tadi terhirup oleh orang lain yang
sehat, droplet akan terdampar pada dinding sitem pernafasan. Droplet besar
akan terdampar pada pernafasan bagian atas, droplet kecil akan masuk ke
dalam alveoli di lobus manapun, tidak ada prediksi lokasi terdamparnya
droplet kecil (Djojodibroto D, 2009).
5

Faktor pengetahuan memiliki pengaruh yang besar terhadap status


kesehatan individu maupun masyarakat dan berperan penting dalam
menentukan keberhasilan suatu program penanggulangan penyakit dan
pencegahan penularan TB paru. Penularan kuman TB paru dipengaruhi oleh
salah satu faktor resiko penularan TB adalah ventilasi rumah dan kamar
tidur, kepadatan huni, pencahayaan kamar tidur, luas jendela kamar tidur
dan suhu atau kelembaban kamar tidur dilaporkan sangat berperan terhadap
penularan TB dalam rumah tangga (Nizar, 2017).
Menurut Chayatin (2012) keluarga adalah sekumpulan orang yang
dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan
menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial dati tiap anggota.
Keluarga mempunyai peran penting dalam penentuan keputusan untuk
mencari dan mematuhi anjuran pengobatan. Keluarga memiliki fungsi
biologis, yaitu fungsi untuk meneruskan keturunan, memelihara dan
membesarkan anak, serta memenuhi kebutuhan gizi keluarga serta fungsi
psikologis, yaitu memberikan kasih sayang dan rasa aman bagi keluarga,
memberikan perhatian di antara keluarga, memberikan kedewasaan
kepribadian anggota keluarga, serta memberikan identitas pada keluarga.
Penelitian yang dilakukan oleh Dhewi (2016) tentang hubungan antara
pengetahuan, sikap pasien dan dukungan keluarga dengan kepatuhan minum
obat pada pasien TB Paru di BKPM Pati. Berdasarkan hasil yang di dapat di
BPKM Pati sebesar 40 orang.  Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan
bermakna antara pengetahuan dengan kepatuhan minum obat TB Paru
dengan nilai p=0,000. Ada hubungan bermakna antara sikap dengan
kepatuhan minum obat TB Paru dengan nilai p=0,001. Ada hubungan yang
bermakna antara dukungan keluarga dengan kepatuhan minum obat TB Paru
dengan nilai p=0,000. Rekomendasi yang dapat diberikan adalah agar
BKPM Pati mengoptimalkan penyuluhan kesehatan agar pasien tetap patuh
minum obat, dan  keluarga diharapkan selalu memberikan dukungan dan
motivasi pada pasien.
6

Penelitian yang dilakukan oleh Asiah (2014) tentang Gambaran


Perilaku Pasien TB Paru Terhadap Upaya Pencegahan Penyebaran Penyakit
TB Paru pada Pasien yang Berobat di Poli Paru RSUD Arifin Achmad
Provinsi Riau. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang
memiliki pengetahuan baik sebanyak 50 orang (43,5%), sikap yang baik
sebanyak 81 orang (70,4%) dan tindakan yang baik sebanyak 53 orang
(46,1%). Penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2012) tentang Perilaku
penderita TB paru Positif dalam upaya pencegahan penularan tuberkulosis
pada keluarga di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah
didapatkan hasil bahwa pengetahuan responden berada pada kategori baik
yaitu 36 orang (62,1%), Sikap responden pada kategori baik yaitu 54 orang
(93,1%). Tindakan responden sebagian besar pada kategori kurang yaitu 56
orang (96,6%).
Dari hasil survey awal di Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi pada
tanggal 11 Mei 2018 terhadap dari 10 keluarga TB paru diperoleh data
bahwa 6 keluarga mengatakan tidak mengetahui tentang apa itu TB Paru,
penyebab TB Paru, gejala TB Paru serta kurang memahami tentang
bagaimana upaya dalam mencegah terjadinya penularan penyakit TB Paru,
serta 4 keluarga TB Paru mengatakan memahami apa itu penyakit TB Paru,
bagaimana cara mencegah penyakit TB Paru keluarga mengatakan jika ada
keluhan batuk, sesak, nyeri dada keluarga mengatakan langsung membawa
pasien kepelayanan kesehatan terdekat untuk mendapatkan pengobatan TB
Paru, serta 5 keluarga memiliki dukungan yang kurang baik terhadap upaya
pencegahan TB Paru, keluarga tidak mau mencari informasi tentang
penyakit TB Paru, serta keluarga juga berpendapatan tidak pernah
mengantarkan penderita TB Paru kepelayanan kesehatan serta 5 keluarga
mengatakan jika ada penderita TB Paru selalu mendampingi penderita untuk
berobat kepelayanan kesehatan, keluarga juga mengatakan selalu
mengingatkan pendeirita agar berobat sampai tuntas terkait dengan masalah
penyakit TB Paru, keluarga juga mengatakan selalu memberikan bacaan
7

seperti : majalah dan buku-buku lain tentang pencegahan penularan TB


Paru.
Berdasarkan data diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Hubungan Pengetahuan dan Dukungan Keluarga
Terhadap Upaya Pencegahan Penularan TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi Tahun 2018”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan Latar belakang di atas, maka rumusan masalah
penelitian ini yaitu “Apakah ada Hubungan Pengetahuan dan Dukungan
Keluarga Terhadap Upaya Pencegahan Penularan TB Paru di Wilayah Kerja
Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi Tahun 2018.”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan umum
Diketahuinya Hubungan Pengetahuan dan Dukungan
Keluarga Terhadap Upaya Pencegahan Penularan TB Paru di
Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi Tahun 2018.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran pengetahuan terhadap upaya pencegahan
penularan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu Kota
Jambi Tahun 2018.
b. Diketahuinya gambaran dukungan keluarga terhadap upaya
pencegahan penularan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Putri
Ayu Kota Jambi Tahun 2018.
c. Diketahuinya gambaran upaya pencegahan penularan TB Paru di
Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi Tahun 2018.
d. Diketahuinya hubungan pengetahuan terhadap upaya pencegahan
penularan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu Kota
Jambi Tahun 2018.
8

e. Diketahuinya hubungan dukungan keluarga terhadap upaya


pencegahan penularan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Putri
Ayu Kota Jambi Tahun 2018.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Dinas Kesehatan Kota Jambi
Dapat dijadikan bahan informasi dalam menerapkan program untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat terutama dalam
perawatan dan TB Paru.
1.4.2 Bagi Puskesmas Putri Ayu
Diharapkan sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi petugas
kesehatan yang bertugas di Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu
Kota TB Paru dan memberikan penyuluhan tentang bahaya
penularan TB Paru pada masyarakat agar masyarakat mengetahui
informasi dan perilaku tentang tuberkulosis paru.
1.4.3 Bagi Ilmu Keperawatan
Untuk menambah pemahamanan dan memperbaiki pandangan
mereka terhadap TB Paru dan bahaya TB Paru dan penelitian ini
dapat menjadi bahan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya di bidang keperawatan.
1.4.4 Bagi Peneliti Lain
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan acuan bagi peneliti
lain yang ingin melakukan penelitian selanjutnya dengan variabel
yang berbeda yang dapat membantu peneliti dalam melakukan
penelitian terhadap objek yang akan di kaji.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif untuk mengetahui
hubungan pengetahuan dan dukungan keluarga terhadap upaya pencegahan
penularan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi
Tahun 2018. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga penderita
9

TB Paru sejumlah 94 orang. Sampel dalam penelitian ini jumlah sampel 48


responden. Teknik pengambilan sampel dengan metode Proporsional
Random Sampling. Analisis yang digunakan yaitu Univariat dan Bivariat
(Chi-Square). Penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 29 Agustus – 06
September Tahun 2018.

1.6 Keaslian Penelitian


Penelitian yang relevan dengan penelitian ini dan pernah dilakukan
oleh peneliti sebelumnya adalah sebagai berikut :
Tabel 1.3 Keaslian Penelitian

No Nama dan Judul Metode Teknik Hasil


Penelitian Penelitian Sampel
1. Pasambuna Penelitian Sampling Hasil peneliti menunjukan
(2015) tentang kuantitatif Purposiv pengetahuan responden mengenai
“Hubungan dengan e TB paru sebesar 81,6%
Antara desain cross berpengetahuan baik, dan 18,4%
Pengetahuan dan sectional. mempunyai pengetahuan yang
Dukungan tidak baik. Data dukungan keluarga
Keluarga menunjukan 78,9% yang
Penderita dengan mempunyai dukungan keluarga dan
Kepatuhan Dalam 21,1% tidak ada dukungan
Program keluarga. Data kepatuhan
Pengobatan menunjukan 81,6% yang patuh dan
Tuberkulosis Paru 18,4% tidak patuh dalam
di Wilayah Kerja pengobatan TB paru. Terdapat
Puskesmas hubungan antara pengetahuan dan
Modayag dan kepatuhan dalam program
Modayag Barat pengobatan TB paru (nilai p < 0,05
Kabupaten yaitu 0,003) dan terdapat hubungan
Bolaang antara dukungan keluarga dan
Mongondow kepatuhan dalam program
Timur Tahun pengobatan TB paru (nilai p < 0,05
2015 yaitu 0,000).
2 Wulandari, Metode Total Uji statistik menggunakan uji Chi-
(2014), tentang observasiona Sampling square. Hasil penelitian
“Hubungan l dengan menunjukkan tidak ada pengaruh
Dukungan pendekatan dukungan keluarga (p=0,292)
Keluarga dan cross terhadap perilaku pencegahan
Pengetahuan sectional. penularan TBC, pengetahuan
dengan Perilaku (p=0,004) mempunyai pengaruh
10

Pencegahan yang signifikasn terhadap


Penularan pencegahan penularan TB di
Tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas
Wilayah Kerja Sukoharjo.
Puskesmas
Sukoharjo Tahun
2014
3. Subhakti (2015) Menggunaka Teknik Pada dukungan keluarga
tentang hubungan n metode Purposiv menunjukkan bahwa mayoritas
dukungan deskripsi e responden mempunyai dukungan
keluarga dengan korelasi sampling keluarga yang positif yaitu
tindakan dengan . sebanyak 23 orang responden
penderita TB Paru pendekatan (56,1%) sedangkan responden yang
melakukan cross mempunyai dukungan keluarga
kontrol ulang di sectional. yang negatif sebanyak 18 orang
Puskesmas responden (43,9%). Pada tindakan
Sidomulyo. kontrol ulang mayoritas responden
melakukan tindakan kontrol ulang
secara rutin yaitu sebanyak 31
orang responden (75,6%)
sedangkan sisanya sebanyak 10
orang responden (24,4%) tidak
melakukan kontrol ulang secara
rutin bahwa hubungan antara
dukungan keluarga dengan
tindakan penderita TB Paru
melakukan kontrol ulang secara
rutin diperoleh hasil bahwa
sebanyak 22 orang responden
(95,7%) memiliki dukungan
keluarga positif yang melakukan
kontrol ulang secara rutin pada
penderita TB Paru, dan sisanya
sebanyak 9 orang responden
(50,0%) memiliki dukungan
keluarga negatif yang melakukan
kontrol ulang secara rutin pada
penderita TB Paru. Satu orang
responden (4,3%) mendapatkan
dukungan keluarga positif yang
melakukan kontrol ulang tidak
rutin, dan sisanya 9 orang
responden (50,0%) memiliki
dukungan keluarga negatif yang
melakukan kontrol ulang tidak rutin
pada penderita TB Paru.
11

Anda mungkin juga menyukai