Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi yang
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. TB adalah suatupenyakit
infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal
dengan nama Mycobacterium tuberculosis dan ditularkan melalui perantara
droplet udara (Hiswani, 2004).
Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksis sepertiga penduduk
dunia. PadaTahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit
TB karena pada sebagian besar negara di dunia (Depkes RI, 2002).
Penyakit TB tidak terkendali, ini disebabkan banyaknya penderita
yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular /BTA (+).
Jumlah penderita TB diperkirakan akan meningkat seiring dengan
munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia (Kemenkes RI, 2014).
Menurut perkiraan WHO pada tahun 1999, jumlah kasus TB baru di
Indonesia adalah 583.000 orang per tahun dan menyebabkan kematian
sekitar 140.000 orang per tahun. World Health Organization memperkirakan
bahwa TB merupakan penyakit infeksi yang paling banyak menyebabkan
kematian pada anak dan orang dewasa. Kematian akibat TB lebih banyak
daripada kematian akibat malaria dan AIDS. Pada wanita, kematian akibat
TB lebih banyak daripada kematian karena kehamilan, persalinan, dan nifas.
Jumlah seluruh kasus TB anak dari tujuh Rumah Sakit Pusat Pendidikan di
Indonesia selama 5 tahun (1998−2002) adalah 1086 penyandang TB dengan
angka kematian yang bervariasi dari 0% hingga 14,1%. Kelompok usia
terbanyak adalah 12−60 bulan (42,9%), sedangkan untuk bayi <12 bulan
didapatkan 16,5% (Anonim, 2014).
Pada area kerja puskesmas tipo pada tahun 2011 terdapat 4 orang
penderita TB paru BTA positive dan 98 orang BTA negative. Pada tahun

1
2012 terdapat 9 kasus BTA positif dan 43 kasus bta negative. Tahun 2013
terdapat 5 orang penderita BTA positive dan BTA negative 49. Tahun 2014
terdapat 7 penderita BTA positif 59 BTA negative. Tahun 2015 terdapat 14
kasus BTA positive dan 37 kasus BTA negatif. Namun, data pada kasus ini
tidak digambarkan secara spesifik jumlah kasus pada anak. Pada tahun 2016
dari bulan januari hingga bulan Desember tercatat 3 kasus kejadian TB pada
anak, dan pada tahun 2017 data bulan Januari hingga Mei tercatat 2 kasus
kejadian TB pada anak (UPTD Puskesmas Tipo, 2016).
1.2. Identifikasi Masalah
Pada laporan manajemen ini, permasalahan terkait program P2
(Program Penanggulanagan) TB Paru yang akan dibahas antara lain :
1. Bagaimana pelaksanaan P2TB Paru di Pukesmas Tipo?
2. Apa saja permasalahan yang menjadi kendala dalam mencapai target

cakupan P2TB Paru di Puskesmas Tipo?

BAB II

2
PERMASALAHAN

2.1. Gambaran Umum UPTD Urusan Puskesmas Tipo


Puskesmas Tipo merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan
yang berada di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah tepatnya berada di Kota
Palu. Puskesmas Tipo berada di wilayah Kecamatan Ulujadi yang memiliki
luas wilayah 32,97 km2 dan secara administratif pemerintahan terdiri atas 3
kelurahan, 16 RW serta 37 RT. Wilayah kerja Puskesmas Tipo mencakup
tiga kelurahan yaitu: Kelurahan Tipo, Kelurahan Buluri dan Kelurahan
Watusampu (UPTD Puskesmas Tipo, 2016).
Berdasarkan data BPS Kota Palu tahun 2015, jumlah penduduk di
wilayah kerja Puskesmas Tipo adalah 8.967 jiwa yang tersebar di tiga
kelurahan yaitu Kelurahan Tipo, dengan jumlah penduduk 3.495 jiwa,
Kelurahan Buluri dengan jumlah penduduk 3.250 jiwa dan Kelurahan
Watusampu dengan jumlah penduduk 2.222 jiwa. Adapun jumlah penduduk
laki-laki pada tahun 2015 sebesar 4.585 jiwa dan perempuan sebesar 4.382
jiwa (UPTD Puskesmas Tipo, 2016).
Program kegiatan puskesmas mengacu pada program kesehatan
nasional dengan visi Indonesia Sehat, dengan mempertimbangkan
paradigma masyarakat, dimana masyarakat semakin sadar akan tuntutan
pelayanan kesehatan yang lebih optimal, dengan dilandasi oleh kesadaran
dan keyakinan bahwa kesehatan merupakan hak azasi manusia, sehingga
pemerintah dalam hal ini lembaga pelayanan kesehatan dituntut peka
terhadap berbagai permasalahan kesehatan yang berkembang di masyarakat
serta memberikan pelayanan lebih optimal kepada masyarakat (UPTD
Puskesmas Tipo, 2016).
Dengan memperhatikan kondisi nyata pelayanan kesehatan saat ini,
maka disepakati bahwa Motto Puskesmas Tipo yaitu “TERSENYUM”
dengan makna Terdepan, Sehat, Nyaman, Utuh dan Merata. Serta Visi
Puskesmas Tipo adalah “Terwujudnya Pelayanan Kesehatan Masyarakat

3
yang Mandiri dan Berkeadilan”. Pelaksanaan visi tersebut diuraikan dalam 3
misi berikut ini:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan.
2. Mendorong kemandirian masyarakat melalui peningkatan upaya-upaya
kesehatan yang bersumber pada masyarakat.
3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan, maka tugas puskesmas
dibagi ke dalam beberapa program dengan masing-masing program
memiliki cakupan kegiatan masing-masing. Beberapa program tersebut:
1. Program Kesehatan Lingkungan
a. Program Survei Jentik Nyamuk (DBD)
b. Pemeriksaan Tempat Umum (PTU)
c. Pemeriksaan Tempat Pengolahan Makanan (PTPM)
d. Pemeriksaan Kantin Sekolah
e. UKS dan Dokter Cilik
f. Pemeriksaan Rumah Sehat
2. Program KIA dan Keluarga Berencana
a. Penyuluhan Kesehatan Ibu dan Anak
b. Pelayanan Kesehatan Keluarga
c. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil, Ibu Melahirkan, Ibu Menyusui
d. Pelayanan Kesehatan Bayi dan Anak Balita Sesuai Protap MTBS
e. Pelayanan Kesehatan Lansia
f. Pelayanan Keluarga Berencana
3. Program Promosi Kesehatan
a. Penyuluhan Dalam Gedung
b. Penyuluhan Luar Gedung
c. Penyuluhan Kelompok dan Individu
4. Program Gizi
a. Konseling Gizi
b. Pelayanan Rawat Jalan
c. Pengkajian Gizi (Data Antropometri, Data Klinis dan Riwayat Gizi)
5. Program Pencegahan Penyakit Menular (P2M)
a. Program Pencegahan DBD
b. Program Pencegahan ISPA
c. Program Pencegahan Malaria
d. Program Pencegahan Rabies
e. Program Pencegahan Kusta/Frambusia
f. Program Pencegahan Diare
g. Program Pencegahan TB Paru
h. Program Pencegahan Penyakit Menular Seksual
i. Program Surveilans
j. Program Imunisasi
k. Program Pemeriksaan Kesehatan Haji
6. Program Keperawatan Kesehatan Masyarakat

4
a. Upaya Kesehatan Masyarakat
b. Program Promosi Kesehatan pada Masyarakat
c. Penyuluhan Kesehatan
7. Program Kesehatan Jiwa
a. Konseling Jiwa
b. Program Penanganan NAPZA
8. Program Pelayanan Kesehatan Gigi
a. Usaha Kesehatan Gigi Sekolah
b. Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat
9. Program Penyakit Tidak Menular
a. P2 Hipertensi
b. P2 Diabetes Mellitus
c. P2 Stroke
d. P2 Kanker Payudara
e. P2 Kanker Mulut Rahim
10. Program Kesehatan Olahraga
a. Senam Sehat
11. Program Kesehatan Lansia
a. Senam Lansia
b. Posbindu
12. Program Keselamatan Kerja
a. Pemantauan Pekerja
b. Penyuluhan Kesehatan
13. Pemeriksaan Kesehatan Berkala.
(UPTD Puskesmas Tipo, 2016).
2.2. Penyakit TB Paru
Tuberculosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB. Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
menyerang orang tubuh lain. TB pada anak terjadi pada anak usia 0-14
tahun. Di Negara-negara berkembang jumlah anak berusia kurang dari 15
tahun adalah 40-50% dari jumlah seluruh populasi umum dan terdapat
sekitar 500.000 anak didunia menderita TB setiap tahun (Hiswani,2004).
Faktor risiko penularan TB pada anak sama halnya dengan penularan
TB pada umumnya, tergantung dari tingkat penularan, lama pajanan dan
daya tahan tubuh. Pasien TB dengan BTA positif memberikan kemungkinan
risiko penularan yang lebih besar dibandingkan dengan pasien yang BTA
negative (Kementrian Kesehatan RI, 2016).

2.3. Tujuan Program Penanggulangan TB paru

5
Adapun tujuan program penanggulangan TB Paru meliputi tujuan
jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang adalah
menurunkan angka kesakitan dan angka kematian yang diakibatkan
penyakit TB paru dengan cara memutuskan rantai penularan,sehingga
penyakit TB paru tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat
Indonesia, sedangkan tujuan jangka pendek adalah Melaksanakan kegiatan
penemuan dan tata laksana kasus TB (UPTD Puskesmas Tipo,2016).

2.4. Strategi Program Penanggulangan TB paru


1) Peningkatan komitmen politis yang berkesinambungan untuk menjamin
ketersediaan sumberdaya dan menjadikan penanggulangan TB suatu
prioritas.
2) Pelaksanaan dan pengembangan strategi DOTS yang bermutu
dilaksanakan secara bertahap dan sistematis.
3) Peningkatan kerjasama dan kemitraan dengan pihak terkait melalui
kegiatan advokasi, komunikasi dan mobilisasi sosial.
4) Kerjasama dengan mitra untuk mendapatkan komitmen dan bantuan
sumber daya.
5) Peningkatan kinerja program melalui kegiatan pelatihan dan supervisi,
pemantauan dan evaluasi yang berkesinambungan (UPTD Puskesmas
Tipo,2016).

2.5. Kegiatan Program Penanggulangan TB paru


Kegiatan pada Program Penanggulangan (P2) TB Paru yaitu kegiatan
pokok dan kegiatan pendukung. Kegiatan pokok mencakup kegiatan
penemuan penderita (case finding) pengamatan dan monitoring penemuan
penderita didahului dengan penemuan tersangka TB paru dengan gejala
klinis adalah batuk-batuk terus menerus selama tiga minggu atau lebih.
Kegiatan pendukung mencakup kegiatan penanganan logistik yaitu
penanganan tersedianya OAT (Obat Anti Tuberkulosis) dan penanganan
tersedianya reagensia di laboratorium. Setiap orang yang datang ke unit
pelayanan kesehatan dengan gejala utama ini harus dianggap suspek
tuberkulosis atau tersangka TB Paru dengan pasive promotive case finding

6
(penemuan penderita secara pasif dengan promosi yang aktif) (Kemenkes
RI,2014).
Kegiatan-kegiatan penanggulangan TB Paru tersebut merupakan jenis
kegiatan yang termasuk dalam upaya kesehatan wajib Puskesmas, artinya
puskesmas sebagai sarana kesehatan terdepan bertanggung jawab terhadap
keseluruhan upaya penanggulangan TB paru. Petugas kesehatan yang
terlibat langsung sebagai petugas pelaksana program TB paru di Puskesmas
adalah seluruh petugas yang sudah dilatih tentang program penanggulangan
TB Paru yaitu dokter, perawat dan tenaga laboratorium untuk petugas di
Puskesmas satelit dibutuhkan tenaga yang telah dilatih terdiri dari dokter
dan perawat dan bagi Puskesmas pembantu cukup 1 orang perawat sebagai
petugas pengelola TB. Keseluruhan petugas tersebut mempunyai tugas
masing-masing sesuai uraian tugas pokoknya dalam penanggulangan kasus
TB. Tanpa penemuan suspek maka program pemberantasan TB paru dari
penemuan sampai pengobatan tidak akan berhasil, sehingga proses
penemuan suspek TB paru oleh petugas sangat menentukan keberhasilan
program. Proses ini akan berhasil apabila kompetensi yang mencakup
pengetahuan, sikap petugas dan keterampilan petugas baik (Kemenkes RI,
2016).
Penatalaksanaan komprehensif TB anak yaitu apabila telah
terdiagnosis menderita TB segera beri obat anti tuberkulosis (OAT) selama
dua bulan terapi bila ada perbaikan lanjutkan pengobatan, namun bila tidak
ada perbaikan terapi TB di teruskan sambil mencari penyebabnya atau untuk
fasilitas kesehatan yang terbatas rujuk ke Rumah sakit dengan fasilitas yang
lebih lengkap (Anonim, 2014).
Pengobatan TB Paru dengan menggunakan strategi DOTS atau
Directly Observed Treatment Short-course adalah strategi penyembuhan TB
jangka pendek dengan pengawasan secara langsung. Dengan menggunakan
strategi DOTS, maka proses penyembuhan TB dapat secara tepat. DOTS
menekankan pentingnya pengawasan terhadap penderita TB agar menelan

7
obatnya secara teratur sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh
(Permatasari, 2005).
Strategi DOTS memberikan angka kesembuhan yang tinggi, bisa
sampai 95%. Strategi DOTS direkomendasikan oleh WHO secara global
untuk menanggulangi TB. Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu, (a)
komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana,
(b) diagnosa penyakit TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis,
(c), kesinambungan persediaan OAT jangka pendek untuk penderita, dan (d)
Pengobatan TB dengan paduan obat anti-TB jangka pendek, diawasi secara
langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat) (Permatasari, 2005).
WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai upaya
pendekatan yang paling tepat saat ini untuk menanggulangi masalah TB di
Indonesia. Pengobatan TB tanpa didukung oleh kualitas dan persediaan
OAT yang baik akan menyebabkan kegagalan pengobatan dan Multi Drug
Resistance yang dapat memperparah keadaan penderita TB. OAT yang
tersedia saat ini harus dikonsumsi penderita dalam jumlah tablet yang cukup
banyak dan dapat menyebabkan kelalaian pada penderita, oleh sebab itu
banyak ahli berusaha untuk mengembangkan OAT-Fixed Dose Combination
(FDC), yaitu kombinasi OAT dalam jumlah tablet yang lebih sedikit dimana
jumlah kandungan masing-masing komponen sudah disesuaikan dengan
dosis yang diperlukan. Diharapkan dengan penggunaan OAT-FDC dapat
menyederhanakan proses pengobatan, meminimalkan kesalahan pemberian
obat, dan mengurangi efek samping (Kemenkes RI,2016).

2.6. Indikator Keberhasilan Program Penanggulangan TB Paru


Indikator dalam data yang terdaftar pada puskesmas tipo tidak di
rincikan indikator pada TB anak namun indikator TB secara keseluruhan.
- Cakupan penderita baru BTA positif target 20 pencapaian 14 atau 70%
- Cakupan proporsi suspek yang diperiksa dahak 37,84%
- Cakupan proporsi penderita positif antara suspek yang ditemukan yaitu
70%
- Cakupan cure rate atau angka kesembuhan target 14 pencapaian 14
atau 100 %

8
(UPTD Puskesmas Tipo, 2016).

2.7. Evaluasi program penanggulangan TB paru


Pemantauan dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen
untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program. Pemantaun dilaksanakan
secara berkala dan terus menerus, untuk dapat segera mendeteksi bila ada
masalah dalam pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan, supaya dapat
dilakukan tindakan perbaikan segera. Evaluasi dilakukan setelah suatu
jarak-waktu (interval) lebih lama, biasanya setiap 6 bulan s/d 1 tahun.
Dengan evaluasi dapat dinilai sejauhmana tujuan dan target yang telah
ditetapkan sebelumnya dicapai. Dalam mengukur keberhasilan tersebut
diperlukan indikator. Hasil evaluasi sangat berguna untuk kepentingan
perencanaan program. Masing-masing tingkat pelaksana program (UPK,
Kabupaten/Kota, Propinsi, dan Pusat) bertanggung jawab melaksanakan
pemantauan kegiatan pada wilayahnya masing-masing. Seluruh kegiatan
harus dimonitor baik dari aspek masukan (input), proses, maupun keluaran
(output). Cara pemantauan dilakukan dengan menelaah laporan, pengamatan
langsung dan wawancara dengan petugas pelaksana maupun dengan
masyarakat sasaran (UPTD Puskesmas Tipo,2016).
Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi, diperlukan suatu sistem
pencatatan dan pelaporan baku yang dilaksanakan dengan baik dan benar.
Evaluasi hasil kegiatan penanggulangan TB didasarkan pada indikator–
indikator program penanggulangan TB yang dilakukan pada tahap akhir
program dilakukan. Indikator merupakan alat yang paling efektif untuk
melakukan evaluasi dan merupakan variabel yang menunjukkan keadaan
dan dapat digunakan untuk mengukur terjadinya perubahan. Indikator yang
baik harus memenuhi syarat – syarat tertentu antara lain : valid, sensitive
dan specific, dapat dimengerti, dapat diukur dan dapat dicapai (UPTD
Puskesmas Tipo,2016).

2.8. Uraian Tugas Pengelola Program Penanggulangan TB Paru

9
Petugas pengelola program TB paru adalah petugas yang bertangung
jawab dan mengkoordinir seluruh kegiatan dari mulai perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi dalam program TB di Puskesmas. Adapun Tugas
Pokok dan Fungsi Petugas Program TB paru di Puskesmas yaitu :
a. Menemukan Penderita
Adapun tugas pokok petugas pengelola program penanggulangan TB
paru, antara lain
1) Memberikan penyuluhan tentang TBC kepada masyarakat umum
2) Menjaring suspek (penderita tersangka) TBC
3) Mengumpul dahak dan mengisi buku daftar suspek
4) Membuat sediaan hapus dahak
5) Mengirim sediaan hapus dahak ke laboratorium
6) Menegakkan diagnosis TB sesuai protap
7) Membuat klasifikasi penderita
8) Mengisi kartu penderita
9) Memeriksa kontak terutama kontak dengan penderita TB BTA (+)
10) Memantau jumlah suspek yang diperiksa dan jumlah penderita
TBC yang ditemukan.
b. Memberikan Pengobatan
1) Menetapkan jenis paduan obat
2) Memberi obat tahap intensip dan tahap lanjutan
3) Mencatat pemberian obat tersebut dalam kartu penderita
4) Menentukan PMO (bersama penderita)
5) Memberi KIE (penyuluhan) kepada penderita, keluarga dan PMO
6) Memantau keteraturan berobat
7) Melakukan pemeriksaan dahak ulang untuk follow-up pengobatan
8) Mengenal efek samping obat dan komplikasi lainnya serta cara
penanganannya
9) Menentukan hasil pengobatan dan mencatatnya di kartu penderita
c. Penanganan Logistik
1) Menjamin ketersediaan OAT di puskesmas
2) Menjamin tersedianya bahan pelengkap lainnya (formolir,
reagens, dll)
3) Jaga mutu pelaksanaan semua kegiatan a s/d c
(UPTD Puskesmas Tipo,2016).

10
BAB III
PEMBAHASAN

A. Input
Program Penanggulangan (P2) TB Paru di puskesmas Tipo dikelola
oleh seorang perawat yang bekerjasama dengan dokter. Kegiatan awalnya
berupa penemuan kasus yang bersifat pasif yaitu penemuan kasus
berdasarkan pasien yang datang berobat ke puskesmas yang memiliki gejala
utama seperti batuk lebih dari 3 minggu. Pasien yang memiliki gejala
tersebut akan berstatus suspek yang selanjutnya akan dilakukan
pemeriksaan sputum. Pemeriksaan sputum dilakuan untuk menjaring pasien
yang BTA positif terhadap pasien suspek. Pemeriksaan sputum dilakukan
selama 2 hari berturut-turut yaitu sewaktu/spot (dahak sewaktu saat
kunjungan)-dahak pagi (keesokan harinya)-sewaktu (pada saat
mengantarkan dahak pagi (SPS).
Cara penyimpanan sputum:
a. Penyimpanan: < 24 jam pada suhu ruang.
b. Penyimpanan pada pot steril berpenutup.
Cara pengiriman sputum
a. Pengiriman: < 2 jam pada suhu ruang.
b. Bila tidak memungkinkan, simpan dalam media transport.

c. Media transport yang digunakan untuk spesimen sputum:Media


Transport kegunaan medium kuman anaerob fakultatif.
Metode ini belum terealisasi dengan baik.
Untuk pemeriksaan sputum di puskesmas Tipo hanya sebatas
pembuatan spesimen, karena puskesmas Tipo belum memiliki laboratorium
sendiri. Spesimen akan di periksa di laboratorium puskesmas Kamonji
karena puskesmas ini yang memiliki laboratorium khusus TB. Pasien

11
dengan hasil pemeriksaan sputum BTA positif akan dilakukan pengobatan
sesuai kategori.
Untuk pengantaran sample disini ada kendala SDM karena sampel
kadang dikumpulkan beberapa sampel baru kemudian dilakukan
pengantaran sampel ke puskesmas kamonji, dengan demikian point pada
five level prevention point tiga yaitu penegakan diagnosis dini dengan
pengobatan yang cepat dan tepat belum tercapai.
B. Proses
Adapun tugas pokok petugas pengelola program penanggulangan TB
paru, antara lain
1. Memberikan penyuluhan tentang TBC kepada masyarakat umum
2. Menjaring suspek (penderita tersangka) TBC
3. Mengumpul dahak dan mengisi buku daftar suspek
4. Membuat sediaan hapus dahak
5. Mengirim sediaan hapus dahak ke laboratorium
6. Menegakkan diagnosis TB sesuai protap
7. Membuat klasifikasi penderita
8. Mengisi kartu penderita
9. Memeriksa kontak terutama kontak dengan penderita TB BTA (+)
10. Memantau jumlah suspek yang diperiksa dan jumlah penderita TBC yang
ditemukan.

Memberikan Pengobatan
1. Menetapkan jenis paduan obat
2. Memberi obat tahap intensip dan tahap lanjutan
3. Mencatat pemberian obat tersebut dalam kartu penderita
4. Menentukan PMO (bersama penderita)
5. Memberi KIE (penyuluhan) kepada penderita, keluarga dan PMO
6. Memantau keteraturan berobat
7. Melakukan pemeriksaan dahak ulang untuk follow-up pengobatan
8. Mengenal efek samping obat dan komplikasi lainnya serta cara
penanganannya
9. Menentukan hasil pengobatan dan mencatatnya di kartu penderita

Penanganan Logistik

12
1. Menjamin ketersediaan OAT di puskesmas
2. Menjamin tersedianya bahan pelengkap lainnya (formolir, reagens, dll)
3. Jaga mutu pelaksanaan semua kegiatan a s/d c
(UPTD Puskesmas Tipo,2016).
C. Output
Untuk program p2TB pada tahun 2016 kemarin angka
keberhasilannya yaitu sekitar 70% pada data, namun untuk cakupan cure
rate atau angka kesembuhan dari target yaitu 14 dan pencapaian juga 14
maka angkat cure rate 100%.

Indikator dalam data yang terdaftar pada puskesmas tipo tidak di


rincikan indikator pada TB anak namun indikator TB secara keseluruhan.
- Cakupan penderita baru BTA positif target 20 pencapaian 14 atau 70%
- Cakupan proporsi suspek yang diperiksa dahak 37,84%
- Cakupan proporsi penderita positif antara suspek yang ditemukan yaitu
70%
- Cakupan cure rate atau angka kesembuhan target 14 pencapaian 14
atau 100 %
(UPTD Puskesmas Tipo,2016).

BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
1. Dalam pelaksanaan program P2TB paru di puskesmas Tipo sejauh ini
telah berjalan sesuai dengan pedoman pedoman nasional pengendalian
tuberculosis, namun banyak menemui kendala.

13
2. Permasalahan yang didapat selama pelaksanaan program antara lain
yaitu masih banyak nya pasien yang tidak mengantar pot dahak yang
diberikan oleh petugas kesehatan sehingga banyak pasien suspek yang
belum diperiksa sputum.
4.1. Saran
1. Mengadakan penambahan Sumber Daya Manusia yang diberi
pelatihan tentang pemeriksaan TB.
2. Mengadakan kerja sama dengan Laboratorium Kesehatan Daerah
Sulawesi Tengah untuk pemeriksaan lanjutan.
3. Pemeriksaan spesimen dahak sesegera mungkin < 24 jam.
4. Penyuluhan kesehatan mengenai TB Paru harus lebih sering dilakukan
untuk meningkatkan kunjungan masyarakat ke puskesmas sehingga
angka penemuan kasus bisa dideteksi lebih cepat.
5. Monitoring dan evaluasi pemeriksaan maupun pengobatan TB Paru
harus lebih ketat sehingga penjaringan pasien suspek TB Paru akan
lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2014, Panduan Praktek Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan


Kesehatan Primer, edisi revisi. IDI, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002, ‘Pedoman Nasional


Penanggulangan Tuberkulosis, Cetakan ke-8’, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.

14
Hiswani, 2004,’Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Menjadi
Masalah Kesehatan Masyarakat’, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Sumatra Utara, Medan.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pengendalian


Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan, 2014, Pedoman Nasional
Pengendalian Tuberkulosis, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian penyakit dan


Penyehatan Lingkungan. 2016. Petunjuk teknis menajement dan tatalaksana
TB anak. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Permatasari, A., 2005, ‘Pemberantasan Penyakit TB Paru Dan Strategi DOTS’,


Bagian Paru, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatra Utara, Medan.

UPTD Puskesmas Tipo, 2016-2017. Profil Kesehatan Puskesmas Talise. Depkes


RI, Palu.

15

Anda mungkin juga menyukai