1102019020
Berdasarkan survey Riskesdas 2013, semakin bertambah usia, prevalensinya semakin tinggi.
Kemungkinan terjadi re-aktivasi TBC dan durasi paparan TBC lebih lama dibandingkan
kelompok umur di bawahnya.
Sebaliknya, semakin tinggi kuintil indeks kepemilikan (yang menggambarkan kemampuan sosial
ekonomi) semakin rendah prevalensi TBC seperti yang diperlihatkan pada gambar berikut ini.
Edukasi dan promosi kesehatan penyakit tuberkulosis paru (TB paru) dilakukan kepada pasien,
masyarakat dan keluarganya untuk mencegah penularan dan perkembangan penyakit.
Strategi nasional pengendalian TB telah berjalan dengan petunjuk internasional WHO DOTS dan
strategi Stop TB sebelumnya. Kemudian program ini berlanjut dengan rencana global
penanggulangan ”End TB Strategy” di tahun 2020. Mengakhiri epidemik TB sebelum tahun
2030 adalah salah satu target kesehatan dari Sustainable Development Goals.
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen yaitu komitmen pemerintah untuk mempertahankan
kontrol terhadap TB; deteksi kasus TB di antara orang-orang yang memiliki gejala-gejala melalui
pemeriksaan dahak; pengobatan teratur selama 6-8 bulan yang diawasi; persediaan obat TB yang
rutin dan tidak terputus; dan sistem laporan untuk monitoring dan evaluasi perkembangan
pengobatan dan program.
Strategi penanggulangan TB terus diperluas, termasuk pengelolaan kasus kekebalan obat anti
TB, TB terkait HIV, penguatan sistem kesehatan, keterlibatan seluruh penyedia layanan
kesehatan dan masyarakat, serta promosi penelitian. [1,2,14]
Imunisasi BCG dianjurkan diberikan pada bayi usia >2 bulan, sekitar 2-3 bulan. Booster tidak
dianjurkan. [27]
Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) pertama kali diperkenalkan pada
tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam sistem pelayanan kesehatan
masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari populasi penduduk dapat mengakses
pelayanan DOTS di puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai "pengawasan langsung menelan
obat jangka pendek oleh pengawas pengobatan" setiap hari.
Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS dengan cepat,
karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat pemantau dan indikator
program yang amat penting. Berdasarkan data dari beberapa wilayah, identifikasi dan
pengobatan TBC melalui Rumah Sakit mencapai 20-50% dari kasus BTA positif, dan lebih
banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja sama dengan Puskesmas, maka banyak
pasien yang didiagnosis oleh RS memiliki risiko tinggi dalam kegagalan pengobatan, dan
mungkin menimbulkan kekebalan obat.
Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan lemahnya implementasi
strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap OAT akan menyebarkan
infeksi TBC dengan kuman yang bersifat MDR(Multi-drugs Resistant). Untuk kasus MDR-TB
dibutuhkan obat lain selain obat standard pengobatan TBC yaitu obat fluorokuinolon seperti
siprofloksasin, ofloxacin, levofloxacin (hanya sangat disayangkan bahwa obat ini tidak
dianjurkan pada anak dalam masa pertumbuhan).
a. Mengobati pasien TB Paru BTA positif, sebagai sumber penularan hingga sembuh, untuk
memutuskan rantai penularan.
b. Menganjurkan kepada penderita untuk menutup hidung dan mulut bila batuk dan bersin.
c. Jika batuk berdahak, agar dahaknya ditampung dalam pot berisi lisol 5% atau dahaknya
ditimbun dengan tanah.
f. Penderita TB dianjurkan tidak satu kamar dengan keluarganya, terutama selama 2 bulan
pengobatan pertama.
c. Memberikan pengobatan pencegahan pada anak balita yang tidak mempunyai gejala TB tetapi
mempunyai anggota keluarga yang menderita TB Paru BTA positif.
Dewasa ini upaya penanggulangan TB dirumuskan lewat DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse = pengobatan disertai pengamatan langsung). Strategi ini terbukti
keberhasilannyadiberbagai tempat. Di Indonesia, konsep strategi DOTS mulai diterapkan tahun
1995 (Depkes RI,1999). Pelaksanaan strategi DOTS dilakukan di sarana-sarana Kesehatan
Pemerintah dengan Puskesmas sebagai ujung tombak pelaksanaan program. Pengobatan ini
dilakukan secara gratis kepada golongan yang tidak mampu.
Secara garis besar srategi DOTS, terdiri dari lima komponen, yaitu (WHO, 1998) :
1. Komitmen
Komitmen bersama untuk mengibati penerita TB (terutama komitmen politik). Dalam hal ini
pemerintah membentuk gerakan terpadu nasional penanggulangan tuberculosis (Depkes RI,
2000).
Gerakan terpadu Nasional penanggulangan tuberculosis (Gerdunas TB) adalah gerakan multi
sektor dalam multi komponen dalam masyarakat yang terkait. Tujuan GerdunasTB adalah
mengkoordinasikan manajemen program pemberantasan tuberculosis (P2TB) secara lintas
bidang dan elibatkan sektor lain yang bersedia aktif dalam P2TB (Depkes RI, 2000).
Permasalahan utama dalam program eliminasi TB adalah ketidak patuhan penderita untuk
minum obat. Untuk mengatasi permasalahan ini, WHO mengembangkan metode DOT (directly
observed treatment) atau pengawas menelan obat (Grange & Zumlah, 1999).
DOTS pada prinsipnya menekankan upaya mengawasi secara langsung penderita menelan obat
setiap harinya oleh DOT atau pengawasan menelan obat (PMO). PMO inilah yang
bertanggungjawab kelangsungan minum obat. PMO adalah orang pertama yang selalu
berhubungan dengan penderita sehubungan dengan pengobatannya. PMO yang mengingatkan
untuk minum obat, mengawasi sewaktu menelan obat, membawa kedokter untuk kontrol berkala,
dan menolong pada saat ada efek samping (Depkes RI,2000).
Panduan obat yang efektif merupakan elemen pokok dari strategi DOTS yang dapat menjamin
kesembuhan penderita TB dan mencegah MDR. Untuk itu diperlukan jaminan kelangsungan
ketersediaan obat (Nunn & Enarson, 1994). Panduan obat yang dorekomendasikan oleh WHO,
IULTD, The British Thoracic Assosiation End The American Thoracic Soceity adalah regimen
pengobatan jangka pendek (Chan et al., 1993; Manalo et al., 1990).
Pemberantasan Tuberkulosis Paru (P2 TB-Paru), melaksanakan strategi baru secara bertahap.
Kebijaksanaan ini diambil berdasarkan Evaluasi program TB-Paru yangdilaksanakan bersama
oleh Indonesia dan WHO pada April 1994, Lokakarya NasionalProgram P2 TB-Paru pada
September 1994, Dokumen Perencanaan (Plan of Action) pada bulan September 1994. Dengan
strategi baru manajemen ditekankan di DaerahTingkat II. Untuk itu perlu diterbitkan petunjuk
pelaksanaan dan petunjuk teknisoperasional dan sasaran 5 tahun pada bulan Februari 1995
sebagai realisasi dokumen perencanaan
Pokok – pokok pencegahan TB Paru
c. Kasus BTA(–) bila 3 kali pemeriksaan dahak hasilnya semua Negative tapi pada pemeriksaan
Röntgen terdapat tanda TB aktif di parunya.
d. Pengecatan dengan Ziehl Neelsen dan pemeriksaan kuman dengan mikroskop binokuler.
e. Tipe kasus dibedakan kasus baru, kasus kambuh/gagal, kasus BTA(–) tapi Rontgen positif
f. Follow up pengobatan dilakukan secara ketat pada akhir fase intensif dan dua bulan sebelum
akhir pengobatan dan akhir pengobatan, setiap follow up pemeriksaan dahak dilakukan dua kali
(dahak sewaktu dari pagi).
g. Supervisi pelaksanaan program dilakukan oleh petugas tingkat II secara ketat(3 bulan sekali).
✓ Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien,
selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
✓ Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.
✓ Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.
Kesehatan.
Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil obat dari unit
pelayanan kesehatan.
d. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan
keluarganya:
✓ Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke
UPK.