Anda di halaman 1dari 2

ANINDYA PUSPITA M

1102019020

ETIKA BATUK DALAM PANDANGAN ISLAM


Batuk bukanlah suatu penyakit. Batuk merupakan mekanisme pertahanan tubuh di saluran
pernapasan dan merupakan gejala suatu penyakit atau reaksi tubuh terhadap iritasi di
tenggorokan karena adanya lendir, makanan, debu, asap dan sebagainya.

Batuk terjadi karena rangsangan tertentu, misalnya debu di reseptor batuk (hidung, saluran
pernapasan, bahkan telinga). Kemudian reseptor akan mengalirkan lewat syaraf ke pusat batuk
yang berada di otak. Di sini akan memberi sinyal kepada otot-otot tubuh untuk mengeluarkan
benda asing tadi, hingga terjadilah batuk.

Etika batuk :

ü Tutup hidung dan mulut dengan tisu,saputangan atau kain.

ü Jika tidak ada jangan tutup menggunakan tangan melainkan gunakan lengan dalam baju.

ü Segera buang tisu yang sudah dipakai kedalam tempat sampah

ü Cuci tangan dengan menggunakan sabun atau pencuci tangan berbasis alkohol

ü Gunakan masker jika sedang sakit atau ada yang sakit disekitar kita

ü Tidak sembarangan membuang dahak ataupun ludah setelah batuk

Berikut keterangan dari Al-Lajnah Ad-Daimah (semacam MUI di Saudi):

‫د‬--‫ وأما النهي عن الدخول في البل‬،‫ ما كان يعتقده أهل الجاهلية من أن العدوى تؤثر بنفسها‬:‫العدوى المنفية في الحديث هي‬
‫الذي وقع بها الطاعون فإنه من باب فعل األسباب الواقية‬

Wabah yang dinafikan dari hadits tersebut yaitu apa yang diyakini oleh masyarakat jahiliyah
bahwa wabah itu menular dengan sendirinya (tanpa kaitannya dengan takdir dan kekuasaan
Allah). Adapun pelaranan masuk terhadap suatu tempat yang terdapat tha’un (wabah menular)
karena itu merupakan perbuatan preventif (pencegahan)

Apakah menelan dahak membatalkan puasa?

Pertama, puasanya batal. Hambal pernah mengatakan: Saya mendengar Imam Ahmad
mengatakan: Jika ada orang mengeluarkan dahak, kemudian dia telan lagi maka puasanya batal.
Karena dahak berasal kepala (pangkal hidung). Sementara ludah berasal dari mulut. Jika ada
orang yang mengeluarkan dahak dari perutnya (pangkal tenggorokannya) kemudian menelannya
kembali maka puasanya batal. Ini juga merupakan pendapat Imam Syafi’i. Karena orang tersebut
masih memungkinkan untuk menghindarinya, sebagaimana ketika ada darah yang keluar atau
karena dahak ini tidak keluar dari mulut, sehingga mirip dengan muntah.

Kedua, pendapat kedua Imam Ahmad, menelan dahak tidaklah membatalkan puasa. Beliau
mengatakan dalam riwayat dari al-Marudzi: “Kamu tidak wajib qadha, ketika menelan dahak
pada saat berpuasa, karena itu satu hal yang biasa berada di mulut, bukan yang masuk dari luar,
sebagaimana ludah.” (al-Mughni, 3:36)

Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin ketika ditanya tentang hukum menelan dahak bagi
orang yang puasa, beliau menjelaskan:

“Menelan dadak, jika belum sampai ke mulut maka tidak membatalkan puasa.”

Anda mungkin juga menyukai