PENDAHULUAN
A. Input
Program Penanggulangan (P2) TB Paru di puskesmas Mamboro dikelola
oleh seorang perawat yang bekerjasama dengan dokter. Kegiatan awalnya
berupa penemuan kasus yang bersifat pasif yaitu penemuan kasus
berdasarkan pasien yang datang berobat ke puskesmas yang memiliki gejala
utama seperti batuk lebih dari 3 minggu. Pasien yang memiliki gejala
tersebut akan berstatus suspek yang selanjutnya akan dilakukan
pemeriksaan sputum. Pemeriksaan sputum dilakuan untuk menjaring pasien
yang BTA positif terhadap pasien suspek. Pemeriksaan sputum dilakukan
selama 2 hari berturut-turut yaitu sewaktu/spot (dahak sewaktu saat
kunjungan)-dahak pagi (keesokan harinya)-sewaktu (pada saat
mengantarkan dahak pagi (SPS).
Untuk pemeriksaan sputum di puskesmas Mamboro hanya sebatas
pembuatan spesimen, karena di puskesmas Mamboro belum memungkinkan
untuk dilakukanya pemeriksaan sputum sendiri. Awalnya, spesimen akan di
periksa di periksa di laboratorium puskesmas Kamonji karena puskesmas ini
yang memiliki laboratorium khusus TB, namun karena kendala SDM yang
tidak mencukupi sampel kadang dikumpulkan beberapa sampel baru
kemudian dilakukan pengantaran sampel ke puskesmas kamonji, dengan
demikian point pada five level prevention point tiga yaitu penegakan
diagnosis dini dengan pengobatan yang cepat dan tepat belum tercapai.
Untuk mengatasi hal itu Penanggung Jawab program mengusulkan ke dinas
untuk bisa dilakukan pemeriksaan sampel di laboratorium RS Madani,
mengingat jarak yang cukup terjangkau. Pasien dengan hasil pemeriksaan
sputum BTA positif akan dilakukan pengobatan sesuai kategori.
B. Proses
Adapun tugas pokok petugas pengelola program penanggulangan TB
paru, antara lain
1. Memberikan penyuluhan tentang TBC kepada masyarakat umum
2. Menjaring suspek (penderita tersangka) TBC
3. Mengumpul dahak dan mengisi buku daftar suspek
4. Membuat sediaan hapus dahak
5. Mengirim sediaan hapus dahak ke laboratorium
6. Menegakkan diagnosis TB sesuai protap
7. Membuat klasifikasi penderita
8. Mengisi kartu penderita
9. Memeriksa kontak terutama kontak dengan penderita TB BTA (+)
10. Memantau jumlah suspek yang diperiksa dan jumlah penderita TBC yang
ditemukan.
Memberikan Pengobatan
1. Menetapkan jenis paduan obat
2. Memberi obat tahap intensip dan tahap lanjutan
3. Mencatat pemberian obat tersebut dalam kartu penderita
4. Menentukan PMO (bersama penderita)
5. Memberi KIE (penyuluhan) kepada penderita, keluarga dan PMO
6. Memantau keteraturan berobat
7. Melakukan pemeriksaan dahak ulang untuk follow-up pengobatan
8. Mengenal efek samping obat dan komplikasi lainnya serta cara
penanganannya
9. Menentukan hasil pengobatan dan mencatatnya di kartu penderita
Penanganan Logistik
1. Menjamin ketersediaan OAT di puskesmas
2. Menjamin tersedianya bahan pelengkap lainnya (formolir, reagens, dll)
3. Jaga mutu pelaksanaan semua kegiatan a s/d c
C. Output
Untuk program P2TB pada tahun 2016 kemarin angka capaian penemuan
kasus TB BTA (+) di antara suspek adalah 35,5% dari inkator keberhasilan
yang seharusnya adalah 70%, sementara angka conversion rate dan cure rate
belum ada.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Dalam pelaksanaan program P2TB paru di puskesmas Mamboro
sejauh ini telah berjalan sesuai dengan pedoman pedoman nasional
pengendalian tuberculosis, namun banyak menemui kendala.
2. Permasalahan yang didapat selama pelaksanaan program antara lain
yaitu masalah SDM yang tidak mencukupi sehingga kesulitan dalam
pengantaran spesimen sputum untuk dilakukan pemeriksaan
mikroskopis segera.
4.1. Saran
1. Penyuluhan kesehatan mengenai TB Paru harus lebih sering dilakukan
untuk meningkatkan kunjungan masyarakat ke puskesmas sehingga
angka penemuan kasus bisa dideteksi lebih cepat.
2. Monitoring dan evaluasi pemeriksaan maupun pengobatan TB Paru
harus lebih ketat sehingga penjaringan pasien suspek TB Paru akan
lebih baik.
3. Jumlah SDM dalam hal ini petugas P2TB harus ditambah untuk
memaksimalkan program kerja yang telah ditargetkan.
DAFTAR PUSTAKA