Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi yang
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. TB adalah suatupenyakit
infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal
dengan nama Mycobacterium tuberculosis dan ditularkan melalui perantara
droplet udara (Hiswani, 2004).
Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksis sepertiga penduduk
dunia. PadaTahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit
TB karena pada sebagian besar negara di dunia (Depkes RI, 2002).
Penyakit TB tidak terkendali, ini disebabkan banyaknya penderita
yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular /BTA (+).
Jumlah penderita TB diperkirakan akan meningkat seiring dengan
munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia (Kemenkes RI, 2014).
Menurut perkiraan WHO pada tahun 1999, jumlah kasus TB baru di
Indonesia adalah 583.000 orang per tahun dan menyebabkan kematian
sekitar 140.000 orang per tahun. World Health Organization
memperkirakan bahwa TB merupakan penyakit infeksi yang paling banyak
menyebabkan kematian pada anak dan orang dewasa.
Kasus TB paru klinis di wilayah puskesmas Mamboro pada ahun 2015
sejumlah 104 suspek. Hasil pemeriksaan sputum (dahak) menunjukkan
bahwa sebanyak dua belas orang dinyatakan positif TB paru (BTA+). Tahun
2015 sebaran penderita TB sebagian besar berada di kelurahan Mamboro
yaitu 6 kasus BTA (+), Kelurahan Mamboro Barat 4 kasus dan kelurahan
Taipa 2 kasus. Sedangkan berdasarkan umur penderita, hampir semua
penderita adalah mereka yang berada dalam usia produktif. Keadaan ini
membuat upaya penanggulangan penyakit TB paru melalui pengobatan
yang adekuat harus mendapat perhatian serius
1.2. Identifikasi Masalah
Pada laporan manajemen ini, permasalahan terkait program P2
(Program Penanggulanagan) TB Paru yang akan dibahas antara lain :
1. Bagaimana pelaksanaan P2TB Paru di Pukesmas Mamboro?

2. Apa saja permasalahan yang menjadi kendala dalam mencapai target

cakupan P2TB Paru di Puskesmas Mamboro?


BAB II
PERMASALAHAN

2.1. Gambaran Umum UPTD Urusan Puskesmas Mamboro


Sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kota Palu
(UPTD), Puskesmas Mamboro mempunyai tugas dan fungsi (tupoksi)
sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat, pusat pembinaan
kesehatan keluarga dan pembinaan lintas sektor untuk
mendukung terwujudnya kemampuan dan kemauan hidup sehat
masyarakat Kelurahan Mamboro dan Taipa. Selain itu, sebagaimana
hierarkinya, puaskesmas juga merupakan pusat pelayanan kesehatan rawat
jalan tingkat pertama.
Program kegiatan puskesmas mengacu pada program kesehatan
nasional dengan visi Indonesia Sehat, dengan mempertimbangkan
paradigma masyarakat, dimana masyarakat semakin sadar akan tuntutan
pelayanan kesehatan yang lebih optimal, dengan dilandasi oleh kesadaran
dan keyakinan bahwa kesehatan merupakan hak azasi manusia, sehingga
pemerintah dalam hal ini lembaga pelayanan kesehatan dituntut peka
terhadap berbagai permasalahan kesehatan yang berkembang di masyarakat
serta memberikan pelayanan lebih optimal kepada masyarakat.
Dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan, maka tugas puskesmas
dibagi ke dalam beberapa program dengan masing-masing program
memiliki cakupan kegiatan masing-masing. Beberapa program tersebut:
1. Program Kesehatan Lingkungan
2. Program KIA dan Keluarga Berencana
3. Program Promosi Kesehatan
4. Program Gizi
5. Program Pencegahan Penyakit Menular (P2M)
6. Program Keperawatan Kesehatan Masyarakat
7. Program Kesehatan Jiwa
8. Program Pelayanan Kesehatan Gigi
9. Program Penyakit Tidak Menular
10. Program Kesehatan Olahraga
11. Program Kesehatan Lansia
12. Program Keselamatan Kerja

2.2. Penyakit TB Paru


Tuberkulosis Paru adalh penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Sebagian kuman Tuberkulosis menyerang paru dan
dapat juga menyerang organ tubuh lainya. Penyakit TB Paru merupakan salah satu
masalah kesehatan kelompok usia kerja produktif, kelompok ekonomi lemah dan
berpendidikan rendah. Kegiatan pemberantasan penyakit TB Paru seperti tahun
sebelumnya mengacu pada program DOTS (Directly Observed Treatment Short
Course), yang artinya pengobatan jangka pendek dengan pengawasan langsung.

2.3. Tujuan Program Penanggulangan TB paru


a. Tujuan umum
Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian dengan cara
memutuskan mata rantai penularan sehingga penyakit TB tidak lagi
merupakan masalah kesehatan masyarakat.
b. Tujuan khusus
Tercapainya angka kesembuhan minimal 95% dari semua penerita
baru BTA positif yang ditemukan
Tercapainya cakupan penemuan penderita secara bertahap

2.4. Rencana Kegiatan Program Penanggulangan TB paru


a. Pemeriksaan spesimen dahak dari setiap suspek
b. Pengamatan dan pelacakan penderita TB paru yang mangkir
c. Pemeriksaan kontak serumah pasien TB positif
d. Penyuluhan kepada masyarakat melalui nilai lokarya dan posyandu
2.5. Kegiatan Program Penanggulangan TB paru
Kegiatan pada Program Penanggulangan (P2) TB Paru yaitu kegiatan
pokok dan kegiatan pendukung. Kegiatan pokok mencakup kegiatan
penemuan penderita (case finding) pengamatan dan monitoring penemuan
penderita didahului dengan penemuan tersangka TB paru dengan gejala
klinis adalah batuk-batuk terus menerus selama tiga minggu atau lebih.
Kegiatan pendukung mencakup kegiatan penanganan logistik yaitu
penanganan tersedianya OAT (Obat Anti Tuberkulosis) dan penanganan
tersedianya reagensia di laboratorium. Setiap orang yang datang ke unit
pelayanan kesehatan dengan gejala utama ini harus dianggap suspek
tuberkulosis atau tersangka TB Paru dengan pasive promotive case finding
(penemuan penderita secara pasif dengan promosi yang aktif) (Kemenkes
RI,2014).
Kegiatan-kegiatan penanggulangan TB Paru tersebut merupakan jenis
kegiatan yang termasuk dalam upaya kesehatan wajib Puskesmas, artinya
puskesmas sebagai sarana kesehatan terdepan bertanggung jawab terhadap
keseluruhan upaya penanggulangan TB paru. Petugas kesehatan yang
terlibat langsung sebagai petugas pelaksana program TB paru di Puskesmas
adalah seluruh petugas yang sudah dilatih tentang program penanggulangan
TB Paru yaitu dokter, perawat dan tenaga laboratorium untuk petugas di
Puskesmas satelit dibutuhkan tenaga yang telah dilatih terdiri dari dokter
dan perawat dan bagi Puskesmas pembantu cukup 1 orang perawat sebagai
petugas pengelola TB. Keseluruhan petugas tersebut mempunyai tugas
masing-masing sesuai uraian tugas pokoknya dalam penanggulangan kasus
TB. Tanpa penemuan suspek maka program pemberantasan TB paru dari
penemuan sampai pengobatan tidak akan berhasil, sehingga proses
penemuan suspek TB paru oleh petugas sangat menentukan keberhasilan
program. Proses ini akan berhasil apabila kompetensi yang mencakup
pengetahuan, sikap petugas dan keterampilan petugas baik (Kemenkes RI,
2016).
Pengobatan TB Paru dengan menggunakan strategi DOTS atau
Directly Observed Treatment Short-course adalah strategi penyembuhan TB
jangka pendek dengan pengawasan secara langsung. Dengan menggunakan
strategi DOTS, maka proses penyembuhan TB dapat secara tepat. DOTS
menekankan pentingnya pengawasan terhadap penderita TB agar menelan
obatnya secara teratur sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh
(Permatasari, 2005).
Strategi DOTS memberikan angka kesembuhan yang tinggi, bisa
sampai 95%. Strategi DOTS direkomendasikan oleh WHO secara global
untuk menanggulangi TB. Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu, (a)
komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana,
(b) diagnosa penyakit TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis,
(c), kesinambungan persediaan OAT jangka pendek untuk penderita, dan (d)
Pengobatan TB dengan paduan obat anti-TB jangka pendek, diawasi secara
langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat) (Permatasari, 2005).
WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai upaya
pendekatan yang paling tepat saat ini untuk menanggulangi masalah TB di
Indonesia. Pengobatan TB tanpa didukung oleh kualitas dan persediaan
OAT yang baik akan menyebabkan kegagalan pengobatan dan Multi Drug
Resistance yang dapat memperparah keadaan penderita TB. OAT yang
tersedia saat ini harus dikonsumsi penderita dalam jumlah tablet yang cukup
banyak dan dapat menyebabkan kelalaian pada penderita, oleh sebab itu
banyak ahli berusaha untuk mengembangkan OAT-Fixed Dose Combination
(FDC), yaitu kombinasi OAT dalam jumlah tablet yang lebih sedikit dimana
jumlah kandungan masing-masing komponen sudah disesuaikan dengan
dosis yang diperlukan. Diharapkan dengan penggunaan OAT-FDC dapat
menyederhanakan proses pengobatan, meminimalkan kesalahan pemberian
obat, dan mengurangi efek samping (Kemenkes RI,2016).
2.6. Indikator Keberhasilan Program Penanggulangan TB Paru
a. Cakupan penemuan kasus TB BTA (+) di antara suspek 70%
b. Conversion Rate 80%
Kasus BTA (+) yang sudah konversi menjadi BTA (-) melalui
pemeriksaan sputum.
c. Cure rate 85%
Kasus BTA (+) yang dinyatakan sembuh
2.7. Evaluasi program penanggulangan TB paru
Pemantauan dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen
untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program. Pemantaun dilaksanakan
secara berkala dan terus menerus, untuk dapat segera mendeteksi bila ada
masalah dalam pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan, supaya dapat
dilakukan tindakan perbaikan segera. Evaluasi dilakukan setelah suatu
jarak-waktu (interval) lebih lama, biasanya setiap 6 bulan s/d 1 tahun.
Dengan evaluasi dapat dinilai sejauhmana tujuan dan target yang telah
ditetapkan sebelumnya dicapai. Dalam mengukur keberhasilan tersebut
diperlukan indikator. Hasil evaluasi sangat berguna untuk kepentingan
perencanaan program. Masing-masing tingkat pelaksana program (UPK,
Kabupaten/Kota, Propinsi, dan Pusat) bertanggung jawab melaksanakan
pemantauan kegiatan pada wilayahnya masing-masing. Seluruh kegiatan
harus dimonitor baik dari aspek masukan (input), proses, maupun keluaran
(output). Cara pemantauan dilakukan dengan menelaah laporan, pengamatan
langsung dan wawancara dengan petugas pelaksana maupun dengan
masyarakat sasaran.
Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi, diperlukan suatu sistem
pencatatan dan pelaporan baku yang dilaksanakan dengan baik dan benar.
Evaluasi hasil kegiatan penanggulangan TB didasarkan pada indikator
indikator program penanggulangan TB yang dilakukan pada tahap akhir
program dilakukan. Indikator merupakan alat yang paling efektif untuk
melakukan evaluasi dan merupakan variabel yang menunjukkan keadaan
dan dapat digunakan untuk mengukur terjadinya perubahan. Indikator yang
baik harus memenuhi syarat syarat tertentu antara lain : valid, sensitive
dan specific, dapat dimengerti, dapat diukur dan dapat dicapai
2.8. Uraian Tugas Pengelola Program Penanggulangan TB Paru
Petugas pengelola program TB paru adalah petugas yang bertangung
jawab dan mengkoordinir seluruh kegiatan dari mulai perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi dalam program TB di Puskesmas. Adapun Tugas
Pokok dan Fungsi Petugas Program TB paru di Puskesmas yaitu :
a. Menemukan Penderita
Adapun tugas pokok petugas pengelola program penanggulangan TB
paru, antara lain
1) Memberikan penyuluhan tentang TBC kepada masyarakat umum
2) Menjaring suspek (penderita tersangka) TBC
3) Mengumpul dahak dan mengisi buku daftar suspek
4) Membuat sediaan hapus dahak
5) Mengirim sediaan hapus dahak ke laboratorium
6) Menegakkan diagnosis TB sesuai protap
7) Membuat klasifikasi penderita
8) Mengisi kartu penderita
9) Memeriksa kontak terutama kontak dengan penderita TB BTA (+)
10) Memantau jumlah suspek yang diperiksa dan jumlah penderita
TBC yang ditemukan.
b. Memberikan Pengobatan
1) Menetapkan jenis paduan obat
2) Memberi obat tahap intensip dan tahap lanjutan
3) Mencatat pemberian obat tersebut dalam kartu penderita
4) Menentukan PMO (bersama penderita)
5) Memberi KIE (penyuluhan) kepada penderita, keluarga dan PMO
6) Memantau keteraturan berobat
7) Melakukan pemeriksaan dahak ulang untuk follow-up pengobatan
8) Mengenal efek samping obat dan komplikasi lainnya serta cara
penanganannya
9) Menentukan hasil pengobatan dan mencatatnya di kartu penderita
c. Penanganan Logistik
1) Menjamin ketersediaan OAT di puskesmas
2) Menjamin tersedianya bahan pelengkap lainnya (formolir,
reagens, dll)
3) Jaga mutu pelaksanaan semua kegiatan a s/d c
BAB III
PEMBAHASAN

A. Input
Program Penanggulangan (P2) TB Paru di puskesmas Mamboro dikelola
oleh seorang perawat yang bekerjasama dengan dokter. Kegiatan awalnya
berupa penemuan kasus yang bersifat pasif yaitu penemuan kasus
berdasarkan pasien yang datang berobat ke puskesmas yang memiliki gejala
utama seperti batuk lebih dari 3 minggu. Pasien yang memiliki gejala
tersebut akan berstatus suspek yang selanjutnya akan dilakukan
pemeriksaan sputum. Pemeriksaan sputum dilakuan untuk menjaring pasien
yang BTA positif terhadap pasien suspek. Pemeriksaan sputum dilakukan
selama 2 hari berturut-turut yaitu sewaktu/spot (dahak sewaktu saat
kunjungan)-dahak pagi (keesokan harinya)-sewaktu (pada saat
mengantarkan dahak pagi (SPS).
Untuk pemeriksaan sputum di puskesmas Mamboro hanya sebatas
pembuatan spesimen, karena di puskesmas Mamboro belum memungkinkan
untuk dilakukanya pemeriksaan sputum sendiri. Awalnya, spesimen akan di
periksa di periksa di laboratorium puskesmas Kamonji karena puskesmas ini
yang memiliki laboratorium khusus TB, namun karena kendala SDM yang
tidak mencukupi sampel kadang dikumpulkan beberapa sampel baru
kemudian dilakukan pengantaran sampel ke puskesmas kamonji, dengan
demikian point pada five level prevention point tiga yaitu penegakan
diagnosis dini dengan pengobatan yang cepat dan tepat belum tercapai.
Untuk mengatasi hal itu Penanggung Jawab program mengusulkan ke dinas
untuk bisa dilakukan pemeriksaan sampel di laboratorium RS Madani,
mengingat jarak yang cukup terjangkau. Pasien dengan hasil pemeriksaan
sputum BTA positif akan dilakukan pengobatan sesuai kategori.
B. Proses
Adapun tugas pokok petugas pengelola program penanggulangan TB
paru, antara lain
1. Memberikan penyuluhan tentang TBC kepada masyarakat umum
2. Menjaring suspek (penderita tersangka) TBC
3. Mengumpul dahak dan mengisi buku daftar suspek
4. Membuat sediaan hapus dahak
5. Mengirim sediaan hapus dahak ke laboratorium
6. Menegakkan diagnosis TB sesuai protap
7. Membuat klasifikasi penderita
8. Mengisi kartu penderita
9. Memeriksa kontak terutama kontak dengan penderita TB BTA (+)
10. Memantau jumlah suspek yang diperiksa dan jumlah penderita TBC yang
ditemukan.

Memberikan Pengobatan
1. Menetapkan jenis paduan obat
2. Memberi obat tahap intensip dan tahap lanjutan
3. Mencatat pemberian obat tersebut dalam kartu penderita
4. Menentukan PMO (bersama penderita)
5. Memberi KIE (penyuluhan) kepada penderita, keluarga dan PMO
6. Memantau keteraturan berobat
7. Melakukan pemeriksaan dahak ulang untuk follow-up pengobatan
8. Mengenal efek samping obat dan komplikasi lainnya serta cara
penanganannya
9. Menentukan hasil pengobatan dan mencatatnya di kartu penderita

Penanganan Logistik
1. Menjamin ketersediaan OAT di puskesmas
2. Menjamin tersedianya bahan pelengkap lainnya (formolir, reagens, dll)
3. Jaga mutu pelaksanaan semua kegiatan a s/d c
C. Output
Untuk program P2TB pada tahun 2016 kemarin angka capaian penemuan
kasus TB BTA (+) di antara suspek adalah 35,5% dari inkator keberhasilan
yang seharusnya adalah 70%, sementara angka conversion rate dan cure rate
belum ada.
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
1. Dalam pelaksanaan program P2TB paru di puskesmas Mamboro
sejauh ini telah berjalan sesuai dengan pedoman pedoman nasional
pengendalian tuberculosis, namun banyak menemui kendala.
2. Permasalahan yang didapat selama pelaksanaan program antara lain
yaitu masalah SDM yang tidak mencukupi sehingga kesulitan dalam
pengantaran spesimen sputum untuk dilakukan pemeriksaan
mikroskopis segera.
4.1. Saran
1. Penyuluhan kesehatan mengenai TB Paru harus lebih sering dilakukan
untuk meningkatkan kunjungan masyarakat ke puskesmas sehingga
angka penemuan kasus bisa dideteksi lebih cepat.
2. Monitoring dan evaluasi pemeriksaan maupun pengobatan TB Paru
harus lebih ketat sehingga penjaringan pasien suspek TB Paru akan
lebih baik.
3. Jumlah SDM dalam hal ini petugas P2TB harus ditambah untuk
memaksimalkan program kerja yang telah ditargetkan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2014, Panduan Praktek Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan


Kesehatan Primer, edisi revisi. IDI, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002, Pedoman Nasional


Penanggulangan Tuberkulosis, Cetakan ke-8, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.

Hiswani, 2004,Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Menjadi


Masalah Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Sumatra Utara, Medan.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pengendalian


Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan, 2014, Pedoman Nasional
Pengendalian Tuberkulosis, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian penyakit dan


Penyehatan Lingkungan. 2016. Petunjuk teknis menajement dan tatalaksana
TB anak. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Permatasari, A., 2005, Pemberantasan Penyakit TB Paru Dan Strategi DOTS,


Bagian Paru, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatra Utara, Medan.

UPTD Puskesmas Mamboro, 2015. Profil Kesehatan Puskesmas Mamboro.


Depkes RI, Palu.

Anda mungkin juga menyukai