Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN MANAJEMEN

Mei 2016

PROGRAM PENANGGULANGAN KUSTA

DISUSUN OLEH:
NAMA

: Melissa, S.Ked

STAMBUK

: N 111 13 026

PEMBIMBING KLINIK

: Dr. dr. M. Sabir, M.Si

PEMBIMBING LAPANGAN : dr. H Rochmat Yasin

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah

yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas
sampai masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan, dan ketahanan nasional.1
Penyakit kusta pada umumnya terdapat di negara-negara berkembang sebagai akibat
keterbatasan kemampuan negara tersebut dalam memberikan pelayanan yang memadai dalam
bidang kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. 1
Jumlah kasus baru kusta di dunia pada tahun 2011 adalah sekitar 219.075. Dari jumlah
tersebut paling banyak terdapat di regional Asia Tenggara (160.132), diikuti regional Amerika
(36.832), regional Afrika (12.673) dan sisanya berada di regional lain di dunia. Sementara di
regional Asia Tenggara distribusi kasus kusta bervariasi. Indonesia menepati peringkat 2
dengan jumlah kasus baru yang ditemukan 20.023, setelah india di peringkat pertama dengan
jumlah kasus baru 127.295.1
Penyakit kusta sampai saat ini masih ditakuti masyarakat, keluarga termasuk sebagian
petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan/pengertian,
kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang ditimbulkan. 1
Dengan kemajuan teknologi dibidang promotif, pencegahan, pengobatan, serta
pemulihan, kesehatan dibidang penyakit kusta, maka penyakit kusta sudah dapat diatasi dan
seharusnya tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat. Akan tetapi mengingat
kompleksnya masalah penyakit kusta, maka diperlukan program pengendalian secara terpadu
dan menyeluruh melalui strategi yang sesuai dengan endemisitas kusta. Selain itu juga harus
diperhatikan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial ekonomi untuk meningkatkan kualitas
hidup orang yang mengalami kusta.1
1.2.

Identifikasi Masalah
Pada laporan manajemen ini, permasalahan terkait program penanggulangan kusta yang

akan dibahas antara lain :


1. Bagaimana pelaksanaan program penanggulangan kusta di Pukesmas Kamonji?
2. Bagaimana prosedur program penanggulangan kusta di Pukesmas Kamonji?
3. Bagaimana pencapaian target cakupan program penanggulangan kusta di Puskesmas
Kamonji?

4. Apa saja permasalahan yang menjadi kendala dalam mencapai target cakupan program
penanggulangan kusta di Puskesmas Kamonji?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Gambaran Umum UPTD Urusan Puskesmas Kamonji


2.1.1 Letak Geografis
UPTD Urusan Puskesmas Kamonji merupakan salah satu pusat pelayanan
kesehatan masyarakat yang berada di wilayah kecamatan Palu Barat kota Palu dengan
batas-batas sebagai berikut :
-

Sebelah Utara berbatasan dengan teluk Palu.

Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Palu.

Sebelah Selatan berbatasan dengan kelurahan Nunu, Boyaoge dan Balaroa.

Sebelah Barat berbatasan dengan kelurahan Palu Kodi dan Kelurahan Tipo
Balaroa.
Wilayah kerja UPTD Urusan Puskesmas Kamonji terletak pada belahan Barat

kota Palu, dengan wilayah seluas 20 km2 yang seluruhnya dapat dilalui dengan
kendaraan roda empat.
Jenis tanah di wilayah kerja UPTD Urusan Puskesmas Kamonji termasuk
lempung berpasir dengan luas daratan 92%, perbukitan 6,0% dan pengunungan 2,0%.

2.1.2 Keadaan Suhu dan Kelembaban Udara


Secara umum suhu dan kelembaban rata-rata di wilayah kerja UPTD Urusan
Puskesmas Kamonji secara umum berkisar antara 20 30 oC untuk dataran tinggi dan
26 32 oC untuk daratan rendah, dengan kelembaban udara berkisar antara 68%
81%.

2.1.3 Pemerintahan
UPTD Urusan Puskesmas Kamonji Tahun 2014 memiliki luas wilayah kerja
sebesar 20 km2 yang secara administrasi pemerintahan terbagi atas 7 kelurahan yaitu
kelurahan Silae, Kabonena, Lere, Baru, Ujuna, Kamonji dan Siranindi dengan jumlah
penduduk sebanyak 55.624 jiwa. Dimana kepadatan penduduk perkilometer bujur
sangkar adalah sejumlah 5.402 jiwa, dengan rata-rata jiwa per rumah tangga sebanyak

6 orang (tabel 1). Sedangkan penyebaran jumlah kelurahan secara administratif


pemerintahan beserta luas wilayahnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel II.1
Distribusi Kelurahan Dirinci Menurut Wilayah Kerja
UPTD Urusan Puskesmas Kamonji Tahun 2014
No

Kelurahan

Luas Wilayah (km2)

RT

RW

17

0,56

16

1.

Silae

2.

Kabonena

3.

Lere

30

4.

Baru

15

5.

Ujuna

0.56

20

6.

Kamonji

0.93

14

7.

Siranindi

0.84

21

13

136

41

Total
Sumber Data : * BPS Kota Palu Tahun 2014

* Kantor Kelurahan se Wilayah Urusan UPTD Urusan Puskesmas Kamonji


Puskesmas Kamonji adalah salah satu Puskesmas yang terletak di sebelah Utara Kota
Palu yang merupakan Ibukota Propinsi Sulawesi Tengah, terletak di Desa Kamonji Panimba
Kecamatan Kamonji, mempunyai luas wilayah kerja 140,49 km, yang terdiri dari 7 desa
dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan
Sindue, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Parigi Moutong, sebelah Selatan
berbatasan dengan Kecamatan Tanantovea , dan sebelah Barat berbatasan dengan Teluk Palu.2
Puskesmas Kamonji memiliki visi Puskesmas Kamonji mandiri dengan pelayanan
kesehatan prima menuju Kecamatan Sehat Tahun 2015. Puskesmas Kamonji memiliki 3
misi yaitu; 1. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan yang bermutu dan
memuaskan masyarakat; 2. Menyelenggarakan kegiatan dengan memanfaatkan secara
optimal potensi puskesmas yang ada untuk membiayai kebutuhannya; 3. Menyelenggarakan

kegiatan yang mengupayakan meningkatnya peran serta masyarakat dilintas sektoral dalam
bidang kesehatan secara optimal. 2
2.1.4 Kependudukan
a) Pertumbuhan Penduduk
Di Tahun 2014 Jumlah penduduk di wilayah kerja UPTD Urusan Puskesmas
Kamonji mencapai 55.624 jiwa atau mengalami penurunan sekitar 1,08% dibanding
Tahun 2014 yang mencapai 55.624 jiwa. Kecenderungan penurunan ini dimungkinkan
oleh kondisi Kota Palu yang sedang dalam pemerataan pembangunan sehingga terjadi
mobilisasi penduduk ke arah lain di wilayah Kota Palu.
Grafik II.1 di bawah ini memperlihatkan jumlah penduduk selama tahun 2010
sampai tahun 2014 di wilayah kerja UPTD Urusan Puskesmas Kamonji.
Grafik II.1. Jumlah Penduduk di wilayah kerja
UPTD Urusan Puskesmas Kamonji Tahun 2010 - 2014

Sumber Data : BPS Kota Palu Tahun 2014


Dengan melihat grafik di atas menunjukkan bahwa dari tahun 2013 sampai tahun
2014 terjadi penurunan jumlah penduduk dari tahun ke tahun, disebabkan karena
tingginya mobilisasi penduduk di wilayah kerja UPTD Urusan Puskesmas Kamonji.
b)

Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Rasio Jenis Kelamin

Komposisi penduduk di wilayah kerja UPTD Urusan Puskesmas Kamonji


tahun 2014 menurut kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut
:
Tabel II.2
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Di Wilayah Kerja UPTD Urusan Puskesmas Kamonji Tahun 2014
No

Kelompok Umur

Laki-laki

Perempuan

Total

(tahun)
1.

0 4 tahun

1.327

1.199

2.526

4,54

2.

5 14 tahun

5.521

5.063

10.584

19

3.

15 44 tahun

15.689

15.590

31.279

56

4.

45 64 tahun

4.886

4.795

9.681

17.4

5.

> 65 tahun

1.004

1.158

2.162

3,84

Total

28.427

27.805

55.624

100

Sumber Data : BPS Kota Palu Tahun 2014


Berdasarkan tabel di atas, disimpulkan bahwa komposisi penduduk di wilayah
kerja UPTD Urusan Puskesmas Kamonji masuk dalam klasifikasi penduduk muda,
dalam arti penduduk yang berusia di bawah 15 tahun cukup tinggi (23,54%),
dibandingkan jumlah penduduk yang lanjut usia (>65 tahun) yang sangat rendah
(3,84%). Selain itu penduduk di wilayah kerja UPTD Urusan Puskesmas Kamonji
yang terbesar tergolong dalam usia produktif (15 64 tahun) sebanyak 72,84%.
Distribusi penduduk menurut jenis kelamin di wilayah kerja UPTD Urusan
Puskesmas Kamonji tahun 2014 yaitu 28.427 jiwa penduduk laki-laki
(50,55%) dan 27.805 jiwa penduduk perempuan atau 49,44%, yang berarti jumlah
penduduk laki-laki lebih banyak dibanding jumlah penduduk perempuan.
Perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk
perempuan di suatu daerah pada waktu tertentu yang disebut sex rasio adalah

merupakan indikator untuk mengetahui komposisi penduduk menurut jenis kalamin.


Komposisi ini sangat besar kaitannya dengan masalah fertilitas semakin tinggi.
Rasio jenis kelamin di wilayah kerja UPTD Urusan Puskesmas Kamonji tahun
2014 sebesar 102 dari 55.624 jiwa yang berarti setiap 100 penduduk perempuan
terdapat 102 penduduk laki-laki atau jumlah penduduk laki-laki lebih banyak daripada
penduduk perempuan.
Jika dilihat per kelurahan, maka pada tahun 2014 sebagian besar kelurahan
jumlah penduduk laki-laki lebih tinggi dibanding jumlah penduduk perempuan, hanya
kelurahan Lere dan kelurahan Siranindi yang jumlah penduduk perempuan yang lebih
tinggi dibanding laki-laki (tabel 2). Grafik di bawah ini memperlihatkan gambaran
mengenai jumlah penduduk di wilayah kerja UPTD Urusan Puskesmas Kamonji
berdasarkan sex ratio.
Grafik II.2 Komposisi Penduduk Menurut Sex Ratio di Wilayah Kerja UPTD Urusan
Puskesmas Kamonji Tahun 2010-2014

Sumber Data : BPS Kota Palu Tahun 2014


c)

Kepadatan Penduduk
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, maka tingkat kepadatan penduduk
juga mengalami peningkatan. Kepadatan penduduk di wilayah kerja UPTD Urusan
Puskesmas Kamonji tahun 2014 tercatat 5.343 jiwa/km2 dan tahun 2014 tercatat 5.402
8

jiwa/km2 dengan luas wilayah 10,4 km2, ini menunjukkan adanya penurunan
dibandingkan tahun 2014. Untuk melihat kepadatan penduduk per kelurahan dapat
dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel II.3
Kepadatan Penduduk Di Wilayah Kerja Puskesmas Tahun 2014
No

Kelurahan

Luas

Jumlah

Kepadatan

Wilayah (km2)

Penduduk

Penduduk (km2)

1.

Silae

2,33

5.422

2327.04

2.

Kabonena

2,27

4.210

2295.15

3.

Lere

2,97

12.271

4131.65

4.

Baru

0,75

6.512

8682.67

5.

Ujuna

0,40

10.017

25042.50

6.

Kamonji

0,85

9.302

10943.53

7.

Siranindi

0,84

6.890

8202.38

Total

10.41

55.624

5.402

Sumber Data : BPS Kota Palu & Kantor Kelurahan Wilayah kerja Puskesmas
Kamonji Tahun 2014
Jika dilihat tabel di atas menunjukkan bahwa kepadatan penduduk
perkelurahan tidak merata, dimana kelurahan Ujuna kepadatan penduduknya terbesar
yaitu 25042.50 /km2 dan kepadatan penduduknya yang terkecil yaitu kelurahan
Kabonena sebesar 2295/km2. Kelurahan Kabonena merupakan wilayah yang terjarang
penduduknya ini dimungkinkan karena kelurahan ini berbukit.
d)

Beban Tanggungan
Jumlah penduduk miskin dan rasio beban tanggungan ekonomi suatu daerah
merupakan beberapa faktor yang menghambat pembangunan ekonomi dalam suatu
wilayah diantaranya adalah khusus ratio beban tanggungan memberikan kontribusi
yang cukup besar terhadap besarnya income perkapita. Dapat dibayangkan jika
9

kelompok usia produktif yang jumlahnya sedikit mensubsidi usia tidak produktif,
akibatnya adalah income perkapita dengan sendirinya akan turun, demikian pula
sebaliknya.
Rasio beban tanggungan di wilayah kerja UPTD Urusan Puskesmas Kamonji
sebesar 37 yang berarti setiap 1.000 orang yang masih produktif menanggung 37
orang yang tidak produktif.
e)

Kepadatan Huni
Kepadatan huni suatu rumah berpengaruh besar terhadap derajat kesehatan manusia yang

berada di dalamnya. Ketidak seimbangan antara banyaknya penghuni dan kondisi bangunan
dapat menyebabkan situasi yang tidak sehat dan penularan penyakit bertambah cepat.
Kepadatan hunian rumah di wilayah kerja Puskesmas Kamaonji tahun 2014 rata-rata 6
orang per rumah dengan jumlah keseluruhan rumah sebanyak 12.520 rumah dan jumlah
penduduk sebanyak 55.624 jiwa.
f)

Kusta
Penyakit Kusta menjadi masalah kesehatan karena dapat menimbulkan kecacatan yang

pada akhirnya dapat menurunkan produktifitas seseorang. Kusta sering disebut penyakit
Morbhus Hansen, merupakan suatu penyakit infeksi ringan yang menahun disebabkan oleh
bakteri mycobacterium leprae dengan masa inkubasi 2 - 5 tahun terkadang sampai dengan 20
tahun. Pada dasarnya penyakit kusta dibagi menjadi 2 tipe yaitu Multy Bacilli (MB) dan
Pausy Bacilli (PB).
Penanganan kusta melalui program Multi Drugs Treatment (MDT) dengan kegiatan
penemuan penderita aktif dan pasif, pengobatan, pengendalian pengobatan, dan pencegahan
kecacatan. Di masyarakat, besarnya masalah penyakit kusta lebih diperberat oleh adanya
stigma bahwa penyakit kusta adalah penyakit kutukan, akibatnya penderita sulit ditemukan
tetapi dengan adanya penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit kusta maka stigma di
masyarakat sudah mulai menurun.
Jumlah penderita kusta yang diobati di UPTD Urusan Puskesmas Kamonji pada tahun
2014 sebanyak 7 kasus baru yang terdiri dari Kusta PB sebanyak 1 kasus dan Kusta MB
sebanyak 6 kasus. Tahun 2014 sebanyak 78 orang yang terdiri dari tipe PB sebanyak 5 orang
dan tipe MB sebanyak 73 orang (tabel 16). Tahun 2012 sebanyak 17 orang yang terdiri dari
tipe PB sebanyak 1 orang dan tipe MB sebanyak 16 orang. Tahun 2011 sebanyak 15 orang
10

yang terdiri dari penderita PB sebanyak 3 orang dan penderita MB sebanyak 12 orang. Tahun
2010 sebanyak 30 orang yaitu penderita PB sebanyak 20 orang dan penderita MB sebanyak
10 orang. Untuk melihat lebih jelas penderita kusta dapat dilihat pada grafik di bawah ini :

Grafik III.14. Jumlah Penderita Kusta Yang Di Obati


Di UPTD Urusan Puskesmas Kamonji Tahun 2010-2014

Sumber Data : Laporan Tahunan Puskesmas Kamonji Tahun 2014

2.2.

Kebijakan Nasional Pengendalian Kusta di Indonesia


Penentuan kebijakan dan metode pengendalian penyakit kusta sangat ditentukan oleh
pengetahuan epidemiologi kusta, perkembangan ilmu dan teknologi di bidang kesehatan.
Upaya pemutusan mata rantai penularan penyakit kusta dapat dilakukan melalui: 1,3
1. Pengobatan MDT pada pasien kusta
2. Vaksinasi BCG
Berikut ini adalah mata rantai penularan penyakit kusta. 1,3,4

11

Upaya pengendalian kusta di dunia menetapkan tahun 2000 sebagai tonggak


pencapaian eliminasi. Indonesia berhasil mencapai target ini pada tahun yang sama, akan
tetapi perkembangan 10 tahun terakhir memperlihatkan tren statis dalam penemuan kasus
baru. Sebagai upaya global WHO yang didukung ILEP mengeluarkan Enhanced Global
Strategy for Further Reducing the Disease Burden due to Leprosy (2011-2015).
Berpedoman pada panduan WHO ini dan dengan mensinkronkan dengan rencana strategi
kementrian kesehatan untuk tahun 2010-2014, disusun kebijakan nasional pengendalian
kusta di Indonesia. 1
1. Visi
Masyarakat sehat bebas kusta yang mandiri dan berkeadilan
2. Misi
-

Mengendalikan derajat kesehatan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat


termasuk swasta dan masyarakat madani.

Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan


yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan

Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan

Menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik

3. Strategi
12

Peningkatan penemuan kasus secara dini di masyarakat

Pelayanan kusta berkualitas, termasuk layanan rehabilitasi, diintegrasikan dengan


pelayanan kesehatan dasar dan rujukan

Penyebarluasan informasi tentang kusta di masyarakat

Eliminasi stigma terhadap orang yang pernah mengalami kusta dan keluarganya

Pemberdayaan orang yang pernah mengalami kusta dalam berbagai aspek


kehidupan dan penguatan partisipasi mereka dalam upaya pengendalian kusta

Kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan

Peningkatan dukungan kepada program kusta melalui penguatan advokasi kepada


pengambil kebijakan dan penyedia layanan lainnya untuk meningkatkan dukungan
terhadap program kusta

Penerapan pendekatan yang berbeda berdasarkan endemisitas kusta

4. Sasaran strategis
Pengurangan angka cacat kusta tingkat 2 sebesar 35% pada tahun 2015 dibandingkan
tahun 2010.
2.3.

Pencatatan dan Pelaporan


Tujuan dilaksanakannya kegiatan pencatatan dan pelaporan adalah1

1. Mendapatkan informasi hasil penatalaksanaan program P2 kusta


2. Mengidentifikasi masalah dan menetapkan prioritas untuk bimbingan dan intervensi
3. Mengetahui kemajuan program
4. Memperoleh atau mendapatkan data terbaru
Pencatatan adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh petugas untuk mencatat hasil-hasil
kegiatan program P2 kusta. 1
1. Di Unit Pelayanan Kesehatan
Puskesmas dan Rumah sakit (RS) dalam melaksanakan pencatatan menggunakan
formulir sebagai berikut:
a. Kartu pasien
Merupakan lembar informasi berisi tentang identitas, diagnosis dan pengobatan
pasien yang harus diisi pada saat pasien didiagnosis dan mendapatkan pengobatan.
Kartu ini disimpan di Puskesmas atau UPK dimana pasien berobat
b. Register Kohort PB dan MB

13

Merupakan buku berisi tentang rekapitulasi informasi standar pasien kusta yang
berobat di puskesmas atau UPK. Formulir ini disimpan di Puskesmas/UPK
dimana pasien mendapat pengobatan.
c. Formulir pencatatan pencegahan cacat
Formulir ini disimpan di puskesmas dimana pasien mendapat pengobatan dengan
tujuan untuk mengetahui tanda dini reaksi, tingkat kecacatan, dan dosis tapering
off obat pasien
d. Formulir evaluasi pengobatan reaksi berat
Form evaluasi disimpan di Puskesmas atau UPK dimana pasien mendapat
pengobatan dengan tujuan untuk memonitor pemberian prednison pada pasien
rekasi berat
e. Data pokok program eliminasi
Form disimpan di puskesmas dengan tujuan untuk memantau hasil kegiatan dari
tahun ke tahun sehingga diketahui pelaksanaan program kusta di wilayahnya
f. Formulir register stok obat MDT
Terdiri dari 4 jens formulir yaitu MB dewasa, MB anak, PB dewasa dan PB anak
2. Kabupaten/Kota
Pencatatan kegiatan program kusta di kabupaten/kota menggunakan sistem pencatatan
dan pelaporan secara elektronik atau yang lebih dikenal dengan RR elektronik P2
kusta. Namun hasil pencatatan harus dicetak sebagai dokumentasi.
3. Propinsi
Dinas kesehatan provinsi menggunakan formulir pencatatan sebagai berikut:
-

Rekapitulasi laporan program P2 kusta kabupaten

Data pokok program P2 kusta

Formulir register stok obat MDT

Formulir permintaan MDT 1 dan MDT 4

Pelaporan adalah penyampaian hasil kegiatan pelaksanaan program P2 kusta di suatu


wilayah kerja yang jangka waktu tertentu dengan benar dan tepat waktu.
Berikut adalah alur pelaporan program P2 kusta. 1

14

2.4.

Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi adalah merupakan kegiatan untuk melihat penampilan program.
Monitoring melihat saat pelaksanaan kegiatan sedangkan evaluasi melihat hasil pelaksanaan
program yang dilaksanakan secara periodik dengan interval waktu tertentu. 1
Untuk dapat memonitor dan mengevaluasi program diperlukan suatu alat yang efektif yaitu
indikator. Indikator yang digunakan dalam monitoring dan evaluasi dapat berbentuk jumlah,
proporsi, rasio dan rate. Untuk menilai program secara keseluruhan diperlukan beberapa
indikator secara bersama-sama dan hasil evaluasi tersebut dipergunakan untuk dasar
perencanaan siklus tahun berikutnya. Berikut adalah indikator yang dipakai untuk
memonitor dan evaluasi program pengendalian kusta: 1
1. Indikator utama1
a. Angka penemuan kasus baru (CDR = case detection rate)
Adalah jumlah kasus yang baru ditemukan pada periode satu tahun per 100.000
penduduk. Merupakan indikator untuk menetapkan besarnya masalah dan transmisi
yang sedang berlangsung. Selain itu digunakan untuk menghitung jumlah kebutuhan
obat serta menunjukkan aktivitas program.

15

b. Angka cacat tingkat 2 (Grade 2 disability rate)


Adalah angka kasus baru yang telah mengalami cacat tingkat 2 per 100.000 penduduk.
Angka ini dapat merefleksikan perubahan dalam deteksi kasus baru dengan penekanan
pada penemuan kasus secara dini.

c. Angka kesembuhan (RFT = release from treatment)


Angka ini sangat penting dalam kualitas tatalaksana pasien dan kepatuhan pasien dalam
minum obat. Untuk keperluan analisa pengobatan digunakan analisa kohort yaitu teknik
analisa dimana kasus kusta dikelompokkan menurut tanggal/waktu mulai diberikan
pengobatan MDT dan dimonitoring selama pengobatan yaitu selama 6-9 bulan untuk
psaien PB dan 12-18 bulan untuk pasien MB.

d. Prevalensi dan angka prevalensi


Angka ini menunjukkan besarnya masalah disuatu daerah, menentukan beban kerja dan
sebagai alat evaluasi.

2. Indikator lain yang bermanfaat1


a. Proporsi cacat tingkat 2
Angka ini bermanfaat untuk menunjukkan keterlambatan antara kejadian penyakit dan
penegakan diagnosis (keterlambatan pasien mencari pengobatan atau keterlambatan
petugas dalam penemuan pasien).

16

b. Proporsi kasus anak (0-14 tahun)


Jumlah kasus anak diantara kasus yang baru ditemukan pada periode satu tahun. Dapat
dipakai untuk melihat keadaan penularan saat ini dan memperkirakan kebutuhan obat

c. Proporsi MB
Jumlah kasus MB yang ditemukan diantara kasus baru pada periode satu tahun. Angka
ini dapat dipakai untuk memperkirakan sumber penyebaran infeksi dan untuk
menghitung kebutuhan obat.

d. Proporsi perempuan
Jumlah perempuan diantara kasus baru yang ditemukan pada periode satu tahun. Dapat
memberi gambaran tentang akses pelayanan terhadap perempuan diantara kasus baru.

3. Indikator tatalaksana khusus1


a. Proporsi kasus baru yang didiagnosis dengan benar
Jumlah kasus baru yang didiagnosis dengan benar diantara kasus yang baru ditemukan
pada periode satu tahun. Indikator ini bermanfaat untuk melihat kualitas diagnosis.

b. Proporsi kasus defaulter

17

Jumlah kasus yang tidak menyelesaikan pengobatan tepat waktu (PB tidak diambil obat
lebih 3 bulan dan MB lebih 6 bulan) diantara kasus baru yang mendapat pengobatan
pada periode satu tahun. Indikator ini bermanfaat untuk melihat kualitas kegiatan
pembinaan pengobatan/keteraturan berobat.

c. Jumlah kasus sembuh


Jumlah aksus sembuh atau relaps yang ditemukan. Jika jumlah yang ditemukan relaps
disuatu daerah tinggi, penyelidikan lebih lanjut harus dilakukan. Indikator ini dipakai
untuk melihat efektifitas pengobatan MDT.
d. Proprosi kecacatan pada saat RFT
Jumlah kasus yang cacat atau derajat cacat bertambah berat pada saat RFT, diantara
jumlah kasus yang sudah dinyatakan RFT pada periode satu tahun. Indikator ini dapat
menggambarkan efektivitas POD selama pengobatan MDT.

18

BAB III
PEMBAHASAN
Program penanggulangan kusta di Puskesmas Kamonji dikelola oleh seorang perawat
yang bekerjasama dengan dokter. Adapun program kerja yang dilakukan di Puskesmas
Kamonji terkait dengan penanggulangan kusta antara lain:
Tatalaksana pasien
1. Penemuan subjek
Penemuan subjek di puskesmas Kamonji dilaksanakan secara pasif dan aktif. Secara pasif,
pasien ditemukan karena datang ke puskesmas atas kemauan sendiri atau saran orang lain
dan secara tidak sengaja dicurigai sebagai penderita kusta. Sedangkan secara aktif,
dilakukan dengan kunjungan ke rumah pasien yang baru ditemukan (dideteksi), yang
sebelumnya mendapat laporan dari masyarakat atau bidan desa di wilayah kerja
puskesmas Kamonji. Kemudian puskesmas Kamonji juga melakukan kolaborasi dengan
program lain seperti Public Health Nurse (PHN). Dalam kegiatan ini dilakukan pemberian
konseling dan pemeriksaan fisik. Selain itu puskesmas ini juga melakukan pemeriksaan
anak sekolah dasar yang dilakukan setiap 6 bulan dimana dilakukan kolaborasi dengan
Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Jika ada kecurigaan kusta maka segera dirujuk ke
puskesmas untuk pemeriksaan lebih lanjut.
2. Diagnosis
Penegakan diagnosis kusta di puskesmas Kamonji hanya berdasarkan tanda-tanda utama
(cardinal sign) tanpa dilakukan pemeriksaan BTA. Yaitu kelainan (lesi) kulit yang mati
rasa. dan berbentuk bercak putih (hipopigmentasi) atau kemerahan (eritema) yang mati
rasa (anestesi), serta penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf. Bila
ada kasus yang meragukan dan butuh pemeriksaan lanjutan maka Puskesmas Kamonji
akan mengirim pasien ke pusat kesehatan di kota Palu yaitu khususnya di RSU Anutapura
Palu.
3. Penentuan regimen dan mulai pengobatan
Pasien yang terjaring dan telah didiagnosis dengan kusta maka akan dikelompokkan
menjadi 2 yaitu PB dan MB untuk menentukan jenis pengobatannya. Pada fase ini tidak
ada hambatan yang ditemukan.
4. Pemantauan pengobatan
Pasien yang telah dikelompokkan menjadi PB atau MB akan diberikan obat MDT satu
blister untuk satu bulan. Pasien diedukasi tentang jenis obat, waktu minum obat, cara
19

menyimpan obat, dan efek samping yang mungkin ditimbulkan. Pasien kemudian
dianjurkan untuk kembali setiap 1 bulan/saat obat habis diminum. Bila pasien terlambat
mengambil obat paling lama 1 bulan maka penanggung jawab program akan melakukan
pelacakan.
5. Konfirmasi kontak
Konfirmasi kontak dilakukan paling lambat dalam waktu 3 bulan setelah pasien
ditemukan. Dalam kegiatan ini penanggung jawab program akan memberikan konseling
sederhana dan pemeriksaan fisik pada semua anggota keluarga yang tinggal serumah
dengan pasien dan tetangga sekitar. Hambatan yang dialami adalah kadang terdapat
keluarga yang menolak untuk dilakukan pemeriksaan kontak serumah karena merasa malu
dan tidak terima dengan penyakit yang dialami anggota keluarganya.
6. Penyuluhan perseorangan
Penyuluhan perseorangan dilakukan oleh dokter dan penanggung jawab program saat
pasien datang pertama kali ke puskesmas, saat kontrol tiap 1 bulan pengobatan, saat
konfirmasi kontak serumah, dan saat penyuluhan di sekolah dasar.
7. Stok MDT
Stok MDT di puskesmas Kamonji mencukupi untuk mengobati pasien di wilayah
kerjanya. Ketika ditemukan kasus baru kusta maka penanggung jawab program akan
menghubungi dinas kesehatan Palu kemudian mengambil obat MDT dengan jumlah yang
diperkirakan mencukupi pengobatan pasien tersebut sampai selesai.
8. Pengisian kartu
Setiap pasien yang ditemukan (dideteksi) makan akan dibuatkan kartu pasien yang berisi
tentang identitas, diagnosis, status pasien, tanda/gambar kelaianan tubuh, tingkat dan
jumlah skor cacat, keteraturan pengobatan, hasil pemeriksan kontak, dan reaksi kusta.
Jumlah kartu yang dimiliki oleh puskesmas Kamonji masih mencukupi jumlah kasus kusta
di wilayah kerjanya.
9. Register kohort pasien
Setiap pasien yang ditemukan maka akan dicatat di register monitoring untuk
mengevaluasi perkembangan kecacatan, keteraturan pengobatan, dan hasil akhir
pengobatan. Pencatatan di register kohort pasien telah dilakukan secara teratur oleh
penanggung jawab program di puskesmas Kamonji.
10. Pelaporan penaggung jawab program
Pelaporan yang dilakukan di puskesmas Kamonji adalah mengirimkan copy register
kohort PB dan MB ke dinas kesehatan Palu tiap bulan. Selain itu kepala puskesmas
20

Kamonji melaporkan tentang hasil kegiatan selama setahun sehingga diketahui


pelaksanaan program kusta di wilayahnya.
Tatalaksana program
1. Rapid village survey
Kegiatan ini berupa pertemuan dan pemeriksaan seluruh desa untuk mencari suspek
dijaring oleh kelompok kerja. Kegiatan ini ditetapkan dan dipimpin oleh kepala desa.
Namun di puskesmas Kamonji kegiatan ini tidak dilakukan dikarenakan kurangnya dana
dan ketidakmauan dari kepala desa untuk melaksanakan kegiatan ini.
2. Pemeriksan laboratoirum
Di puskesmas Kamonji tidak memiliki fasilitas untuk pemeriksaan laboratorium sehinggah
untuk memastikan diagnosis kusta pasien dirujuk ke RSUD Undata Palu
3. Seminar dengan FK/Perdossi atau sekolah calon tenaga kesehatan lain
Kegiatan ini belum pernah dilaksanakan oleh puskesmas Kamonji dikarenakan tidak
adanya anggaran kegiatan dan sulitnya mencari waktu pelaksanaan kegiatan.
4. Monitoring dan evaluasi
Indikator utama
a. Angka penemuan kasus baru (CDR = case detection rate)
Merupakan indikator untuk menetapkan besarnya masalah dan transmisi yang sedang
berlangsung. Selain itu digunakan untuk menghitung jumlah kebutuhan obat serta
menunjukkan aktivitas program.

CDR dari puskesmas Kamonji tahun 2015 adalah 12/52.441 = 22,88 per 100.000
penduduk
b. Angka cacat tingkat 2 (Grade 2 disability rate)
Adalah angka kasus baru yang telah mengalami cacat tingkat 2 per 100.000 penduduk.
Angka ini dapat merefleksikan perubahan dalam deteksi kasus baru dengan penekanan
pada penemuan kasus secara dini.

Angka cacat tingkat 2 tidak ditemukan pada puskesmas Kamonji


21

e. Angka kesembuhan (RFT = release from treatment)


Angka ini sangat penting dalam kualitas tatalaksana pasien dan kepatuhan pasien dalam
minum obat. Untuk keperluan analisa pengobatan digunakan analisa kohort yaitu teknik
analisa dimana kasus kusta dikelompokkan menurut tanggal/waktu mulai diberikan
pengobatan MDT dan dimonitoring selama pengobatan yaitu selama 6-9 bulan untuk
psaien PB dan 12-18 bulan untuk pasien MB.

RFT Rate PB adalah 1/1 = 100%


RFT Rate MB adalah 6/19 = 31,5%
f. Prevalensi dan angka prevalensi
Angka ini menunjukkan besarnya masalah disuatu daerah, menentukan beban kerja dan
sebagai alat evaluasi.

Angka prevalensi tahun 2015 adalah 20/52.441 = 3,81 per 10.000 penduduk
g. Proporsi cacat tingkat 2
Angka ini bermanfaat untuk menunjukkan keterlambatan antara kejadian penyakit dan
penegakan diagnosis (keterlambatan pasien mencari pengobatan atau keterlambatan
petugas dalam penemuan pasien).

Proporsi cacat tingkat 2 tidak ditemukan pada Puskesmas Kamonji

22

h. Proporsi kasus anak (0-14 tahun)


Jumlah kasus anak diantara kasus yang baru ditemukan pada periode satu tahun. Dapat
dipakai untuk melihat keadaan penularan saat ini dan memperkirakan kebutuhan obat

Proporsi kasus anak tahun 2015 adalah 2/20 = 10%


i. Proporsi MB
Jumlah kasus MB yang ditemukan diantara kasus baru pada periode satu tahun. Angka
ini dapat dipakai untuk memperkirakan sumber penyebaran infeksi dan untuk
menghitung kebutuhan obat.

Proporsi MB tahun 2015 adalah 6/20 = 30%


j. Proporsi perempuan
Jumlah perempuan diantara kasus baru yang ditemukan pada periode satu tahun. Dapat
memberi gambaran tentang akses pelayanan terhadap perempuan diantara kasus baru.

Proporsi perempuan tahun 2015 adalah 11/20 = 55%


k. Proporsi kasus baru yang didiagnosis dengan benar
Jumlah kasus baru yang didiagnosis dengan benar diantara kasus yang baru ditemukan
pada periode satu tahun. Indikator ini bermanfaat untuk melihat kualitas diagnosis.

Proporsi kasus baru yang didiagnosis dengan benar adalah 100%

23

l. Proporsi kasus defaulter


Jumlah kasus yang tidak menyelesaikan pengobatan tepat waktu (PB tidak diambil obat
lebih 3 bulan dan MB lebih 6 bulan) diantara kasus baru yang mendapat pengobatan
pada periode satu tahun. Indikator ini bermanfaat untuk melihat kualitas kegiatan
pembinaan pengobatan/keteraturan berobat.

Proporsi kasus defaulter tahun 2015 pada Puskesmas Kamonji tidak ditemukan
m. Jumlah kasus sembuh
Jumlah kasus sembuh atau relaps yang ditemukan. Jika jumlah yang ditemukan relaps
disuatu daerah tinggi, penyelidikan lebih lanjut harus dilakukan. Indikator ini dipakai
untuk melihat efektifitas pengobatan MDT.
Jumlah kasus sembuh tahun 2015 adalah 7 orang
n. Proporsi kecacatan pada saat RFT
Jumlah kasus yang cacat atau derajat cacat bertambah berat pada saat RFT, diantara
jumlah kasus yang sudah dinyatakan RFT pada periode satu tahun. Indikator ini dapat
menggambarkan efektivitas POD selama pengobatan MDT.

Proporsi kecacatan pada saat RFT tidak ditemukan pada Puskesmas Kamonji

24

BAB IV
PENUTUP
4.1.

Kesimpulan
1. Kegiatan program kusta secara umum dibagi menjadi 2 yaitu tatalaksana pasien dan
tatalaksana program. Hampir seluruh program kerja penanggulangan kusta di
Puskesmas Kamonji telah dilakukan tanpa ada hambatan.
2. Pencapaian target cakupan program penanggulangan kusta di Puskesmas Kamonji
berdasarkan indikator sudah cukup.
3. Permasalahan yang menjadi kendala dalam mencapai target cakupan program
penanggulangan kusta di Puskesmas Kamonji adalah sumber daya manusia yang
masih kurang, dan masih ada stigma dimasyarakat bahwa kusta adalah penyakit
yang memalukan sehingga pasien kusta malu berobat ke Puskesmas, pasien takut
berobat lebih lanjut ketika telah mengalami efek samping dari pengobatan.

4.1.

Saran
1. Promosi pengendalian penyakit kusta dan konseling penyakit kusta harus lebih
sering dilakukan dengan sasaran yang lebih luas untuk meningkatkan pengetahuan
dan merubah sikap dan tindakan pasien, keluarga dan masyarakat untuk mendukung
upaya pengendalian penyakit kusta.
2. Kegiatan penemuan pasien harus lebih sering dilakukan secara aktif untuk menjaring
pasien-pasien yang tidak terdeteksi dengan penjaringan pasif.
3. Jumlah sumber daya manusia dalam hal ini petugas program penanggulangan kusta
harus ditambah agar dapat disebar ke seluruh desa di wilayah kerja Puskesmas
Kamonji sehingga akses pasien ke tenaga kesehatan tidak terlalu jauh.
4. Dinas kesehatan kota Palu harus memberikan perhatian lebih kepada Puskesmas
Kamonji karena prevalensi kasus kusta di daerah kerja paling tinggi di kota Palu.
5.

25

DAFTAR PUSTAKA
1. Kemenkes., Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit Kusta. Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyalahgunaan Lingkungan; 2012.
2. Tim Penyusun. 2015. Profil Kesehatan Puskesmas Kamonji Tahun 2014. Dinas
Kesehatan Kota Palu.
3. Wolff, K., Lowell, A., Stephen, I., Barbara, A., Amy, S., David, J., Fitzpatricks
Dermatology in General Medicine Seventh Edition. The McGraw-Hill: New York; 2008.
4. Wolff, K., Richard, A., Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology
Sixth Edition. The McGraw-Hill: New York; 2009.

26

Anda mungkin juga menyukai