Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Spinal stroke adalah gangguan pada suplai darah ke sumsum tulang belakang.
Sumsum tulang belakang bergantung pada pasokan darah untuk berfungsi dengan
baik. Sebuah gangguan dalam suplai darah menyebabkan kerusakan jaringan dan
dapat memblokir perjalanan impuls saraf sepanjang sumsum tulang belakang.1
Infark sumsum tulang belakang biasanya ditandai dengan onset akut, sering
disertai oleh tulang belakang (punggung) nyeri mendadak dan berat, yang bisa
menjalar caudad. Hal ini terkait dengan kelemahan bilateral, parestesia, dan gangguan
sensorik. Kehilangan kontrol sfingter dengan ketidakmampuan untuk membatalkan
atau buang air besar menjadi jelas dalam beberapa jam.1
Insiden spinal stroke infark belum secara khusus dilaporkan. Telah
diperkirakan bahwa spinal stroke infark menyumbang sekitar 1 persen dari semua
stroke. Perkiraan total kejadian stroke di Amerika Serikat, yang berkisar dari 540.000
menjadi 780.000 per tahun, 5.000-8.000 kasus spinal stroke infark spontan terjadi per
tahun.2
Di negara non-barat stroke spinal infark merupakan penyakit yang jarang
dijumpai. Sebuah study di India ditemukan bahwa spinal stroke infark merupakan
penyebab dari 3,65% pasien dengan non-kompressive myelopati.3
Tidak ada kaitan ras dan jenis kelamin tertentu terhadap angka kejadian spinal
stroke infark.1 Spinal stroke infark biasanya terjadi pada orang dewasa, ini diharapkan
karena biasanya komplikasi langsung maupun tidak langsung penyakit vaskular
aterosklerotik; usia rata-rata adalah 64 tahun yang terkena spinal stroke infark.2

2. TUJUAN PENULISAN
Tujuan Umum:
Tujuan penulisan ini untuk memberikan informasi kesehatan yang berkaitan
tentang Spinal Stroke Infark, mulai dari definisi, gejala, cara mendiagnosa, hingga
penatalaksanaan.
Tujuan Khusus:
Sebagai persyaratan yang harus dipenuhi dalam proses pembelajaran di SMF
ilmu penyakit saraf di RSUD Bangil Pasuruan.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Spinal stroke adalah gangguan pada suplai darah ke sumsum tulang belakang.
Sumsum tulang belakang bergantung pada pasokan darah untuk berfungsi dengan
baik. Sebuah gangguan dalam suplai darah menyebabkan kerusakan jaringan dan
dapat memblokir impuls saraf perjalanan sepanjang sumsum tulang belakang.
Suplai darah ke sumsum tulang belakang melibatkan sistem yang kompleks
dari pembuluh darah. Pembuluh darah utama adalah arteri spinalis anterior (di depan
sumsum tulang belakang) dan arteri spinalis posterior (di belakang). Stroke tulang
belakang yang paling umum mengenai arteri spinalis anterior. 1

2. Epidemiologi
Insiden spinal stroke infark belum secara khusus dilaporkan. Telah
diperkirakan bahwa spinal stroke infark menyumbang sekitar 1 persen dari semua
stroke. Perkiraan total kejadian stroke di Amerika Serikat, yang berkisar dari 540.000
menjadi 780.000 per tahun, 5.000-8.000 kasus spinal stroke infark spontan terjadi per
tahun.2
Di negara non-barat stroke spinal infark merupakan penyakit yang jarang
dijumpai. Sebuah study di India ditemukan bahwa spinal stroke infark merupakan
penyebab dari 3,65% pasien dengan non-kompressive myelopati.3
Tidak ada kaitan ras dan jenis kelamin tertentu terhadap angka kejadian spinal
stroke infark.1 Spinal stroke infark biasanya terjadi pada orang dewasa, ini diharapkan
karena biasanya komplikasi langsung maupun tidak langsung penyakit vaskular
aterosklerotik; usia rata-rata adalah 64 tahun yang terkena spinal stroke infark.2
Seiring bertambahnya usia arteri cenderung mengeras, sempit dan melemah,
tetapi orang-orang dengan tekanan darah tinggi, perokok, orang dengan kolesterol
tinggi, dan orang-orang dengan penyakit jantung atau diabetes (atau riwayat keluarga
penyakit jantung atau diabetes) memiliki peningkatan resiko.3

2
3. Patofisiologi
Spinal stroke infarks disebabkan oleh gumpalan darah memblokir salah satu
arteri yang memasok sumsum tulang belakang. Gumpalan darah dapat terbentuk di
arteri ini atau terbentuk dalam pembuluh darah di tempat lain di tubuh dan perjalanan
ke sumsum tulang belakang. Gumpalan biasanya membentuk di mana arteri
menyempit karena penumpukan deposit lemak (kolesterol) di dinding bagian dalam
arteri. Penyempitan ini disebut aterosklerosis.3

4. Gambaran Klinis
Gejala stroke tulang belakang tergantung pada apa bagian dari sumsum tulang
belakang terpengaruh. Tingkat keparahan gejala tergantung pada seberapa banyak
kerusakan yang terjadi di sumsum tulang belakang.
Gejala utama spinal stroke infark:
Kelemahan otot di kaki,
Perubahan sensasi (perasaan yang tidak biasa) di bagian bawah tubuh, nyeri,
Masalah dengan usus dan kandung kemih.
Gejala stroke tulang belakang biasanya muncul tiba-tiba. Kadang-kadang garis
horizontal atau band dapat ditarik sekitar batang tubuh (batang tubuh) atau sekitar
pinggang di mana gejala dimulai. Ini adalah titik di mana kerusakan telah terjadi ke
sumsum tulang belakang.
Kelemahan otot pada kaki dapat berkembang sangat cepat menjadi kelumpuhan.
Selain itu dapat terjadi spastisitas pada otot.
Gangguan sensorik yang dapat terjadi
Mati rasa,
Sensasi terbakar atau kesemutan

3
Kepekaan meningkat untuk rangsangan sentuh dan suhu, dan
Ketidakmampuan untuk memberitahu suhu air atau benda.
Gangguan fungsi pencernaan dan kandung. Kehilangan kontrol atas buang air
besar atau buang air kecil).3

5. Pemeriksaan Penunjang
MRI
CT Scan
Myelography

6. Penatalaksanaan

Terapi obat standar untuk spinal stroke infark adalah aspirin. Hal ini
didasarkan atas rekomendasi konsensus untuk perawatan akut stroke iskemik.
Kombinasi Aspirin dan Clopidogrel bermanfaat dalam mengurangi risiko infark
miokard, stroke berulang, dan kematian. Tidak ada studi telah meneliti khasiat
langsung dari terapi obat spinal stroke infark. Hal ini karena sifat jarang dari
gangguan dan sering keterlambatan dalam diagnosis.

Langkah-langkah standar untuk pengelolaan komplikasi akut paraplegia,


diarahkan pada pencegahan tromboflebitis perifer dan emboli paru. Ini termasuk
membungkus berdenyut kaki, dosis rendah heparin subkutan, dan fisioterapi.

Antikoagulan dianggap pada 2 tingkat dosis dengan alasan-alasan yang


berbeda. Hal ini dianggap pada dosis rendah dengan tujuan mencegah trombosis vena
perifer dan mengurangi risiko emboli paru, dan dianggap pada dosis yang lebih tinggi
dengan tujuan mencegah perluasan cedera iskemik akut dan, dalam jangka panjang,
mengurangi berulang morbiditas dan mortalitas tarif. Namun, seperti yang dinyatakan
sebelumnya, tidak ada studi definitif menentukan penggunaan antikoagulan infark
sumsum tulang belakang.1

7. Komplikasi
Imobilitas yang berasal dari paresis dan kelumpuhan memiliki sejumlah
konsekuensi medis yang lebih umum dan serius yaitu seperti vena stasis, trombosis
dan emboli paru, pneumonia, dan ulkus dekubitus.1

4
8. Prognosis
Angka kematian jangka pendek adalah 20-25% selama bulan pertama setelah
timbulnya gejala. Harapan hidup secara keseluruhan berkurang karena kelainan
pembuluh darah, infeksi, dan komplikasi medis lainnya. Peningkatan mencolok dalam
perawatan medis dan rehabilitasi telah menyebabkan peningkatan kualitas hidup
untuk pasien dengan sumsum tulang belakang stroke sejak Perang Dunia II. Sebuah
studi 2012 dari 115 pasien dengan spinal stroke infark menemukan bahwa pasien
mengalami perbaikan secara bertahap setelah kejadian. Pada 3-tahun tindak lanjut,
41% dari pasien yang menggunakan kursi roda di rumah sakit dapat berjalan dan 33%
dari pasien dengan kateter menjadi bebas kateter.
Karena tingkat kerusakan lebih sedikit daripada sebagian besar traumatic cord
injuries yang lain, dan potensi untuk pemulihan lebih besar karena iskemia dapat
bersifat reversibel, pasien-pasien ini mungkin memiliki fungsi yang lebih baik
dibandingkan pasien dengan traumatic cord injuries yang lain.1

5
BAB III

DATA PASIEN

1. Identitas Pasien

Nama : Ny. R

No Medrec : 00-24-11-76

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal lahir : Pasuruan/04 Agustus 1989

Umur : 25 tahun

Status : Menikah

Agama : Islam

Alamat : Parasan 01/05 Grati Pasuruan Jawa Timur

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Pendidikan : SD

Tanggal masuk : 20 Oktober 2014

Tanggal pemeriksaan : 21 Oktober 2014

2. Anamnesa
Keluhan Utama:
Lemah pada kedua tangan dan kaki
RPS:
Pasien merasa lemah pada kedua tangan dan kedua kaki. Keluhan dirasa sejak
4 hari yang lalu setelah mencuci. Awalnya terasa seperti geringgingan. Lemah awal
mula terasa pada kedua kaki lalu menjalar ke atas pada kedua tangan, lalu sulit jalan

6
dan sempat jatuh. Mual (+), Muntah-muntah (+) sejak 3 hari sebelumnya, perut
terasa nyeri pada sekitar ulu hati, nyeri kepala (-).
RPD :
HT -, DM -, Belum pernah mengalami seperti ini.
RPK :
Di keluarga tidak ada yang memiliki keluhan seperti ini.
RPO :
Tidak ada alergi obat.

3. Pemeriksaan Fisik
Status Interna
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 36,9o C
Kepala/Leher : a/i/c/d : -/-/-/-
Pembesaran KGB (-) , peningkatan JVP (-) , trakea teraba di
tengah (-)

Thoraks :

Cor : S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : Simetris, vesikuler/vesikuler, Rhonki (-), Whezing (-)

Abdomen : Flat, soefl, bising usus +

Ekstremitas : Akral hangat, kering, merah,

edema (-), Capillary refil time 1 detik

Status Neurologis
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6

7
Kaku kuduk : (-)
Nervus Cranialis
N. III, IV, VI : Reflek cahaya +/+, pupil isokor, 3 mm
Tidak ada kelainan
N. VII : Tidak ada kelainan
N. XII : Tidak ada kelainan
Fungsi Sensorik : Hipoestesi setinggi dermatom C-5
Kekuatan Motorik : 4 4
4 4
Tonus : N N
N N
Refleks Fisiologis : BPR +3/+3
TPR +3/+3
KPR +3/+3
APR +3/+3
Refleks Patologis : Hofman -
Tromer -
Babinski -
Chaddok -

4. Pemeriksaan penunjang
Foto cervical AP/Lateral

8
Lab Lengkap
Jenis Pemeriksaan Hasil
Glukosa Darah Acak 107 mg/dl
Faal Hati
SGOT 14
SGPT 17
Profil Lemak
Cholesterol 118
Trigliserida 61
HDL Kholesterol 32
LDL kholesterol 75
Faal Ginjal
BUN 7.0
Serum Kreatinin 0.7
Uric Acid 1.9
Elektrolit
Natrium 145.2
Kalium 3.7
Chlorida 103.8
iCalsium 1.042
Darah Lengkap
WBC 9.31 10e3/uL
NEU 6.33 66.6%
LYM 2.08 21.9%
MONO .681 7.15%
EOS .303 3.18%
BASO .112 1.17%
RBC 5.79 10e6/uL
HGB 14.7 g/dL
HCT 43.2 %
MCV 83.3 fL
MCH 25.4 pg

9
MCHC 30.5 g/dL
RDW 12.3 %
PLT 302 10e3/uL
MPV 6.66 fL

5. Diagnosa
Diagnosa Klinis : Akut Tetraparese UMN
Akut Vomiting
Diagnosa Topis : Cervical
Diagnosa Etiologi : Myelopati cervical ec. suspect Spinal Vascular Attack (Spinal
Stroke Infark)

10
BAB IV
PEMBAHASAN

Ny. R 25 tahun datang dengan keluhan lemah pada kedua tangan dan kaki.
Pada anamnesa didapatkan keluhan lemah pada keempat ekstremitas dirasa sejak 4
hari yang lalu setelah pasien mencuci. Awalnya terasa seperti geringgingan. Lemah
awal mula terasa pada kedua kaki lalu menjalar ke atas pada kedua tangan, lalu sulit
jalan dan sempat jatuh. Mual (+), Muntah-muntah (+) sejak 3 hari sebelumnya, perut
terasa nyeri pada sekitar ulu hati, nyeri kepala (-).
Pada pemeriksaan fisik status interna semua dalam batas normal. Pada status
neurologis didapatkan gangguan fungsi sensorik yaitu hipoestesi setinggi dermatom
C-5.

Pada kekuatan motorik terjadi penurunan pada keempat ekstremitas. Keempat


ekstremitas dapat melawan gravitasi dan dapat melawan tahanan sedang (kekuatan
motorik= 4). Refleks Fisiologis meningkat. Pada reflek tendon biceps +3/+3, reflek
tendon patella +3/+3. Dilakukan pemeriksaan refleks patologis: Hofman, Tromer,
Babinski, Chaddok hasilnya negatif. Pada pemeriksaan nervus cranialis dalam batas
normal tidak ditemukan kelainan.

11
Dari anamnesa dan pemeriksaan yang telah dilakukan ditemukan ada kelemahan pada
keempat ekstremitas, ada peningkatan refleks fisiologis, tidak ada refleks patologis, tidak
ada kelainan pada nervus cranialis dapat disimpulkan:
Diagnosa klinis: tetraparese tipe UMN
Diagnosa topis: cervical
Diagnosa etiologi: Myelopathy cervical et causa suspect Spinal Vascullar Attack (Stroke
Spinal Infark)
Diagnosa klinis tetraparese tipe UMN karena ada penurunan kekuatan motorik pada
keempat ekstremitas dan terdapat peningkatan refleks fisiologis. Diagnosa topis cervical
karena sesuai ditemukan hipoestesi setinggi dermatom C5.
Spinal stroke infark memiliki onset akut. Pada anamnesa ditemukan kelemahan otot
pada keempat ekstremitas yang dimulai pada kaki lalu tangan, didapatkan rasa
kesemutan, perubahan sensasi (perasaan yang tidak biasa) di bagian bawah tubuh yang
merupakan gejala klinis dari spinal stroke infark. Tidak didapatkan riwayat trauma. Pada
pasien tidak ditemukan gangguan fungsi pencernaan dan gangguan fungsi kandung
kemih. Hal ini mungkin bisa disebabkan karena lesi minimal dan tidak mengenai serabut
saraf otonom.

Untuk penegakkan diagnosa yang lebih pasti pada kasus ini diperlukan pemeriksaan
lebih lanjut yaitu MRI. MRI digunakan untuk melihat adanya penyumbatan pada area
sumsum tulang belakang yang terkena.

12
BAB V
KESIMPULAN

Spinal stroke infark merupakan salah satu bentuk stroke infark yang mengenai
pembuluh darah pada medula spinalis (sumsum tulang belakang). Gangguan pada suplai
darah ke sumsum tulang belakang akan menyebabkan kerusakan jaringan dan dapat
memblokir impuls saraf perjalanan sepanjang sumsum tulang belakang. Hal ini akan
menyebabkan gejala seperti kelemahan otot di kaki, perubahan sensasi di bagian bawah
tubuh, nyeri, masalah dengan usus dan kandung kemih.
Gejala stroke tulang belakang biasanya muncul tiba-tiba. Kelemahan otot pada kaki
dapat berkembang sangat cepat menjadi kelumpuhan. Selain itu dapat terjadi spastisitas
pada otot. Gangguan sensorik yang dapat terjadi mati rasa, sensasi terbakar atau
kesemutan, kepekaan meningkat untuk rangsangan sentuh dan suhu, dan
ketidakmampuan untuk memberitahu suhu air atau benda, gangguan fungsi pencernaan
dan kandung. Kehilangan kontrol atas buang air besar atau buang air kecil).
Terapi obat standar untuk spinal stroke infark adalah aspirin. Hal ini didasarkan atas
rekomendasi konsensus untuk perawatan akut stroke iskemik. Kombinasi Aspirin dan
Clopidogrel bermanfaat dalam mengurangi risiko infark miokard, stroke berulang, dan
kematian.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Scott Thomas F. Spinal Cord Infarction. 2014. Medscape.

2. Mullen Michael, McGarvey L Michael. Spinal cord infarction. 2014. Wolters

kluwer health.

3. Lisak Robert P, Truong Daniel D,Carroll William M, Bhidayasiri Roongroj.

International Neurology: A Clinical Approach. 2009. Willey-Blackwell.

14

Anda mungkin juga menyukai