Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS PORTOFOLIO

DOKTER INTERNSHIP

MENAGEMEN PASIEN ANGINA DI UNIT GAWAT


DARURAT

Penulis:
dr. Tommy Satriasumatri

Pembimbing
dr. Dinarsari Hayuning Putri, Sp.JP.FIHA

RSUD dr. H. M. ANSARI SALEH


BANJARMASIN
KALIMANTAN SELATAN
2021
LAPORAN KASUS

Disusun untuk memenuhi Tugas Internsip

Judul Laporan Kasus : Menagemen Pasien Angina di Unit Gawat Darurat


Disusun Oleh : dr. Tommy Satriasumatri
Wahana : RSUD Moch. Ansari Saleh
Periode : November 2020 – Agustus 2021

Menyetujui,
Dokter Pembimbing

dr. Dinarsari Hayuning Putri, Sp.JP.FIHA

2
Abstrak
Angina Pektoris Tidak Stabil merupakan bagian dari Sindrom Koroner Akut
disebabkan oleh thrombus akut yang menyumbat arteri coroner yang menyebabkan
aliran darah berkurang dan terjadi ketidak seimbangan antara supply dan demand.
Sehingga menimbulkan gejala berupa nyeri dada. Laporan kasus ini membahas
pasien baru masuk via Instalasi Gawat Darurat RSUD DR. Moch. Ansari Saleh,
seorang perempuan 46 tahun datang dengan keluhan nyeri dada kiri yang menjalar
kebahu, terasa panas dengan durasi 20 menit. Dari pemeriksaan fisik TD 154/97
mmHg. Pemeriksaan EKG didapatkan gambaran gelombang T inverted. Penalaksaan
pada pasien ini segera diberika O2 3 lpm, ISDN dan dual-antiplatelet.
Key words : Angina pectoris tidak stabil, Sindrom coroner akut, dual-antiplatelet

3
BAB I
LATAR BELAKANG

Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau disebut juga dengan coronary artery

disease (CAD) merupakan penyakit jantung yang disebabkan oleh penyempitan arteri

koronaria akibat proses aterosklerosis.1 Penyempitan atau penyumbatan pada arteri

koroner ini dapat mengurangi aliran darah ke otot jantung sehingga menjadi iskemik.2

Data World Health Organization (WHO) tahun 2016 memperkirakan bahwa

sekitar 17,9 juta orang meninggal tiap tahun meninggal akibat penyakit

kardiovaskuler dengan estimasi 31% kematian diseluruh dunia, terutama 85%

disebabkan oleh serangan jantung dan stroke.3 Penderita penyakit jantung

berdasarkan jenis kelamin lebih tinggi terjadi pada perempuan yaitu 1,6 persen

dibandingkan laki-laki 1,3 persen.4,5

Penyakit jantung koorner dibagi menjadi angina pectoris stabil, Angina pectoris

tidak stabil, infark miokard dengan non elevasi segmen St dan infark miokard dengan

elevasi segmen ST.6,7 Angina pectoris tidak stabil dapat diketahui dengan adanya

keluhan angina tipikal mirip dengan infark miokard tanpa elevasi segmen ST

(NSTEMI) yang tidak terjadi peningkatan enzim jantung (CKMB, Troponin I/T).7

Penegakan diagnosis yang tepat dan cepat menjadi kunci keberhasilan dalam

penatalaksanaannya untuk mencegah kematian dan meminimalkan keluhan serta

membatasi perluasan kerusakan miokard.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau disebut juga dengan coronary artery

disease (CAD) merupakan penyakit jantung yang disebabkan oleh penyempitan arteri

koronaria akibat proses aterosklerosis.1 Aterosklerosis merupakan suatu proses

inflamasi kronik progresif pada dinding pembuluh darah yang melibatkan lipid,

trombosis, dan sel-sel imun sehingga pembuluh darah menjadi kaku dan sempit.

Arteri koroner merupakan sistem pembuluh darah yang mengalirkan oksigan dan

nutrisi pada otot jantung. Penyempitan atau penyumbatan pada arteri koroner ini

dapat mengurangi aliran darah ke otot jantung sehingga menjadi iskemik.2

2.2 Epidemiologi

Data World Health Organization (WHO) tahun 2016 memperkirakan

bahwa sekitar 17,9 juta orang meninggal tiap tahun meninggal akibat penyakit

kardiovaskuler dengan estimasi 31% kematian diseluruh dunia, terutama 85%

disebabkan oleh serangan jantung dan stroke.3 Berdasarkan hasil Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2018 menunjukkan prevalensi

penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia yaitu sebesar 1,5 persen

dari total penduduk. Hasil tersebut juga menunjukkan penderita penyakit jantung

berdasarkan jenis kelamin lebih tinggi terjadi pada perempuan yaitu 1,6 persen

dibandingkan laki-laki 1,3 persen.4

5
Berdasarkan data Sample Registration System (SRS) Indonesia tahun 2014

menunjukkan penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian tertinggi

kedua setelah stroke, yaitu sebesar 12,9 persen dari seluruh penyebab kematian

tertinggi di Indonesia. 4,5

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko

a. Etiologi
Penyakit jantung koroner terjadi karena ketidakseimbangan antara demand dan
supply atau kebutuhan dan penyediaan oksigen otot jantung dimana terjadi kebutuhan
yang meningkat atau penyediaan yang menurun, atau bahkan gabungan diantara
keduanya. Gangguan pada aliran darah arteri koroner terjadi karena tekanan darah
koroner meningkat, yang salah satunya disebabkan oleh aterosklerosis, thrombosis,
spasme, disseksi koroner dan aneurisma yang mempersempit saluran sehingga
meningkatkan tekanan, kemudian gangguan pada otot regulasi jantung.6,7

b. Faktor Risiko7

Beberapa faktor risiko yang meningkatkan kerentanan terhadap PJK yang

terbagi atas dua yaitu:8

1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah yaitu:

a) Usia : resiko meningkat pada pria ≥ 45 tahun dan wanita ≥ 55 tahun atau

menopause premature tanpa terapi penggantian estrogen.

b) Jenis kelamin : morbiditas pada laki-laki dua kali lebih besar daripada

perempuan

6
c) Riwayat penyakit keluarga : Riwayat keluarga PJK (penyakit jantung koroner)

usia dini yaitu usia ayah <55 tahun dan ibu <65 tahun.

2. Faktor risiko yang dapat diubah yaitu:

a) Hiperlipidemia (LDL-C): batas atas, 130-159 mg/dL; tinggi ≥ 160 mg/dL.

b) HDL-C rendah: <40 mg/dL.

c) Hipertensi (≥140/90 mmHg).

d) Merokok.

e) Diabetes meilitus (bergantung-insulin atau tidak bergantung-insulin).

f) Obesitas.

g) Ketidakaktifan fisik.

h) Hiperhomosisteinemia (≥16µmol/L)

2.4 Klasifikasi

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram

(EKG), dan pemeriksaan marka jantung, penyakit jantung coroner dibagi menjadi:7,9

1. Angina Pektoris stabil

2. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)

3. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment

elevation myocardial infarction)

4. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation

myocardial infarction)

7
2.5 Patofisiologi

Proses aterosklerosis sudah mulai pada dekade pertama dan kedua kehidupan

berupa garis-garis lemak atau fatty streaks, bahkan saat masih dalam kandungan ibu

berupa penebalan dinding pembuluh darah fisiologis. Sejalan dengan pertambahan

usia dan adanya faktor-faktor resiko penyakit metabolik, proses tersebut akan

memunculkan berbagai penyakit beserta komplikasinya.10

Penyakit jantung koroner diawali dengan terbentuknya plak aterosklerosis.

Plak ini dapat terbentuk melalui suatu proses inflamasi kronik yang melibatkan peran

lipid, thrombosis, sel-sel imun, dan dinding vaskular dalam patofisiologinya. Proses

aterosklerosis telah dimulai bahkan sejak dalam kandungan ibu. Seiring berjalannya

waktu dan adanya beberapa faktor risiko, proses ini akan semakin berkembang

menjadi penyakit yang berhubungan dengan aterosklerosis, seperti PJK dan

komplikasinya.11

Proses diawali dari berubahnya k-LDL menjadi lebih aterogenik mungkin

setelah proses oksidasi dan berubah menjadi LDL yang teroksidasi (Ox LDL). Disisi

lain, pada daerah predileksi aterosklerosis, seperti aorta dan arteri koronaria, endotel

bisa mengalami kelainan berupa kebocoran endotel, tetapi endotel masih intak. Lama-

kelamaan, molekul plasma dan partikel lipoprotein lain bisa mengalami ekstravasasi

melalui endotel yang bocor ke ruang subendotelial. Peristiwa ini membuat Ox LDL

akan tertahan dan berubah sifat menjadi sitotoksik, proinflamasi, kemotatik, dan

proaterogenik. Hal ini menjadi suatu rangsangan untuk aktivasi endotel. Endotel

mulai mengeluarkan sitokin, produksi NO (Nitrogen monoksida) berkurang yang

8
sebanding dengan berkurangnya kemampuan endotel untuk berdilatasi. Selain itu,

endotel juga mengeluarkan sel-sel adesi, seperti Vascular Cell Adhesion Molecule-1,

InterCellular Adhesion-1, E selectin, P selectin dan menangkap monosit dan sel T.

Monosit akan berubah menjadi makrofag untuk melakukan fagositosis terhadap Ox

LDL dan berubah menjadi sel busa (foam cell), kemudian berkembang menjadi inti

lipid (lipid core) dengan pelindung berupa fibrous cap. Sel apoptotik yang dihasilkan

oleh Ox LDL akan menyebabkan instabilitas dan memicu terbentuknya trombus.

Trombus yang terbentuk mengakibatkan lumen pembuluh darah semakin kecil dan

menghambat aliran darah.12

Gambar 1. Patofisiologi aterosklerosis13

Secara struktural, perubahan awal dari pembuluh darah yang dijelaskan secara

mikroskopis adalah penebalan tunika intima. Penebalan tunika intima termasuk

mekanisme adaptif normal akibat respon hemodinamik pada bagian pembuluh darah

9
tertentu seperti arteri koroner, arteri karotis, aorta torakalis, aorta abdominal, dan

aorta desenden.14

Tahapan aterosklerosis terus berlanjut menjadi dengan garis-garis lemak atau

fatty streaks yang merupakan lesi primer yang muncul pada saat anak-anak dan

remaja, namun progresifitasnya tergantung faktor resiko yang dimiliki oleh

seseorang. Garis lemak ini terbentuk ketika molekul LDL mulai masuk dan

terakumulasi di tunika intima. Molekul LDL mengalami oksidasi dan modifikasi

menjadi oxLDL yang mencetuskan reaksi sistem imun bawaan. Inflamasi dimulai

ketika sel endotel mengeluarkan kemokin yang dapat menarik monosit, limfosit, sel

mast, dan neutrofil masuk ke tunika intima. Ciri utama lesi adalah adanya kumpulan

sel makrofag pemakan lemak atau sel busa, sel otot polos, dan proteoglikan pada

tunika intima. Berdasarkan penelitian pada hewan coba, garis lemak ini kemudian

dapat regresi spontan pada usia lanjut (15-34 tahun) karena sel busa dapat

meninggalkan dinding sel arteri melalui sel-sel endotel. Lesi primer ini akan terlihat

secara mikroskopik di mikroskop dan berlanjut menjadi besar sehingga akan tampak

dilihat secara langsung.14

Progresifitas awal dari lesi primer adalah pembentukan PIT (pathologic intimal

thickening). Lesi ini terdiri dari sel otot polos dikelilingi materiks proteoglikan-

kolagen yang teragregasi di ruang subendotel. Pada permukaannya terdapat kumpulan

lipid (lipid pool) yang kaya dengan seyawa hyaluronad dan proteoglikan yang dapat

meningkatkan afinitas lipoprotein plasma dan teragregasi bersama dengan kumpulan

10
lipid subendotel. Ciri khas lain dari PIT yaitu adanya akumulasi makrofag pada

bagian luminal dari kumpulan lipid.15

Infiltrasi makrofag yang masif kemudian mengalami proses apoptosis dan

autofagi sehingga menghasilkan suatu komponen aseluler yang disebut necrotic

cores. Bagian ini terbuat dari debris sel dan tidak ditemukan matrik ekstrasel

sehingga tidak bisa terwarnai dalam pewarnaan histologi. Seperti yang terlihat di

Gambar 2.2(A), Necrotic core tampak dilapisi oleh lapisan fibrosa tebal dengan sel

sel otot polos dan matriks kolagen-proteoglikan sehingga dinamakan fibroateroma.

Lapisan fibrosa tebal ini semakin lama semakin tipis oleh adanya aktifitas enzim

matrix metalloproteinases (MMPs) makrofag yang mendegradasi matriks lapisan

fibrosa sehingga plak aterosklerosis tahap lanjut dinamakan dengan thin-cap

fibroatheroma (TCFA), terlihat di Gambar 2.2(B). Plak ini sangat rentan dan mudah

ruptur atau pecah. Ketika lapisan fibrosa ini pecah, maka necrotic core terpapar

dengan darah dan menstimulasi proses koagulasi yang melibatkan trombosit sehingga

terbentuk trombus yang dapat menyumbat aliran darah.14,15

Gambar 2 Gambaran histologi plak aterosklerosis tipe (A) plak ateroma lapisan
fibrosa tebal dan (B) plak ateroma lapisan fibrosa tipis.15

11
2.6 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

penunjang sebagai berikut:7

1. Anamnesis

Pasien datang dengan keluhan iskemik berupa nyeri dada. Nyeri dada typical

(angina tipikal) dengan keluhan rasa tertekan/berat di daerah retrosternal dengan

penjalaran ke lengan kiri, leher, rahang, interscapular, bahu ataupun epigastrium.

Keluhan berlangsung >20 menit. Dapat disertai dengan keluhan angina atypical

seperti diaphoresis, mual/muntah, nyeri abdomen sesak nafas atau sinkop. Keluhan

atypical biasanya dijumpai pada wanita muda (25-40 tahun) atau >50 tahun. Faktor

lain yang dapat ditanyakan adalah biasanya pada pria, ada riwayat aterosklerosis non

koroner, pernah infark miokard, adanya faktor resiko (hipertensi, merokok,

dyslipidemia, DM, riwayat PJK dini dalam keluarga).

2. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik biasanya dilakukan untuk mengidentifikasi faktor

pencetus, komplikasi, penyakit penyerta ataupun diagnosis banding. Tidak ada

pemeriksaan fisik yang khas pada pasien angina. Regurgitasi katup mitral, suara

jantung tiga dan ronki basah halus biasanya diperiksa untuk mengidentifikasi

komplikasi.

12
3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan elektrokardiografi dilakukan pada pasien dengan keluhan angina.

Waktu pemeriksaan adalah 10 menit sejak pasien datang ke IGD dan diulang tiap

serangan muncul. Interpretasi yang mungkin muncul adalah ST elevasi pada angina

akut. Jika ditemukan ST depresi menandakan NSTEMI atau UAP. Kemudian

dilakukan pemeriksaan marka jantung yaitu Troponin I/T atau CKMB yang

merupakan marka pada saat miosit jantung mengalam infark. Sensitivitas dan

spesifisitas Troponin lebih tinggi dibanding CKMB. Pemeriksaan laboratorium lain

adalah darah rutin, GDS, fungsi ginjal dan panel lipid. Foto polos dada juga dapat

digunakan untuk menyingkirkan diagnosis.

1. Angina Pektoris Stabil7,9

Angina Pektoris Stabil ditandai dengan rasa nyeri yang timbul karena iskemia

miokardium, mempunyai karakteristik khas cardiac chest pain dan biasanya muncul

selama kurang lebih 10 menit.16

Penyebab dari angina pektoris stabil adalah:

 Penyempitan arteri koroner kiri ≥50% dan disertai satu atau lebih arteri utama

lainnya yang menyempit ≥70%

 Disfungsi mikrovaskuler

 Vasospasme koroner

Gejala Klinis yang ditemukan antara lain:

13
 Angina, sesak napas, kelelahan, mual – muntah, rasa terbakar, restlesness

sampai impending doom.

 Durasi tidak lebih dari 10 menit

 Gejala biasanya muncul atau diperparah oleh aktifitas dapat menjalar ke

lengan kiri, punggung, rahang atau ulu hati

 Terdapat salah satu atau lebih faktor risiko : Diabetes mellitus, Dislipidemia,

hipertensi dan riwayat keluarga dengan PJK.

2. Angina pektoris tidak stabil (UAP) dan Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi

ST (NSTEMI)7

a. Gejala Klinis dan Diagnosis

Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina

yang bertambah dari biasa. Nyeri dada pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih

lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul karena aktivitas yang

minimal. Nyeri dada lebih dari 20 menit dapat disertai keluhan sesak nafas, mual

sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin. Pada pemeriksaan fisik

sering kali tidak ada yang khas.

Menurut pedoman American College of Cardiology dan American Heart

Association, perbedaan angina tak stabil dan infark tanpa elevasi segmen ST

(NSTEMI) adalah apakah iskemia yang ditimbulkan cukup berat sehingga dapat

menimbulkan kerusakan miokardium, sehingga adanya pertanda kerusakan

14
miokardium dapat diperiksa Diagnosis angina tak stabil bila pasien memiliki keluhan

iskemia, sedangkan kenaikan enzim troponin T dan CKMB tidak terjadi, dengan

ataupun tanpa perubahan EKG seperti adanya elevasi atau depresi segmen ST yang

sebentar maupun adanya gelombang T yang negatif.

b. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk angina pektoris tak stabil adalah:

1. Elektrokardiografi (EKG)

EKG yang mungkin dijumpai pada pasien NSTEMI dan UAP antara lain:

 Depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T; dapat disertai dengan

elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20 menit)

 Gelombang Q yang menetap

 Normal.

Perubahan EKG pada UAP bersifat sementara dan masing-masing dapat terjadi

sendiri-sendiri ataupun bersamaan. Perubahan tersebut timbul di saat serangan angina

dan kembali ke gambaran normal atau awal setelah keluhan angina hilang dalam

waktu 24 jam. Bila perubahan tersebut menetap setelah 24 jam atau terjadi elevasi

gelombang Q, maka disebut sebagai IMA.

2. Uji latih

Tujuan dari stress test adalah:

a. Menilai nyeri dada apakah berasal dari jantung atau tidak

15
b. Menilai beratnya penyakit seperti bila kelainan terjadi pada pembuluh darah

utama akan memberi hasil positif kuat

Pada pasien yang telah stabil dengan terapi medikamentosa dan menunjukkan

tanda resiko tinggi perlu pemeriksaan exercise test dengan alat treadmill. Bila

hasilnya negative maka prognosis baik. Sedangkan bila hasilnya positif, lebih-lebih

bila didapatkan depresi segmen ST yang dalam, dianjurkan untuk dilakukan

pemeriksaan angiografi koroner, untuk menilai keadaan pembuluh koronernya apakah

perlu dilakukan tindakan revaskularisasi PCI karena resiko terjadinya komplikasi

kardiovaskuler dalam waktu mendatang cukup besar.

3. Ekokardiografi

Pemeriksaan ekokardiografi tidak memberikan data untuk diagnosis angina tak

stabil secara langsung.Tetapi bila tampak adanya gangguan faal ventrikel kiri, adanya

insufisiensi mitral dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung, menandakan

prognosis kurang baik.

4. Foto toraks

Foto toraks biasanya normal pada pasien dengan angina. Pembesaran jantung

dapat menandakan adanya disfungsi pada organ jantung sebelumnya.

5. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan troponin T atau I dan pemeriksaan CK-MB telah diterima sebagai

petanda paling penting dalam diagnosis SKA.Menurut Europian Society of

Cardiology (ESC) dan ACC dianggap ada mionekrosis bila troponin T atau I positif

16
dalam 24 jam.Troponin tetap positif sampai 2 minggu.Resiko kematian bertambah

dengan tingkat kenaikan troponin.

CK-MB kurang spesifik untuk diagnosis karena juga ditemukan diotot skeletal,

tapi berguna untuk diagnosis infark akut dan akan meningkat dalam beberapa jam dan

kembali normal dalam 48 jam. Pada dasarnya pengobatan pada angina pektoris

bertujuan untuk memperpanjang hidup dan memperbaiki kualitas hidup dengan

mencegah serangan angina baik secara medikal atau pembedahan.

7
3. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST (STEMI)

Pada anamnesis perlu ditanyakan dengan lengkap bagaimana kriteria nyeri dada

yang di alami pasien, sifat nyeri dada pada pasien STEMI merupakan nyeri dada

tipikal (angina). Faktor resiko seperti hipertensi,diabetes melitus, dislipidemia,

merokok, serta riwayat penyakit jantung koroner di keluarga.

Pada pemeriksaan fisik di dapati pasien gelisah dan tidak bisa istirahat. Seringkali

ektremitas pucat di sertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30

menit dan banyak keringat di curigai kuat adanya STEMI. Tanda fisis lain pada

disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas jantung pertama

dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik

atau late sistolik apikal yang bersifat sementara. Selain itu diagnosis STEMI

ditegakan melalui gambaran EKG adanya elevasi ST kurang lebih 2mm, minimal

pada dua sadapan prekordial yang berdampingan atau kurang lebih 1mm pada 2

17
sadapan ektremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang

meningkat, memperkuat diagnosis.

2.7 Tatalaksana

1. Angina pektoris stabil 9

 Medikamentosa: Aspilet1x80-160mg, Simvastatin1x20-40 mg atau

Atorvastatin 1x 20-40 mg atau Rosuvastatin1x10-20mg, Betabloker: Bisoprolol

1x5-10 mg/ Carvedilol 2x25 mg/ Atau Metoprolol 2x50mg, Ivabradine 2x5mg

jika pasien intoleran dengan beta bloker Isosorbid dinitrat 3x 5-20 mg atau

Isosorbid mononitrat 2x 20 mg.

 PCI atau CABG: Intervensi koroner perkutan (PCI) atau CABG elektif

dilakukan jika ditemukan bukti iskemik dari pemeriksaan penunjang di atas

disertai lesi signifikan berdasarkan pemeriksaan angiografi koroner. Kriteria

lesi signifikan : LM stenosis 50%, LAD stenosis di osteal/proksimal >50%,

LAD stenosis di mid-distal > 70%, LCx stenosis > 70%, dan RCA stenosis

>70%. Pada lesi-lesi non signifikan yang dijumpai bukti adanya iskemia yang

luas memerlukan pemeriksaan menggunakan FFR (flow fraction ration). Nilai

FFR < 0,8 menunjukkan lesi signifikan. Pada tempat yang tidak memiliki

fasilitas FFR maka pemeriksaan iskemik stress test dapat membantu apakah lesi

sebagai penyebab iskemik. Indikasi CABG : Lesi multiple stenosis (> 2

pembuluh koroner) dengan atau tanpa diabetes mellitus. Pada kasus-kasus

18
multivessel disease dimana CABG mempunyai risiko tinggi (Fraksi ejeksi

rendah, usia >75 tahun atau pembuluh distal kurang baik untuk grafting) maka

dapat dilakukan PCI selektif dan bertahap (selective and Stagging PCI) dengan

mempertimbangkan kondisi klinis pasien, lama radiasi, jumlah zat kontras dan

lama tindakan. PCI lanjutan dapat dikerjakan dalam kurun waktu 1-3 bulan

kemudian jika kondisi klinis stabil. PCI lanjutan harus dipercepat jika terdapat

keluhan bermakna (simptomatik).

2. Angina pektoris tidak stabil dan infark miokard tanpa elevasi segmen ST 9

1. Fase Akut di IGD

a. Bed rest total

b. Oksigen 2-4L/menit

c. Pemasangan IV FD

d. Obat-obatan :

- Aspilet 160mg kunyah

- Clopidogrel (untuk usia <75 tahun dan tidak rutin mengkonsumsi

clopidogrel) berikan 300 mg atau Ticagrelor 180mg

- Nitrat sublingual 5mg, dapat diulang sampai 3 (tiga) kali jika masih ada

keluhan, dilanjutkan Nitrat iv bila keluhan persisten

- Morfin 2-4 mg iv jika masih nyeri dada

e. Monitoring jantung

f. Stratifikasi risiko di IGD untuk menentukan strategi invasif.

19
- Pasien risiko sangat tinggi sebaiknya dikerjakan PCI dalam 2 jam dengan

mempertimbangkan ketersediaan tenaga dan fasilitas cathlab. Kriteria risiko

sangat tinggi bila terdapat salah satu kriteria berikut:

o Angina berulang

o Syok kardiogenik

o Aritmia malignant (VT, VF,TAVB)

o Hemodinamik tidak stabil

- Pasien dengan peningkatan enzim jantung namun tanpa kriteria risiko sangat

tinggi di atas, dirawat selama 5 hari dan dapat dilakukan PCI saat atau

setelah pulang dari rumah sakit dengan mempertimbangkan kondisi klinis

dan ketersediaan tenaga dan fasilitas cathlab.

- Pasien tanpa perubahan EKG dan kenaikan enzim, dilakukan iskemik stress

test: Treadmil ltest, Echocardiografi Stress test, Stress test perfusion

scanning atau MRI. Bila iskemik stress test negatif, boleh dipulangkan.

2. Fase Perawatan Intensif di CVCU (2x24 jam):

a. Obat-obatan: Simvastatin 1x20-40mg atau Atorvastatin 1x20-40mg atau

rosuvastatin 1 x 20 mg jika kadar LDL di atas target, Aspilet 1x80-160 mg,

Clopidogrel 1x75mg atau Ticagrelor 2x90mg, Bisoprolol 1x5-10mg jika

fungsi ginjal bagus, atau Carvedilol 2x 12,5 mg jika fungsi ginjal menurun,

dosis dapat di uptitrasi; diberikan jika tidak ada kontra indikasi, Ramipril1 x

10 mg atau Lisinopril 1x 10, Captopril 3x25mg atau jika LV fungsi menurun

20
EF <50% dan diberikan jika tidak ada kontra indikasi. Jika intoleran dengan

golongan ACE-I dapat diberikan obat golongan ARB: Candesartan 1 x 16,

Valsartan 2x80 mg, Obat pencahar 2xI sendok makan, Diazepam 2x5 mg,

Heparinisasi dengan: UF heparin bolus 60 Unit/kgBB, maksimal 4000 Unit,

dilanjutkan dengan dosis rumatan 12 unit/kgBB maksimal 1000 Unit/jam

atau Enoxaparin 2x60 mg SC (sebelumnya dibolus 30mg iv di UGD) atau

Fondaparinux 1x2,5 mg SC.

b. Monitoring jantung

c. Puasa 6 jam

d. Diet jantung I 25-35 kkal/KgBB/24jam

e. Totalcairan 25-35 cc/KgBB/24jam

f. Pemeriksaan profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserid) dan asam

urat

3. Fase perawatan biasa

a. Sama dengan langkah 2 a-f (diatas)

b. Stratifikasi risiko untuk prognosis sesuai skala prioritas pasien (pilih salah

satu) : Treadmill test, Echocardiografi Stress test, Stress test perfusion

scanning atau MRI

3. Infark miokard dengan ST elevasi9

1. Fase Akut di UGD

a. Bed rest total

21
b. Oksigen 2-4 liter/menit

c. Pemasangan IVFD

d. Obat-obatan : Aspilet 160mg kunyah, Clopidogrel (untuk usia<75 tahun dan

tidak rutin mengkonsumsi clopidogrel) berikan 300 mg jika pasien

mendapatkan terapi fibrinolitik atau Clopidogrel 600mg atau Ticagrelor1

80mg jika pasien mendapatkan primary PCI, Atorvastatin 40mg, Nitrat

sublingual 5mg, dapat diulang sampai 3 (tiga) kali jika masih ada keluhan,

dan dilanjutkan dengan nitrat iv bila keluhan persisten, Morfin 2-4 mg iv jika

masih nyeri dada

e. Monitoring jantung

f. Jika onset < 12 jam: Fibrinolitik (IGD) atau Primary PCI (di Cathlab) bila

fasilitas dan SDM di cathlab siap melakukan dalam 2 jam

2. Fase Perawatan Intensif di CVCU (2x24 jam)

a. Obat-obatan

- Simvastatin 1x20 atau Atorvastatin 1x20 mg atau 1x40 mg jika kadar LDL

di atas target

- Aspilet 1 x 80mg

- Clopidogrel 1 x 75 mg atau Ticagrelor 2 x 90mg

- Bisoprolol 1x1.25 mg jika fungsi ginjal bagus, Carvedilol 2x3,125 mg jika

fungsi ginjal menurun, dosis dapat di uptitrasi; diberikan jika tidak ada

kontra indikasi

22
- Ramipril 1 x 2,5 mg jika terdapat infark anterior atau LV fungsi menurun

EF <50%; diberikan jika tidak ada kontra indikasi

- Jika intoleran dengan golongan ACE-I dapat diberikan obat golongan

ARB: Candesartan 1 x 16 mg, Valsartan 2x80mg

- Obat pencahar 2 x 1 sendok makan

- Diazepam2 x 5 mg

- Jika tidak dilakukan primary PCI diberikan heparinisasi dengan:

o UF heparin bolus 60 Unit/kgBB, maksimal 4000 Unit, dilanjutkan dengan

dosis rumatan 12 Unit/kgBB maksimal 1000 Unit/jam atau

o Enoxaparin 2 x 60mg (sebelumnya dibolus 30mg iv) atau

o Fondaparinux 1 x 2,5 mg

b. Monitoring jantung

c. Puasa 6 jam

d. Diet Jantung I1800 kkal/24 jam

e. Total cairan 1800 cc/24 jam

f. Laboratorium: profil lipid (kolesterol total, HDL, LDL, trigliserid) dan asam

urat

3. Fase perawatan biasa

a. Sama dengan langkah 2 a-f(diatas)

b. Stratifikasi Risiko untuk prognostik sesuai skala prioritas pasien (pilih

salah satu) : 6 minutes walk test, Treadmill test, Echocardiografi Stress

test, Stress test perfusion scanning atau MRI.

23
2.8 Komplikasi

Komplikasi PJK terbagi menjadi dua yaitu gangguan hemodinamik dan

komplikasi kardiak.

1. Gangguan hemodinamik

a. Gagal jantung

Dalam fase akut dan subakut setelah STEMI, seringkali terjadi disfungsi

miokardium. Bila revaskularisasi dilakukan segera dengan IKP atau trombolisis,

perbaikan fungsi ventrikel dapat segera terjadi, namun apabila terjadi jejas transmural

dan/atau obstruksi mikrovaskular, terutama pada dinding anterior, dapat terjadi

komplikasi akut berupa kegagalan pompa dengan remodeling patologis disertai tanda

dan gejala klinis kegagalan jantung, yang dapat berakhir dengan gagal jantung kronik.

Gagal jantung juga dapat terjadi sebagai konsekuensi dari aritmia yang berkelanjutan

atau sebagai komplikasi mekanis.

b. Hipotensi

Hipotensi ditandai oleh tekanan darah sistolik yang menetap di bawah 90

mmHg. Keadaan ini dapat terjadi akibat gagal jantung, namun dapat juga disebabkan

oleh hipovolemia, gangguan irama atau komplikasi mekanis. Bila berlanjut, hipotensi

dapat menyebabkan gangguan ginjal, acute tubularnecrosis dan berkurangnya urine

output.

24
c. Kongesti paru

Kongesti paru ditandai dispnea dengan ronki basah paru di segmen basal,

berkurangnya saturasi oksigen arterial, kongesti paru pada Roentgen dada dan

perbaikan klinis terhadap diuretik dan/atau terapi vasodilator.

d. Syok kardiogenik

Syok kardiogenik terjadi dalam 6-10% kasus STEMI dan merupakan

penyebab kematian utama, dengan laju mortalitas di rumah sakit mendekati 50%.

Meskipun syok seringkali terjadi di fase awal setelah awitan infark miokard akut, ia

biasanya tidak didiagnosis saat pasien pertama tiba di rumah sakit. Tanda dan gejala

klinis syok kardiogenik yang dapat ditemukan beragam dan menentukan berat

tidaknya syok serta berkaitan dengan luaran jangka pendek. Pasien biasanya datang

dengan hipotensi, bukti output kardiak yang rendah (takikardia saat istirahat,

perubahan status mental, oliguria, ekstremitas dingin) dan kongesti paru (BPPK,

2013).

e. Aritmia dan gangguan konduksi

Aritmia dan gangguan konduksi sering ditemukan dalam beberapa jam

pertama setelah infark miokard. Monitor jantung yang dipasang dalam 15 hari sejak

infark miokard akut melaporkan insidensi fibrilasi atrium awitan baru sebesar 28%,

VT yang tidak berlanjut sebesar 13%, blok AV derajat tinggi sebesar 10% (≤30 detak

per menit selama ≥8 detik), sinus bradikardi sebesar 7% (≤30 detak per menit selama

≥8 detik), henti sinus sebesar 5% (≥5 detik), VT berkelanjutan sebesar 3% dan VF

sebesar 3%.

25
2. Komplikasi kardiak

Usia lanjut, infark dinding anterior, iskemia berkepanjangan merupakan faktor

risiko terjadinya komplikasi pada kardiak berupa:

a. Regurgitasi katup mitral

Regurgitasi katup mitral dapat terjadi selama fase subakut akibat dilatasi

ventrikel kiri, gangguan m. Papilaris, atau pecahnya ujung m. Papilaris atau chordae

tendinae. Keadaan ini biasanya ditandai dengan perburukan hemodinamis dengan

dispnea akut, kongesti paru dan murmur sistolik baru, yang biasanya tidak terlalu

diperhatikan dalam konteks ini.

b. Ruptur jantung

Ruptur dinding bebas ventrikel kiri dapat terjadi pada fase subakut setelah infark

transmural, dan muncul sebagai nyeri tiba-tiba dan kolaps kardiovaskular dengan

disosiasi elektromekanis. Hemoperikardium dan tamponade jantung kemudian akan

terjadi secara cepat dan bersifat fatal. Diagnosis dikonfirmasi dengan ekokardiografi.

Apabila tersumbat oleh formasi trombus, ruptur dinding subakut yang terdeteksi

dengan cepat dapat dilakukan perikardiosentesis dan operasi segera.

c. Ruptur septum ventrikel

Ruptur septum ventrikel biasanya ditandai perburukan klinis yang terjadi dengan

cepat dengan gagal jantung akut dan mumur sistolik yang kencang yang terjadi pada

fase subakut. Diagnosis ini dikonfirmasi dengan ekokardiografi, yang dapat

membedakan keadaan ini dengan regurgitasimitral akut dan dapat menentukan lokasi

26
dan besarnya ruptur. Left-to-right shunt yang terjadi sebagai akibat dari ruptur ini

dapat menghasilkan tandadan gejala gagal jantung kanan akut awitan baru.

d. Perikarditis

Gejala perikarditis antara lain nyeri dada berulang, biasanya khas yaitu tajam

dan, bertentangan denga niskemia rekuren, terkait dengan postur dan pernapasan.

Perikarditis dapat muncul sebagai re-elevasi segmen ST dan biasanya ringan dan

progresif, yang membedakannya dengan re-elevasi segmen ST yang tiba-tiba seperti

pada re-oklusi koroner akibat trombosis stent, misalnya. Pericardial rub yang

terusmenerus dapat mengkonfirmasi diagnosis, namun sering tidak

ditemukan,terutama apabila terjadi efusi perikardial berat.

2.9 Prognosis

Prognosis pada penyakit jantung koroner tergantung dari beberapa hal yaitu:7

1. Wilayah yang terkena oklusi

2. Sirkulasi kolateral

3. Durasi atau waktu oklusi

4. Oklusi total atau parsial

5. Kebutuhan oksigen miokard

27
BAB III
LAPORAN KASUS

Tgl kegiatan
Topik Kegawat Kebidanan
Medik Bedah Kejiwaan
Kegiatan Daruratan dan perinatal
Jenis Laporan Kegiatan sebatas dipaparkan ke pendamping
Kegiatan sebatas dipaparkan ke forum ilmiah
Pendamping dr. Dinarsari Hayuning Putri, Sp.JP.FIHA
Narasumber Staf medik Spesialis
Dokter Pendamping
Peserta Hadir Staf medik Spesialis
Dokter Umum
Peserta PIDI
Judul Laporan Menagemen Pasien Angina di Unit Gawat Darurat
Subjective Keluhan utama : Nyeri dada 2 jam SMRS
Riwayat penyakit sekarang :
2 jam SMRS pasien merasakan nyeri daa tiba-tiba saat pasien
sedang istirahat. Nyeri muncul hilang timbul dengan durasi ± 20
menit dan tidak berkurang saat istirahat. Nyeri dada disebelah dada
kiri menjalar hingga kebahu kiri dan kadang disertai rasa panas.
Pasien sudah minum obat di bawah lidah namun keluhan tidak
berkurang. Keluhan mual, muntah, demam dan batuk disangkal.
5 hari SMRS pasien mengeluhkan keluhan yang sama dibawa ke
IGD RS dan setelah ditatalaksana disarankan untuk kontrol ke poli.

1. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat menderita penyakit Jantung, namun 1 tahun ini tidak
ada control karena pandemi Covid-19.
Riwayat hipertensi Hipertensi (+)
Riwayat diabetes mellitus disangkal
Riwayat TB disangkal
2. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga menderita Hal yang sama di sangkal
Riwayat hipertensi disangkal

28
Riwayat diabetes melitus disangkal
3. Riwayat Penggunaan Obat
Tidak ada

Objective Kesadaran : Kuantitatif : compos mentis.


Kualitatif : baik, tidak berubah.
Tekanan Darah : 154/97 mmHg.
Nadi : 85 x/menit.
Suhu : 36,5 C.
Respirasi Rate : 24 x/menit

Pemeriksaan kepala dan leher

 Kepala : normocephal, jejas (-)

 Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera

ikterik (-/-)

 Hidung : nafas cuping hidung (-), deformitas

(-)

 Mulut : tampak normal

 Leher : JVP tidak meningkat (5+2 cm H2O),

tidak ada pembesaran KGB

di leher

Thoraks paru

 Inspeksi : Statis : simetris ,retraksi iga(-),

deformitas(-)

Dinamis : pergerakan dinding dada

kanan tertinggal

29
 Palpasi : Vokal fremitus kiri normal, kanan melemah

 Perkusi : Sonor pada paru kiri di semua SIK, redup

pada paru kanan di area para sternalis dextra.

 Auskultasi : Vesikuler pada paru kiri, suara nafas

melemah pada paru kanan, wheezing (-/-), rhonki (-/-)

Thoraks jantung

 Inspeksi : Iktus kordis terlihat

 Palpasi : Iktus kordis teraba pada SIK VI linea

midclavicularis sinistra, kuat angkat, diameter 1-2 cm

 Perkusi : Batas jantung kanan SIK V linea

parasternalis dextra

Batas jantung kiri SIK VI linea

midclavicularis sinistra

 Auskultasi : S1 dan S2 reguler, mumur (-), gallop(-)

Abdomen

 Inspeksi : Tampak datar, venektasi (-), scar (-)

 Auskultasi : Bising usus (+) 6 kali/menit

 Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan

lien tidak teraba

 Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen

30
Ekstremitas

 Ekstremitas atas : akral hangat, pitting edema (-/-),

CRT<2 detik, sianosis (-), clubbing finger (+)

 Eksremitas bawah : akral hangat, pitting edema (-/-),

CRT<2 detik, Sianosis (-)

5 5
 Kekuatan motorik :
5 5

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Darah Rutin
Hemoglobin 11.1 10,5-13,1 mg/dL
Leukosit 10.000 5.000-10.000 /mm3
Trombosit 278.000 150.000-400.000 /mm3
Hematokrit 34 35-43%
Eritrosit 4.48 3,6-4,8 juta /mm3
Limfosit 3.25 20-70%
MCV 75.9 74-106 fl
MCH 24.8 21-33 pg
MCHC 32.6 28-32 g/dl
Kimia Darah
Gula darah 130 54-103 mg/dl
ALT 29 20-32 U/L
AST 35 8-31 U/L
CK-MB 8 0-24
Rapid Antibodi IgG Non reaktif
SARS Covid 19

31
 Irama : Sinus
 HR : 75 kali / menit
 Axis : Normoaxis
 Gel. P : 0,08 s
 Interval PR : 0,12 s
 Komp.QRS : 0,08 s
 Gel T : 0,12 s + T inverted
 Segmen ST : Tidak ada ST elevasi
 Kesan : T Inverted

Assessment Angina Pektoris tidak Stabil DD NSTEMI


Hipertensi gr II
Plan TERAPI di IGD
- O2 3 L NK
- Inf nacl 0,9 12 tpm
- ISDN 5mg
- Aspilet 320 mg
- Clopidogrel 150mg

32
Advice dr. SPJP
Inj lovenox 2x0.6 cc sc
Aspilet 80 0-1-0 mulai besok
Clopidogrel 75 1-0-0 mulai besok
Candesartan 16 1-0-0
Nebilet 5 0-1/2-0
Atorvastatin 40 0-0-1

33
DAFTAR PUSTAKA

1. UHN. Coronary artery disease basics. 2017; 1–16.

2. Hong YM. Atherosclerotic cardiovascular disease beginning in childhood.

Korean Circ J. 2010;40(1):1-9.

3. WHO. The top 10 causes of death [internet]. Geneva: World Health

Organization; 2018. Tersedia dari: https://www.who.int/en/news-room/fact-

sheets/detail/the-top-10-causes-of-death.

4. Departemen Kesehatan RI. Penyakit jantung penyebab kematian terbanyak ke

2. [internet]. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2019. Tersedia dari:

http://www.depkes.go.id/article/view/19093000001/penyakit-jantung

penyebab-kematian-terbanyak-ke-2-di-indonesia.

5. Kementrian Kesehatan RI. Pusat data dan informasi. 2014.

6. Mozaffarian D, Benjamin EJ, Go AS, Arnett DK, Blaha MJ, Cushman M, et al.

Heart Disease and Stroke Statistics—2015 Update. Circulation [Internet]. 2015

Jan 27;131(4):e29 LP-e322.

7. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman tatalaksana

sindrom koroner akut. 2018.

8. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. 6nd

ed. Jakarta: ECG; 2015.

9. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Panduan praktik

klinis dan clinical pathway penyakit jantung dan pembuluh darah. 2016.

34
10. Setiawati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Bambang S, Syam AF,

editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II Jilid VI. Jakarta Pusat; 2014.

11. Sianturi ET, Kurniawaty E. Pengaruh Pektin terhadap Penurunan Risiko

Penyakit Jantung Koroner. Medical Journal of Lampung University. 2019; 8:

162-7.

12. Adi PR. Pencegahan dan penatalaksanaan aterosklerosis. Dalam: Setiati S,

Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 2. Edisi ke-6. Jakarta: Interna Publishing.

2014: 1427-1437.

13. Tian G, Sun Y, Liu S, Li C, Chen S, Qiu R, et all. Therapeutic effects of

wenxin keli in cardiovascular diseases: An experimental and mechanism

overview. Front. Pharmacol. 2018.

14. Sakakura K, Nakano M, Otsuka F, Ladich E, Kolodgie FD, Virmani R.

Pathophysiology of atherosclerosis plaque progression. Heart Lung Circ.

2013;22(6):399-411.

15. Insull W. The Pathology of atherosclerosis: plaque development and plaque

responses to medical treatment. Am J Med. 2009;122 Suppl 1:S3-14.

16. Rahman AM. Angina Pektoris stabil. Dalam: Sudoyo AW dkk (editor). Buku

ajar ilmu penyakit dalam jilid II. Jakarta: Internal Publishing. 2010. h. 1735-

1739.

35
36

Anda mungkin juga menyukai