Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Sentosa Baru Medan dimulai pada
bulan Januari di bagian tata usaha untuk meminta data dan di ruangan menunggu
untuk memberikan kuesioner. Sampel yang saya ambil 83 orang. Puskesmas ini
merupakan puskesmas yang menyediakan layanan BPJS sehingga pengobatan
untuk pasien Tuberkulosis gratis. Puskesmas terletak di Jalan Sentosa Baru No,22
Medan Perjuangan, Kota Medan, Sumatera Utara 2019. Puskesmas ini didirikan
dengan lahan seluas 700 m.

Gambar 4.1 Puskesmas Sentosa Baru Medan


1.1 4.2. Hasil Penelitian
4.2.1. Gambaran Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian pada 83 orang responden di Puskesmas


Sentosa Baru Medan diketahui karakteristik responden sebagai berikut

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Jumlah
Karakteristik
Frekuensi %

Umur

17-25 Tahun 14 16,9

26-35 Tahun 23 27,7

36-45 Tahun 28 33,7

46-55 Tahun 14 16,9

56-65 Tahun 4 4,8

Pendidikan

Tidak Tamat SD/Tamat SD 27 32,5

Tamat SMP 32 38,6

Tamat SMA 19 22,9

Tamat Perguruan Tinggi 5 6,0

Pekerjaan

Tidak Bekerja 20 24,1

Pegawai 32 38,6
Wiraswasta 31 37,3

Total 83 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa distribusi responden


berdasarkan umur 17-25 tahun sebanyak 14 respomden, 26-35 tahun sebanyak 23
responden, 36-45 tahun sebanyak 28 responden, 46-55 tahun sebanyak 14
responden, 56-65 tahun sebanyak 4 responden. Berdasarkan pendidikan sebanyak
27 responden m endapat pendidikan hanya sampai SD, sebanyak 32 responden
tamat SMP, sebanyak 19 responden tamat SMA dan sebanyak 5 responden tamat
perguruan Tinggi. Berdasarkan pekerjaan sebanyak 20 responden tidak bekerja,
32 responden bekerja sebagai pegawai, dan 31 responden bekerja sebagai
wiraswasta.

4.1.2 Karakteristik Analisis Univariat


Sampel pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang menderita tuberkulosis
paru di Puskesmas Sentosa baru Medan yang berjumlah 83 orang. Pada penelitian
ini, pengambilan besar sampel ditentukan dengan menggunakan teknik total
sampling.
Gambaran karakteristik pasien yang menderita penyakit tuberkulosis paru
yang diamati adalah dukungan keluarga dan kepatuhan minum obat. Adapun
gambaran karakteristik pasien tuberkulosis paru dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi pasien tuberkulosis paru berdasarkan dukungan
keluarga.
Dukungan Keluarga Frekuensi Persentasi
Baik 54 65,1%
Tidak baik 29 34,9%

Berdasarkan tabel 4.1 dapat di lihat bahwa frekuensi dukungan keluarga pasien
TB paru yang paling banyak adalah kategori baik 54 orang (65,1%), diikuti oleh
kelompok kategori tidak baik sebanyak 29 orang (34,9%).
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi pasien tuberkulosis paru berdasarkan kepatuhan
minum obat.
Kepatuhan Minum Obat Frekuensi Persentasi
Tinggi 55 66,3%
Rendah 28 33,7%

Berdasarkan tabel 4.2 dapat di lihat bahwa frekuensi kepatuhan minum obat
pasien TB paru yang paling banyak adalah kategori tinggi 55 orang (66,3%),
diikuti oleh kelompok kategori rendah sebanyak 28 orang (33,7%).

4.1.3 Hasil Data Analisa Bivariat


Berikut adalah data hasil bivariat hubungan dukungan keluarga dengan
kepatuhan minum obat.
Tabel 4.3 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Minum Obat
Kepatuhan
Tinggi Rendah Total Nilai p
Dukungan keluarga Baik 43 11 54
Tidak 12 17 29 0,00
Baik
Total 55 28 83

Berdasarkan tabel 4.3 mengenai hubungan dukungan keluarga dengan


kepatuhan minum obat melalui uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga
dengan kepatuhan minum obat dengan nilai probabilitas (p) = 0,00 dimana jika
nilai p < 0,05 maka Ho ditolak atau gagal diterima sedangkan Ha diterima.
Pembahasan

Karakteristik Responden
Mayoritas umur penderita tuberkulosis paru pada penelitian ini berada pada
kelompok umur dewasa awal dan dewasa akhir. Menurut CDC (2009), penyakit
TB Paru merupakan penyakit kronis yang dapat menyerang semua lapisan usia;
selain menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi, juga dapat
merugikan secara ekonomi karena hilangnya jam kerja. Berdasarkan penelitian
Panjaitan (2012), insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia
dewasa. Penyakit TB paru sebagian besar terjadi pada orang dewasa yang telah
mendapatkan infeksi primer pada waktu kecil dan tidak ditangani dengan baik.
Usia dewasa dan diikuti usia tua merupakan kelompok yang paling sering terkena
TB di Amerika Serikat pada tahun 2008. Jumlah kasus TB paling tertinggi
mengenai usia 25 sampai dengan 44 tahun (33% dari semua kasus), diikuti usia 45
sampai dengan 64 tahun (30% dari semua kasus). Pada usia tua di atas 65 tahun
berkisar 19%. Sedangkan sisanya berada pada usia antara 15 sampai dengan usia
24 tahun (11%) dan usia 14 tahun kebawah (6%). Keadaan ini diduga ada
hubungannya dengan tingkat aktivitas dan pekerjaan sebagai tenaga kerja
produktif yang memungkinkan untuk mudah tertular dengan kuman TB setiap saat
dari penderita, khususnya dengan BTA positif. Mobilitas dan interaksi sosial yang
lebih tinggi pada orang usia 15-50 tahun, yang harus bekerja untuk memperoleh
pemasukan guna memenuhi kebutuhan keluarga, memungkinkan mereka untuk
terinfeksi dari orang lain menjadi lebih tinggi. Mayoritas penderita TB Paru di
Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad berjenis kelamin laki-laki. Laki-laki
lebih banyak menderita tuberkulosis paru dibandingkan perempuan di Rumah
Sakit Umum Daerah Arifin Achmad. Menurut penelitian yang dilakukan Watkins
dan Plant (2006), hal ini dikarenakan kebiasaan merokok pada laki-laki. Merokok
diprediksikan sebagai faktor yang signifikan menyebabkan terjadinya perbedaan
proporsi jenis kelamin terhadap kejadian TB paru di dunia. Penelitian ini juga
menyimpulkan bahwa merokok adalah faktor resiko penting yang dapat diubah
(modified) dan memiliki dampak yang signifikan terhadap epidemiologi TB paru
secara global. Menurut penelitian yang telah dilaksanakan Hiswani (2009),
penderita TB Paru cenderung lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan.
Pada karakteristik jenis kelamin ini laki-laki lebih tinggi karena merokok
tembakau dan minum alcohol sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan
tubuh, sehingga lebih mudah terpapar dengan agent penyebab TB-paru.

Mayoritas penderita TB Paru pada penelitian ini berpendidikan rendah.


Menurut penelitian Panjaitan (2012), pendidikan menjadi salah satu faktor resiko
penularan penyakit tuberkulosis. Rendahnya tingkat pendidikan responden, akan
berpengaruh pada pemahaman tentang penyakit tuberkulosis. Masyarakat yang
merasakan pendidikan tinggi, tujuh kali lebih waspada terhadap TB paru (gejala,
cara penularan, pengobatan) bila dibandingkan dengan masyarakat yang hanya
menempuh pendidikan dasar atau lebih rendah. Pendidikan yang rendah
dihubungkan dengan rendahnya tingkat kewaspadaan terhadap penularan TB
paru.

Menurut Hiswani (2009) dalam penelitiannya menyebutkan pendidikan


seseorang juga akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang diantaranya
mengenai rumah dan lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan, sehingga
dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk
mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. Selain itu tingkat pedidikan
seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis pekerjaannya.

4.2.1 Pembahasan Analisa Univariat


Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa frekuensi dukungan keluarga
pasien TB paru yang paling banyak adalah kategori baik 54 orang (65,1%), diikuti
oleh kelompok kategori tidak baik sebanyak 29 orang (34,9%). Sedangkan
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa frekuensi kepatuhan minum obat
pasien TB paru yang paling banyak adalah kategori tinggi 55 orang (66,3%),
diikuti oleh kelompok kategori rendah sebanyak 28 orang (33,7%).
Angka kepatuhan yang tinggi pada penelitian ini dikarenakan tingginya
dukungan dari keluarga dan pada mayotitas pada penelitian ini adalah kelompok
dewasa muda sampai dewasa tua dimana pada usia ini seseorang sudah mencapai
ktingkat kematangannya sehingga kesadrannya pun lebih baik untuk patuh minum
obat agar bisa sehaat dan menjadi produktif kembali.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh oleh Desi Fitria
Maulidia yaitu tentang Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan Minum
Obat yang menyatakan bahwa penderita Tb di wilayah Ciputat dengan kategori
baik terdapat sebanyak 42 responden (60,9%) dan kategori buruk terdapat
sebanyak 27 responden (39,1%). Sedangkan kepatuhan minum obat pada
penderita tb yang termasuk patuh sebanyak 51 reesponden (79,9%) dengan
kategori tidak patuh sebanyak 18 responden (26,1%).
Sebagaimana diketahui bahwa keluarga baik inti maupun keluarga besar
berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggota-anggotanya. Pembagian fungsi
dukungan sosial keluarga adalah dukungan instrumental, dimana keluarga
merupakan sebuah sumber pertolongan yang konkrit. Selain itu fungsi keluarga
adalah dukungan informasi, dalam kasus ini keluarga dapat memberikan informasi
yang adekuat tentang pegobatan. Yang terakhir adalah dukungan emosional,
keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta
membantu penguasaan terhadap emosi (Andriani, 2014).
Angka kepatuhan yang tinggi pada penelitian ini dikarenakan tingginya
dukungan dari keluarga dan pada mayoritas pada penelitian ini adalah kelompok
dewasa muda sampai dewasa tua dimana pada usia ini seseorang sudah mencapai
tingkat kematangannya sehingga kesadarannnya pun lebih baik untuk patuh
minum obat agar bisa sehat dan menjadi produktif kembali.
Salah satu alasan tidak berhasilnya pengobatan ialah kepatuhan itu sendiri.
Dari hasil pengamatan seseotang tidak patuh dalam pengobatan diakibatkan oleh :
kurangnya petugas yang dalam hal ini perawat untuk mempromosikan tentang
pentingnya patuh dalam pengobatan, karena tergesa-gesa saat memberikan obat
agar antrian tidak terlalu lama sehinga masih ada beberapa pasien yang tidak tau
cara minum obat yang tepat (Maulidia, 2014).
4.2.2 Pembahasan analisis bivariat
Berdasarkan tabel 4.3 mengenai hubungan dukungan keluarga dengan
kepatuhan minum obat melalui uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga
dengan kepatuhan minum obat dengan nilai probabilitas (p) = 0,001 dimana jika
nilai p < 0,05 maka Ho ditolak atau gagal diterima sedangkan Ha diterima.
Karena dukungan keluar merupakan faktor yang mempengaruhi
pengobatan tb paru dimana keluarga inti maupun keluar besar berfungsi sebagai
sistem pendukung bagi keluarganya. Dimana fungsi dasar kelurga yaitu fungsi
perawaatan kesehatan yang merupakan kemapuan untuk merawat keluarga yang
mengalami masalah kesehatan.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Irnawati, dkk ( 2016)
yaitu tentang Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat
Pada Penderita Tuberkulosis di Puskesmas Motoboi Kecil Kota Kotamogu
terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan
minum obat dengan menggunakan uji chi-square didapatkan P value 0,001.
Dukungan keluarga dalam hal ini adalah mendorong pasien untuk mematuhi
pengobatan. Menunjukkan rasa simpati dan kepedulian kepada pasien. Dukungan
keluarga yang dimaksud bukan salah satu anggota saja, tetapi seluruh anggota
keluarga sangat penting proses penyembuhan penderita. Dukungan keluarga
sangat penting karena pengobatan TB harus teratur dan memiliki komitmen tinggi
sehingga keluarga dapat mengingatkan untuk patuh dalam pengobatan (Septa,
dkk, 2014 ; Nursalam, 2007).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai hubungan
dukungan keluarga dan kepatuhan minum obat dalam keberhasilan pengobatan
pasien TB paru di Puskesmas Sentosa baru Medan, didapat kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pasien TB paru dengan dukungan keluarga baik adalah yang terbanyak
yaitu berjumlah 54 orang (65,1%). Pasien TB paru dengan kepatuhan
minum obat tinggi adalah yang terbanyak yaitu berjumlah 55 orang
(66,3%).
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan
kepatuhan minum obat denngan nilai probabilitas (p)= 0,00.
5.2 Saran
1. Bagi Terapan
di tujukan kepada masyarakat dan yang member pelayanan.
2. Bagi Teoritis
Agar bisa dijadikan sebagai bahan acuan dan referensi untuk melakukan
penelitian selanjutnya.
LAMPIRAN 1
LEMBAR KUESIONER
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENHAN KEPATUHAN MINU
M OBAT DALAM KESEMBUHAN PASIEN TB DI PUSKESMAS SENTOS
A BARU MEDAN
BULAN JANUARI 2019-JUNI 2019
1. DATA KRITERIA

Nama ( inisial) :
Jenis kelamin :
Usia :

2. Dukungan keluarga
Berilah tanda ( ) pada kolom dibawah ini, sesuai dengan apa yang anda ra
sakan
No Pernyataan Tidak pe jarang Selalu
rnah
Keluarga saya
1 Mengambilkan obat bila saya tidak bisa
ambil sendiri
2 Mendorong saya untuk sembuh dan pat
uh dalam pengobatan
3 Ada disaat saya merasa kesepian
4 Mengantar berobat jika saya tidak bisa d
atang sendiri
5 Menginformasin tentang manfaat dan r
esiko tidak patuh minum obat
6 Mengingatkan minum obat bila saya lup
a
7 Memberikan kasih sayang
8 Mengantarkan saya untuk periksa
9 Mau mendengar keluh kesah saya
10 Menemani saya saat minum obat
11 Memberikan perhatian
12 Ada saat dibutuhkan
13 Ada saat saya merasa sendiri
14 Mencontohkan cara minum obat bila sa
ya tidak mampu
15 Memenuhi kebutuhan makan-minum sa
ya dirumah
16 Mengantar saya jika tidak mampu, wala
u jaraknya dekat
17 Memberikan penghargaan bila saya sed
ang putus asa
18 Mengingatkan saya untuk pasrah dan be
rsyukur kepada tuhan
19 Menanggung biaya bila saya tidak mam
pu
20 Mencintai saya
21 Membantu membacakan dosis bila saya
tidak mampu
22 Membantu memfasilitasi pengobatan bil
a saya tidak mampu
23 Memberi nasehat saat saya menghadapi
masalah
24 Bertemu dan berbicara, saat saya memb
utuhkan mereka
25 Menyediakan obat dalam sebuah wadah
bila saya tidak mampu
3. Kepatuhan minum obat
Jawablah pertanyaan berikut sesuai dengan yang anda rasakan dan anda la
kukan selama pengobatan.
No Pertanyaan Tidak Ya
1 Apakah anda terkadang lupa minum obat?
2 Pernahkah anda tidak minum obat selain karena alasan
lupa?
3 Pernahkah berhenti minum obat dan tidak memberi tah
u dokter anda?
4 Pernahkah anda lupa membawa obat saat dalam perjala
nan?
5 Apakah kemarin anda minum obat dengan lengkap?
6 Apakah anda pernah berhenti untuk minum obat saat ti
dak ada gejala?
7 Apakah anda perah kesal dengan rencana pengobatan a
nda yang lama?
8 Apakah anda sering lupa untuk minum obat?

Anda mungkin juga menyukai