Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit menular yang disebabkan


oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2, sebelumnya disebut
2019-nCoV), pertama kali diidentifikasi di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, RRC. SARS-CoV-2
merupakan coronavirus jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia.
Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang diketahui menyebabkan penyakit yang dapat
menimbulkan gejala berat seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute
Respiratory Syndrome (SARS). Tanda dan gejala umum infeksi COVID-19 antara lain gejala
gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Masa inkubasi rata-rata 5-6
hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari. Dilaporkan pada kasus COVID-19 yang berat
dapat menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, bahkan kematian.
Pada tanggal 31 Desember 2019, WHO China melaporkan kasus pneumonia yang tidak
diketahui etiologinya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Pada tanggal 7 Januari 2020, China
mengidentifikasi kasus tersebut sebagai jenis baru coronavirus. Pada tanggal 30 Januari 2020
WHO menetapkan kejadian tersebut sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang
Meresahkan Dunia (KKMMD)/Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) dan
pada tanggal 11 Maret 2020, WHO sudah menetapkan COVID-19 sebagai pandemi.
Dengan meningkatnya jumlah kasus COVID-19, deskribsi pasien berdasarkan jenis
kelamin dalam hasil penyakit covid-19 dapat diamati dan ditelaah. Berdasarkan penelitian jangka
pendek, laki-laki memiliki tingkat kematian 65% lebih tinggi. Penyebab utama yang diduga dari
fenomena ini, adalah secara umum kondisi kesehatan pria lebih tidak higienis, sebagian besar
terkait dengan konsumsi rokok yang lebih tinggi dan penyakit jantung. Terlepas dari laporan ini,
meningkatkan kemungkinan imunomodulasi pelindung intrinsik yang dimediasi oleh reseptor
estrogen-pathway. Memang, kerentanan ketergantungan jenis kelamin terhadap infeksi COVID-
19, namun faktor tersebut belum teridentifikasi dengan jelas. Namun ini, harus dikenali sesegera
mungkin, untuk meningkatkan manajemen penyakit yang akurat.

1
BAB II

LAPORAN KASUS

Nama Peserta : dr. Rolly Safitra Candra


Nama Wahana : RSU Dr. Gerhard L. Tobing
Topik : Tatalaksana Hipertensi pada Pasien Covid 19
Tanggal (kasus) : 26 November 2020
Nama Pasien : Ny. NS (Perempuan) Usia : 52 tahun
Tanggal Presentasi : Nama Pendamping :
dr. Novi Fitriani
dr. Andri Yunafri, Sp. An
Tempat Presentasi : RSU Dr. Gerhard L. Tobing
Objektif Presentasi :

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka


v
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi :
Pasien merupakan rujukan dari Puskesmas Tanjung Morawa dengan hasil swab positif pada
tanggal 24 November 2020. Pasien mengeluhkan batuk berdahak sekitar 1 minggu yang lalu
sebelum masuk rumah sakit. Pasien sudah mengkonsumsi obat batuk. Saat ini pasien tidak
memiliki keluhan. Pasien menyangkal adanya jantung yang berdebar, nyeri dada, ataupun mudah
lelah.
Pasien tinggal serumah dengan suaminya yang sebelumnya sudah terkonfirmasi Covid-19 dan
sedang dirawat di rumah sakit. Pasien mengakui kurang mengikuti protokol kesehatan yang
dianjurkan pemerintah yaitu sering mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak.
RPT :-
RPK : Ayah à hipertensi
RPO : Ambroxol
Tujuan :
 Menegakkan diagnosis
 Manajemen penatalaksanaan
Bahan bahasan Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas Diskusi Presentasi & diskusi Email Pos

2
Data Pasien: Nama: Ny. NS Usia : 52 tahun
Nama RS: RSUDr. Gerhard Telp : - Terdaftar sejak : 26 November
L. Tobing 2020
Data utama untuk bahan diskusi
1. Diagnosis/Gambaran Klinis
Pasien merupakan rujukan dari Puskesmas Tanjung Morawa dengan hasil swab positif
pada tanggal 24 November 2020. Pasien mengeluhkan batuk berdahak sekitar 1 minggu
yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Pasien sudah mengkonsumsi obat batuk. Saat ini
pasien tidak memiliki keluhan. Pasien menyangkal adanya jantung yang berdebar, nyeri
dada, ataupun mudah lelah.
Pasien tinggal serumah dengan suaminya yang sebelumnya sudah terkonfirmasi Covid-19
dan sedang dirawat di rumah sakit. Pasien mengakui kurang mengikuti protokol kesehatan
yang dianjurkan pemerintah yaitu sering mencuci tangan, memakai masker dan menjaga
jarak.
RPT :-
RPK : Ayah à hipertensi
RPO : Ambroxol
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada
3. Riwayat Keluarga
Riwayat hipertensi disangkal  Ayah pasien
4. Riwayat pekerjaan dan pendidikan
Ibu Rumah Tangga. Pendidikan terakhir pasien adalah SMA.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: sakit sedang
b. Kesadaran: kompos mentis
c. Tanda vital:
 Tekanan darah: 190/122 mmHg
 Nadi: 86 x/menit
 Respirasi: 18x/menit

3
 Suhu : 36.3 0C
 Berat Badan: 65 kg
 Tinggi Badan: 165 cm
d. Kepala: Dalam batas normal
e. Mata: Konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
f. Leher: Kelenjar getah bening dan tiroid tidak membesar
g. Paru: Suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-), dyspnea (-),
h. Jantung: Bunyi jantung I-II reguler, cepat, murmur (-), gallop (-)
i. Abdomen: Datar, bising usus (+) dalam batas normal, supel, perkusi timpani
j. Ekstremitas: Edema (-), akral hangat, capillaryrefill<2”

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
Darah rutin :
Leukosit : 8.700 (N: 4.000-10.000)
Hemoglobin : 10,6 (N: 11,5-17,0)
Trombosit: 310.000 (N: 150.000-500.000)

b. Foto Thoraks

Kesan : Aorta elongasi


Bronkopneumonia

4
7. Follow-up
Tanggal Perawatan pasien
26 November 2020 S: Keluhan (-)
O: K/U stabil
TD: 190/122 mmHg
HR: 86 x/i
RR: 18 x/i
Suhu: 36,3 ºC
SpO2 : 98%
Hasil Swab H1 (+) tgl 26-11-2020
A: Confirmed covid 19 + HT Urgency
P: Oseltamivir tab 2 x 75 mg tab (H1)
Azitromycin tab 1 x 500 mg tab (H1)
Selkom C tab 2x1
Hemafort tab 1x1
Zink 1x1 tab
Valsartan tab 1x80mg
Amlodipine tab 1x10 mg
Furosemide 1x40 mg
27 November 2020 S: Batuk (+)
O: K/U stabil
TD: 139/94 mmHg
HR: 82 x/i
RR: 20 x/i
Suhu: 37,0 ºC
SpO2 : 98%
A: Confirmed covid 19 + HT
P: Selkom C tab 2x1
Hemafort tab 1x1
Zink 1x1 tab
Valsartan tab 1x80mg

5
Amlodipine tab 1x10 mg
Furosemide 1x40 mg
Capropril tab 2x25 mg
Alprazolam tab 1x0,25 mg
N-Asetil Sistein 3x200 mg (H1)
28 November2020 S: Keluhan (-)
O: K/U stabil
TD: 142/81 mmHg
HR: 88 x/i
RR: 120x/i
Suhu: 36,4 ºC
SpO2 : 98%
A: Confirmed covid 19 + HT
P: Selkom C tab 2x1
Hemafort tab 1x1
Zink 1x1 tab
Valsartan tab 1x80mg
Amlodipine tab 1x10 mg
Furosemide 1x40 mg
Capropril tab 2x25 mg
Rencana: PBJ

Hasil Pembelajaran :
1 Definisi Hipertensi A. Definisi Covid 19
B. Gejala klinis
2 Epidemiologi
C. Pemeriksaan Fisik
3 Fakto Resiko D. Pemeriksaan Penunjang
E. Tatalaksana Pasien Covid 19
4 Etiologi
F. Tatalaksana: Pasien belum
5 Patofisiologi terkonfirmasi
G. Evaluasi Akhir Status Klinis Pasien
6 Penegakan Diagnosis
COVID-19
7 Penatalaksanaan

6
8 Komplikasi
9 Diagnosa Banding

BAB III
Tinjauan Pustaka

Hipertensi
3.1 Defenisi
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan pembuluh darah yang
persisten ditandai dengan tekanan sistolik ≥140 mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥90
mmHg.(JNC VII). Diagnosis hipertensi ditegakkan bila TDS ≥140 mmHgdan/atau TDD
≥90 mmHg pada pengukuran di klinik ataufasilitas layanan kesehatan. (Konsesus
Hipertensi 2019)

3.2. Epidemiologi
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang paling umum ditemukan dalam
praktik kedokteran primer.Menurut NHBII (National Heart, Lung, and Blood Institute). 1
dari 3 pasien menderita hipertensi. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar/RISKESDAS
tahun 2013 menunjukkan bahwa Indonesia memiliki prevalensihipertensi
sebesar26.5%.Prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran cenderung turun dari tahun
2007 ke tahun 2013. (RIKESDAS 2013)

7
3.3 Faktor Resiko
Faktor resiko hipertensi dapat dibedakan menjadi dua yakni faktor yang dikendalikan
dan tidak dapat dikendalikan.(WHO, 2013)

Faktor yang tidak dapat dikendalikan

a. Usia
b. Jenis Kelamin
c. Riwayat Keluarga
d. Genetik

Faktor yang dapat dikendalikan (Hasurungan, 2020; Thomas 2008)


a. Gaya hidup: Kebiasaan Merokok, Konsumsi Garam. Kebiasaan Konsumsi Minum
Minuman Beralkohol
b. Olahraga
c. Psikososial dan stress
d. Hiperlipidemia/hiperkolesterolemia
e. Obesitas
f. Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol

3.4. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, 80-95% penderita hipertensi digolongkan sebagai
hipertensiprimer atau esensial yaitu ketika penyebab hipertensi tidak dapat diidentifikasi
(idiopatik) dansebagian besar merupakan interaksi yang kompleks antara genetik dan
interaksi lingkungan. (Kasper, 2008)
Sementara itu 5-20% lainnya digolongkan sebagai hipertensi sekunder, yang
diakibatkanadanya penyakit yang mendasari seperti gangguan ginjal, gangguan
adrenal,penyempitan aorta, gangguan neurogenik, endokrin, dan obat-obatan. (JNC VII)

3.5. Patofisiologi

8
Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi
dilakukanoleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan resistensi vaskular
(peripheralvascular resistance).Fungsi kerja masing-masing penentu tekanan darah ini
dipengaruhi olehinteraksi dari berbagai faktor yang kompleks.Hipertensi
sesungguhnya merupakanabnormalitas dari faktor-faktor tersebut, yang ditandai dengan
peningkatan curah jantung dan/atau ketahanan periferal.Cardiac output berhubungan
dengan hipertensi, peningkatan cardiac output secara logistimbul dari dua jalur, yaitu
melalui peningkatan cairan (preload) atau peningkatankontraktilitas dari efek stimulasi
saraf simpatis. Tetapi tubuh dapat mengkompensasi agarcardiac output tidak meningkat
yaitu dengan cara meningkatkan resistensi perifer. (Horacio, 2009)

3.6. Penegakan Diagnosis


Konfirmasi diagnosis hipertensi tak dapat hanya mengandalkan satu kali
pemeriksaan, kecuali pada pasien dengan TD yang sangat tinggi, misalnya hipertensi
derajat 3 atau terdapat bukti kerusakan target organ akibat hipertensi (HMOD,
hypertension-mediated organdamage) misalnya retinopati hipertensif dengan eksudat dan
perdarahan, hipertrofi ventrikel kiri, atau kerusakan ginjal.Pada hipertensi derajat 1 tanpa
tanda kerusakan organ target, pengukuran tekanan darah dapat diulang dalam beberapa
bulan.(Konsesus Hipertensi 2019)

3.7. Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama
menderitanya,riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit
jantung coroner, riwayat penyakit dalam keluarga, gejala yang berkaitan dengan
penyakit hipertensi, perubahan aktifitas atau kebiasaan(seperti merokok, konsumsi
makanan, riwayat dan faktor psikososial lingkungankeluarga, pekerjaan, dan
lain-lain).

3.8. Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik harus diperhatikan bentuk tubuh, termasuk berat
dantinggi badan. Pada pemeriksaan awal, tekanan darah diukur pada kedua lengan,

9
dandianjurkan pada posisi terlentang, duduk, dan berdiri sehingga dapat
mengevaluasihipotensi postural.Pasien yang berusia kurang dari 30 tahun sebaiknya juga
diukurtekanan arterinya di ekstremitas bawah, setidaknya satu kali.Laju nadi juga
dicatat.Palpasi leher dilakukan untuk meraba pembesaran tiroid dan penilaian
terhadaptanda hipo- atau hipertiroid serta memeriksa adanya distensi vena.Pemeriksaan
pembuluhdarah dapat menggambarkan penyakit pembuluh darah dan sebaiknya
mencakupfunduskopi, auskultasi untuk mencari bruit pada arteri karotis dan arteri
femoralis sertapalpasi pada pulsasi femoralis dan kaki.
Pemeriksaan pada jantung dapat menunjukkan abnormalitas dari laju dan
ritmejantung, peningkatan ukuran, serta murmur.Pembesaran jantung kiri dapat dideteksi
dengan iktus kordis yang membesardan bergeser ke lateral.Pemeriksaan paru dapat
ditemukan rhonki basah halus dan tanda bronkospasme.Pemeriksaan abdomen untuk
menemukan adanya bruit renal atau abdominal, pembesaran ginjal atau adanya
pulsasi aorta yang abnormal.Dilakukan juga pemeriksaan pada ekstremitas untuk
mengevaluasi edema atau hilangnya pulsasi arteri perifer.Pemeriksaan fisik sebaiknya
termasuk pemeriksaan saraf.(Setiawan,2006; Kaplan, 2002)

3.9. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang sebagai evaluasi inisial pada penderita hipertensi meliputi
funsi ginjal, elektrolit serum, glukosa puasa, dan lemak dapat diulang kembali
setelah pemberian agen antihipertensi dan selanjutnya sesuai dengan indikasiklinis.
Pemeriksaan laboratorium ekstensif diperlukan pada pasien dengan hipertensi
yangresisten terhadap obat dan ketiga evaluasi klinis mengarah pada bentuk
kedua dari hipertensi. . (Setiawan,2006; Kaplan, 2002)

3.10. Penatalaksanaan
10.1 Tatalaksaan Farmakologi (James, 2003; JNC VIII)

Terdapat beberapa rekomendasi menurut JNC VIII untuk menangani hipertensi,


beberapa rekomendasi tersebut berdasarkan usia dan tekanan darah sistolik serta diastolik

10
 Rekomendasi 1: Pada populasi umum, terapi farmakologik mulai
diberikan jikatekanan darah sistolik ≥150 mmHg atau jika tekanan darah
diastolik ≥90 mmHg padakelompok usia ≥60 tahun dengan target terapi
adalah tekanan darah sistolik <150mmHg dan tekanan darah diastolik <90
mmHg.
 Rekomendasi 2: Pada kelompok usia< 60 tahun, terapi farmakologik mulai
diberikanjika tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi adalah
tekanan darahdiastolik <90 mmHg (untuk kelompok usia 30-59 tahun).
 Rekomendasi 3: Pada kelompok usia<60 tahun, terapi farmakologik mulai
diberikanjika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dengan target terapi adalah
tekanan darahsistolik <140 mmHg.
 Rekomendasi 4: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan gagal ginjal kronis
terapifarmakologik mulai diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg
atau tekanandarah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi adalah tekanan
darah sistolik <140mmHg dan tekanan darah diastolic <90 mmHg ≥18 tahun
dengan diabetes melitus terapi
 Rekomendasi5:Padakelompokusia≥18tahun dengandiabetes mellitus
terapifarmakologik mulai diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg
atau tekanandarah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi adalah tekanan
darah sistolik <140mmHg dan tekanan darah diastolic <90 mmHg.
 Rekomendasi 6: Pada populasi bukan kulit hitam, termasuk
penderita diabetesmelitus, terapi inisial dapat menggunakan diuretik-
thiazide, penghambat kanalkalsium, angiotensin-converting enzyme
inhibitor (ACEI) atau angiotensin receptorblocker (ARB).
 Rekomendasi 7: Pada populasi kulit hitam, termasuk penderita diabetes
melitus terapiinisial dapat menggunakan diuretik-thiazide atau penghambat
kanal kalsium.
 Rekomendasi 8: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan gagal ginjal kronis
terapiantihipertensi harus menggunakan ACEI atau ARB untuk memperbaiki
outcomepadaginjal. (Terapi ini berlaku untuk semua pasien gagal ginjal kronis

11
dengan hipertensitanpa memandang ras ataupun penderita diabetes melitus
atau bukan.)
 Rekomendasi 9: Tujuan utama dari penanganan hipertensi adalah untuk
mencapai danmempertahankan tekanan darah yang ditargetkan. Apabila target
tekanan darah tidaktercapai setelah 1 bulan pengobatan maka dosis
obat harus ditingkatkan atauditambahkan dengan obat lainnya dari
golongan yang sama (golongan diuretic-thiazide, CCB, ACEI, atau
ARB). Jika target tekanan darah masih belum dapattercapai setelah
menggunakan 2 macam obat maka dapat ditambahkan obat ketiga(tidak boleh
menggunakan kombinasi ACEI dan ARB bersamaan). Apabila targettekanan
darah belum tercapai setelah menggunakan obat yang berasal
darirekomendasi 6 karena ada kontraindikasi atau diperlukan >3
jenis obat untukmencapai target tekanan darah maka terapi antihipertensi
dari golongan yang lain dapat digunakan.
3.10.1 Tatalaksana Non Farmakologis
Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal sebelum penambahan
obat-obatan hipertensi sedangkan pasien hipertensi yang terkontrol, pendekatan
nonfarmakologis ini dapat membantu pengurangan dosis obat pada sebagian
penderita. Oleh karena itu,modifikasi gaya hidup merupakan hal yang penting
diperhatikan, karena berperan dalamkeberhasilan penanganan hipertensi.
Merokok merupakan faktor risiko vaskular dan kanker, sehingga status merokok
harus ditanyakan pada setiap kunjungan pasien dan penderita hipertensi yang merokok
harus diedukasi untuk berhenti merokok.Olahraga aerobik teratur bermanfaat untuk
pencegahandan pengobatan hipertensi, sekaligus menurunkan risiko dan mortalitas
kardiovaskular. Olahraga teratur dengan intensitas dan durasi ringan memiliki efek
penurunan TD lebih kecil dibandingkan dengan latihan intensitas sedang atau tinggi,
sehingga pasien hipertensi disarankan untuk berolahraga setidaknya 30 menit latihan
aerobik dinamik berintensitas sedang (seperti: berjalan, joging, bersepeda,atau berenang)
5-7 hari per minggu.
Terdapat bukti hubungan antara konsumsi garamdan hipertensi.Konsumsi garam
berlebih terbukti meningkatkan tekanan darah dan meningkatkan prevalensi

12
hipertensi.Rekomendasi penggunaan natrium (Na) sebaiknya tidak lebih dari 2 gram/hari
(setara dengan 5-6 gram NaCl perhari atau 1 sendok teh garam dapur).Sebaiknya
menghindari makanan dengan kandungan tinggi garam.
Pasien hipertensi disarankan untuk konsumsi makanan seimbang yang
mengandung sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan segar, produk susu rendah lemak,
gandum,ikan, dan asam lemak tak jenuh (terutama minyak zaitun), serta membatasi
asupan daging merah dan asam lemak jenuh. Penurunan berat badan dan menjaga berat
badan ideal juga membantu mengurangi risiko hipertensi.

3.11 Komplikasi
Kerusakan yang disebabkan oleh hipertensi tergantung besarnya peningkatan
tekanan darah, lamanya kondisi tekanan darah yang tidak terdiagnosis, tidak diobati dan
target organ. Komplikasi berupa eyes retinophaty, kidney renal failure, brain stroke,
heart failure,left ventrikel hypertrophy, dan peripheral arterial disease.
Penyakit jantung merupakan penyebab yang tersering menyebabkan kematian
padapasien hipertensi.Penyakit jantung hipertensi merupakan hasil dari perubahan
strukturdan fungsi yang menyebabkan pembesaran jantung kiri dan gagaljantung.
Hipertensi merupakan faktor risiko yang penting terhadap infark dan hemoragik
otak.Sekitar 85 % dari stroke karena infark dan sisanya karena hemoragik. Insiden
daristroke meningkat secara progresif seiring dengan peningkatan tekanan
darah,khususnya pada usia> 65 tahun. Pengobatan pada hipertensi menurunkan
insidenstroke iskemik ataupun stroke hemoragik.
Hipertensi kronik menyebabkan nefrosklerosis, penyebab yang sering terjadi
padarenal insufficiency.Pasien dengan hipertensif nefropati, tekanan darah harus
130/80mmHg atau lebih rendah, khususnya ketika ada proteinuria.

13
COVID 19

4.1. DEFINISI

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang belum
pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus penyebab COVID-19 ini
dinamakan Sars-CoV-2.
COVID-19 dapat menular dari manusia ke manusia melalui percikan batuk/bersin
(droplet), tidak melalui udara. Orang yang paling berisiko tertular penyakit ini adalah
orang yang kontak erat dengan pasien COVID-19 termasuk yang merawat pasien
COVID-19.

4.2. GEJALA KLINIS

Gejala klinis utama yang muncul yaitu


• Demam (suhu >380C)
• Batuk dan kesulitan bernapas
• Dapat disertai dengan sesak memberat
• Gejala gastrointestinal
• Pada kasus berat perburukan secara cepat dan progresif seperti, syok septik, asidosis
metabolik.

4.3. PEMERIKSAAN FISIK

14
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tergantung ringan atau
beratnya manifestasi klinis.
• Tingkat kesadaran: kompos mentis atau penurunan kesadaran
• Tanda vital: frekuensi nadi meningkat, frekuensi napas meningkat,
tekanan darah normal atau menurun, suhu tubuh meningkat.
• Saturasi oksigen dapat normal atau turun.
• Dapat disertai retraksi otot pernapasan
• Pemeriksaan fisis paru didapatkan inspeksi dapat tidak simetris
statis dan dinamis, fremitus raba mengeras, redup pada daerah
konsolidasi, suara napas bronkovesikuler atau bronkial dan ronki
kasar.

4.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan radiologi:
 Foto toraks, CT-scan toraks, USG toraks
Pada pencitraan dapat menunjukkan: opasitas bilateral, konsolidasi subsegmental, lobar
atau kolaps paru atau nodul, tampilan groundglass.
 Pada stage awal, terlihat bayangan multiple plak kecil dengan perubahan intertisial yang
jelas menunjukkan di perifer paru dan kemudian berkembang menjadi bayangan multiple
ground-glass dan infiltrate di kedua paru.
 Pada kasus berat, dapat ditemukan konsolidasi paru bahkan “white-lung” dan efusi
pleura
(jarang).

Pemeriksaan spesimen saluran napas atas dan bawah/RT-PCR


 Saluran napas atas dengan swab tenggorok (nasofaring dan orofaring)
 Saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, BAL, bila menggunakan endotrakeal
tube dapat berupa aspirat endotrakeal)

Bronkoskopi

15
 Pungsi pleura sesuai kondisi

Pemeriksaan kimia darah


 Darah perifer lengkap
Leukosit dapat ditemukan normal atau menurun; hitung jenis limfosit menurun. Pada
kebanyakan pasien LED dan CRP meningkat.
 Analisis gas darah
 Fungsi hepar (Pada beberapa pasien, enzim liver dan otot meningkat)
 Fungsi ginjal
 Gula darah sewaktu
 Elektrolit
 Faal hemostasis ( PT/APTT, d Dimer), pada kasus berat, Ddimer meningkat
 Prokalsitonin (bila dicurigai bakterialis)
 Laktat (Untuk menunjang kecurigaan sepsis)

4.5. TATALAKSANA COVID-19

1. Tanpa Gejala

 Isolasi mandiri di rumah selama 14 hari


 Diberi edukasi apa yang harus dilakukan
 (diberikan leaflet untuk dibawa ke rumah)
 Vitamin C 3x1 tab (untuk 14 hari)*
 Pasien mengukur suhu tubuh 2 kali sehari, pagi dan malam hari
 Pasien dipantau melalui telepon oleh petugas FKTP
 Kontrol di FKTP setelah 14 hari untuk pemantauan klinis

2. Gejala Ringan

 Isolasi mandiri di rumah selama 14 hari


 Diberi edukasi apa yang harus dilakukan (leaflet untuk dibawa ke rumah)
 Vitamin C, 3 x 1 tablet (untuk 14 hari)*

16
 Klorokuin fosfat, 2x 500 mg (untuk 5 hari) ATAU Hidroksiklorokuin,1x 400 mg (untuk 5
hari)
 Azitromisin, 1 x 500 mg (untuk 5 hari) dengan alternatif Levofloxacin 1x 750 mg (untuk
5 hari)
 Simtomatis (Parasetamol dan lain-lain).
 Bila diperlukan dapat diberikan Antivirus : Oseltamivir, 2 x 75 mg ATAU Favipiravir
(Avigan), 2 x 600mg (untuk 5 hari)
 Kontrol di FKTP setelah 14 hari untuk pemantauan klinis

3. Gejala Sedang
 Rujuk ke Rumah Sakit/ Rumah Sakit Darurat, seperti Wisma Atlet
 Isolasi di Rumah Sakit/ Rumah Sakit Darurat, seperti Wisma Atlet selama 14 hari
 Vitamin C diberikan 200-400 mg/ 8 jam dalam 100 cc NaCl 0.9 % habis dalam 1 jam
secara Intravena (IV) selama perawatan
 Klorokuin fosfat, 2 x 500 mg (untuk 5 hari) ATAU Hidroksiklorokuin dosis 1x 400 mg
(untuk 5 hari)
 Azitromisin, 1 x 500 mg (untuk 5-7 hari) dengan alternatif Levofloxacin 750 mg/ 24 jam
per IV atau oral (untuk 5-7 hari)
 Antivirus : Oseltamivir, 2 x 75 mg ATAU Favipiravir (Avigan) loading dose 2x 1600 mg
hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600mg (hari ke 2-5)
 Simtomatis (Parasetamol dan lain-lain)

4. Gejala Berat

 Isolasi di ruang isolasi Rumah Sakit Rujukan


 Diberikan obat-obatan rejimen COVID-19 :
 Klorokuin fosfat, 2 x 500 mg perhari (hari ke 1-3) dilanjutkan 2 x 250 mg
(hari ke 4-10) ATAU Hidroksiklorokuin dosis 1x 400 mg (untuk 5 hari)
 Azitromisin, 1 x 500 mg (untuk 3 hari)
 Antivirus : Oseltamivir, 2 x 75 mg ATAU Favipiravir (Avigan) loading
dose 2x 1600 mg hari ke-1 dan selanjutnya 2 x 600mg (hari ke 2-5)
17
 Vitamin C diberikan secara Intravena (IV) selama perawatan
 Diberikan obat suportif lainnya
 Pengobatan komorbid yang ada
 Monitor yang ketat agar tidak jatuh ke gagal napas yang memerlukan ventilator
mekanik

Daftar Pustaka:
1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI tahun 2013.
Riset kesehatan dasar (RISKESDAS). 2013
2. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Departemen Kesehatan RI.
3. Hasurungan, JA. Faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada lansia diKota
Depok tahun 2002 [Tesis]. Jakarta:Fakultas Kesehatan Masyarakat UniversitasIndonesia;
2002.
4. Horacio J, Nicolaos E. Sodium and Potassium in the Pathogenesis of Hypertension.
NEngl J Med 2007; 356: 1966-78.
5. James PA, Oparil S, Carter BL et al. 2014 Evidence-Based Guideline for
the Management of High Blood Pressure in Adults Report From the Panel
Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA: 2013.
6. Kaplan NM. Clinical hypertension. 8th ed. Lippincott: Williams & Wilkins; 2002
7. Kasper, Braunwald, Fauci, et al. Harrison’s principles of internal medicine 17the
edition. New York: McGrawHill: 2008.
8. Kasper, Braunwald, Fauci, et al. Harrison’s principles of internal medicine 17the
edition. New York: McGrawHill: 2008.
9. Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia. Konsesus Penatalaksanaan Hipertensi. 2019
10. Setiawan, Zamhir. Karakteristik sosiodemografi sebagai faktor resiko hipertensi
studiekologi di pulau Jawa tahun 2004 [Tesis].Jakarta: Program Studi Epidemiologi
ProgramPasca Sarjana FKM-UI; 2006

18
11. Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation,
and Treatment of High Blood Pressure. Hypertension. 2003; 42: 1206–52.Cowley AW
Jr. The genetic dissection of essential hypertension. Nat Rev Genet. 2006
12. Thomas M. Habermann, , Amit K. Ghosh. Mayo Clinic Internal Medicine
ConciseTextbook. 1st edition. Canada: Mayo Foundation for Medical Education and
Research: 2008.
13. World Health Organization (WHO). A Global Brief on Hypertension: Silent
Killer,Global Public Health Crisis. 2013. Diakses pada 28 Mei 2020. Diunduh dari
http://chronicconditions.thehealthwell.info/search-results/global-brief-hypertension-
silent-killer-global-public-healthcrisis?source=relatedblock\

19

Anda mungkin juga menyukai