Anda di halaman 1dari 26

PORTOFOLIO KASUS MEDIS

DEMAM TIFOID

Disusun oleh:

Pendamping :
dr. Sunario

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CURUP
KABUPATEN REJANG LEBONG
2022

1
PORTOFOLIO KASUS MEDIS

Nama Peserta :

Nama Wahana : RSUD Curup

Topik : Kasus Hidup

Nama Pasien : Nn. N

Tanggal Presentasi :

Nama Pendamping : dr. Sunario

Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Curup

Objektif Presentasi : - Keilmuan

- Diagnostik

Bahan Bahasan : Kasus

Cara Membahas : Presentasi dan diskusi

2
BORANG STATUS PORTOFOLIO MEDIS

No. ID dan Nama Peserta


No. ID dan Nama Wahana RSUD Curup
Topik Demam Tifoid
Tanggal (kasus) 28 September 2022
Nama Pasien Nn. N No. RM
Tanggal Presentasi 25-Oktober- Pendamping dr. Nike Anggreni
2022
Tempat Presentasi
Objektif Presentasi
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □Rema ja □ Lansia □ Bumil □ Dewasa

□ Deskripsi Seorang laki-laki, 18 tahun datang ke IGD RSUD Curup pada tanggal 28
September 2022 dengan keluhan demam sejak 6 hari sebelum masuk
rumah sakit, bintik-bintik merah di tangan, kaki dan perut, nafsu makan
menurun, kepala terasa sakit, dan mual. Keluhan disertai Riwayat hidung
berdarah sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
□ Tujuan Menegakkan diagnosis, penatalaksanaan Demam Typhoid
Bahan □ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Bahasan
Cara □ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
Membahas
Data Pasien Nama : Nn. N
Nama RS : RSUD Curup Telp : -
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Demam Tifoid

Seorang perempuan 15 tahun datang ke IGD RSUD Curup pada tanggal 28 September
2022 dengan keluhan demam sejak 6 hari. Demam dirasakan terutama sore hari, naik
perlahan, kadang disertai menggigil (hari pertama dan kedua) Demam disertai mual,

3
muntah sebanyak 2 kali, pusing dan nafsu makan berkurang. Demam tidak disertai pilek
dan batuk. Pasien juga tidak mengeluh bab cair. Bab berwarna merah atau kehitaman
disangkal. buang air kecil seperti biasa.
Pasien sebelumnya sudah mengkonsumsi obat warung (namanya tidak diketahui) Demam
dirasakan berkurang, tetapi demam kembali terjadi jika obat dihentikan.

2. Riwayat Pengobatan : Pasien minum obat warung (lupa merk)

3. Riwayat Kesehatan/ Penyakit : Riwayat dengan keluhan yang sama sebelumnya (-),
hipertensi (-) , jantung (-), diabetes melitus (-)
4. Riwayat Keluarga : Riwayat hipertensi (-) , jantung (-), diabetes mellitus (-), riwayat
keluhan yang sama dalam keluarga (-)
5. Riwayat Pekerjaan : Pasien seorang siswa Sekolah Menengah Atas
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien berolahraga seminggu sekali, tidak merokok,
tidak minuman keras
7. Lain-lain : -
Background Document.2003.The Diagnosis, Treatment and Prevention of Thypoid
Fever. Comunicable Disease Surveillance and Response Vaccinase and
Biologicals. WHO.

Bhutta ZA. 2006.Clinical Review. Current Concepts in the Diagnosis and Treatment of
Thypoid Fever. BMJ; 333: 78-82

Braunwald. 2008.Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th Edition, New York,

Brush, John L. 2009. Typhoid Fever, in http:// emedicine.medscape.com/article


231135-overview dikunjungi pada 20 Februari 2011.

Jawetz Ernest et al. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Alih Bahasa : Nugroho Edi,
Maulani RF. Jakarta EGC

Ranjan L.Fernando et al. 2001. Tropical Infectious Diseases Epidemiology,


Investigation, Diagnosis and Management, London,;45:270-272

Widodo Djoko. 2007. Demam Tifoid didalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III

4
edisi IV. Jakarta FKUI

a.
Hasil Pembelajaran :
1. Definisi Demam Tifoid
2. Epidemiologi Demam Tifoid
3. Etiologi Demam Tifoid
4. Klasifikasi Demam Tifoid
5. Patofisiologi Demam Tifoid
6. Patogenesis Demam Tifoid
7. Manifestasi Demam Tifoid
8. Diagnosis Demam Tifoid
9. Tatalaksana Demam Tifoid
10. Komplikasi Demam Tifoid

5
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1) Subjektif :
Keluhan utama :
Seorang perempuan, 15 tahun datang ke IGD RSUD Curup pada tanggal 28
September 2022 dengan keluhan demam sejak 6 hari sebelum masuk rumah
sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang :
- Demam sejak 6 hari yang lalu. Demam dirasakan terutama sore hari, naik
perlahan, kadang disertai menggigil (hari pertama dan kedua)
- Pasien merasa mual, muntah sebanyak 2 kali, letih, lemah, dan lesu.
- Nafsu makan menurun sejak 5 hari yang lalu
- Sakit kepala sejak 2 hari yang lalu
- Mual dirasakan sejak 2 hari yang lalu, muntah sebanyak 2 kali
- Nyeri-nyeri sendi tidak dirasakan
- BAB dan BAK biasa

Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat hipertensi, diabetes mellitus disangkal
- Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.

Riwayat Sosial, Ekonomi, Pribadi


Pasien seorang siswa sekolah menengah atas yang memiliki kebiasaan
menggantung pakaian di rumah.

6
2) Objektif :
a. Vital Sign
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis Cooperative
Tekanan darah : 90/60 mmHg
Frekuensi nadi : 98x/menit, kuat angkat
Frekuensi nafas : 24 x/menit
Suhu : 38,60C

b. Pemeriksaan Sistemik
- Kepala : Normocephal.
- Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor
- Mulut : Tidak terdapat kelainan
- Leher : Trakea tidak deviasi, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid
dan KGB
- Paru :
Inspeksi : Normochest, simetris saat statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus paru kiri sama dengan paru kanan
Perkusi : Sonor pada lapangan paru kiri dan kanan
Auskultasi : Suara napas vesikuler, Rh -/-, Wh -/-.
- Jantung :
Inspeksi : Iktus tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial dari linea midklavikularis
sinistra RIC V
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung regular, bising tidak ada
- Abdomen :
Inspeksi : Distensi tidak ada , terdapat bintik-bintik kemerahan
Palpasi : Supel, hepar lien tidak teraba, nyeri tekan
epigastrium (+)

7
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+)Normal
- Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, ptekie di extremitas (-/-)

c. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium
Hemoglobin : 11
Leukosit : 2.700/m3
Limfosit : 6400
Trombosit : 65.000 mm3
Hematokrit : 45%
H. Jenis : 51/ 27/ 700/
1,88
Widal : 1/160

3) Diagnosis Kerja
• Demam Tifoid
4) Penatalaksanaan
Tatalaksana di IGD :
• IVFD RL 20 tetes / menit
Tatalaksana di Bangsal :
• IVFD RL 20 tetes / menit
• Diet Lunak
• Inj. Ranitidine 2x50 mg
(IV)

• Inj. Cefotaxim 2x1gr


• Drip B12 1amp/24jam
• Paracetamol 3 x 500mg
• Cek darah rutin/ hari

8
Follow Up Tanggal 29 September 2022
Hari rawatan ke-2
S/ O/ TTV O/ Pem. Fis O/ Laboratorium
- Demam (-) KU : - Mata : CA (-/-), SI (-/-) Hb: 11
- Badan terasa lemas Se - Mulut : Perdarahan (-) Ht: 45
(+) da - Jantung : S1S2 reguler, Leukosit: 2.700
- Pusing (+) berkurang ng bising (-) Trombosit: 58.000
- Nafsu makan mulai Kes : - Paru : SN vesikuler, Limfosit : 5.000
meningkat C Rh-/-, Wh -/-
- Gusi berdarah (-) M - Abd : Supel, NTE (-),
- Mual (-), muntah (-) C BU (+) Normal, ptekie
- BAB & BAK biasa TD : (+)
10 - Ext : Hangat, CRT <2’,
0/ ptekie extremitas (-/-)
70
HR :
85
x/i
RR :
20
x/i
T :
37
,5o
C
A/ P/

9
- Demam Tifoid - Diet Lunak
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ranitidine 2x50 mg (IV)
- Cefixime 2 x 200 mg
- Vit. K 3x1 tab (po)
- Sucralfat syr 3x1cth (ac)
- Curcuma 3x1 tab (po)

Follow Up Tanggal 30 September 2022


Hari rawatan ke-3
S/ O/ TTV O/ Pem. Fis O/ Laboratorium
- Demam (-) KU : - Mata : CA (-/-), SI (-/-) Hb: 12
- Badan terasa lemas (-) Se - Mulut : Perdarahan (-) Ht: 39
- Nafsu makan mulai da - Jantung : S1S2 reguler, Leukosit: 3.700
meningkat ng bising (-) Trombosit: 71.000
- Mual (-), muntah (-) Kes : - Paru : SN vesikuler,
- BAB & BAK biasa C Rh-/-, Wh -/-
M - Abd : Supel, NTE (-),
C BU (+) Normal, ptekie
TD : (+)
10 - Ext : Hangat, CRT <2’,
9/ ptekie extremitas (-/-)
66
HR :
59

10
x/i
RR :
20
x/i
T :
36
,5o
C
A/ P/
- Demam Tifoid - Diet Lunak
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ranitidine 2x50 mg (IV)
- Cefixime 2 x 200 mg
- Vit. K 3x1 tab (po)
- Sucralfat syr 3x1cth (ac)
- Curcuma 3x1 tab (po)

Follow Up Tanggal 31 September 2022


Hari rawatan ke-4
S/ O/ TTV O/ Pem. Fis O/ Laboratorium

11
- Demam (-) KU : - Mata : CA (-/-), SI (-/-) Hb: 14,8
- Badan mulai terasa Se - Mulut : Perdarahan (-) Ht: 39,7
kuat da - Jantung : S1S2 reguler, Leukosit: 3.700
- Pusing (-) ng bising (-) Trombosit: 115.000
- Bintik kemerahan di Kes : - Paru : SN vesikuler,
badan mulai C Rh-/-, Wh -/-
menghilang M - Abd : Supel, NTE (-),
- Nafsu makan C BU (+) Normal
meningkat TD : - Ext : Hangat, CRT <2’
- Gusi berdarah (-) 10
- Mual (-), muntah (-) 0/
- BAB & BAK biasa 67
HR :
61
x/i
RR :
20
x/i
T :
36
,5o
C
A/ P/
- Demam Tifoid - Acc pulang
- Kontrol ke Poli Penyakit Dalam

12
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Penyakit sistemik akut yang ditandai demam akut akibat infeksi Salmonella sp
(lebih dari 500 sp). Spesies yang sering dikenal di klinik adalah Salmonella typhi,
Salmonella paratyphi A, B, C

B. Epidemiologi
Demam tifoid masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang
yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat
dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan
sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih
rendah.
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan
karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat
luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat
sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus
kematian tiap tahun. Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai
penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang
sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di
Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di
daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000
penduduk/tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita
yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.

13
C. Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), basil gram negatif,
berflagel, dan tidak berspora. S. typhi memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O
(somatik berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi. Dalam
serum penderita demam tifoid akan terbentuk antibodi terhadap ketiga macam antigen
tersebut.

14
Gambar 1. Salmonella Typhi

D. Patofisiologi
Masuknya kuman Salmonella Typhi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui
makanan yang terkontaminasi kuman. Penelitian yang dilakukan terhadap
sukarelawan menunjukkan dosis infeksi organism adalah 105-109 organisme, dengan
masa inkubasi berjarak selama 4-14 hari, bergantung jumlah kuman yang dapat
masuk. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk kedalam
usus dan selanjutnya berkembang biak. Seperti yang diketahui S.typhi menginvasi
tubuh dengan menembus mukosa usus ileum terminal, yang mungkin melalui antigen
sample sel yang dikhususkan yang diketahui sebagai sel M, yang melapisi usus,
berhubungan dengan jaringan limfoid, melalui enterosit atau melalaui rute paraselular.
Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan
menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di
lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama olah
makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak didalam makrofag dan
selanjutnya dibawa ke plague peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah
bening mesenterica. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat
didalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia
pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh
terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan
kemudian berkembang biak diluar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk
kedalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan
disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sitemik.

15
Didalam hati kuman masuk kedalam kandung empedu, berkembang biak, dan
bersama cairan empedu diekskresikan secara intemiten ke dalam lumen usus.
Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi
setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag
telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi
pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala
reaksi infeksi sitemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut,
instabilitas vascular, gangguan mental dan koagulasi.
Didalam plague peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia
jaringan (S.typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat,
hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi
akibat erosi pembuluh darah sekitar plague peyeri yang sedang mengalami nekrosis
dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear didinding usus. Proses
patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga kelapisan otot, serosa usus
dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin dapat menempel direseptor endotel
kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik,
kardiovaskular, pernapasan dan gangguan organ lainnya.

Gambar 2. Patofisiologi Demam Tifoid

16
E. Manifestasi klinis
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 7-14 hari, namun ini juga
bergantung dosis infeksi (3-30 hari). Gejala-gejala klinis yang timbul sangat
bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran
penyakit yang khas disertai komplikasi.

Gambar 3. Perjalanan Penyakit Demam Tifoid

Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala
serupa infeksi akut pada umumnya yaitu
 Demam sekitar interminten/remiten
 Lidah kotor, mulut kering, mual muntah
 Gambaran gejala saluran nafas atas
 Sakit kepala hebat, tampak apatis, lelah
 Tidak enak di perut dan mungkin kontipasi/ diare, ditemukan splenomegali/
hepatomegali
 Raseola mungkin ditemukan

17
Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa
 Demam kontinyu
 Bradikardi relatif (peningkatan suhu 1°C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8
kali permenit)
 Keadaan penderita semakin menurun, apatis, bingung
 Hepatomegali dan splenomegali,
 Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor) dan
kehilangan nafsu makan
 Nyeri, distensi perut, meteorismus

Pada minggu ketiga dapat ditemukan gejala antara lain:


 Suhu turun jika berhasil diobati tanpa komplikasi
 Jika keadaan memburuk:
- Disorientasi, bingung, insomnia,
- Komplikasi perdarahan dan perforasi.

F. Penegakan diagnosis
Penegakan diagnosis demam tifoid dapat dengan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Namun diagnosis pasti dapat ditegakkan dari hasil kultur
darah. Hasil kultur darah menunjukkan 40-60% positif pada pasien di awal penyakit
dan kultur feses dan urin akan positif setelah minggu pertama infeksi. Hasil kultur
feses kadang-kadang juga positif pada masa inkubasi. Pemeriksaan laboratorium
yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis demam tifoid tidak terlalu spesifik.
Pada pemeriksan darah perifer lengkap sering ditemukan leukopenia, namun dapat
pula terjadi leukositosis atau kadar leukosit normal. Pemeriksaan widal juga
dilakukan dalam membantu penegakan diagnosis demam tifoid. Uji widal dilakukan
dengan mengukur antibodi terhadap antigen O dan H dari Salmonella Typhi, namun
tes ini kurang spesifik dan sensitive. Karena bnyak hasil tes false-negative dan false-
positif terjadi.

Tes Widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.typhi. pada uji
widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan antibody

18
yang disebut agglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspense

19
Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah dilaboratorium. Tujuan uji widal adalah
untuk menentukan adanya agluitinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid
yaitu :
a). agglutinin O (dari tubuh kuman)
b). agglutinin H (flagella kuman)
c). agglutinin Vi (simpai kuman)
Dari ketiga agglutinin tersebut hanya agglutinin O dan H yang digunakan
untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan
terinfeksi kuman ini. Pembentukan agglutinin mulai terjadi pada akhir minggu
pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada
minggu keempat dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula
timbul agglutinin O, kemudian diikuti dengan agglutinin H. Pada orang yang telah
sembuh agglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, setelah agglutinin H
menetap lebih lama antara 9-12 bulan.
Sekurang-kurangnya diperlukan dua bahan serum, yang diperoleh dengan
selang waktu 7-10 hari, untuk membuktikan adanya kenaikan titer antibody. Serum
yang tidak dikenal diencerkan berturut-turut (dua kali lipat) lalu dites terhadap antigen
Salmonella. Hasilnya ditafsirkan sebagai berikut :
1) Titer O yang tinggi atu kenaikan titer O (≥ 1 : 160) menunjukkan adanya
infeksi aktif.
2) Titer H yang tinggi (≥ 1 : 160) menunjukkan bahwa penderita itu pernah
divaksinasi atau pernah terkena infeksi.
3) Titer Vi yang tinggi terdapat pada beberapa pembawa bakteri

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal yaitu :


1) Pengobatan dini dengan antibiotik
2) Gangguan pembentukan antibodk dan pemberian kortikosteroid
3) Waktu pengambilan darah
4) Daerah endemik atau non endemik
5) Riwayat vaksinasi
6) Reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer agglutinin pada infeksi
bukan demam tifoid akibat demam tifoid masa lalu atau vaksinasi
7) Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi silang
dan strain Salmonella yang digunakan untuk suspense antigen.
20
Kultur darah
Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi
dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum. Berkaitan
dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah
dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam
urine dan feses.
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil
negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut :
1) Telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah
mendapat antibiotic, pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
mungkin negatif.
2) Volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5 cc darah). Bila darah yang
dibiak terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. Darah yang diambil sebaiknya
secara bedside langsung dimasukkan ke dalam media cair empedu (oxgall) untuk
pertumbuhan kuman
3) Riwayat vaksinasi. Vaksinasi dimasa lampau menimbulkan antibody dalam darah
psien. Antibodi (aglutinin) ini dapat menekan bakteremia hingga biakan darah
dapat negatif.
4) Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat agglutinin semakin
meningkat.

G. Penatalaksanaan
Penegakan diagnosis awal demam tifoid dan penatalkasaan yang tepat
merupakan hal yang penting. Sebagian besar anak-anak dengan tifoid dapat dirawat
dirumah dengan antibiotic oral dan dilakukan follow-up utnuk mengikuti
perkembangan penyakit dan melihat apakah ada komplikasi atu kegagalan terapi.
Pasien dengan muntah yang persisten, diare berta dan distensi abdomen memerlukan
perawatan di rumah sakit dan terapi antibiotic parenteral.
Secara umum terdapat tiga prinsip penatalaksanaan demam tifoid. Istirahat
yang adekuat, hydrasi dan pengobatan penting untuk mengoreksi ketidakseimbangan
cairan-elektrolit. Terapi antipiretik (aceminophen 120-750 mg stiap 4-6 jam PO)
harus diberikan jika diperlukan. Makanan yang lunak, harus dilanjutkan pada pasien

21
distensi abdomen atau ileus. Terapi antibiotic penting untuk meminimalisir

22
komplikasi. Pengggunaan chloramphenicol atau amoxicillin diketahhui mempunyai
angka kekambuhan masing-masing 5-15% dan 4-14%. Penggunaan antibiotik untuk
demam tifoid pada anak juga dipengaruhi oleh prevalensi dari resistensi antimikroba.
Berikut adalah antibiotik yang biasa digunakan pada demam tifoid. Sebagai
tambahan untuk antibiotik, terapi suportif juga penting dan pemeliharaan
keseimbangan cairan dan elektrolit juga harus diperhatikan.
Pemberian terapi tambahan dengan dexametason(3mg/kgBB dosis awal,
diikuti 1 mg/kg setiap 6 jam selama 48 jam) telah diekomendasikan pada pasien
dengan syok, penurunan kesadaran, stupor atau koma, hal ini harus dilakukan dengan
pengawasan .

Gambar 4. Pengobatan pada demam tifoid

23
Gambar 5. Antibiotik yang direkomendasi untuk demam tifoid

H. Komplikasi
Komplikasi pada demam tifoid dibagi menjadi komplikasi intestinal dan
ekstraintestinal.
- Intestinal : peritonitis, perdarahan intestinal dan perforasi
- Ekstraintestinal : ensefalitis, pneumonia, meningitis, osteomielitis, hepatitis.

I. Pencegahan
- Higiene peorangan dan lingkungan
Demam tifoid ditularkan melalui rute fekal-oral, maka pencagahan utama
memutuskan rantai tersebut dengan meningkatkan higiene perorangan dan
lingkungan, seperti mencuci tangan sebelum makan, penyediaan air bersih, dan
penanganan pembuangan limbah feses.

24
- Imunisasi
Imunisasi aktif terutama diberikan bila terjadi kontak dengan pasien demam tifoid,
terjadi kejadian luar biasa dan untuk turis yang bepergian ke daerah endemik.
o Vaksin polisakarida (capsular Vi polysacharide), pada usia 2 tahun atau lebih
diberikan secara intramuscular dan diulang setiap 3 tahun.
o Vaksin tifoid oral , diberikan pada usia >6 tahun dengan interval selang sehari
(hari 1,3 dan 5), ulangan setiap 3-5 tahun. Vaksin ini belum beredar di
Indonesia, terutama direkomendasikan untuk turis yang bepergian ke daerah
endemik.

J. Prognosis
Prognosis terhadap pasien demam tifoid bergantung kepada kecepatan
penegakan diagnosis dan ketepatan terapi antibiotik. Faktor lain yang mempengaruhi
meliputi umur pasien, status kesehatan dan nutrisi, serotype Salmonella dan
munculnya komplikasi. Meskipun terapi yang didapat tepat, 2-4% anak yang
terinfeksi dapat kambuuh setelah respon awal terapi. Individu yang mengekskresikan
S.typhi ≥3bulan setelah infeksi dianggap sebagai karier kronik. Bagaimanapun resiko
untuk menjadi karier rendah pada anak-anak dan meningkat dengan bertambahnya
umur, namun secara umum < 2% dari semua anak yang terinfeksi.

25
DAFTAR PUSTAKA

Background Document.2003.The Diagnosis, Treatment and


Prevention of Thypoid Fever. Comunicable Disease
Surveillance and Response Vaccinase and Biologicals.
WHO.

Bhutta ZA. 2006.Clinical Review. Current Concepts in the


Diagnosis and Treatment of Thypoid Fever. BMJ; 333:
78-82

Braunwald. 2008.Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th


Edition, New York,

Brush, John L. 2009. Typhoid Fever, in http://


emedicine.medscape.com/article 231135-overview
dikunjungi pada 20 Februari 2011.

Jawetz Ernest et al. 1996. Mikrobiologi Kedokteran. Alih Bahasa


: Nugroho Edi, Maulani RF. Jakarta EGC

Ranjan L.Fernando et al. 2001. Tropical Infectious Diseases


Epidemiology, Investigation, Diagnosis and
Management, London,;45:270-272

Widodo Djoko. 2007. Demam Tifoid didalam Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam Jilid III edisi IV. Jakarta FKUI

2.1

26

Anda mungkin juga menyukai