Anda di halaman 1dari 40

BORANG PORTOFOLIO KASUS MEDIK

Topik : Penyakit Bedah


Tanggal MRS : 21 September 2020
Presenter : dr. Aulia Akbar
Tanggal Periksa : 21 September 2020
dr. Erika Widayanti
Tanggal Presentasi : Pendamping : Lestari, MMR
dr. Linda Hapsari
Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik
Obyektif Presentasi :
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi : Laki-laki, 20 tahun, Nyeri perut
□ Tujuan : Penegakkan diagnosa dan pengobatan yang tepat dan tuntas.
Bahan bahasan : □ Tinjauan Pustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Cara membahas : □ Diskusi □ Presentasi dan diskusi □ E-mail □ Pos
Data pasien : Nama : Sdr. I, 20 th No. Registrasi : 1521**
Telp : 0354- Terdaftar sejak : 21
Nama RS : RSM Ahmad Dahlan Kediri
773115 September 2020 10:00
Data utama untuk bahan diskusi :
Gambaran Klinis : Nyeri perut kanan bawah. Pasien mengeluh nyeri perut kanan
bawah sejak 4 hari sebelum MRS. Nyeri berawal dari ulu hati lalu berpindah ke perut
kanan bawah. Pasien juga mengeluh demam sejak 2 hari. Demam sumer-sumer tapi terus
menerus. Panas turun sebentar ketika pasien minum paracetamol, kemudian demam lagi.
Pasien juga mengeluh mual sejak 4 hari. Mual terus menerus dan memberat terutama
ketika setelah makan. Muntah juga dialami pasien sejak 2 hari ini, muntah terutama
setelah makan. Muntah sehari kurang lebih 3 kali, muntah berupa makanan dan tidak ada
darah. Selama sakit berat badan tidak mengalami penurunan. BAK (+) terakhir 1 jam
sebelum ke RS dan BAB (+) dalam batas normal.
1. Riwayat Pengobatan : Pasien sudah minum paracetamol tablet namun demam turun
sebentar lalu demam lagi
2. Riwayat Kesehatan/Penyakit: pasien belum pernah mengalami sakit seperti ini
3. Riwayat Keluarga : tidak ada riwayat sakit serupa dalam keluarga
4. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien merupakan anak ke 1 dari 2 bersaudara.
Pasien tinggal bersama orang tuanya. Tidak ada riwayat merokok, minuman keras
atau narkoba. Pasien suka makanan pedas.
5. Riwayat Alergi : pasien tidak memiliki alergi ataupun riwayat alergi di keluarga.

6. Pemeriksaan Fisik : Tampak sakit sedang, compos mentis, TD 110/70 mmHg, Nadi
98x/menit, RR 20x/menit, T 380 C. Skala nyeri VAS 7/10.
Thorax: paru ves +/+ Rh-/- wiz -/-
Abdomen: flat, supel, nyeri tekan Mc burney, psoas sign (+), rovsing sign (+),
blumberg sign (+), obturator sign (+).
RT: mukosa licin, nyeri arah jam 10-11, darah (-), lendir (-)
7. Pemeriksaan penunjang :
 DL : Leukosit 22.440
Daftar Pustaka :
1. Sjamsuhidajat R, Jong D, 2010, buku ajar ilmu bedah, Edisi 3, Jakarta, EGC.

2. Jones MW, Lopez RA, Deppen JG, 2019, Appendicitis, In: StatPearls, Treasure Island

3. Soemamto W, Puruhito, Setiono B, 2008, Appenditomi, Pedoman Teknik Operasi,

Surabaya, Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair

4. G.A. Gómez-Torres et al, 2017, a rare case of subacute appendicitis, actinomycosis

as the fineal pathology reports, International Journal of Surgery Case Reports,

Vol.36 46–49

5. Spirt MK, 2010, appendicitis, national institute of diabetes and digestive and kidney

disease, Vol.122, no.10, 39-5.1

6. Syukur Am Soetamto P, Rasjid A et all, 2010, Appendicitis Akut dalam Bedah

Digestif, Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Bedah, Edisi IV, Surabaya, Pusat

Penerbitan dan Percetakan Unair

7. Sjukur A, Wibowo S, ALrasjid H et al, 1994, radang usus buntu dalam bedah digestif

dan anak, Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Bedah, Surabaya, Pusat Penerbitan

dan Percetakan Unair

8. Sjamsuhidajat R, Jong D, 2010, buku ajar ilmu bedah, Edisi 4, Jakarta, EGC.
Hasil Pembelajaran :
Menegakkan diagnosis, melakukan manajemen serta mencegah komplikasi dari Appendicitis
akut.
LAPORAN KASUS

Identitas pasien:
Nama : Sdr. I
Usia : 20 tahun
Jenis Kelamin : Laki laki
Nama Ibu : Ny S
Usia Ibu : 42 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Ds. Ngadirejo, Kec. Kota, Kota Kediri.
Tanggal Pemeriksaan : 21 September 2020
No. RM : 1521**

Subjektif:
 Keluhan Utama: Nyeri perut
 RPS: Pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah sejak 4 hari sebelum MRS. Nyeri
berawal dari ulu hati lalu berpindah ke perut kanan bawah. Pasien juga mengeluh
demam sejak 2 hari. Demam sumer-sumer tapi terus menerus. Panas turun
sebentar ketika pasien minum paracetamol, kemudian demam lagi. Pasien juga
mengeluh mual sejak 4 hari. Mual terus menerus dan memberat terutama ketika
setelah makan. Muntah juga dialami pasien sejak 2 hari ini, muntah terutama
setelah makan. Muntah sehari kurang lebih 3 kali, muntah berupa makanan dan
tidak ada darah. Selama sakit berat badan tidak mengalami penurunan. BAK (+)
terakhir 1 jam sebelum ke RS dan BAB (+) dalam batas normal.
 RPD: pasien belum pernah sakit seperti ini
 Riwayat alergi :
o Bahan injektan : disangkal
o Bahan kontaktan : disangkal
o Bahan ingestan : disangkal
o Bahan inhalan : disangkal
 Riwayat Penyakit Keluarga: tidak ada yang riwayat sakit serupa dalam keluarga
 Riwayat Pengobatan : pasien sudah mimum paracetamol yang dibeli di apotek
tetapi demam hanya turun sebentar kemudian naik kembali
 Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Pasien merupakan anak ke 1 dari 2
bersaudara. Pasien tinggal bersama orang tuanya. Tidak ada riwayat merokok,
minuman keras atau narkoba. Pasien suka makanan pedas.

Objektif:
PEMERIKSAAN FISIK (21 September 2020 jam 10.00 WIB)
 Keadaan umum: tampak sakit sedang (VAS 7/10)
 GCS 456 Compos Mentis, Gelisah
 Tanda vital
o TD : 110/70 mmHg
o Nadi : 98 x/menit
o RR : 20x/menit
o Temp ax : 38°C
 Kepala leher:
o AICD -/-/-/- , RC +/+ PBI 3mm/3mm
 Thorax:
o Pulmo:
 Inspeksi: simetris, normochest, jejas (-)
 Palpasi: ekspansi dinding dada simetris, fremitus raba simetris
 Perkusi: sonor/sonor
 Auskultasi: ves/ves, rhonki (---/---), wheezing (---/---)
o Cor:
 Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi: ictus cordis tidak teraba
 Perkusi: batas jantung normal
 Auskultasi: s1 s2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen:
o Inspeksi: datar
o Auskultasi: BU (+) normal
o Palpasi: supel, nyeri tekan Mcburney (+), psoas sign (+), rovsing sign (+),
blumberg sign (+), obturator sign (+).H/L tidak teraba membesar, turgor
kulit normal
o Perkusi: timpani
 Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2 detik
 Pemeriksaaan neurologi: Meningeal sign (-)
Motorik :

5 5

5 5

 RT: mukosa licin, nyeri arah jam 10-11, darah (-), lendir (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan Laboratorium (21-09-2020)
Darah Lengkap
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hemoglobin 12,0 11- 15 g/dl

Leukosit 22.440 3.000 – 11.000 sel/mm3

Eritrosit 5,33 3,8 – 5,4 juta sel/mm3

PCV (Hematokrit) 36 36 – 42 vol %

Trombosit 500.000 150.000 – 450.000 sel/mm3

MCV 72,2 80,0 – 100,0 fL

MCH 26,3 25,0 – 33,0 pg

MCHC 33,4 30,5 – 35,0 g/dl

Eosinofil 0,3 0–4%

Basofil 0,3 0–1%

Neutrofil 73,6 46 – 73 %

Limfosit 18,6 17 – 48 %

Monosit 8,1 4 – 10 %

Alvarado score: 7
BT: 1 menit 00 detik
CT: 6 menit 00 detik
SGOT: 11
SGPT: 16
HbsAg: negatif
HIV: NR
BUN: 10
SC: 0,82
Rapid covid: NR
Assesment:
Working Diagnosis : Appendicitis Akut
Secondary Diagnosis :
- Nausea & vomiting
Planning:
1. Planning diagnosis:
 Appendicogram
2. Planning therapy:
 MRS
 Infus RL 14 tpm
 Inj. Santagesik 3x 500mg
 Inj. Ceftriaxon 2x 1gr
 Inj. Ranitidin 2x 50mg
 Inj. Ondancetron 2x 4mg
 Pro Laparotomi
3. Planning monitoring:
 Cek DL, keluhan, tanda-tanda vital
4. Edukasi:
 Mengenai kondisi terkini pasien, tatalaksana apa yang akan dilakukan,
komplikasi yang mungkin terjadi.

FOLLOW UP
Tgl Subyektif Obyektif Assessment Planning
21/09 Panas turun, KU sedang, GCS 456 Appendicitis Infus RL 14 tpm
/2020 nyeri perut TD: 110/70, N:80, RR 20 Akut  Inj. Santagesik 3x
berkurang, T 36,8 500mg
makan K/L: AICD -/-/-/- pKGB –  Inj. Ceftriaxon 2x 1gr
minum Thorax  Inj. Ranitidin 2x 50mg
sedikit, (P) ves/ves, rh-/-, wh---/---  Inj. Ondancetron 2x
mual sedikit sonor/sonor 4mg
(C) S1S2 tunggal m- g-
Diet TKTP 3x/hari oral
Abd : supel, timpani, BU +
Pro laparotomi besok
normal
Eks : AHKM, CRT< 2detik
VAS 4/10
22/09 Keluhan (-) KU sedang, GCS 456 Appendicitis Infus RL 14 tpm
/2020 TD: 120/80, N:84, RR 20 akut post Infus D5 20 tpm
T 36,2 laparotomi Inj. cefotaksim 2x1gr
K/L: AICD -/-/-/- pKGB – appendictomi Inj. metronidazol 3x
Thorax 500 mg
(P) simves/ves, rh-/-, wh---/--- Inj. Ranitidin 2x50mg
sonor/sonor
Inj. Santagesik
(C) S1S2 tunggal m- g-
3x500mg
Abd : supel, timpani, BU +
Diet TKTP 3x/hari oral
normal
Eks : AHKM, CRT< 2detik
Telah dilakukan laparotomi
appendictomi
VAS 2/10
Terpasang drain (+)

23/09 Nyeri KU cukup, GCS 456 Appendicitis Infus RL 14 tpm


/2020 setelah TD: 120/80, N:84, RR 20 akut post Infus D5 20 tpm
operasi, T 36,3 laparotomi Inj. cefotaksim 2x1gr
makan K/L: AICD -/-/-/- pKGB – appendictomi Inj. metronidazol 3x
minum (+), Thorax 500 mg
sudah bisa (P) simves/ves, rh-/-, wh---/--- Inj. Ranitidin 2x50mg
kentut sonor/sonor
Inj. Santagesik
(C) S1S2 tunggal m- g-
3x500mg
Abd : supel, timpani, BU +
Diet TKTP 3x/hari oral
normal
Boleh miring kanan/kiri
Eks : AHKM, CRT< 2detik
VAS 4/10
Terpasang drain (+)

24/09 Nyeri KU cukup, GCS 456 Appendicitis Infus RL 14 tpm


/2020 berkurang, TD: 120/80, N:84, RR 20 akut post Infus D5 20 tpm
makan T 36 laparotomi Inj. cefotaksim 2x1gr
minum (+), K/L: AICD -/-/-/- pKGB – appendictomi Inj. metronidazol 3x
mual (+) Thorax 500 mg
(P) simves/ves, rh-/-, wh---/--- Inj. Ranitidin 2x50mg
sonor/sonor Inj. Santagesik
(C) S1S2 tunggal m- g- 3x500mg
Abd : supel, timpani, BU + Inj. Ondancetron
normal 2x4mg
Eks : AHKM, CRT< 2detik
Diet TKTP 3x/hari oral
VAS 2/10
Terpasang drain (+)
25/09 Nyeri (-), KU cukup, GCS 456 Appendicitis Pro KRS
/2020 mual TD: 120/80, N:80, RR 20 akut post Aff Infus
sedikit, T 36,5 laparotomi Aff Drain
makan K/L: AICD -/-/-/- pKGB – appendictomi Ondancetron 3x4mg
minum (+) Thorax PO
(P) simves/ves, rh-/-, wh---/--- Diet TKTP 3x/hari oral
sonor/sonor
(C) S1S2 tunggal m- g-
Abd : supel, timpani, BU +
normal
Eks : AHKM, CRT< 2detik
VAS 0/10
26/09 Keluhan (-) KU cukup, GCS 456 Appendicitis KRS
/2020 TD: 120/80, N:84, RR 20 akut post
T 36,8 laparotomi
K/L: AICD -/-/-/- pKGB – appendictomi
Thorax
(P) simves/ves, rh-/-, wh---/---
sonor/sonor
(C) S1S2 tunggal m- g-
Abd : supel, timpani, BU +
normal
Eks : AHKM, CRT< 2detik
VAS 0/10

PEMBAHASAN
Appendicitis Akut

1.1 Definisi

Appendicitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Ini adalah organ

yang terletak di ujung sekum, biasanya di kuadran kanan bawah perut. Appendicitis

merupakan penyakit sering yang bersifat akut, biasanya dalam 24 jam, tetapi juga dapat

muncul sebagai kondisi yang lebih kronis jika telah terjadi perforasi dengan abses2.

Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur. Paling sering terjadi antara usia 5

dan 45 dengan usia rata-rata 28 tahun. Insidensinya sekitar 233 / 100.000 orang. Laki-laki

memiliki kecenderungan sedikit lebih tinggi untuk mengembangkan Appendicitis akut

dibandingkan dengan perempuan, dengan kejadian 8,6% untuk pria dan 6,7% untuk

wanita. Ada sekitar 300.000 kunjungan rumah sakit setiap tahun di Amerika Serikat untuk

masalah terkait Appendicitis2. 75% persen pasien datang dalam 24 jam setelah timbulnya
gejala. Risiko pecah adalah variabel tetapi sekitar 2% pada 36 jam dan meningkat sekitar

5% setiap 12 jam setelah itu2.

Secara fisiologis appendiks menghasilkan lender sekitar 1-2ml perhari lender.

Penyebab Appendicitis biasanya berasal dari obstruksi lumen apendiks. Ini bisa berasal

dari beberapa etiologi. Hambatan aliran lender di muara apendiks tampaknya berperan

pada pathogenesis Appendicitis1,5. Konstipasi menyebabkan tekanan di dalam sekum akan

meningkat serta peningkatan kuman di kolon menjadi pencetus Appendicitis mukosa1,2,5.

Tumor apendiks seperti tumor karsinoid, parasit usus, dan jaringan limfatik yang

mengalami hipertrofi semuanya diketahui sebagai penyebab obstruksi apendiks dan

Appendicitis2. Erosi akibat parasit, gangguan motilitas, mesoappendiks pendek dapat

mengurangi gerakan dari apendiks dapat berkembang dari Appendicitis mukosa menjadi

Appendicitis komplit yang meliputi seluruh lapisan apendiks.

1.2 Etiologi

a. Hiperplasia KGB

Secara fisiologis appendiks menghasilkan lender sekitar 1-2ml perhari lender

normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjurnya di alirkan ke sekum.

Hambatan aliran lender di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis

Appendicitis1,5.

b. Fekalit

Penyebab Appendicitis biasanya berasal dari obstruksi lumen apendiks. Ini

bisa berasal dari beberapa etiologi. Konstipasi menyebabkan tekanan di dalam sekum

akan meningkat serta peningkatan kuman di kolon menjadi pencetus Appendicitis

mukosa1,2,5.

c. Striktur lumen oleh tumor


Tumor apendiks seperti tumor karsinoid, parasit usus, dan jaringan limfatik

yang mengalami hipertrofi semuanya diketahui sebagai penyebab obstruksi apendiks

dan Appendicitis2.

d. Pencetus lain

Erosi akibat parasit, gangguan motilitas, mesoappendiks pendek dapat

mengurangi gerakan dari apendiks dapat berkembang dari Appendicitis mukosa

menjadi Appendicitis komplit yang meliput seluruh lapisan apendiks. Seringkali,

penyebab pasti Appendicitis akut tidak diketahui. Ketika lumen apendiks terhambat,

bakteri akan menumpuk di usus buntu dan menyebabkan peradangan akut dengan

perforasi dan pembentukan abses1. Hematogen dari proses infeksi diluar apendiks7

1.3 Epidemiologi

Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur. Paling sering terjadi antara usia 5

dan 45 dengan usia rata-rata 28 tahun. Insidensinya sekitar 233 / 100.000 orang. Laki-laki

memiliki kecenderungan sedikit lebih tinggi untuk mengembangkan Appendicitis akut

dibandingkan dengan perempuan, dengan kejadian 8,6% untuk pria dan 6,7% untuk wanita.

Ada sekitar 300.000 kunjungan rumah sakit setiap tahun di Amerika Serikat untuk masalah

terkait Appendicitis2. 75% persen pasien datang dalam 24 jam setelah timbulnya gejala.

Risiko pecah adalah variabel tetapi sekitar 2% pada 36 jam dan meningkat sekitar 5% setiap

12 jam setelah itu2.

1.4 Patofisiologi

Appendicitis dapat dimulai di permukaan dan kemudian melibatkan seluruh lapsan

dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Patofisiologi Appendicitis kemungkinan

berasal dari obstruksi lubang appendiks. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh hiperplasia

limfoid, infeksi (parasit), fecaliths, atau tumor jinak atau ganas. Obstruksi menyebabkan
peningkatan tekanan intraluminal dan intramural, yang mengakibatkan oklusi pembuluh kecil

dan stasis limfatik. Setelah dihalangi, apendiks terisi lendir dinding apendiks menjadi

iskemik, nekrosis dan perforasi6. Pertumbuhan berlebih bakteri dengan organisme aerob

mendominasi pada radang usus buntu awal dan campuran aerob dan anaerob di kemudian

hari. Organisme yang umum termasuk Escherichia coli, Peptostreptococcus, Bacteroides, dan

Pseudomonas. Setelah peradangan dan nekrosis yang signifikan terjadi, apendiks berisiko

perforasi yang menyebabkan abses terlokalisasi dan kadang-kadang peritonitis. Posisi paling

umum dari apendiks adalah retrocecal. posisi ujung apendiks dapat bervariasi. Posisi-posisi

yang mungkin termasuk retrocecal, subcecal, pre dan post-ileal2. Upaya pertahanan tubuh

berusaha membatasi proses radang ini dengan omentum, usus halus atau adnexa sehingga

terbentuk massa periapendikuler yang dikenal sebagai infiltrat appendiks. Di dalamnya

terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk

abses Appendicitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menguraikan diri secara

lambat. Apendiks yang meradang akan membentuk jaringan parut dan melengket dengan

jaringan sekitarnya. Perlnegketan ini menimbulkan keluhan berulang di perut kanan bawah.

Suatu saat organ ini dapat meradang akut dan dinyatakan sebagai eksaserbasi akut1

1.5 Diagnosis

1.5.1. Anamnesis
Gejala klasik Appendicitis ialah nyeri visceral pada epigastrium di sekitar

umbilicus. Awalnya, ketika serabut saraf aferen visceral di T8 hingga T10

distimulasi, dan ini menyebabkan nyeri terpusat yang samar. Karena apendiks

menjadi lebih meradang dan peritoneum parietal yang berdekatan teriritasi.

Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah, demam 37,5◦-38,5◦.

Umumnya nafsu makan menurun dalam beberapa jam dan nyeri akan berpindah

ke kanan bawah ke titik mc burney (Ligart’s sign). Disini nyeri teraba lebih tajam

dan lebih jelas letaknya. Bila terdapat perangsangan peritoneum biasanya pasien
mengeluh nyeri saat berjalan,batuk,bersin, dan semakin memberat dalam beberapa

jam. Bila apendiks terletak retrosekal, retroperitonel, tanda nyeri perut kanan

bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritonneal karena

apendiks terlindung oleh sekum. Rasa nyeri lebih kearah perut sisi kanan atau

nyeri timbul saat berjalan karena kontraksi otot psoas mayor yang menegang dari

dorsal. Appendicitis di pelvis dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan

sigmoid atau rectum sehingga peristaltic meningkat dan pengosongan rectum

menjadi lebih cepat serta berulang. Jika appendix menempel pada vesica urinaria

peningkatan frekunesi kecing akibat rangsangan apendiks terhadap kandung

kemih. Gejala Appendicitis akut pada anak tidak spesifik. Biasanya hanya rewel

dan tidak mau makan kaena anak tidak dapat melukiskan rasa nyerinya beberapa

jam kemudia anak akan muntah dan lemah serta letargis. Karena gejala yang tidak

khas biasanya Appendicitis pada anak diketahui setelah terjadi perforasi. Pada

bayi 80%-90% baru diketahui setelah perforasi. Pada ibu hamil keluhan nyeri

perut, mual, muntah pada trimester pertama perlu di cermati. Pada kehamilan

lanjut sekum dan apendiks akan terdorong ke kranial sehingga keluhan tidak

dirasakan pada perut kanan bawah melainkan pada regio lumbal kanan. Beberapa

pasien mungkin datang dengan fitur yang tidak biasa seperti nyeri yang

terlokalisasi di kuadran kanan bawah. Pada pasien ini, rasa sakit mungkin

membangunkan pasien dari tidur. Selain itu, pasien yang jarang dapat mengeluh

sakit saat berjalan atau batuk2,5.

1.5.2 Pemeriksaan Fisik

a. Vital Sign

Tampak sakit, nadi meningkat, demam biasanya sekitar 37,5◦ – 38,5◦. Bila suhu

lebih tinggi mungin terjadi perforasi1.


b. Inspeksi abdomen tidak ada gambaran spesifik. Perut kembung biasanya di

temukan pada penderita perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada

abses periapendikular1.

c. Palpasi abdomen

 Mc. Burney pain sign

1.5 to 2 inch dari anterosuperior spina illiaca ke umbilicus. Pada Appendicitis

retroileal dan retrosekal diperlikan palpasi yang lebih dalam untuk

menentukan adanya rasa nyeri2.

 Rovsing sign

Menekan sisi kiri bawah perut dan akan terasa nyeri pada sisi kanan perut5.

Gambar 2.4 Rovsing Sign

 Blumberg sign (Rebound fenomena)

Nyeri saat tekanan pada kontra mcburney dilepaskan

 Psoas sign

Pemeriksaan uji psoas dan uji obturatir merupakan pemeriksaan yang lebih di

anjurkan untuk mengetahui letak apendiks. Nyeri saat otot psoas mayor

ditengangkan dengan cara


- Aktif : Uji psoas dilakukan dengan merangsang otot psoas lewat

hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan

kemudian paha kanan ditahan atau dapat dicoba dengan mengangkat paha

kanan pada saat berbaring Bila apendiks yang meradang menepel di otot

psoas mayor tindakan tersbut akan menimbulkan nyeri5

Gambar 2.5 Psoas Sign

- Pasif : posisi left lateral decubitus, ekstremitas inferior lurus,

pemeriksan mengekstensikan ekstremitas melalui hip joint ke arah

belakang

 Obturator sign

Uji obturator digunakan unuk melihat apendiks yan meradang bersentuhan

dengan otot obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil.

Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan

menumbulakn nyeri pada Appendicitis pelvica1,5.


Gambar 2.6 Obturator Sign

 Dunphy sign

Nyeri ketika batuk

 Colok dubur

Pemeriksaan colok dubur arah jam 10 dan 11 menyebabkan nyeri bila daerah

infeksi dapat di capai dengan jari telunjuk misal pada Appendicitis pelvica.

Pada Appendicitis pelvica tanda perut sering meragukan maka kunci diagnosis

adalah nyeri terbatas pada saat colok dubur1.

d. Auskultasi abdomen dapatkan peristaltic usus sering normal, dapat menghilang

akibat adanya ileus paralitik pada peritonitis generalisata yang disebabkan oleh

apendsitis perforasi1.
1.5.3 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Darah lengkap akan menunjukan hasil leukosit meningkat

(leukositosis), shift to the left1,2,5

b. Plano Test untuk memikirkan penyebab nyeri perut akibat kehamilan5

c. Urin Lengkap untuk menyingkirkan kelainan dari ureter7.

d. Foto BOF Tidak khas, tampak appendicolith, bila ada udara bebas sudah terjadi

proses perforasi1

e. USG dapat meningkatkan akurasi diagnostic dapat menampilakn tanda

peradangan, perforasi, penyumbatan pada liumen appendiks dan sumber nyeri

abdominal lainnya. USG dilakukan untuk dugaan appendicitis pada anak-anak

dan wanita hamil5

f. Appendicogram dapat dilakukan juga pada kasus Appendicitis kronis1.


g. CT scan Appendicitis merupakan diagnosis klinis. Namun, CT scan memiliki

akurasi lebih dari 95% untuk diagnosis Appendicitis. USG kurang sensitif dan

spesifik daripada CT tetapi mungkin berguna untuk menghindari radiasi pengion

pada anak-anak dan wanita hamil2.

h. MRI juga dapat berguna untuk pasien hamil dengan dugaan Appendicitis 2. Cara

terbaik untuk mendiagnosis Appendicitis akut adalah dengan riwayat yang baik

dan pemeriksaan fisik rinci. Namun hari ini, sangat mudah untuk melakukan CT

scan di bagian gawat darurat. Sudah menjadi praktik umum untuk mengandalkan

sebagian besar pada laporan CT untuk membuat diagnosis Appendicitis akut.

Kadang-kadang Appendicitis kebetulan ditemukan pada rontgen atau CT scan

rutin. Pasien-pasien ini memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan

radang usus buntu daripada populasi umum.Pasien-pasien ini harus

dipertimbangkan untuk apendektomi profilaksis2.

1.6 Diagnosis Banding

a. Gatroenteritis Akut7

Dimulai dengan mual dan muntah barudisusul dengan rasa sakit. Sebaliknya pada

Appendicitis akut dimuali dengan rasa sakit di ikuti oleh mual dan muntah

- Limfadenitis mesenteric

Jarang biasanya dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda

- Enterokolitis

biasanya kronis dan faktor psikosomatik

- Ileitis terminalis

gambaran sarang lebah pada gambaran radiologi (chorn disease)

b. Kelainan organ-organ pelvis wanita7

- Pecahnya folikel ovarium pada pertengahan silus mensteruasi


- Keradangan

safingitis nyeri pada genitalis interna saat RT dan VT Intususepsi

- Torsio kista ovarium

- KET

aminore, cairan bebas dalam rongga peritoneum, anemia

c. Kelaianan saluran kemih7

- Batu ginjal/ureter : nyeri kolik di daerah pinggang

- Pielonefritis : gejala sepsis dan piuria

d. Kelaianan lain dalam abdomen7

- Tukak peptic

- Kolesistitis

- Pangkreatitis

- Diverticulitis

- Perforasi ca colon

e. Penyakit diluar abdomen7

- Pneumonia

- Pleuritis

- Infark miokard

- Kista ovarium

1.7 Terapi
Saat berada di unit gawat darurat, pasien harus tetap diberi rehidrasi secara

intravena dengan kristaloid. Dengan medikamentosa sebagian dapat sembuh tetapi

sering disusul dengan krisis berikutnya yang lebih berat

1. Pembentukan infiltrate yang berlanjut pada abses

2. Timbul perforasi hingga peritonitis generalisat, timbul gejala sepsis dengan

leukosit >20.000

3. Foie appendiculare terjadi emboli kuman lewat system porta kehepar sehingga

timbul mikroabses di hepar. Penderiata jatuh kedalam keadaan toksik dan icterus7.

Pengobatan gold standart untuk Appendicitis akut adalah dengan melakukan operasi

apendektomi2.

a. Jenis operasi berdasarkan derajat komplikasi

a. Apenndisitis akut : appendectomy simple/ laparoskopy

b. Periapendikular infiltrate: laparotomy appendectomy

c. Perforasi : laparotomy appendectomy

d. Apendisitsi kronik : appendectomy simple/laparoskopi

e. Mucocele apendiks : hernikolektomi - apendektomi

f. Karsinoma apendiks : hernikolektomi - apendektomi

g. Karsinoid apendiks : hernikolektomi - apendektomi

b. Persiapan pembedahan3,7

- Penderita barus dipuasakan sedikitnya 4-6jam sebelum operasi

- Pemberian antibiotika spectrum luas sebagai profilaksis. Pada

Appendicitis non perforate pemilihan antibiotic cefotixin, cefotetan,

ampicillin/sulbactam. Pada Appendicitis perforate diberikan triple

antibiotic yaitu ampicillin, gentamici, clindamycin/mentronidazole)

- Pemberian infus
- Pemasangan kateter

- Premedikasi anestesi

- Mempersiapkan lapangan operasi dan bilamata perlu di cukur.

c. Teknik Operasi Laparotomi

- Laparotomi adalah membuka dinding abdomen dan peritoneum

- Fackor penting dalam laparoomi adalah membuka dan menutup

dinding abdomen dengan cara dan teknik dan baik. Bila terjadi

kesalahan seperti tempat irisan, cara penjahitan, pemilihan benang

jahit dapat menimbulkan penyulit seperti hematoma, radang, abses

benang, parut, hernia sikatrikalis atau membuka kembalinya luka

operasi (dehiscense)8

- 3 faktor yang menentukan macam irisan laparotomi8

1. Accessibility (keterdekatann)

Dalam memilih tempat irisan, harus diingat akan factor

keterdekatan dengan objek yang dituju

2. Extensibility (dapat diperluas)

Irisan harus dapat memungkinkan untuk diperluas bilamana

diperlukan

3. Security (keamanan)

Tempat irisan harus mempunyai kekuatan seperti sebelum

operasi

4. Kosmetik

Luka irisan memberi cacat yang sebaik mungkin

- Macam irisan8
A. Median
B. Paramedian kanan transrektal
C. Paramedian kiri trapdoor
D. Transversal
E. Gridiron
F. Subcostal kanan (Kocher)
G. Torakotomi
H. Pfannenstiel

1. Vertical Gambar 2.7 Macam Irisan

Median atau paramedian dan supra atau infra umbilical

Pilihan utama untuk kasus darurat. Digunakan untuk

pembedahan lambung, limpa, pancreas, hati. Irisan ini mulai

dari procesus xyphoideus sampai 1cm di atas umbilicus.

Keuntungan dari irisan ini adalah

a. Sedikit perdarahan

b. Tak banyak memotong pembuluh darah

c. Tidak ada kerusakan otot karena dipotong pada linea

alba

d. Cepat membuka dan menutup

e. Dapat diperluas dengan cepat

1.1. Teknik operasi supraumbilical

a. Desinfeksi lapangan bedah, tutup kain steril

b. Irisan dari prosesus xiphpid sampai 1 cm diatas pusat di

perdalam sampai linea alba.

c. Linea alba dibuka dengan pisau dan diperluas dengan

tuntunan pinset dan gunting


d. Peritoneum dibuka antara dua jepitan pinst chirurgis

pada daerah bawah irisan (dekat umbilicus), untuk

mencegah perdarah dari lig.teres hepatic dengan

tuntunan dua jadi telunjuk dan tengah peritoneum dibuka

leih lanjut ke kranial.

e. Eksplorasi rongga abdomen

f. Peritoneum bersama linea alba dijahit dengan

polycolicacid (dexon, vicryl) no.1 secara jelujur, dapat

juga dijahit chromic cutgut secara feston

g. Lemak dijahit simpul dengam cutgut plain 000

h. Kulit dijahit simpul dengan sutra 000.

1.2. Teknik Operasi infraumbilical

a. Irisan garis tengah infaumbilical. Irisan dari umbilikaus

ke sympisis pubis. Dapat mudah diperluas keatas

umbilicus dengan melakukan irisan melingkari

umbillikus ke kiri atau ke kanan

b. Sama seperti irisan umbilical harus diperhatikan

muskulus rectus kiri dan kanan yang tidak berbatas jelas

dan waktu membuka peritoneum pada penderita dengan

ileus, karena usus yang mengembang akan segera

menyembul keluar saat peritoneum dibuka. Demikian

pula bila pembiusan kurang dalam. Perhatian yang lebih

banyak dibutuhkan juga pada pendderita yang pernah

mengalami laparotomy sebelumnnya, oleh karena

perlekatan usus dengan peritoneum


1.3. Teknik Operasi Irisan Paramedian

c. Dapat dilakukan di kana atau kiri garis tengah dengan

jarak kira-kira 2,5cm dan garis tengah. Dimulai dari

arcus aorta kearah caudal sampai cukup untuk

mengadakan eksplorasi maupun tindakan. Makin kearah

kaudal akan menemukan vasa epigastrica inferior yang

harus dipotong dan diikat. Irisan paramedian berguna

untuk melakukan operas-operasi pada colon asecenden

dan descenden serta operasi system empedu dan hepar

d. Setelah melakukan irisan pada kulit kemudian luka

operasi diperdalam sampai fascia rectus anterior. Fascia

ini kemudian diiris sesuai irisan kulit

e. Untuk mencapai recti posterior

i. TRAPDOOR dengan melepaskan otot dari fascia

menuju linea alba. Perlekatan otot dengan fascia

posterior kemudian dilepaskan dan tampak jelas

fascia recti posterior. Kemudian fascia ini dibuka

sekaligus dengan peritoneumnya untuk masuk

kedalam rongga abdomen

ii. TRANSRECTAL dengan melakukan pemisahan

serat-serat otot rekus untuk mencapai fascia

posterior. Fascia posterior bersama peritoneum

dibuka seperti biasa. Irisan paramedian lebih sukar

dan berdarah disbanding irisan median tetapi

menghasilkan security yang lebih baik.


2. Transversal/oblique

a. Irisan gridiron

Dikerjakan untuk melakukan appendiktomi

b. Irisan kocher subcostal

Untuk operasi-operasi system empedu dan hati

c. Irisan pfannenstiel

Operasi kandungan atau retropubik

d. Irisan transversal

Supra/infra umbilical. Irisan ini hamper tidak mempton

saraf/otot dinding perut kecuali muskulus rektus. Tetapi

karena muskulus rektus ini mempunyai banyak

inserionum tendineum, tidak mengganggu kekuatan

dinding abdomen. Irisan kulit-lemak, fascia anterior

rektus dipotong diperlebar sampai lateral, muskulus

rektus dipotong diperlebar ke lateral dinding abdomen,

fascia posterior rektus dibuka bersama peritoneum.

3. Abdominothoracic

a. Irisan laparotomy yang diperluas sampe thorax. Kita

dapat meihat rongga abdomen dan rongga pelura baik

kanan maupun kiri. Hal ini dicapai dengan memotong

silang dan memotong arcus costae. Dapat dilakukan

untuk operasi hepar, reseksi esophagus distal dan

proximal gaster.

- Penutupan luka laparotomy

1. Menutup peritoneum sekaigus dengan fascia posterior


2. Cara penutupan dengan delujur dengan benang catgut no.1 atau

3. Lapisan selanjutnya adalah fascia anterior dengan bahan

chromic catgut atau PGA (dexob-Vicryl no.1). Jahitan dapat

secara simpul atau delujur

4. Jahitan subkutan dengan catgut no 3-0 atau PGA. Kulit dijahit

dengan benang non absorbable. Bila tidak ada komplikasi

benang dapat diangkat pada hari ke 8-10.

d. Teknik Operasi apendektomi3

- Tujuan membuang appendix

- Saat ini appendektomi laparoskopi lebih disukai. Sebagian besar

appendektomi yang tidak rumit dilakukan secara laparoskopi. Dalam

kasus abses atau infeksi lanjut, laparotomi mungkin diperlukan.

Laparoskopi memberikan lebih sedikit rasa sakit, pemulihan lebih

cepat, dan kemampuan untuk mengeksplorasi sebagian besar perut

melalui sayatan kecil. Operator bedah juga memulai pasien dengan

antibiotik spektrum luas. Ada beberapa ketidaksepakatan mengenai

pemberian antibiotik pra operasi Appendicitis yang tidak rumit.

- Prosedur

1. Penderita posisi terlentang dengan ahli bedah berada di sisi

kanan

2. Desinfeksi lapangan pembedahan dengan iodiom 3% dan

alcohol 70% atau dengan betadin 10% kemudian lapangan

pembedahan dipersempit dengan menggunakan duk steril.


3. Membuka dinding perut dengan irisan kulit arah oblique melalui

titik Mc Burney tegak lurus dengan SIAS dan umbilicus disebut

juga irisan gridon. Irisan lain yang dapat dilakukan adalah irisan

transversal atau irisan paramedian. Irisan diperdalam dengan

memotong lemak dan akhirnya tampak aponeurosis muskulus

obliqus abdominalis eksternus. Lantz transverse incision

dilakukan 2cm diawah pusat insisi transveral pada garis

midclavicula-midingunal

Gambar 2.8 Gridon incision


Gambar 2.9 Lantz transverse incision
4. MOE dibuka dengan scalpel searah dengan seratnya kemudian

diperlebar ke lateral dan ke medial dengan pinset anatomi.

Wond haak tumpul dipasang dibawah MOE, tampak di bawah

MOE terdapat MOI.

Gambar 2.10 membuka otot obliqus abdominalis


eksternus
5. MOI dan titik dibawahnya (musculus transversus abdominis)

dibuka secara tumpul dengan gunting atau klem arteri yang

bengkok searah dengan seratnya sampai tampak lemak

peritoneum. Dengan alat langenbeck otot otot tersebut

dipisahkan searah dengan seratnya. Hak dipasang dibawah

musculus trasversus abdominis.

Gambar 2.11 membuka otot obliqus abdominusinernus


dan otot transversus abdominalis
6. Preperitoneal fat disingkirkan dan peritoneum yang berwarna

putih mengkilap dipegang dengan 2 pinset chirurgis dan dibuka


dengan gunting. Pada waktu peritoneum terbuka harus

diperhatikan apa yang keluar : pus, udara, cairan lain. Perlu

diperiksa kultur dan test kepekaan kuman dari cairan yang

keluar. Pembukaan peritoneum diperlebar dengan gunting atau

scalpel dengan melindungi usus atau organ lain dibawah

peritoneum dengan dua jari atau sonde kocher. Arah irisan

peritoneum sesuai dengan arah irisan kulit. Wond hak diletakan

di bawah peritoneum.

Gambar 2.12 Membuka Peritoneum

7. Melakukan appendectomy. Sekum dicari dan dikeluarkan.

Untuk itu kita harusmengetahui tanda-tanda sekum yaitu

warnanya lebih putih, mempunyai taenia coli, adanya haustrae,

adanya apendices epiploicae, apendiks yang basisnya terletak

pada pertemuan tiga taenia mempunyai bermacam-macam posisi

antaralain antececal, retrocecal, anteileal, retroileal, pelvinal.


Gambar 2.13 Peritoneum dibuka

8. Setelah sekum ditemukan, kita pegang pinset usus dan kita Tarik

keluar. Tarik kearah mediokaudal. Setelah keluar sekum ditarik

ke kranial lateral biasanya appendiks akan ikut keluar dan

tampak dengan jelas

9. Dengan memakai kasa basah sekum dipegang oleh asisten

dengan ibujari berada diatas

Gambar 2.14 Sekum dikeluarkan dan dipegang dengan kasa basah

10. Mesenterium pada ujung apendiks dipegang dengan klem

kocher kemudian mesoappendiks dipotong dengan diligasi

sampai basis apendiks dengan benang sutra 3/0. Pangkal

appendiks di crush dengan klem kocher pada bekas crush


tersebut diikat dengan chromic cutgut no.1 atau L/O. dibuat

jahitan tabakzaaknaad (kantung tembakau) atau jahitan

pursestring pada serosa sekitar pangkal appendiks dengan

menggunakan benang sutra halus 3/0.

Gambar 2.15

11. Dibagian distal dari ikatan pada pangkal appendiks diklem

dengan kocher dan diantara klem kocher dengan ikatan tersebut

appendiks dipotong dengan pisau yang telah di olehsi iodium.

12. Sisa appendiks ditanam dalam dinding sekum dengan pinset

anatomiss di dorong ke dalam dan jahitan tabaksaak dierratkan.

Kemudian dibuat jahitan penguat di atasnya memakai benang

sutra halus. Setelah kita perhatikan tidak ada perdarahan sekum

dimasukan kembali ke rongga perut

Gambar 2.16
13. Pentupan luka operasi. Peritoneum ditutup dengan jahitan

jelujur festoon dari bahan catgut plain nomor 1 atau 1/10,

muskulus obliqus interm=nus dan muskulus transversus

abdonisnis ditutp dengan catgut chromic nomer 1 secara simpul,

musculus obluqus abdominis eksternus dan aponeurosisnya di

tutup dengan jahitan cutgut chromic secara simpul

14. Lemak ditutup dengan jahitan simpul cutgut pain 3/0 dan kulit

dijahit dengan beanng sutera 2/0 atau 3/0 secara simpul

15. Pada waktu oeprasi ternyata keadaan appendiks tidak

menunjukan tanda keradangan atau tiak sesuai dengann klinis

maka kita harus mengeksplorasi adakah kelaianan atau penyakit

lain seperti diverticel meckel, ileitis terminalis, adanya perforasi

ileum akibat tifus abdominalis, keadaan genetalia interna,

perforasi kantong empedu

16. Penyulit appendektomi

a. Durante operasi

i. Perdarahan intraperitoneal

ii. Perdarahan diding perut

iii. Adanya robekan sekum atau usus lain

b. Pasca bedah

i. Perdarahan

ii. Infeksi dinding perut

iii. Hematom dinding perut

iv. Paralitik ileus

v. Peritonitis
vi. Fistel usus

vii. Abses didalam rongga peritoneum

c. Pasca bedah lanjut

i. Streng ileus

ii. Hernia sikatrikalis

17. Perawatan pasca bedah

a. Mobilisasi secepatnya saat penderita sadar dengan

menggerakan kaki fleksi dan ekstensi serta kiring kri

dank e kanan bergantian dan duduk. Penderita boleh

jalan pada hari pertama pasca bedah

b. Pemberian minuman 50cc tiap jam apabila sudah ada

akitvitas usus seperti flatus dan bsiing usus. Bisa dengan

pemberian minum penderita tidak kembung makan

pemberian makanan peroral dimulai. Jahitan diangkat

hari ke 5-7 pasca bedah.

1.8 Komplikasi

Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi, baik berupa

perforasi bebas maupun perforasi pada pendiks yang telah mengalami pendindingan

sehingga membentuk masa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, ileus.

1. Massa Periapendikuler

Massa apendikuler terjadi bila Appendicitis gangrenosa atau mikroperforasi

ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau ileus. Pada massa periapendicular

yang pembentukan dindingnya belum sempurna dapat terjadi penyebaran pus ke

seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti oleh peritonitis purulenta

generalisata. Oleh sebab itu massa appendicular yang masih bebas (mobile)
sebaiknya dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Pada anak dipersiapkan

operasi dalam waktu 2-3 hari. Pada dewasa sebaiknya dirawat terlebih dahulu dan

diberi antibiotic sambil dilakukan observasi terhadap suhu tubuh, ukuran masa

serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak demam, massa apendikular menghilang

dan leukosit normal. Penderita boleh pulang dan apendektomi dilakukan elektif

dalam 2-3 bulan agar perdarahan akibat perlengketan dapat di minimalisir. Bila

terjadi perforasi akan terjadi abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan

suhu, kenaikan leukosit, kenaikan nadi, bertambahnya nyeri, terabanya

pembengkakan massa8.

2. Appendicitis Perforasi

Adanya fekalit dalam lumen, usia, dan keterlambatan diagnosis merupakan

factor yang berperan dalam terjadinya perforasi apendiks. Insiden perforasi pada

penderita usia diatas 60 tahun dilaporkan sekitar 60%. Factor yang mempengaruhi

tingginya insiden perforasi pada orang tua adalah samar, keterlambatan berobat,

adanya perubahan anatomi berupa penyempitan lumen dan arteriosclerosis. Insiden

tinggi pada anak disebabkan oleh dinding apendiks yang masih tipis, anak kurang

komunikatif sehingga memperpanjang waktu penegakan diagnosis, dan proses

pendindingan kurang sempurna akibbat perforasi yang cepat dan omentum yang

belum berkembang8.

Perforasi apendiks akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai

dengan demam tinggi, nyeri perut hebat pada seluruh dinding perut, pungtum

maksimum pada iliaca kanan, bising usus yang menurun atau menghilang akibat

adanya ileus paralitik. Abses rongga peritoneum terjadi apabila pus yang menyebar

terbatas pada suatu tempat, paling seringg di subdiafraghma. Pemeriksaan USG

dapat membantu mengetahui adanya kantong nanah. Abses subdiafraghma harus


dibedakan dengan abses hati, efusi pleura dan pneumonia basal. Pemeriksaan USG

dan foto rontgen dada dapat membantu membedakannya8.

Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotic gram negative

dan positif serta anaerob, pemasangan pipa nasogastric perlu dilakukan sebelum

pembedahan. Perlu dilakukan laparotomi dengan insisi yang panjang agar mudah

melakukan pencucian dari pus maupun pengeluaran fibrin, serta pembersihan

kantong nanah. Akhir-akhir ini mulai banyak dilaporkan pengelolaan Appendicitis

perforasi secara laparotomy apendektomi. Pada prosedur ini rongga abdomen

dibilas dengan mudah hasilnya dilaporkan tidak berbeda jauh dibandingkan dengan

laparotomy terbuka, tetapi keuntungannya adalah lama rawat lebih pendek dan

secara kosmetik lebih baik. Karena kemungkinan terjadi infeksi luka operasi

sebaiknya dilakukan drainase subfasia yaitu kulit dibiarkan terbuka dan nantinya

akan dijahit bila dipastikan tidak ada infeksi. Pemasangan drain intraperitoenal

tidak perludilakukan pada anak karena lebih sering menyebabkan komplikasi

infeksi8

3. Appendicitis Rekurens

Diagnosis Appendicitis rekurens abru dapat ditegakan jika ada riwayat

serngan nyeri berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya

apendektomi. Hasil histopatologi menunjukan peradangan akut keadaan ini terjadi

bila serangan Appendicitis akut sembuh sepontan. Namun apendiks tidak pernah

kemabli ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut. Resiko

terjadinya serangan berulang adalah 50%8.

4. Appendicitis Kronis

Diagnosis Appendicitis kronis baru dapat ditegakan apabila semua syarat

berikut terpenuhi : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, bukti
radang kronik baik secara makroskopis atau mikroskopis, keluhan menghilang

pasca apendektomi. Kriteria mikroskopik meliputi adanya fibrosis menyeluruh

pada dinding apendiks, sumbatan parsial atau total pada lumen apendiks, dan

infiltrasi sel inflamasi kronik8.

5. Mucocele Apendiks

Mukokel apendiks merupakan dilatasi kronik apendiks yang berisi musin

akibat adanya obstruksi pada pangkal apendiks, biasanya berupa jaringan fibrous

dengan isi lumen steril. Mukokel dapat disebabkan kista adenoma yang dicurigai

dapat berubah kearah ganas. Penderita sering datang dengan keluhan berupa rasa

tidak nyaman di perutkanan bawah dan teraba massa pada regio kanan bawah.

Dapat diterapi dengan apendektomi8.

6. Karsinoma Apendiks

Penyakit ini jarang ditemukan, sering ditemukan saat apendektomi dengan

indikasi Appendicitis akut. Karena bisa metastasis ke nodus limfatikus dianjurkan

hernikolektomi kanan yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik

dibandingkan hanya apendektomi saja8.

7. Kasinoid Apendiks

Karsionoid apendiks merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini

jarang didiagnosis prabedah tetapi mungkin ditemukan secara kebetulan pada

m=pemeriksaan patologi terhadap specimen apendiks dengan diagnosis apendisiti

akut. Sindrom karsinoid berupa flushing pada wajah, sesak nafas, diare. Sel tumor

memproduks serotonin yang dapat menimbulkan gejala tersebut. Meskipun

diragukan sebagai keganasan karsinoid ternyata bisa berulang dan bermetastasis

sehingga diperlukan operasi radikal. Bila specimen patologik apendiks menunjukan


karsionid, pangkal tidak bebas tumor, maka dilakukan operasi reseksi ileosekal

atau hernikolektomi kanan8.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, Jong D, 2010, buku ajar ilmu bedah, Edisi 3, Jakarta, EGC.

2. Jones MW, Lopez RA, Deppen JG, 2019, Appendicitis, In: StatPearls, Treasure Island

3. Soemamto W, Puruhito, Setiono B, 2008, Appenditomi, Pedoman Teknik Operasi,

Surabaya, Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair

4. G.A. Gómez-Torres et al, 2017, a rare case of subacute appendicitis, actinomycosis

as the fineal pathology reports, International Journal of Surgery Case Reports,

Vol.36 46–49

5. Spirt MK, 2010, appendicitis, national institute of diabetes and digestive and kidney

disease, Vol.122, no.10, 39-5.1

6. Syukur Am Soetamto P, Rasjid A et all, 2010, Apendisitis Akut dalam Bedah

Digestif, Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Bedah, Edisi IV, Surabaya, Pusat

Penerbitan dan Percetakan Unair

7. Sjukur A, Wibowo S, ALrasjid H et al, 1994, radang usus buntu dalam bedah digestif

dan anak, Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Bedah, Surabaya, Pusat Penerbitan

dan Percetakan Unair

8. Sjamsuhidajat R, Jong D, 2010, buku ajar ilmu bedah, Edisi 4, Jakarta, EGC.
BORANG PORTOFOLIO

APPENDICITIS AKUT

Pembimbing:
dr. Erika Widayanti Lestari
dr. Linda Hapsari

Disusun oleh:
dr. Aulia Akbar

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA


RS MUHAMMADIYAH AHMAD DAHLAN - UPTD PUSKESMAS BALOWERTI –
UPTD PUSKESMAS KOTA WILAYAH UTARA
KOTA KEDIRI
2020

Anda mungkin juga menyukai