Anda di halaman 1dari 26

Portofolio Non Medik:

CHOLELITIASIS

Disusun Oleh :

dr. Muhammad Syafril

Pendamping :

dr. Yuvitta Olivetty

dr. Eri Prabowo

dr. Dewi Swastikasari

Internsip Dokter Indonesia Angkatan IV


7 November 2018 - 4 November 2019
Rumah Sakit Umum Daerah Pemangkat-Puskesmas Selakau
KALIMANTAN BARAT
Borang Portofolio Bedah
Nama Peserta : dr. Muhammad Syafril

Nama Wahana: RSUD Pemangkat & PKM Selakau

Topik : Cholelitiasis

Tanggal Kasus : 18 September 2019

Nama Pasien : Ny. M Nomor RM :


10.49.17
Tanggal Presentasi : Pendamping : dr. Yuvitta O
dr. Eri P
dr. Dewi Swastikasari
Objektif Presentasi :

 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka

 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa

 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil

Deskripsi : Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas

Tujuan : Penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat

Bahan  Tinjauan  Riset  Kasus  Audit


Bahasan : Pustaka
Cara  Diskusi  Presentasi dan Diskusi  Email  Pos
Membahas
:

Data Nama : Ny. M No. Reg:


Pasien Usia :
Nama Ruangan : Ruang Bedah RSUD Telp : - Masuk RS : 18-9-2019
Pemangkat
Data Utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 1 bulan SMRS. Nyeri
dirasakan tiba-tiba dan menetap dengan intensitas berat selama ± 1-3 jam kemudian
menghilang perlahan-lahan. Selanjutnya nyeri muncul kembali. Nyeri dirasakan dari
perut kanan atas hingga bagian ulu hati namun tidak menjalar sampai ke bahu kanan dan

1
punggung. Nyeri seperti ini dirasakan memberat terus-menerus selama 1 minggu
terakhir. Jika nyeri muncul pasien sampai keringat dingin menahan rasa nyeri dan tidak
dapat melakukan aktivitas apapun. Pasien biasanya hanya berbaring di tempat tidur jika
serangan nyeri datang. Nyeri dirasakan bertambah apabila pasien menarik napas dalam.
Sesak dan nyeri dada disangkal.
Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah. Pasien muntah 2 kali ± 1 jam SMRS, isi
makanan, darah (-). Setiap kali makan pasien mengaku sering merasa mual. Nafsu makan
menjadi menurun semenjak sakit. Pasien juga mengatakan mengalami demam sejak 4
hari SMRS. Demam dirasakan terus menerus, naik-turun, dan tidak disertai menggigil.
Demam meningkat terutama saat nyeri muncul. Demam turun jika diberi obat penurun
panas.
Pasien juga mengatakan bahwa buang air besar berwarna putih sejak 1 minggu SMRS.
Terakhir pasien buang air besar ±7 jam SMRS dan warnanya putih pucat. Frekuensi
buang air besar 1-2 kali/hari, padat, nyeri saat BAB (-), darah/ kehitaman (-). Selain itu,
menurut pasien warna kencing menjadi kuning kecoklatan (gelap) sejak 4 hari SMRS
hingga saat ini dengan frekuensi BAK 2-3x/hari, nyeri saat BAK (-), kencing berpasir (-).

2. Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Akan tetapi, pasien mengaku
memiliki riwayat sakit maag sejak lama namun jarang kambuh. Jika terasa nyeri biasanya
hanya di bagian ulu hati saja dan sembuh jika minum antasid.
Riwayat hipertensi (-), Diabetes Mellitus (-), penyakit jantung (-), keganasan (-) dan
riwayat sakit kuning (-)

3. Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak ada di keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa dengan pasien. Riwayat
hipertensi (-), DM (-), penyakit jantung (-), riwayat asma (-), riwayat batu empedu (-).
4. Riwayat Pengobatan :
Pasien hanya minum antasid dan paracetamol untuk mengatasi keluhannya tersebut.
Riwayat minum obat penghilang rasa nyeri atau obat rematik disangkal.
5. Riwayat Alergi:
Pasien tidak pernah memiliki riwayat alergi terhadap obat-obatan dan makanan tertentu.
6. Riwayat Pekerjaan : Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga

2
Daftar Pustaka :
1. A. Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III, Jilid II. Penerbit Media
Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000. Hal 313-317.
2. Astri Sri Widiastuty. 2010. Pathogenesis Batu Empedu. Edisi I., Palembang

3. De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 1998., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi., EGC.,
Jakarta

4. Djamaloedin. 2002. Bagian Ilmu Bedah FKUI/RSCM. Kumpulan kuliah ilmu bedah.
Jakarta: Binarupa Aksara; 242-253.
Hasil Pembelajaran:
1. Diagnosis Cholelitiasis
2. Tatalaksana Cholelitiasis

3
RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN

SUBJECT
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas sejak 1 bulan SMRS. Nyeri dirasakan tiba-
tiba dan menetap dengan intensitas berat selama ± 1-3 jam kemudian menghilang perlahan-lahan.
Selanjutnya nyeri muncul kembali. Nyeri dirasakan dari perut kanan atas hingga bagian ulu hati
namun tidak menjalar sampai ke bahu kanan dan punggung. Nyeri seperti ini dirasakan memberat
terus-menerus selama 1 minggu terakhir. Jika nyeri muncul pasien sampai keringat dingin menahan
rasa nyeri dan tidak dapat melakukan aktivitas apapun. Pasien biasanya hanya berbaring di tempat
tidur jika serangan nyeri datang. Nyeri dirasakan bertambah apabila pasien menarik napas dalam.
Sesak dan nyeri dada disangkal.
Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah. Pasien muntah 2 kali ± 1 jam SMRS, isi makanan,
darah (-). Setiap kali makan pasien mengaku sering merasa mual. Nafsu makan menjadi menurun
semenjak sakit. Pasien juga mengatakan mengalami demam sejak 4 hari SMRS. Demam dirasakan
terus menerus, naik-turun, dan tidak disertai menggigil. Demam meningkat terutama saat nyeri
muncul. Demam turun jika diberi obat penurun panas.
Pasien juga mengatakan bahwa buang air besar berwarna putih sejak 1 minggu SMRS. Terakhir
pasien buang air besar ±7 jam SMRS dan warnanya putih pucat. Frekuensi buang air besar 1-2
kali/hari, padat, nyeri saat BAB (-), darah/ kehitaman (-). Selain itu, menurut pasien warna kencing
menjadi kuning kecoklatan (gelap) sejak 4 hari SMRS hingga saat ini dengan frekuensi BAK
2-3x/hari, nyeri saat BAK (-), kencing berpasir (-).

OBJECTIVES
Pemeriksaan Umum
Kesadaran : kompos mentis
Vital Sign
Tensi : 130/90 mmHg
Nadi : 84 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 36,5 0 C

Pemeriksaan Khusus
Kepala dan Leher

4
Kepala : Bentuk mesocephal
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, reflek cahaya (+/+), pupil
isokor diameter 3 mm
Leher : Trachea ditengah, tiroid teraba normal, kelenjar getah bening tidak ada pembesaran,
tidak ada peningkatan JVP
Thoraks
Paru
Inspeksi : Simetris, pergerakan nafas normal.
Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru, batas paru hepar di SIC VI LMC
dextra
Auskultasi : SD Vesikuler, suara tambahan : wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Jantung
Inspeksi : Pulsus ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba tidak kuat angkat di SIC
Perkusi : Batas kiri atas SIC II LPS sinistra
Batas kanan atas SIC II LPS dekstra
Batas kiri bawah SIC V LMC sinistra 2 cm lateral
Batas kanan bawah SIC IV LPS dekstra
Auskultasi : S1-S2 reguler, bising jantung (-)

Abdomen
Inspeksi : Perut datar, tidak ada benjolan, tidak ada sikatrik
Palpasi : Supel, nyeri tekan didaerah RUQ, tidak teraba massa, defans muskuler (-),
hepar dan lien tidak teraba. Murphy sign (+)
Perkusi : Timpani di seluruh kuadran abdomen
Auskultasi : BU (+) normal
Extremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-/-)

Pemeriksaan Penunjang
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium (18 September 2019)

5
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Hemoglobin 12,5 11,7 -15,5 gr/dl
Leukosit 8.700 3.000 – 11.000/ul
Trombosit 213.000 150.000 – 440.000/ul
Hematokrit 37.1 35 – 47 Vol%
Gol. Darah B, Rhesus +
BT 4.00 3.00 – 5.00 menit
CT 4.00 2.00 – 5.00 menit
SGOT 22 <35 U/l
SGPT 19 <35 U/l
Ureum 49.2 10 – 60 mg/dl
Creatinin 0.85 0.60 – 1.10 mg/dl
Gula Darah Sewaktu 135 70-140 mg/dl
HbsAg - Rapid Non-Reaktif
Billirubin Total 0.22 0.10 – 1.00 mg/dl
Billirubin Direk 0.01 <0.2 mg/dl
Billirubin Indirek 0.21 <0.75 mg/dl

USG Abdomen

Gambar 1. USG Abdomen


Telah dilakukan pemeriksaan USG Abdomen dengan hasil sebagai berikut:
Hepar: Bentuk dan besar baik. Echogenitas homogen. Permukaan reguler, tepi tajam. Vena hepatica,
vena porta dan sistem billier tidak melebar. Tidak tampak massa maupun SOL. Tampak ascites
diperihepatika sampai rongga pelvis.
Galbladder: bentuk dan besar baik. Dinding kesan menebal ukuran ±0.5 cm. Intralumen tampak
sludge dan batu ukuran ±0.68 cm.
Pancreas: bentuk dan besar. Echogenitas homogen. Tidak tampak massa/SOL. Duktus pankreatikus
tidak melebar.
Ginjal Kanan Kiri: bentuk dan besar baik. Diferensiasi korteks dan medula baik. Tidak tampak batu,

6
massa maupun pelebaran sistem pelviokalises.
Spleen: bentuk dan besar baik. Echogenitas homogen. Tidak tampak massa maupun SOL.
Vesica Urinaria: bentuk dan besar baik. Dinding tidak menebal. Intralumen tidak tampak batu,
sludge maupun massa.
Kesimpulan:
 Gambaran cholelithiasis disertai dengan sludge dan tanda-tanda cholesistitis
 Gambaran ascites yang cukup prominen di rongga abdomen sampai rongga pelvic ec ?
 USG Hepar, pankreas, ginjal bilateral, spleen dan vesica urinaria dalam batas normal.

Rongent Thorax PA

Gambar 2. Rongent Thorax PA


Hasil Rongent Thorax PA:
 Cor : tidak membesar, aorta dan mediastinum superior tidak melebar, trakea di tengah. Kedua

7
hilus tidak menebal.
 Pulmo: Corakan bronkovaskuler normal, tidak tampak infiltrat maupun nodul pada kedua
lapangan paru. Diafragma dan sinus costofrenikus kanan dan kiri baik. Tulang – tulang kesan
intak.
Kesimpulan: Cor & Pulmo dalam batas normal.
Terapi:
 IVFD RL 20 tpm
 Inj. Ceftriaxone 1 gram per 12 jam
 Inj. Ketorolac 30 mg per 8 jam
 Inj. Ranitidin 50 mg per 12 jam
 Pro Cholecystectomy
 Puasa
 Pasang DC
 Konsul Penyakit Dalam
 Konsul Anestesi

PEMBAHASAN
Anatomi Kandung Empedu
Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong yang terletak pada permukaan visceral hepar,
panjangnya sekitar 7 – 10 cm. Kapasitasnya sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat
menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus
berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar yang dimana fundus
8
berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus
bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum
dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi
kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus
vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.
Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica kanan. Vena
cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena –
vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu. Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi
lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan
melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici
coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.

Gambar 3. Anatomi vesica fellea

CHOLELITHIASIS
Definisi
Cholelithiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu ini mungkin terdapat
dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus (choledocholithiasis).
Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu
empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang
bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada
wanita dikarenakan memiliki faktor resiko, yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.
9
Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk
pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa
unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.
Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang mengonsentrasikan dan
menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke dalam usus. Kebanyakan batu duktus koledokus berasal
dari batu kandung empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu. Batu
empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran balik karena adanya
penyempitan saluran. Batu empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat
saluran empedu (kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan
segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan
menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya.3
Epidemiologi
Di negara barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa. Angka prevalensi orang dewasa lebih di
negara Amerika Latin (20% hingga 40%) dan rendah di negara Asia (3% hingga 4%). Pada
pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20% wanita dan 8% pria.
Pada pemeriksaan autopsy di Chicago, ditemukan 6,3% yang menderita kolelitiasis. Sekitar 20% dari
penduduk negeri Belanda mengidap penyakit batu empedu yang bergejala atau yang tidak. Persentase
penduduk yang mengidap penyakit batu empedu pada penduduk Negro Masai ialah 15 – 50%. Pada
orang-orang Indian Pima di Amerika Utara, frekuensi batu empedu adalah 80%.Di Indonesia,
kolelitiasis baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih
terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan.2,3

Etiologi
Faktor risiko untuk kolelitiasis, yaitu: 1,3
a. Usia
Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia
> 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang
lebih muda. Di Amerika Serikat, 20 % wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu empedu.
Semakin meningkat usia, prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan:
 Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.
 Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya usia.
 Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.

10
b. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini
dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh
kandung empedu. Hingga dekade ke-6, 20 % wanita dan 10 % pria menderita batu empedu dan
prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu pada wanita.
c. Berat badan (BMI).
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi
kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu
pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung
empedu.
d. Makanan
Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani berisiko untuk menderita
kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat
dalam cairan empedu melebihi batas normal, cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan
menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan
terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

Patofisiologi
Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan
pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan batu campuran. Lebih dari 90% batu
empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang
mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana
mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah
keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi
kalsium dalam kandung empedu.2

11
Gambar 4. Patofisiologi kolelitiasis

Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam
kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam
menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi
berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk
pembentukan batu. Kristal yang yang terbentuk terbak dalam kandung empedu, kemuadian lama-
kelamaan kristal tersubut bertambah ukuran,beragregasi, melebur dan membetuk batu. Faktor
motilitas kandung empedu, biliary stasis, dan kandungan empedu merupakan predisposisi
pembentukan batu empedu empedu.2

12
Klasifikasi
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkan atas 3
(tiga) golongan, yaitu:1,2,3
1. Batu kolesterol Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70%
kolesterol.
2. Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat) Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah
dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.
3. Batu pigmen hitam Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan
kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.

Manifestasi Klinis
Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut bermigrasi
menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari yang
tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena adanya komplikasi. Dijumpai nyeri di daerah
hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai kolik bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa
nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai di daerah subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia,
flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat
teraba pembesaran kandung empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus
dijumpai pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin
tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic. Kolik bilier merupakan
keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi
transient duktus sistikus oleh batu. Dengan istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa
kandung empedu tidak memperlihatkan inflamasi akut. Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau
dini hari, berlangsung lama antara 30 – 60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah
epigastrium. Nyeri dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri
dan dapat menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia yang
merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis. Diagnosis dan
pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi yang berat.2

13
Gambar 5. Manifestasi Klinis

Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis akut, kolesistitis kronis,
koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik dan
peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan mempersulit penanganannya
dan dapat berakibat fatal. Sebagian besar (90 – 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan
keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut.
Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan telah sering mengalami
serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan penebalan dan fibrosis kandung
empedu dan pada 15 % pasien disertai penyakit lain seperti koledo kolitiasis, panleneatitis dan
kolongitis. Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus sistikus
(koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di dalam saluran empedu
14
(koledokolitiasis primer).
Perjalanan penyakit koledokolitiasis sangat bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai dari
tanpa gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif yang nyata. Batu saluran empedu (BSE)
kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi
temporer di ampula vateri sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone
pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat
membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruktif,
kolangitis dan pankreatitis.

Diagnosis

Gambar 6. Diagnosis Kerja Kolelitiais

Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asintomatis. Keluhan yang mungkin timbul
adalah dispepdia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis,
15
keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri
lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru
menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30%
kasus timbul tiba-tiba. Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu,
disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang
setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada
waktu menarik nafas dalam.

Pemeriksaan Fisik
 Batu kandung empedu
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistitis akut
dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu, atau
pangkretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak
anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu
penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari
tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.
 Batu saluran empedu
Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hatidan sklera
ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak
jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.

Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada
pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila
terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan
duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di
dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum
biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.
 Pemeriksaan radiologis
Foto polos Abdomen Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas
karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung

16
empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto
polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung
empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan
gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.

Gambar 7. Foto polos abdomen pada kolelitiasis

 Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu
kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan
USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang
diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal
kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum
maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan
palpasi biasa.

17
Gambar 8. Hasil USG pada kolelitiasis
 Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah,
sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan
ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun
serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut
kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian
fungsi kandung empedu.

Gambar 9. Hasil kolesistografi pada kolelitiasis


 ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography)
ERCP yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus pancreatikus,

18
kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Fungsi ERCP ini memudahkan
visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian
distal untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang
disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh
obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien-
pasien yang kandung empedunya sudah diangkat. ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda
perforasi/infeksi.

Gambar 10. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography

Diagnosis Banding
Diagnosis banding nyeri karena kolelitiasis adalah ulkus peptikum, refluks gastroesofagus,
dispepsia non ulkus, dismotilitas esofagus, irritable bowel syndrome, kolik ginjal. Nyeri ulkus
peptikum biasanya lebih sering, hampir setiap hari dan berkurang sehabis makan. Nyeri yang timbul

19
biasanya menetap di perut kanan atas, pada kolelitiasis frekuensinya lebih jarang. Nyeri karena
refluks gastroesofagus dapat dibedakan dengan nyeri kolelitiasis dilihat dari adanya rasa terbakar,
lokasi nyeri di substernal, dan sering dipengaruhi oleh posisi, dimana pada posisi supine rasa nyeri
akan memberat. Nyeri epigastrium karena kolelitiasis dan dispepsia nonulkus sukar dibedakan.
Namun demikian nyeri karena kolik bilier biasanya lebih hebat, frekuensinya sporadik, dan
penyebaran nyeri sampai perut kanan atas dan skapula.1
Diagnosis banding untuk kolesistitis akut adalah apendisitis akut, pankreatitis akut, hepatitis
akut, perforasi ulkus, perforasi ulkus peptikum dan penyakit intestinal akut lainnya. Untuk
membedakan dengan pankreatitis akut, biasanya nyeri pada pankreatitis akut lebih terlokalisir dan
jarang disertai tanda peritoneal akut. Nyeri sampai ke punggung, menghilang saat posisi duduk adalah
khas untuk pankreatitis akut. Gejala demam dan leukositosis mungkin sama pada kedua kasus, tetapi
peningkatan kadar serum amilase jauh lebih tinggi pada keadaan pankreatitis akut. Pada keadaan
pankreatitis yang berat, penderita tampak sangat toksik. Namun pada penderita dengan kolesistitis
akut dengan komplikasi pankreatitis akut USG diperlukan untuk segera membedakan keadaan
tersebut.1,3
Untuk membedakan dengan kolesistitis, pada keadaan hepatitis biasanya pada pemeriksaan
laboratorium menunjukkan kadar serum enzim hepar akan jauh lebih tinggi dibanding dengan
kolesistitis akut. Pada keadaan apendisitis akut, ditandai oleh nyeri khas pada perut kanan bawah,
diawali dari sekitar daerah umbilikal yang kemudian menetap di perut kanan bawah. Pada keadaan
perforasi usus, pada pemeriksaan radiologis sering dijumpai adanya udara bebas pada foto polos
abdomen.1

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis:

20
Gambar 11. Komplikasi Kolelitiasis
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan mengakibatkan/
menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu
terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi.
Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila
terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi
dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel
kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang
dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya)
dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu
yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi dari
kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap asimtomatis
atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat
terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis. Batu kandung empedu dapat
lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu
cukup besar dapat menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan
ileus obstruksi.2

Terapi
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-
timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak.
Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non bedah dan bedah. Ada juga
yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan
21
pada kolelitiasis simptomatik dan kolelitiasis yang asimptomatik.
1. Penatalaksanaan Non-Bedah
Pada orang dewasa alternatif terapi non bedah meliputi penghancuran batu dengan obat-obatan
seperti chenodeoxycholic atau ursodeoxycholic acid. Oral Dissolution Therapy adalah cara
penghancuran batu dengan pemberian obatobatan oral. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih dalam
pengobatan daripada chenodeoxycholic karena efek samping yang lebih banyak pada penggunaan
chenodeoxycholic seperti terjadinya diare, peningkatan aminotransfrase dan hiperkolesterolemia
sedang. Pemberian obat-obatan ini dapat menghancurkan batu pada 60% pasien dengan
kolelitiasis, terutama batu yang kecil. Angka kekambuhan mencapai lebih kurang 10%, terjadi
dalam 3-5 tahun setelah terapi. Pada anak-anak terapi ini tidak dianjurkan, kecuali pada anak-anak
dengan risiko tinggi untuk menjalani operasi.1,4
2. Penatalaksanaan Bedah
Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis simtomatik.
Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi
pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%.
Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh
kolesistitis akut.3 Pada pasien ini dilakukan tindakan kolesistektomi terbuka.

Kolesistektomi laparaskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena
semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien
dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan
tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah
sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan
perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini,
berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat
terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.3

22
Gambar 12. Tindakan kolesistektomi terbuka dan kolesistektomi laparaskopy
Disolusi kontak

Gambar 13. Disolusi Kontak


Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu kolesterol dengan
memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter perkutaneus melalui
hepar atau alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl
eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya
mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam. Kelemahan teknik ini hanya
mampu digunakan untuk kasus dengan batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang
digunakan dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya kekambuhan
terbentuknya kembali batu kandung empedu.3

23
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy (ESWL) menggunakan gelombang suara dengan
amplitudo tinggi untuk menghancurkan batu pada kandung empedu. Pasien dengan batu yang
soliter merupakan indikasi terbaik untuk dilaskukan metode ini. Namun pada anak-anak
penggunaan metode ini tidak direkomendasikan, mungkin karena angka kekambuhan yang
tinggi.1,3

Gambar 14. Extracorporeal shock wave lithotripsy


Penatalaksanaan Diet
Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh jumlah lemak yang
dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol dari metabolisme lemak, sehingga klien
dianjurkan/dibatasi dengan makanan cair rendah lemak. Menghindari kolesterol yang tinggi terutama
yang berasal dari lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke
dalam susu skim dan adapun makanan tambahan seperti: buah yang dimasak, nasi ketela, daging
tanpa lemak, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi/teh.1,4
Prognosis
Untuk penderita dengan ukuran batu yang kecil, pemeriksaan serial USG diperlukan untuk
mengetahui perkembangan dari batu tersebut. Batu bisa menghilang secara spontan. Untuk batu besar
masih merupakan masalah, karena merupakan risiko terbentuknya karsinoma kandung empedu
(ukuran lebih dari 2 cm). Karena risiko tersebut, dianjurkan untuk mengambil batu tersebut. Pada
anak yang menderita penyakit hemolitik, pembentukan batu pigmen akan semakin memburuk dengan
24
bertambahnya umur penderita, dianjurkan untuk melakukan kolesistektomi.3

25

Anda mungkin juga menyukai