Anda di halaman 1dari 9

Borang Portofolio III

Nama peserta: dr. Ida Ayu Sintya Pratiwi, S.Ked

Nama wahana: RS Ari Canti, Gianyar, Bali

Topik : Apendisitis Akut

Tanggal (kasus) : 10 Maret 2019

Nama pasien : An. I Komang Arya No. RM: 13.41.45


Kesha Nandita Pradnyana Putra

Tanggal presentasi : (-) Pendamping: dr. I Made Gunawan


dr. Ni Made Ariani, MM

Tempat presentasi : (-)

Objektif presentasi : mendiagnosis, memberikan tatalaksana awal dan merujuk


kepada dokter spesialis yang tepat untuk apendisitis akut

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia

Deskripsi: Pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari SMRS, nyeri
menjalar dari ulu hati hingga akhirnya nyeri terasa hingga perut kanan bawah.
Nyeri terasa tertusuk-tusuk. Nyeri memberat ketika pasien betuk ataupun
menekukkan kaki kanannya. Nyeri bersifat terus-menerus dan tidak berkurang
dengan istirahat. Pasien juga mengeluh mual, dan muntah sebanyak 2 kali. Pasien
juga dikeluhkan demam sejak kiurang lebih 6 jam SMRS. Nafsu makan dikatakan
menurun. Riwaat diare disangkal.

Tujuan: dapat mendiagnosis, memberikan tatalaksana awal dan merujuk kepada


dokter spesialis pada pasien Apendisitis Akut.
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
bahasan: pustaka

Cara Diskusi Presentasi Email Pos


membahas: dan diskusi

Data pasien: Nama: An. I Komang Arya Nomor registrasi: 13.41.45


Kesha Nandita Pradnyana
Putra

Terdaftar sejak: 10 Maret 2019

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis / gambaran klinis: apendisitis akut


2. Riwayat pengobatan: sehari sebelum masuk rumah sakit, pasien berobat ke
praktek dokter pribadi dan diberikan obat :
o Antasida syrup, 3 x 5 ml
o Amoxicilin syrup 120 mg/5 ml ~ 3 x 10 ml
o Paracetamol syrup 250 mg/5ml ~ 3 x 5 ml
3. Riwayat kesehatan/penyakit: penyakit yang sama (-), asma (-), alergi (-),
menelan / memasukkan benda asing ke mulut / hidung (-), kelainan bawaan
dari lahir (-)
4. Riwayat keluarga: penyakit yang sama (-), asma (-), alergi (-)
5. Riwayat social : lingkungan pasien tidak ada yang menderita penyakit
seperti pasien.
6. Lain-lain (Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan Laboratorium, tambahan lain):
Terlampir.
Daftar Pustaka: (memakai sistem Vancouver)

1. Dudley, H. A.F, 1992. Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat Edisi II.
Diterjemahkan oleh A. Samik Wahab & Soedjono Aswin, Yogyakarta,
Gadjah Mada University.
2. Reksoprodjo, S, 2010, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, 115, Tangerang,
Binarupa Aksara
Hasil pembelajaran:
1. Diagnosis apendisitis akut
2. Tatalaksana awal Apendisitis akut
3. Merujuk kepada dokter spesialis yang tepat
4. Edukasi pasien atau keluarga pasien mengenai penyakitnya

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:


1. Subyektif:
Pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari SMRS, nyeri menjalar
dari ulu hati hingga akhirnya nyeri terasa hingga perut kanan bawah. Nyeri
terasa tertusuk-tusuk. Nyeri memberat ketika pasien betuk ataupun
menekukkan kaki kanannya. Nyeri bersifat terus-menerus dan tidak berkurang
dengan istirahat. Pasien juga mengeluh mual, dan muntah sebanyak 2 kali.
Pasien juga dikeluhkan demam sejak kiurang lebih 6 jam SMRS. Nafsu makan
dikatakan menurun. Riwaat diare disangkal
2. Objektif:
Keadaan umum: tampak sakit sedang
Berat badan: 25 kg
Tanda-tanda vital:
 TD: 110/80 mmHg
 HR: 108 x/menit
 RR: 20 x/menit
 Suhu: 37,3o C
PemeriksaanFisik
 Mata: konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-
 THT: faring dan tonsil tidak dapat dievaluasi karena pasien tidak
kooperatif, stridor (-)

 Thorax:
o Paru:
 Inspeksi: gerakan napas simetris, retraksi dinding dada
(-), ictus cordis tidak nampak
 Auskultasi: Bronchovesiculer +/+, ronki -/-,
wheezing -/-
o Jantung: bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen:
o Inspeksi: distensi (-)
o Auskultasi: Bising usus (+) Normal
o Perkusi : nyeri ketok CVA (-) timpani seluruh lapang abdomen
o Palpasi: nyeri tekan pada titik McBurney (+), nyeri lepas
kontralateran (+)
 Ekstremitas: hangat pada seluruh ekstremitas, edema tidak ditemukan.

Pemeriksaan darah lengkap


Parameter Nilai Satuan Nilai Normal Interpretasi

WBC 18,7 109/L 6,0-14,0 Tinggi

o Lym 1.6 10 6 /L 1.8-9.0 Rendah

o Gran 16.3 10 6 /L 1.5-7.0 Tinggi

o Mid 0.8 10 6 /L 0.0-1.2 Normal

HGB 11,8 g/dL 12,0-16,0 Normal

HCT 34,8 % 36,0-49,0 Normal

PLT 297 109/L 140,0-440,0 Normal

Pemeriksaan Urinalysis
Parameter Nilai Satuan Nilai Normal Interpretasi

Urinalisa

PH 7.5 - 4,8-7,5
Leukosit negatif - Negative

Blood negatif - Negative

Sediemen

Epitel Gepeng 7-9 Lpk 0-15

Leukosit 0-2 Lpb 0-4

Eritrosit 1-3 Lpb 0-1

Cast Negatif Lpk Negatif

Kristal Negatif Lpk Negatif

MANTRELS SCORE : 9 (high appendicitis)

Hasil anamnesis, gejala, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan darah menunjang


untuk diagnosis apendisitis akut. Pada kasus ini diagnosis ditegakkan
berdasarkan:
 Gejala klinis : keluhan pasien nyeri pertu kanan bawah, awalnya nyeri
dirasakan pada ulu hati, lalu berpindah ke perut kanan bawah, mual,
mundah, dan demam.
 Pemeriksaan tanda vital dan pemeriksaan fisik : didapatkan adanya nyeri
tekan McBurney dan nyeri tekan kontralateral.
 Pemeriksaan laboratorium diperoleh hasil leukositosis dan peningkatan
granulosit pada pemeriksaan darah lengkap.

3. “Assessment” (penalaran klinis):


Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik diagnosis pasien ini adalah
apendisitis akut.
Diagnosis banding adalah Pielonefritis akut.

Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis atau
peradangan infeksi pada usus buntu (apendiks) yang terletak di perut kuadran
kanan bawah.

Epidemiologi
Terdapat sekitar 250.000 kasus apendisitis yang terjadi di Amerika
Serikat setiap tahunnya terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun.
Apendisitis lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan
dengan perbandingan 3:2. Insidensi apendisitis akut di Negara maju lebih
tinggi daripada di Negara berkembnag, tetapi beberapa tahun terakhir angka
kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini disebabkan meningkatnya
penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari. Apendisitis dapat
ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang
dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu
menurun. Insidensi pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding,
kecuali pada umur 20-30 tahun, insiden laki-laki lebih tinggi.

Etiologi
Apendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen apendiks
sehingga terjadi kongesti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi
infeksi. Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab
obstruksi yang paling sering adalah fecolith. Fecolith ditemukan pada sekitar
20% anak dengan apendisitis. Penyebab lain dari obstruksi apendiks meliputi :
hyperplasia folikel lymphoid carcinoid atau tumor lainnya, benda asing (pin,
biji-bijian), kadang parasite. Penyebab lain yang diduga menimbulkan
apendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasite Entamoeba
histolytica.

Patogenesis
Apendisitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas
dalam 24-36 jam setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan
pembentukan abses setelah 2-3 hari. Apendisitis dapat terjadi karena berbagai
macam penyebab, antara lain obstruksi oleh fecalith, gallstone, tumot, atau
bahkan oleh cacing (Oxyrus vermicularis), akan tetapi paling sering
disebabkan oleh fecalith dan kemudian diikuti oleh proses peradangan. Hasil
observasi epidemiologi menyebutkan bahwa obstruksi fecalith adalah
penyebab terbesar, yaitu sekitar 20% pada anak dengan apendisitis akut dan
30-40% pada anak dengan perforasi apendiks. Hyperplasia folikel limfoid
apendiks juga dapat menyebabkan obstruksi lumen. Insidensi terjadinya
apendisitis berhubungan dengan jumlah jaringan limfoid yang hyperplasia.
Penyebab dari reaksi jaringan limfatik baik local atau general misalnya akibat
infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasite seperti
Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau
Ascaris. Apendisitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enteric atau
sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Pasien dengan
cystic fibrosis memiliki peningkatan insiden apendisitis akibat perubahan pada
kelenjar yang mensekresi mucus. Carcinoid tumor juga dapat mengakibatkan
obstruksi apendiks, khususnya jika tumor berlokasi 1/3 proksimal. Trauma,
stress psikologis, dan herediter juga mempengaruhi terjadinya apendisitis.
Apendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi bakteri untuk
berkembang biak. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi
gangguan aliran limfe, terjadi oedem yang lebih hebat. Akhirnya peningkatan
tekanan menyebabkan obstruksi vena, yang mengarah pada iskemik jaringan,
infark, dan gangrene. Setelah itu, terjadi invasi bakteri ke dinding apendiks;
diikuti demam, takikardi dan leukositosis akibat konsekuensi pelepasan
mediator inflamasi dari jaringan yang iskemik. Saat eksudat inflamasi dari
dinding apendiks berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf
somatic akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan local pada lokasi apendiks,
khususnya pada titik McBurney. Nyeri jarang timbul hanya pada kuadran
kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada apendiks
retrocaecal atau pelvic, nyeri somatic biasanya tertunda karena eksudat
inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sampai saat terjadinya rupture
dan poenyebaran infeksi. Nyerin pada apendiks retrocaecal dapat muncul di
punggung atau pinggang. Apendiks perlvic yang terletak dekat ureter atau
pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri
pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau vesica urinaris pada
apnedisitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti retensi
urine.perforasi apendiks akan menyebabkan terjadinya abses local atau
peritonitis umum. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas kea rah
perforasi dan kemampuan pasien berespon terhadap adanya perforasi. Tanda
perforasi apendiks mencakup peningkatan suhu melebihi 38,6o C, leukositosis
> 14.000 dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak
bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam
tanpa perforas. Secara umum, semakin lama gejala berhubungan dengan
peningkatan risiko perforasi.

Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnose apendisitis telah ditegakkan.
Antibiotic dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan.analgesik
dapat diberikan setelah diagnose ditegakkan.apendectomy (pembedahan untuk
mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko
perforasi. Appendectomy dapat dilakukan dibawah anestesi umum maupun
spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang
memberikan metode baru yang sangat efektif.
Kriteria Pulang :
Pasien dapat dipulangkan apabila sudah ada bukti aktifitas usus (flatus
ataupun BAB) dan nyeri paska operasi bisa dikontrol dengan obat oral.

Pencegahan
Cara mencegah apendisitis akut adalah dengan selalu makan makanan
yang berserat untuk mencegah terbentuknya fecalith.

4. “Plan”
Diagnosis : Apendisitis Akut
Pengobatan :
 Injeksi Pereda nyeri
 Konsul ke dokter spesialis Bedah
o IVFD RL 20 tpm
o Pro Apendektomi Cito
o Cefotaxime 1 gram pre Op
Pendidikan:
 Edukasi orang tua mengenai penyakitnya bahwa yang dialami pasien
diakibatkan oleh adanya peradangan dari usus buntu.
 Edukasi mengenai penyebab dan pencegahan yang bisa dilakukan
pasien.
 Edukasi mengenai rencana perawatanm lanjuutan dan prognosis
pasien.
Konsultasi: Pasien dikonsultasikan kepada dokter spesialis Bedah untuk penanganan
lebih lanjut.
Kegiatan Periode Hasil yang diharapkan

Pemantauan Selama Keluhan berkurang


tanda klinis perawatan

Nasihat Setiap kali Menasihati pasien dan orang tua pasien untuk
kunjungan selalu menjaga kebersihan luka operasi dan
control tiap dua hari untuk rawat luka operasi.

Anda mungkin juga menyukai