Deskripsi: Pasien mengeluh nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari SMRS, nyeri
menjalar dari ulu hati hingga akhirnya nyeri terasa hingga perut kanan bawah.
Nyeri terasa tertusuk-tusuk. Nyeri memberat ketika pasien betuk ataupun
menekukkan kaki kanannya. Nyeri bersifat terus-menerus dan tidak berkurang
dengan istirahat. Pasien juga mengeluh mual, dan muntah sebanyak 2 kali. Pasien
juga dikeluhkan demam sejak kiurang lebih 6 jam SMRS. Nafsu makan dikatakan
menurun. Riwaat diare disangkal.
1. Dudley, H. A.F, 1992. Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat Edisi II.
Diterjemahkan oleh A. Samik Wahab & Soedjono Aswin, Yogyakarta,
Gadjah Mada University.
2. Reksoprodjo, S, 2010, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, 115, Tangerang,
Binarupa Aksara
Hasil pembelajaran:
1. Diagnosis apendisitis akut
2. Tatalaksana awal Apendisitis akut
3. Merujuk kepada dokter spesialis yang tepat
4. Edukasi pasien atau keluarga pasien mengenai penyakitnya
Thorax:
o Paru:
Inspeksi: gerakan napas simetris, retraksi dinding dada
(-), ictus cordis tidak nampak
Auskultasi: Bronchovesiculer +/+, ronki -/-,
wheezing -/-
o Jantung: bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
o Inspeksi: distensi (-)
o Auskultasi: Bising usus (+) Normal
o Perkusi : nyeri ketok CVA (-) timpani seluruh lapang abdomen
o Palpasi: nyeri tekan pada titik McBurney (+), nyeri lepas
kontralateran (+)
Ekstremitas: hangat pada seluruh ekstremitas, edema tidak ditemukan.
Pemeriksaan Urinalysis
Parameter Nilai Satuan Nilai Normal Interpretasi
Urinalisa
PH 7.5 - 4,8-7,5
Leukosit negatif - Negative
Sediemen
Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis atau
peradangan infeksi pada usus buntu (apendiks) yang terletak di perut kuadran
kanan bawah.
Epidemiologi
Terdapat sekitar 250.000 kasus apendisitis yang terjadi di Amerika
Serikat setiap tahunnya terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun.
Apendisitis lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan
dengan perbandingan 3:2. Insidensi apendisitis akut di Negara maju lebih
tinggi daripada di Negara berkembnag, tetapi beberapa tahun terakhir angka
kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini disebabkan meningkatnya
penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari. Apendisitis dapat
ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang
dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu
menurun. Insidensi pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding,
kecuali pada umur 20-30 tahun, insiden laki-laki lebih tinggi.
Etiologi
Apendisitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen apendiks
sehingga terjadi kongesti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi
infeksi. Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab
obstruksi yang paling sering adalah fecolith. Fecolith ditemukan pada sekitar
20% anak dengan apendisitis. Penyebab lain dari obstruksi apendiks meliputi :
hyperplasia folikel lymphoid carcinoid atau tumor lainnya, benda asing (pin,
biji-bijian), kadang parasite. Penyebab lain yang diduga menimbulkan
apendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasite Entamoeba
histolytica.
Patogenesis
Apendisitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas
dalam 24-36 jam setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan
pembentukan abses setelah 2-3 hari. Apendisitis dapat terjadi karena berbagai
macam penyebab, antara lain obstruksi oleh fecalith, gallstone, tumot, atau
bahkan oleh cacing (Oxyrus vermicularis), akan tetapi paling sering
disebabkan oleh fecalith dan kemudian diikuti oleh proses peradangan. Hasil
observasi epidemiologi menyebutkan bahwa obstruksi fecalith adalah
penyebab terbesar, yaitu sekitar 20% pada anak dengan apendisitis akut dan
30-40% pada anak dengan perforasi apendiks. Hyperplasia folikel limfoid
apendiks juga dapat menyebabkan obstruksi lumen. Insidensi terjadinya
apendisitis berhubungan dengan jumlah jaringan limfoid yang hyperplasia.
Penyebab dari reaksi jaringan limfatik baik local atau general misalnya akibat
infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasite seperti
Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau
Ascaris. Apendisitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enteric atau
sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Pasien dengan
cystic fibrosis memiliki peningkatan insiden apendisitis akibat perubahan pada
kelenjar yang mensekresi mucus. Carcinoid tumor juga dapat mengakibatkan
obstruksi apendiks, khususnya jika tumor berlokasi 1/3 proksimal. Trauma,
stress psikologis, dan herediter juga mempengaruhi terjadinya apendisitis.
Apendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi bakteri untuk
berkembang biak. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi
gangguan aliran limfe, terjadi oedem yang lebih hebat. Akhirnya peningkatan
tekanan menyebabkan obstruksi vena, yang mengarah pada iskemik jaringan,
infark, dan gangrene. Setelah itu, terjadi invasi bakteri ke dinding apendiks;
diikuti demam, takikardi dan leukositosis akibat konsekuensi pelepasan
mediator inflamasi dari jaringan yang iskemik. Saat eksudat inflamasi dari
dinding apendiks berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf
somatic akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan local pada lokasi apendiks,
khususnya pada titik McBurney. Nyeri jarang timbul hanya pada kuadran
kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada apendiks
retrocaecal atau pelvic, nyeri somatic biasanya tertunda karena eksudat
inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sampai saat terjadinya rupture
dan poenyebaran infeksi. Nyerin pada apendiks retrocaecal dapat muncul di
punggung atau pinggang. Apendiks perlvic yang terletak dekat ureter atau
pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri
pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau vesica urinaris pada
apnedisitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti retensi
urine.perforasi apendiks akan menyebabkan terjadinya abses local atau
peritonitis umum. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas kea rah
perforasi dan kemampuan pasien berespon terhadap adanya perforasi. Tanda
perforasi apendiks mencakup peningkatan suhu melebihi 38,6o C, leukositosis
> 14.000 dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak
bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam
tanpa perforas. Secara umum, semakin lama gejala berhubungan dengan
peningkatan risiko perforasi.
Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnose apendisitis telah ditegakkan.
Antibiotic dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan.analgesik
dapat diberikan setelah diagnose ditegakkan.apendectomy (pembedahan untuk
mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko
perforasi. Appendectomy dapat dilakukan dibawah anestesi umum maupun
spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang
memberikan metode baru yang sangat efektif.
Kriteria Pulang :
Pasien dapat dipulangkan apabila sudah ada bukti aktifitas usus (flatus
ataupun BAB) dan nyeri paska operasi bisa dikontrol dengan obat oral.
Pencegahan
Cara mencegah apendisitis akut adalah dengan selalu makan makanan
yang berserat untuk mencegah terbentuknya fecalith.
4. “Plan”
Diagnosis : Apendisitis Akut
Pengobatan :
Injeksi Pereda nyeri
Konsul ke dokter spesialis Bedah
o IVFD RL 20 tpm
o Pro Apendektomi Cito
o Cefotaxime 1 gram pre Op
Pendidikan:
Edukasi orang tua mengenai penyakitnya bahwa yang dialami pasien
diakibatkan oleh adanya peradangan dari usus buntu.
Edukasi mengenai penyebab dan pencegahan yang bisa dilakukan
pasien.
Edukasi mengenai rencana perawatanm lanjuutan dan prognosis
pasien.
Konsultasi: Pasien dikonsultasikan kepada dokter spesialis Bedah untuk penanganan
lebih lanjut.
Kegiatan Periode Hasil yang diharapkan
Nasihat Setiap kali Menasihati pasien dan orang tua pasien untuk
kunjungan selalu menjaga kebersihan luka operasi dan
control tiap dua hari untuk rawat luka operasi.