Anda di halaman 1dari 36

BAB I

ILUSTRASI KASUS

Identitas Pasien

Nama : Ny. S
No Rekam Medik : 01241271
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Menikah
Kebangsaan / suku : Sunda
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Depok
Pendidikan : Tamat SLTA
Tanggal masuk : 1 Juli 2013

Anamnesis :

Dilakukan dengan auto dan allo anamnesis pada tanggal 9 Juli 2013.

Keluhan utama : Nyeri perut kanan bawah yang semakin memberat sejak 1
minggu SMRS.

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah yang semakin
memberat sejak 1 minggu SMRS. Nyeri telah dirasakan selama 3 minggu
terakhir, nyeri dirasakan terus menerus, tidak menjalar, tidak dipengaruhi
posisi, nyeri ulu hati disangkal. Pasien juga mengeluh mual tanpa disertai
muntah. BAB cair sejak 2 minggu terakhir sebanyak lebih dari 5x/hari, tidak
terdapat darah ataupun lendir. Keluhan demam, nafsu makan menurun, nyeri
BAK, anyang-anyangan, nyeri punggung disangkal oleh pasien. Pasien sedang
hamil anak ketiga dengan usia kandungan 14 minggu. Siklus haid pasien
teratur dan tidak terdapat nyeri haid.
Pasien lalu dirawat di ruangan. Pada hari kedua dirawat di ruangan
pasien mengeluh keluar darah dari anus berwarna merah segar sebanyak 1-
3x/24 jam, berjumlah setengah gelas, darah tidak bercampur dengan tinja,
setiap kali darah keluar maka anus akan terasa nyeri. Keluhan benjolan pada
anus dan gatal di sekitar anus, sulit atau keras saat BAB disangkal.
Selain itu, ketika adik pasien membantu pasien BAB, adik pasien
mengatakan terdapat luka yang bernanah di sekitar anus pasien. Awalnya
pasien mengaku terdapat bisul di anus sejak 3 hari SMRS. Bisul tersebut
kemudian pecah, mengeluarkan nanah dan terbentuk luka. Pasien mengaku
merasa nyeri pada tempat luka tersebut sehingga pasien merasa tidak nyaman
saat duduk.
Pasien lalu menjalani operasi usus buntu pada hari kesembilan di rawat.
Keluhan pasien saat ini adalah nyeri pada luka operasi.

Riwayat penyakit yang pernah diderita dahulu (RPD) :


Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
Riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung, asma, dan alergi disangkal oleh
pasien.

Riwayat penyakit dalam keluarga (RPK) :


Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita keluhan yang sama
dengan pasien. Riwayat hipertensi, DM, kanker, asma, dan alergi di keluarga
disangkal oleh pasien.

Riwayat kebiasaan
Sehari-hari pasien mengaku mengkonsumsi makanan yang terdiri dari
nasi, lauk pauk, sayur dan minum air putih 6-7 gelas perhari. Sering mengedan
saat BAB disangkal.

Pemeriksaan Fisik :

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

Tanda vital : Tekanan darah 120/70 mmHg


Pernafasan 20 x/menit

Nadi 96 x/menit

Suhu 37,10C

Status generalis :

Kepala : Normochepali, deformitas (-), rambut berwarna hitam tersebar merata


dan tidak mudah dicabut.

Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, pupil bulat isokhor, refleks
cahaya langsung dan tak langsung +/+, arcus senilis +/+

Telinga : Normotia, serumen kering -/-

Hidung : Deformitas (-), sekret -/-, hipertrofi konka -/-

Mulut : Sudut bibir simetris, mukosa lembab, karies (-)

Tenggorok : Uvula di tengah, arcus faring simetris, faring hiperemis (-), tonsil T1-
T1 tenang

Leher : KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak tearba membesar,
JVP 5-2 cmH2O

Thorax:

Paru :

Inspeksi : Pergerakan dada simetris dalam statis dan dinamis, pelebaran sela iga
(-), retraksi interkostal -/-
Palpasi : Vokal fremitus simetris kanan kiri, krepitasi (-)
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi: Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/- wheezing -/-

Jantung:

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak


Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V 1 jari medial MCL sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan di ICS IV PSL dextra, batas jantung kiri di ICS
V 1 jari medial MCL sinistra, pinggang jantung di ICS III PSL sinistra
Auskultasi: S1 S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen : Lihat status lokalis

Ekstremitas : Akral hangat, edema -/-, ptekie -/-, hematom -/-, clubbing finger -/-,
CRT < 2 detik

Status lokalis regio abdomen:

Inspeksi : Datar, terpasang colostomy bag dengan produksi berwarna kehijauan,


terpasang drain dengan produksi (+), luka operasi tertutup verban, rembesan (-).
Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) sekitar luka operasi
Perkusi : Timpani
Auskultasi: Bising usus (+)

Status lokalis regio analis:

Inspeksi : Terdapat luka di sekitar anus, hiperemis (+), perdarahan (-), pus (-)
Palpasi : Nyeri tekan (+)
RT : Tonus sphincter ani baik, mukosa licin, ampula recti tidak kolaps, teraba massa pada
arah jam 7, nyeri pada arah 9-12. ST: Feses (-), darah (-), lendir (-).

Hasil laboratorium : Tanggal 8 Juli 2013

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

Hemoglobin 9.9 11.7 - 15.5 g/dL


Hematokrit 30 33.0 - 45.0 %
Leukosit 14800 5000 - 10000 / mm3
Trombosit 424000 150000 - 440000 / mm3
Eritrosit 3.35 3.8 - 5.2 juta / mm3

VER 89,8 80,0 - 100,0 fl


HER 29,6 26,0 - 34,0 pg
KHER 33.0 32.0 - 36.0 %
RDW 13.0 11.5 - 14.5

Radiologi:

Rontgen thoraks

Kesan : Cor dan pulmo dalam batas normal

USG abdomen

Kesan : Lesi inflamasi yang berada di proyeksi McBurney kemungkinan berasal dari
appendiks sesuai periapendikular infiltrat. Tak tampak asites. Organ-organ intra
abdomen lainnya dalam batas normal.

Daftar masalah :

1. Appendicitis perforasi post appendictomy + ileostomy H+4


2. Abses perianal
3. Hemoroid interna grade I
4. G3 P2 A0 H14 minggu
Penatalaksanaan:
1. IVFD RL 20 tpm
2. Ceftriaxone 1x2 gr IV

3. Metronidazole 2x500 mg IV
4. Tramadol drip 2x1 gr IV
5. Ranitidin 2x1 amp IV
6. Diet lunak

Prognosis :

Ad vitam : bonam
Ad funtionam : bonam
Ad sanationam : bonam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN

Proktologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang penyakit rektum
dan anus. Gejala dan keluhan anorektal bersifat umum dan mungkin disebabkan oleh
berbagai macam kondisi. Meskipun sebagian besar kondisi jinak dan dapat diobati,
kecurigaan terhadap keganasan harus tetap dipertahankan, dan semua pasien harus diperiksa
secara cermat. Inspeksi, palpasi dan pemeriksaan anoskopik dapat memberikan penilaian
awal yang adekuat. Pasien dengan usia lanjut, riwayat keluarga, perdarahan dubur persisten
meskipun telah mendapat pengobatan, penurunan berat badan, atau anemia defisiensi besi
harus menjalani kolonoskopi.

Anatomi Anorektal

Kanalis ani berasal dari invaginasi ektoderm, sedang rektum berasal dari entoderm.
Karena perbedaan asal ini, maka terdapat perbedaan pula pada epitel pelapisnya,
vaskularisasinya, inervasi dan drainase limfatiknya.
Lumen rektum dilapisi mukosa glanduler usus sedang kanalis ani dilapisi epitel
squamosum stratifikatum lanjutan kulit luar. Daerah batas antara rektum dan kanalis ani
disebut anorectal junction ditandai oleh linea pectinea / linea dentata yang terdiri dari sel-sel
transisional. Dari linea ini kearah rectum ada kolumna rectalis (Morgagni), dengan
diantaranya terdapat sinus rectalis yang berakhir di kaudal sebagai valvula rectalis. Setinggi
linea dentata ini ada crypta analis dan muara muara analis.
Panjang kanalis ani kira kira 4 cm yang dibedakan menjadi anatomical anal canal
mulai anal verge sampai ke linea dentata dan surgical anal canal untuk kepentingan klinis
yang dimulai dari anal verge sampai cincin anorektal yang merupakan batas paling bawah
dari otot puborectalis yang dapat diraba pada waktu RT.
Dasar panggul dibentuk oleh otot levator ani yang dibentuk oleh otot-otot
pubococcygeus, ileococcygeus dan puborectalis. Otot-otot yang berfungsi mengatur
mekanisme kontinensia adalah :

1. Pubo-rektal merupakan bagian dari otot levator ani

2. Sfingter ani eksternus (otot lurik)

3. Sfingter ani internus (otot polos)

Batas antara spincter ani eksternus & internus disebut garis Hilton. Muskulus yang
menyangga adalah m. puborectalis. Otot yang memegang peranan terpenting dalam mengatur
mekanisme kontinensia adalah otot-otot puborektal. Bila m. puborektal tersebut terputus,
dapat mengakibatkan terjadinya inkontinensia.
Muskulus puborektalis yang merupakan bagian m. levator ani membentuk jerat yang
melingkari rektum sehingga berfungsi sebagai penyangga. Rektum juga ditopang oleh fascia
pelvis parietalis (fascia Waldeyer), ligamentum laterale kanan dan kiri yang ditembus oleh a/v
hemorrhoidales media dan mesorektum. Ligamentum dan mesorektum memfiksasi rectum ke
permukaan anterior sacrum.
Batas-batas kanalis ani, ke kranial berbatasan dengan rectum disebut ring anorektal,
ke kaudal dengan permukaan kulit disebut garis anorektal, ke lateral dengan fossa
ischiorectalis, ke posterior dengan os koksigeus, ke anterior pada laki-laki dengan sentral
perineum, bulbus uretra dan batas posterior diafragma urogenital (ligamentum triangulare)
sedang pada wanita korpus perineal, diafragma urogenitalis dan bagian paling bawah dari
dinding vagina posterior. Ring anorektal dibentuk oleh m. puborektalis yang merupakan
bagian serabut m. levator ani mengelilingi bagian bawah anus bersama m. spincter ani
ekternus.
Vaskularisasi kanal anal berasal dari :
A. Hemorrhoidalis superior cabang a. mesenterika inferior
A. Hemorrhoidalis media cabang a. iliaca eksterna
A. Hemorrhoidalis inferior cabang a. pudenda

Aliran vena diatas anorektal junction melalui sistem porta sedang canalis ani langsung
ke vena cava inferior.
V. Hemorrhoid superior: Berasal dari plexus venosus hemorrhoidalis internus
bermuara ke v. mesenterica inferior v. porta. Vena ini tidak mempunyai valvula,
sering untuk penyebaran kanker.
V. Hemorrhoid inferior: Mengalirkan darah dari v. pudenda interna v. iliaca interna
vena cava. Sering menimbulkan gejala hemorrhoid.

Aliran limfe dari rektum mengikuti vasa hemoroidales superior ke lnn mesenterika
inferior menuju lnn para aorta, sedang dari kanalis ani menuju ke lnn inguinalis kemudian lnn
illiaca ekterna dan lnn illiaci kommunis, sehingga bila ada keganasan dan infeksi dapat
menyebar sampai inguinal.
Inervasi kanalis ani diatur oleh saraf somatik sehingga sangat sensitif terhadap rasa
sakit, sedang rektum oleh saraf viseral sehingga kurang sensitif terhadap rasa sakit. Rektum
diinervasi oleh saraf simpatis dari pleksus mesenterika inferior dan n.presakralis
(hipogastrica) yang berasal dari L2,3,4 dan saraf parasimpatis dari S2,3,4.
Gejala Kelainan Anorektal

Gejala anorektal dapat berupa:

Nyeri anal
Perdarahan per rektal
Adanya pus dari dan di sekitar anus
Prolaps
Pruritus ani
Adanya pembengkakan atau benjolan di sekitar anus
Passage of mucus per rectum
Konstipasi atau obstruksi feses
Difficulty in passing stool
Inkontinensia flatus atau feses

1. Nyeri anal

Nyeri saat buang air besar yang digambarkan sebagai "rasa nyeri yang mirip dengan
disebabkan oleh pemotongan kaca tajam" biasanya menunjukkan adanya fisura. Nyeri ini
bersifat signifikan terhadap gerakan usus. Onset nyeri yang akut dengan adanya massa yang
dapat diraba biasanya karena thrombosed external hemorrhoid (TEH). Nyeri anorektal yang
dimulai secara bertahap dan menjadi semakin erat selama beberapa hari mungkin
berhubungan dengan adanya infeksi. Nyeri anal disertai demam dan ketidakmampuan untuk
mengeluarkan urin merupakan pertanda sepsis perineum.
Inspeksi dan palpasi anorektal sederhana biasanya adalah semua yang diperlukan
untuk mengkonfirmasi diagnosis pada pasien dengan nyeri anorektal. TEH biasanya
menonjol, lembut, diskrit, keras, dan berupa pembengkakan yang berwarna kebiruan. Abses
perianal biasanya berindurasi, eritematosa, dan lebih lembut dan mungkin terkait dengan
pembukaan fistula.

2. Perdarahan per rektal

Perdarahan anorektal biasanya berasal dari hemoroid vena internal atau dari adanya
robekan di lubang anus. Ekskoriasi pada kulit perianal juga bisa menyebabkan perdarahan.
Perdarahan anorektal yang berhubungan dengan pergerakan usus dan nyeri anorektal yang
signifikan adalah fisura ani sampai dapat dibuktikan sebaliknya. Pemeriksaan harus meliputi
inspeksi, pemeriksaan colok dubur, anoskopi, dan rigid sigmoidoscopy. Pemeriksaan perianal
akan memberikan informasi mengenai kesehatan kulit perianal dan menunjukkan adanya skin
tags, hemoroid eksternal, atau lesi lainnya.

3. Pus dari dan di sekitar anus


Abses anorektal dan fistula anal merupakan proses penyakit yang sama namun terjadi
pada waktu yang berbeda. Abses adalah manifestasi akut, sedangkan fistula mewakili kondisi
kronis. Abses anorektal dan fistula dapat terjadi pada pasien dari segala usia, dengan kejadian
puncak pada dekade ketiga atau keempat kehidupan. Abses perianal adalah 2 sampai 3 kali
lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.

4. Prolaps

Prolaps rektum, juga dikenal sebagai procidentia, adalah suatu kondisi yang paling
sering terjadi pada wanita usia lanjut. Prolaps tanpa rasa sakit yang berkurang secara spontan
dan berhubungan dengan perdarahan berwarna merah cerah biasanya adalah hemoroid derajat
dua. Prolaps tereduksi kemungkinan adalah hemoroid derajat empat atau procidentia, dimana
keduanya akan membutuhkan operasi. Prolaps dari lesi yang keras tidak terkait dengan
perdarahan biasanya adalah papila anal hipertrofik yang dapat diobati dengan eksisi. Setiap
jaringan yang prolaps akan divisualisasi langsung untuk menyingkirkan neoplasia melalui
anoskopi, sigmoidoskopi, atau kolonoskopi.

5. Pruritus ani
Pruritis ani adalah kondisi dermatologi yang ditandai dengan sensasi gatal atau
terbakar yang tidak menyenangkan di daerah perianal. Pruritis dapat diklasifikasikan dengan
menggunakan Kriteria Rumah Sakit Pusat Washington yaitu derajat 1 kulit merah dan
meradang, derajat 2 terdiri likenifikasi kulit berwarna putih, dan derajat 3 melibatkan
likenifikasi kulit bersama-sama dengan permukaan yang kasar dan adanya ulserasi.

Pruritus ani merupakan gejala yang sangat mengganggu, terkait dengan berbagai
keadaan seperti infeksi, kelainan sistemik, dan lain-lain. Kebanyakan pasien berpikir bahwa
hal ini disebabkan oleh kurangnya kebersihan, maka pasien menjadi berlebihan dalam
menjaga kebersihan daerah perianal. Terlalu banyak membersihkan daerah perianal dapat
mengiritasi daerah anus dan memperburuk gejala. Setiap lesi pruritus yang tidak membaik
bahkan setelah pengobatan yang memadai harus selalu dilakukan biopsi untuk mendapatkan
diagnosis yang tepat.

6. Pembengkakan/benjolan di sekitar anus

Kondiloma, abses, polip, prolaps, atau hemoroid dapat bermanifestasi sebagai massa
anorektal. Sebuah massa lembut yang tidak diperburuk oleh buang air besar mungkin
menunjukkan abses. Penilaian menyeluruh, termasuk sejarah rinci, inspeksi, palpasi,
anoskopi, dan dalam beberapa kasus, biopsi, sigmoidoskopi atau kolonoskopi, diperlukan
untuk menentukan sifat yang tepat dari lesi ini.
7. Passage of mucus per rectum

8. Konstipasi

Istilah konstipasi dapat memiliki berbagai makna. Pasien dapat menggunakan istilah
ini untuk menunjukkan kurangnya dorongan untuk buang air besar, penurunan frekuensi
buang air besar, kesulitan dalam mengeluarkan feses yang keras, atau perasaan evakuasi yang
tidak lengkap. Secara umum, kondisi yang dianggap sebagai konstipasi adalah ketika
seseorang tidak buang air besar kurang dari tiga kali per minggu ketika tetap mengkonsumsi
setidaknya 19 gram serat per hari. Dalam beberapa kasus, keadaan dapat menjadi lebih buruk
dengan terjadinya impaksi tinja atau obstruksi fekolit.
9. Difficulty in passing stool

Pada keadaan ini pasien mengeluh kesulitan dalam mengeluarkan tinja atau merasa
lubang anus mengecil. Yang paling sering terjadi adalah striktur atau stenosis anal yang
merupakan keadaan sekunder dari interferensi kanal anal karena operasi atau penyebab
patologi lainnya.

10. Inkontinensia flatus atau feses

Kontinensia normal tergantung pada banyak faktor, termasuk volum dan konsistensi
tinja, fungsi kolon, rectal compliance, rectal sensation, dan fungsi sfingter. Inkontinensia
dapat bersifat parsial atau komplit.

Inkontinensia feses dapat didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk menunda


pergerakan usus (keinginan untuk buang air besar) ke waktu dan tempat yang secara sosial
dapat diterima. Keluhan subyektif dapat berupa tidak dapat menahan flatus atau kebocoran
minimal dari tinja cair. Inkontinensia feses terjadi jauh lebih umum pada wanita
dibandingkan pada pria, terutama disebabkan efek dari melahirkan dan penuaan pada dasar
panggul dan sfingter anal perempuan.
Pemeriksaan Lesi Anorektal

Anamnesis pada pasien dengan kelainan anorektal:

Anamnesis pasien, inspeksi, dan palpasi dari anorektal adalah hal dasar untuk
menegakkan diagnosis. Anoskopi (proktoskopi) tetap menjadi andalan dalam deteksi kelainan
anal. Pasien dapat diposisikan dalam posisi dekubitus lateral kiri untuk pemeriksaan ini dan
untuk hampir semua prosedur anorektal.

Inspeksi dapat mengungkapkan fisura, fistula, dermatitis perianal, massa, thrombosed


hemorrhoids, kondiloma dan pertumbuhan lainnya. Kecuali pasien mengalami rasa sakit yang
hebat, pemeriksaan digital harus selalu dilakukan. Pada laki-laki, prostat harus teraba di
samping penilaian digital dari lubang anus. Sapuan jari harus mencakup 360 derajat di sekitar
lubang anus, dan setiap massa yang teraba harus didefinisikan.
Langkah terakhir dalam pemeriksaan awal adalah anoskopi. Meskipun banyak jenis
anoscope tersedia, visualisasi terbaik disediakan oleh Ives slotted anoscope.

Ketika terdapat lesi yang terletak lebih proksimal, sigmoidoskopi atau kolonoskopi
bersama dengan biopsi perlu dilakukan. Penentuan fisiologi anorektal menggunakan endoanal
ultrasonografi, manometri anal, dan defekografi juga adalah teknik investigasi yang penting.
Fistulograms, Magnetic Resonance Imaging, dan tomographic scanning adalah cara
investigasi lainnya.

Penatalaksanaan Penyakit Anorektal

Sebagian besar kasus dapat diobati dengan pengobatan konservatif seperti perubahan
pola makan, sitz baths, analgesik, antibiotik, pelunak feses, krim hemoroid dan supositoria,
atau jika kondisi lebih berat akan membutuhkan prosedur instrumental (operasi).
ABSES PERIANAL
Abses periananal mengindikasikan adanya infeksi pada jaringan lunak yang
mengelilingi kanal anal, dengan formasi kavitas/rongga yang diskrete. Tingkat keparahan dan
kedalaman dari abses bervariasi, dan rongga abses sering berasosiasi dengan adanya sebuah
fistula.
Sebuah abses perianal yang berasal dari infeksi bermula dari epitel kriptoglandular
yang melapisi kanal anal. Sfingter ani interna dipercaya sebagai barier utama yang mencegah
infeksi dari lumen pencernaan ke jaringan perirektal yang dalam. Barier ini dapat dilanggar
oleh kripta morgagni, yang dapat mempenetrasi sfingter interna ke dalam ruangan
intersfingter. Sekali sebuah infeksi mendapatkan akases ke ruangan antar sfingter, maka
infeksi tersebut dapat menginvasi ke struktur di sekitar perirektal. Ekstensi dari infeksi
tersebut dapat berkaitan dengan ruang antar sfingter, bagian ischiorectal, atau bahkan bagian
supralevator. Pada beberapa kasus, abses tetap berada pada bagian intersfingter.

Epidemiologi
Puncak insidens dari abses anorektal adalah pada dekade ketiga dan keempat. Pria
lebih banyak terkena dibandingkan dengan wanita, dengan perbandingan 2:1 sampai 3:1.
Kira-kira 30% pasien dengan abses anorektal mempunyai riwayat yang mirip, baik abses
tersebut sembuh sendiri ataupun memerlukan intervensi surgikal. Terdapat perkiraan bahwa
pembentukan abses anorektal berhubungan langsung dengan diare yang sering, masalah
pencernaan, dan kebersihan yang kurang, namun belum terbukti. Kejadian abses anorektal
pada balita juga cukup sering, tetapi mekanisme pasti belum diketahui, diperkirakan karena
konstipasi.

Etiologi
Abses perirektal dan fistula menandakan adanya kelainan anorektal yang berkembang
dari adanya obstruksi dari kripta anal. Infeksi dari sekresi glandular statis ini akan
menghasilkan supurasi dan formasi abses pada kelenjar anal. Biasanya abses perianal
terbentuk pada ruang intersfingter yang kemudian berkembang ke jaringan/bagian sekitar
yang berpotensial.
Salah satu penyebab umum dari abses perianal:
- Infeksi dari fisura anal
- Kelenjar anal yang tersumbat
- Infeksi menular seksual
Beberapa faktor dan kondisi yang bisa menyebabkan abses perianal atau
meningkatkan risiko antara lain:
- Konstipasi kronik
- Sistem imun yang melemah
- Diabetes
- Inflammatory bowel diseases seperti Crohn's disease dan ulcerative colitis

Patofisiologi
Abses perirektal dan fistula berkembang dari adanya obstruksi dari kripta anal.
Anatomi normal menunjukkan terdapat 4-10 kelenjar anal yang didrainase oleh kripta pada
level linea dentata. Kelenjar anal biasanya berfungsi untuk melubrikasi kanal anal. Obstruksi
dari kripta anal mengakibatkan stasis dari sekresi glandular, yang kemudian terinfeksi dan
menghasilkan supurasi serta abses yang pada umumnya terbentuk di ruang intersfingter, dan
bisa menyebar ke ruang potensial lainnya.
Mikroorganisme yang banyak ditemui pada abses perianal adalah Escherichia coli,
Enterococcus Sp, dan Bacteroides Sp, tetapi tidak terdapat bakteri yang spesifik
menyebabkan abses yang unik. Penyebab abses anorektal yang lebih jarang ditemui harus
dipertimbangkan menjadi diagnosis banding termasuk tuberkulosis, karsinoma sel skuamosa,
actinomikosis, lymphogranuloma venereum, Crohn's disease, trauma, leukemia, dan
lymphoma. Ini mungkin dapat dikenali dari adanya fistula-in-ano atipikal atau fistula yang
berkomplikasi dan gagal respon terhadap tatalaksana surgikal konvensional.
Lokasi abses anorektal berdasarkan kekerapannya meliputi 60% perianal, 20%
ischiorektal, 5% intersfingterik, 4% supralevator, dan 1% submukosal. Manifestasi klinis
berkaitan dengan lokkasi dari abses.
Gambar 1. Ilustrasi Lokasi Abses Anorektal

Manifestasi klinis
Pasien dengan abses perianal biasanya mengeluh adanya rasa nyeri tumpul dan
pruritus. Nyeri di sekitar perianal biasanya dieksaserbasi karena gerakan dan peningkatan
tekanan karena duduk atau defekasi. Pada pemeriksaan fisik bisa ditemukan adanya massa
subkutaneus yang eritematosa, berbatas tegas, kecil dan berfluktuasi di dekat orifisium anal.
Manifestasi klinis lainnya termasuk:
- Konstipasi
- Tidak dapat duduk dengan baik
- Demam
- Lemas
- Keringat malam
- Retensi urin

Klasifikasi abses anorektal


Abses anorektal diklasifikasikan berdasarkan lokasi anatomis. Yang paling sering
adalah perianal disusul dengan ischiorectal, intersfingter, dan supraelevator. Perianal abses
merupakan abses yang terseringdi perkirakan 60% kasus. Abses supraelevator merupakan
akibat dari penyakit primer di pelvis ataupun hasil supurasi ekstensi dari arah kranial, yaitu
ruang intersfingter. Abses ischiorektal berasal dari supurasi antara sfingter ani interna dan
eksterna.

Pemeriksaan laboratorium dan imaging


Tidak terdapat pemeriksaan lab yang spesifik yang diindikasikan untuk mengevaluasi
pasien dengan abses perianal.
Pada pasien tertentu, seperti individu dengan diabetes dan imunokompromis yang
berisiko tinggi bakteremia, kemungkinan sepsis. Oleh karena itu dibutuhkan
pemeriksaan lab lengkap.
Pemeriksaan imaging jarang diperlukan untuk mengevaluasi pasien dengan abses
anorektal, tetapi diagnosis abses intersphincteric atau supralevator mungkin
memerlukan konfirmasi dari CT scan, MRI, atau anal ultrasonography.

Terapi
Terapi medikamentosa
Pada sebagian besar pasien dengan abses anorektal, tidak diperlukan terapi
medikamentosa dengan antibiotik. Akan tetapi, adanya diabetes, pasien imunosupresif atau
respon inflamasi sistemik mengindikasikan penggunaan antibiotik.
Terapi bedah
Adanya kecurigaan klinis adanya abses anorektal harus dilakukan identifikasi agresif
dan drainase surgikal, jika tidak, maka akan terjadi destruksi jaringan kronik, fibrosis, dan
striktur yang mungkin dapat mempengaruhi kontinensia anal. Penundaan terhadap insisi dan
drainase abses anorektal dikontraindikasikan.

Komplikasi
Fistula Anorectal
Fistula anorektal terjadi pada 30-60% pasien dengan abses anorektal. Fistula
Anorectal muncul sebagai akibat obstruksi dari kripta anal dan atau kelenjar anal, yang
teridentifikasi dengan adanya drainase dari kanal anal atau dari kulit disekitar perianal.
Penyebab lainnya dari fistula perianal merupakan multi faktor, termasuk penyakit
divertikular, imflammatory bowel disease, keganasan dan infeksi yang kompleks, seperti
tuberkulosis dan actinomikosis.
Klasifikasi Parks mendefinisi 4 tipe fistula anorektal mayor sesuai dnegan tingkat
kekerapannya: intersphincteric (70%), transsphincteric (23%), extrasphincteric (5%), dan
suprasphincteric (2%). Fistula intersphincteric fistula ditemukan antara sfingter internal dan
eksternal. Fistula transsphincteric fistula berjalan melalui sfingter eksternal menuju ke fossa
ischiorectal. Fistula extrasphincteric berjalan dari rektum menuju ke kulit melalui levator ani.
Ynag terakhir, fistula suprasphincterik berjalan dari intersphincteric plane ke muskulus
puborektalis, keluar ke kulit setelah menyeberangi levator ani.

Prognosis
Diperkirakan duapertiga pasien dengan abses rektal yang ditatalaksana dengan insisi
dan drainase akan berkembang menjadi fistula kronik. Bila dilakukan fistulotomi, tingkat
rekurensinya adalah 1,5%. Insidens adanya inkontinensia nai setelah tatalaksana bedah pada
fistula suprasfingter diperkirakan mencapai 7%.

HEMOROID
Epidemiologi
Di Amerika 1/3 dari 10 juta penduduk amerika dengan hemoroid mencari pertolongan
medis. Hemoroid bisa terjadi pada siapa saja, namun paling sering terjadi pada umur 46-65
tahun.

Etiologi
Hemoroid biasanya tidak berhubungan dengan kondisi medis lain atau penyakit
lainnya. Namun pasien dengan penyakit berikut memeiliki kecenderungan untuk mengalami
hemoroid:
Inflammatory bowel disease
Kolitis ulseratif dan Crohn disease

Patofisiologi
Hemoroid biasanya menyebabkan gejala ketika mereka menjadi membesar,
terinflamasi, trombosis, atau terjadi prolaps.
Kebanyakan klinisi setuju bahwa diet rendah serat yang menghasilkan feses ukuran
kecil yang menyebabkan peregangan selama defekasi. Terjadi peningkatan tekanan yang
menyebabkan pembesaran dari hemoroid sehingga mengganggu venous return. Kehamilan
dan tensi yang tinggi dari otot sfingter ani interna dapat menyebabkan hemoroid juga,
mungkin dengan mekanisme yang sama. Penurunan aliran balik vena dipikirkan menjadi
mekanismenya. Terlalu banyak duduk di toilet dapat menyebabkan gangguan aliran balik
vena yang menyebabkan pembesaran hemoroid. Penuaan membuat struktur penopang
menjadi lemah, sehingga memungkinkan terjadinya prolaps.
Peregangan atau mengedan dan konstipasi diperkirakan menjadi biang keladi dari
hemoroid. Akan tetapi hal ini mungkin tidak 100% benar. Pasien dengan hemoroid dilaporkan
memiliki tonus ampula rekti yang lebih tinggi dibandingkan orang normal. Yang lebih
menarik, ternyata setelah dilakukan hemoroidektomi tonus istirahat yang lebih rendah.
Kehamilan merupakan faktor predisposisi untuk hemoroid, namun etiologinya belum dapat
diketahui. Yang perlu dicermati adalah pasien pada umumnya kembali ke keadaan normal
setelah melahirkan. Diperkirakan hal ini terjadi karena adanya perubahan hormonal. Atau
penekanan langsung pada vena.
Hipertensi portal sering dihubungkan dengan hemoroid. Gejala hemoroid tidak lebih
sering terjadi pada pasien dengan hipertensi porta dibandingkan dengan orang normal.
Varises anorektal umum ditemui pada pasien dengan hipertensi porta. Varises terjadi pada
regio midrektum, pada hubungan antara sistem porta dan vena rektum median dan inferior.

Manifestasi Klinis
Kebanyakan praktisi memasukkan semua simtom perianal ke dalam kemungkinan
hemoroid. Tetapi perlu diperhatikan dan dieksklusi penyebab nonhemoroid, seperti abses,
fisura, fistula, dan pruritus ani.
Gejala hemoroid dibagi menjadi gejala yang berasal dari internal dan eksternal.
Hemoroid internal tidak dapat menyebabkan nyeri kutan, katena mereka berada di atas linea
dentata dan tidak diinervasi oleh saraf kutaneus. Akan tetapi hemoroid interna dapat
mengalami perdarahan, prolaps, dan sebagai iritan terhadap kulit perianal yang sensitif, maka
dapat timbul rasa gatal dan iritasi. Hemoroid internal dapat mengakibatkan nyeri perianal
dengan terjadinya prolaps dan menyebabkan spasme oleh komplex sfingter di sekitar
hemoroid.
Hemoroid interna juga dapat menyebabkan nyeri akut ketika terjepit yang
berhubungan dengan spasme kompleks sfingter. Adanya strangulasi dengan nekrosis dapat
menyebabkan rasa tidak nyaman yang amat sangat. Ketika terjadi spasme sfingter, sering
dilanjutkan dengan trombosis eksternal. Trombosis eksternal dapat menyebabkan nyeri
kutaneus . Gejala-gejala ini merupakan krisis hemoroid akut yang biasanya memerlukan
tatalaksana emergensi.
Internal hemoroid dapat mengakibatkan perdarahan tanpa disertai rasa sakit sesuai
dengan pergerakan feses. Epitel yang melapisi dirusak oleh feses yang keras, sehingga vena
yang terletak dibawahnya berdarah. Jika disertai spasme yang meningkat oleh kompleks
sfingter, perdarahan vena tersebut dapat memancar.
Hemoroid eksternal dapat menyebabkan gejala melalui 2 cara. Yang pertama,
trombosis akut dari vena hemoroid eksterna. Biasanya trombosis ini terkait dengan kejadian
khusus, seperti latihan fisik, mengedan karena konstipasi, diare, atau perubahan pada diet.
Gejala ini merupakan gejala yang akut dan nyeri. Nyeri berasal dari distensi cepat saraf yang
menginervasi kulit oleh bekuan trombosis dan edema sekitar.
Nyeri ini bertahan 7-14 hari dan membaik sejalan dengan resolusi dari trombosis.
Seiring dengan resolusi, anoderm yang terenggang menjadi kulit yang berlebih. Trombosis
eksternal terkadang masuk ke dalam kulit berlebih ini dan menyebabkan perdarahan.
Rekurensi terjadi pada 40-50% kasus pada tempat yang sama. Jika terapi hana memindahkan
bekuan darah saja tanpa mengangkat hemoroid, maka menjadi predisposisi untuk terjadi
rekurensi.

Klasifikasi
Hemoroid diklasifikasikan menjadi hemoroid interna dan hemoroid eksterna. Kategori
ini terpisahkan dengan linea dentata. Hemoroid eksternal adalah hemoroid yang dipisahkan
dengan epitel skuamosa, sedangkan hemoroid interna dilapisi oleh epitel kolumnar. Hemoroid
eksterna dipersarafi oleh nervus kutaneus yang juga memperdarahi bagian perianal, termasuk
nervus pudendal dan pleksus sakral. Hemoroid interna tidak dipersarafi oleh saraf somatik
sehingga tidak menyebabkan nyeri. Pada level linea dentata, hemoroid interna ditopang oleh
otot dibawahnya dengan mucosal suspensory ligament.
Hemoroid interna memiliki 3 bantalan, yang berlokasi di lateral kiri, posterior kanan,
dan anterior kanan dari area kanal. Sedangkan vena hemoroid eksterna ditemukan melingkari
anus dibawah anoderm. Mereka dapat menimbulkan gejala hemoroid pada bagian manapun
di lingkaran anus.
Hemoroid interna dibagi menjadi 4 stadium, yaitu:
Stadium I hemoroid interna yang mengalami perdarahan
Stadium II hemoroid interna yang mengalami perdarahan dan prolaps ketika
mengedan namun kembali ke posisi semula dengan sendirinya.
Stadium III hemoroid interna yagn berdarah dan prolaps dengan mengedan dan
membutuhkan usaha untuk mengembalikannya ke posisi semula (kanal anal)
Stadium IV hemoroid interna yang tidak kembali ke dalam kanal anal dan secara
spontan berada di luar.

Pemeriksaan

Apabila hemoroid mengalami prolaps, lapisan epitel penutup bagian yang menonjol
ke luar ini mengeluarkan mucus yang dapat dilihat apabila penderita diminta mengejan. Pada
pemeriksaan colok dubur, hemoroid intern tidak dapat diraba sebab tekanan vena di dalamnya
tidak cukup tinggi dan biasanya tidak nyeri. Colok dubur diperlukan untuk menyingkirkan
kemungkinan karsinoma rectum.

Penilaian dengan anoskop diperlukan untuk melihat hemoroid intern yang tidak
menonjol keluar. Anoskop dimasukkan dan diputar untuk mengamati keempat kuadran.
Hemoroid intern terlihat sebagai struktur vascular yang menonjol ke dalam lumen. Jika
penderita diminta untuk mengedan sedikit, ukuran hemoroid akan membesar dan penonjolan
atau prolaps akan lebih nyata.

Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan bahwa keluhan bukan


disebabkan oleh proses radang atau proses kegananasan di tingkat yang lebih tinggi, karena
hemoroid merupakan keadaaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai. Feses harus
diperiksa terhadap adanya darah samar.

Tata Laksana
Terapi hemoroid intern yang simptomatik harus ditetapkan secara perorangan.
Hemoroid adalah normal karenanya tujuan terapi bukan untuk menghilangkan pleksus
hemoroid, tapi untuk menghilangkan keluhan.

Kebanyakan pasien hemoroid derajat pertama dan kedua dapat ditolong dengan
tindakan local yang sederhana disertai nasehat tentang makan. Makanan sebaiknya terdiri atas
makanan berserat tinggi. Makanan ini membuat gumpalan isi usus besar, namun lunak
sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengedan secara berlebihan.

Supositoria dan salep anus diketahui tidak mempunyai efek yang bermakna kecuali
efek anestetik dan astringen.

Hemoroid intern yang mengalami prolaps oleh karena udem umumnya dapat
dimasukkan kembali secara perlahan disusul dengan istirahat baring dan kompres local untuk
mengurangi pembengkakan. Rendam duduk dengan cairan hangat juga dapat meringankan
nyeri. Apabila ada penyakit radang usus besar yang mandasarinya, misalnya penyakit Crohn,
terapi medic harus diberikan apabila hemoroid menjadi simptomatik.

Skleroterapi

Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya 5% fenol


dalam minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke submukosa di dalam jaringan areolar yang
longgar di bawah hemoroid intern dengan tujuan menimbulkan peradangan steril yang
kemudian menjadi fibrotic dan meninggalkan parut. Penyuntikan dilakukan di sebelah atas
dari garis mukokutan dengan jarum yang panjang melalui anuskop. Apabila penyuntikan
dilakukan pada tempat yang tepat maka tidak ada nyeri. Penyulit penyuntikan termasuk
infeksi, prostatitis akut jika masuk ke dalam prostat dan rekasi hipersensitifitas terhadap obat
yang disuntikkan.

Terapi suntikan bahan sklerotik bersama dengan nasehat tentang makanan merupakan
terapi yang efektif untuk hemoroid intern derajat I dan II.
Ligasi dengan gelang karet

Hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps dapat ditangani dengan ligasi
dengan gelang karet menurut Baron. Dengan bantuan anuskop, mukosa di atas hemoroid
yang menonjol dijepit dan ditarik atau dihisapke dalam tabung ligator khusus. Gelang karet di
dorong dari ligatir dan ditempatkan secara rapat di sekeliling mukosa pleksus hemoroidalis
tersebut. Nekrosis karena iskemia terjadi dalam beberapa hari. Mukosa bersama karet akan
lepas sendiri. Fibrosis dan parut akan terjadi pada pangkal hemoroid tersebut. Pada satu kali
terapi, hanya diikat satu kompleks hemoroid, sedangkan ligasi berikutnya dilakukan dalam
jarak waktu dua sampai empat minggu.
Penyulit utama ligasi adalah timbulnya nyeri karena terkenanya garis mukokutan.
Untuk menghindari ini maka gelang tersebut ditempatkan cukup jauh dari garis mukokutan.
Nyeri yang hebat dapat pula disebabkan oleh infeksi. Perdarahan dapat terjadi pada waktu
hemoroid mengalami nekrosis, biasanya setelah tujuh sampai sepuluh hari.

Bedah beku

Hemoroid dapat pula dibekukan dengan pendinginan pada suhu yang rendah sekali.
Bedah beku atau bedah krio ini tidak dipakai secara luas oleh karena mukosa yang nekrotik
sukar ditentukan luasnya. Bedah krio ini lebih cocok untuk terapi paliatif pada karsinoma
rectum yang inoperable.

Hemoroidektomi

Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahun dan pada
penderita hemoroid derajat III atau IV. Terapi bedah juga dapat dilakukan pada penderita
dengan perdarahan berulang dan anemia yang tidak sembuh dengan cara terapi lainnya yang
lebih sederhana. Penderita hemoroid derajat IV yang mengalami thrombosis dan kesakitan
hebat dapat ditolong segera dengan hemoroidektomi.
Prinsip yang harus diperhatikan pada hemoroidektomi adalah eksisi yang hanya
dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan. Eksisi sehemat mungkin dilakukan
pada anoderm dan kulit yang normal dengan tidak mengganggu sfingter anus.

Penatalaksanaan Surgikal

Terapi bedah

Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahun dan pada
penderita hemoroid derajat III dan IV. Terapi bedah juga dapat dilakukan dengan perdarahan
berulang dan anemia yang tidak dapat sembuh dengan cara terapi lainnya yang lebih
sederhana. Penderita hemoroid derajat IV yang mengalami trombosis dan kesakitan hebat
dapat ditolong segera dengan hemoroidektomi. Prinsip yang harus diperhatikan dalam
hemoroidektomi adalah eksisi yang hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar
berlebihan. Eksisi sehemat mungkin dilakukan pada anoderm dan kulit yang normal dengan
tidak mengganggu sfingter anus. Eksisi jaringan ini harus digabung dengan rekonstruksi
tunika mukosa karena telah terjadi deformitas kanalis analis akibat prolapsus mukosa. Ada
tiga tindakan bedah yang tersedia saat ini yaitu bedah konvensional (menggunakan pisau dan
gunting), bedah laser ( sinar laser sebagai alat pemotong) dan bedah stapler (menggunakan
alat dengan prinsip kerja stapler).

a. Bedah Konvensional
Saat ini ada 3 teknik operasi yang biasa digunakan yaitu :

1. Teknik Milligan Morgan

Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemoroid di 3 tempat utama. Basis massa
hemoroid tepat diatas linea mukokutan dicekap dengan hemostat dan diretraksi dari rektum.
Kemudian dipasang jahitan transfiksi catgut proksimal terhadap pleksus hemoroidalis.
Penting untuk mencegah pemasangan jahitan melalui otot sfingter internus.

Hemostat kedua ditempatkan distal terhadap hemoroid eksterna. Suatu incisi elips
dibuat dengan skalpel melalui kulit dan tunika mukosa sekitar pleksus hemoroidalis internus
dan eksternus, yang dibebaskan dari jaringan yang mendasarinya. Hemoroid dieksisi secara
keseluruhan. Bila diseksi mencapai jahitan transfiksi cat gut maka hemoroid ekstena dibawah
kulit dieksisi. Setelah mengamankan hemostasis, maka mukosa dan kulit anus ditutup secara
longitudinal dengan jahitan jelujur sederhana.

Biasanya tidak lebih dari tiga kelompok hemoroid yang dibuang pada satu waktu.
Striktura rektum dapat merupakan komplikasi dari eksisi tunika mukosa rektum yang terlalu
banyak. Sehingga lebih baik mengambil terlalu sedikit daripada mengambil terlalu banyak
jaringan.

2. Teknik Whitehead

Teknik operasi yang digunakan untuk hemoroid yang sirkuler ini yaitu dengan
mengupas seluruh hemoroid dengan membebaskan mukosa dari submukosa dan mengadakan
reseksi sirkuler terhadap mukosa daerah itu. Lalu mengusahakan kontinuitas mukosa
kembali.

3. Teknik Langenbeck

Pada teknik Langenbeck, hemoroid internus dijepit radier dengan klem. Lakukan
jahitan jelujur di bawah klem dengan cat gut chromic no 2/0. Kemudian eksisi jaringan diatas
klem. Sesudah itu klem dilepas dan jepitan jelujur di bawah klem diikat. Teknik ini lebih
sering digunakan karena caranya mudah dan tidak mengandung resiko pembentukan jaringan
parut sekunder yang biasa menimbulkan stenosis. Dalam melakukan operasi diperlukan
narkose yang dalam karena sfingter ini harus benar-benar lumpuh.

b. Bedah Laser
Pada prinsipnya, pembedahan ini sama dengan pembedahan konvensional, hanya alat
pemotongnya menggunakan laser. Saat laser memotong, pembuluh jaringan terpatri sehingga
tidak banyak mengeluarkan darah, tidak banyak luka dan dengan nyeri yang minimal. Pada
bedah dengan laser, nyeri berkurang karena saraf rasa nyeri ikut terpatri. Di anus, terdapat
banyak saraf. Pada bedah konvensional, saat post operasi akan terasa nyeri sekali karena pada
saat memotong jaringan, serabut saraf terbuka akibat serabut saraf tidak mengerut sedangkan
selubungnya mengerut. Sedangkan pada bedah laser, serabut saraf dan selubung saraf
menempel jadi satu, seperti terpatri sehingga serabut syaraf tidak terbuka. Untuk
hemoroidektomi, dibutuhkan daya laser 12 14 watt. Setelah jaringan diangkat, luka bekas
operasi direndam cairan antiseptik. Dalam waktu 4 6 minggu, luka akan mengering.
Prosedur ini bisa dilakukan hanya dengan rawat jalan.

c. Bedah Stapler

Alat yang digunakan sesuai dengan prinsip kerja stapler. Bentuk alat ini seperti senter,
terdiri dari lingkaran di depan dan pendorong di belakangnya. Pada dasarnya hemoroid
merupakan jaringan alami yang terdapat di saluran anus. Fungsinya adalah sebagai bantalan
saat buang air besar. Kerjasama jaringan hemoroid dan m.sfingter ini untuk melebar dan
mengerut menjamin kontrol keluarnya cairan dan kotoran dari dubur. Teknik PPH ini
mengurangi prolaps jaringan hemoroid dengan mendorongnya ke atas garis mukokutan dan
mengembalikan jaringan hemoroid ini ke posisi anatominya semula karena jaringan hemoroid
ini masih diperlukan sebagai bantalan saat BAB, sehingga tidak perlu dibuang semua.

Mula-mula jaringan hemoroid yang prolaps didorong ke atas dengan alat yang
dinamakan dilator, kemudian dijahitkan ke tunika mukosa dinding anus. Kemudian alat
stapler dimasukkan ke dalam dilator. Dari stapler dikeluarkan sebuah gelang dari titanium
diselipkan dalam jahitan dan ditanamkan di bagian atas saluran anus untuk mengokohkan
posisi jaringan hemoroid tersebut. Bagian jaringan hemoroid yang berlebih masuk ke dalam
stapler. Dengan memutar sekrup yang terdapat pada ujung alat, maka alat akan memotong
jaringan yang berlebih secara otomatis. Dengan terpotongnya jaringan hemoroid maka suplai
darah ke jaringan tersebut terhenti sehingga jaringan hemoroid mengempis dengan
sendirinya.

Keuntungan teknik ini yaitu mengembalikan ke posisi anatomis, tidak mengganggu


fungsi anus, tidak ada anal discharge, nyeri minimal karena tindakan dilakukan di luar bagian
sensitif, tindakan berlangsung cepat sekitar 20 45 menit, pasien pulih lebih cepat sehingga
rawat inap di rumah sakit semakin singkat.

Komplikasi

1. Terjadi trombosis Karena hemoroid keluar sehinga lama - lama darah akan
membeku dan terjadi trombosis.

2. Peradangan Kalau terjadi lecet karena tekanan vena hemoroid dapat terjadi infeksi
dan meradang karena disana banyak kotoran yang ada kuman - kumannya.

3. Terjadinya perdarahan Pada derajat satu darah keluar menetes dan memancar.
Perdarahan akut pada umumnya jarang, hanya terjadi apabila yang pecah adalah
pembuluh darah besar. Hemoroid dapat membentuk pintasan portal sistemik pada
hipertensi portal, dan apabila hemoroid semacam ini mengalami perdarahan maka
darah dapat sangat banyak. Yang lebih sering terjadi yaitu perdarahan kronis dan
apabila berulang dapat menyebabkan anemia karena jumlah eritrosit yang diproduksi
tidak bisa mengimbangi jumlah yang keluar. Anemia terjadi secara kronis, sehingga
sering tidak menimbulkan keluhan pada penderita walaupun Hb sangat rendah karena
adanya mekanisme adaptasi. Apabila hemoroid keluar, dan tidak dapat masuk
lagi(inkarserata/ terjepit) akan mudah terjadi infeksi yang dapat menyebabkan sepsis
dan bisa mengakibatkan kematian.

BAB III

ANALISA KASUS

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis abses perianal berdasarkan pada


:

I. Dasar diagnosis
1. Subjektif
Pasien perempuan umur 35 tahun mengeluh luka di dekat anus sejak 3 hari
SMRS. Awalnya terdapat benjolan seperti bisul di anus. Benjolan tersebut kemudian
pecah, mengeluarkan nanah dan terbentuk luka. Pasien mengaku merasa nyeri pada
tempat luka tersebut sehingga pasien merasa tidak nyaman saat duduk.
Seperti abses pada umumnya, ia akan memberikan gambaran
gejala luka yang terasa nyeri, bengkak, kemerahan di area sekitar
anus. Begitu juga pada pasien ini dimana datang mengeluhkan luka
di dekat anus sejak 3 hari SMRS. Luka tersebut timbul paling sering merupakan hasil
dari infeksi akut pada kelenjar interna di regio anus. Seringkali, bakteri, material feses
atau benda asing menyumbat kelenjar anus dan membuat kondisi untuk terbentuknya
rongga abses. Kondisi medis lainnya dapat membuat tipe infeksi ini lebih mudah
terjadi.

2. Objektif
Status generalis dan lokalis

Pada pemeriksaan status generalis didapatkan dalam batas normal, sedangkan


pada status lokalis didapatkan adanya luka di sekitar anus, hiperemis (+), dan nyeri
tekan (+).

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium pada pasien ini terdapat anemia dan leukositosis.


Pada abses perianal dapat tejadi leukositosis ringan akibat adanya respon sistem imun
tubuh terhadap proses infeksi. Tidak ada pemeriksaan penunjang yang spesifik yang
dibutuhkan untuk mendiagnosis abses perianal. Pada umumnya abses perianal paling
sering didiagnosis dan ditatalaksana berdasarkan pada penemuan klinis.

Tatalaksana

Pada sebagian besar pasien dengan abses anorektal, tidak diperlukan terapi
medikamentosa dengan antibiotik.

Pada pasien ini ditegakkan diagnosis abses perianal berdasarkan pada


:

II. Dasar diagnosis


1. Subjektif
Pasien perempuan umur 35 tahun mengeluh keluar darah dari anus berwarna
merah segar sebanyak 1-3x/24 jam, berjumlah setengah gelas, darah tidak
bercampur dengan tinja, setiap kali darah keluar maka anus akan terasa nyeri.
Keluhan benjolan pada anus dan gatal di sekitar anus, sulit atau keras saat BAB
disangkal.

Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama hemoroid interna akibat


trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak
tercampur feses, dapat hanya berupa garis pada feses sampai pada perdarahan yang
terlihat menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah.

2. Objektif
Status generalis dan lokalis

Pada pemeriksaan status generalis didapatkan dalam batas normal, sedangkan


pada pada pemeriksaan rectal touche teraba massa pada arah jam 7, pada sarung
tangan tidak terdapat feses, darah, dan lendir.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium pada pasien ini terdapat anemia dan leukositosis.


Pada kasus ini anemia diduga terjadi karena perdarahan lewat anus pasien dan
ditatalaksana dengan pemberian PRC.

Tatalaksana

Kebanyakan pasien hemoroid derajat pertama dan kedua dapat ditolong


dengan tindakan yang sederhana disertai nasehat tentang makan. Tindakan yang
diberikan adalah pemberian analgetik untuk menghilangkan gejala dan edukasi
mengenai makanan yang sebaiknya terdiri atas makanan berserat tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Jong WD, Sjamsuhidayat R. Buku ajar ilmu bedah. Jakarta: EGC, 2005; hal 672-75
2. Stein, E. Anorectal and colon disease: textbook and color atlas of proctology.
Germany: Springer, 2003
3. Norton, Jeffrey A. Essential practice of surgery: basic science and clinical evidence.
New York: Springer, 2002; 281-84, 308-12
4. Zinner MJ, Ashley SW. Maingots abdominal operation. ed 11. New York: Mc Graw-
Hill, 2007
5. A review of proctological disorders. Diunduh dari:
http://www.europeanreview.org/wp/wp-content/uploads/413.pdf
6. The diagnosis and management of common anorectal disorders. Diunduh dari:
http://www.med.upenn.edu/gastro/documents/CurrProbSurganorectaldisorders.pdf
7. Evaluation and management of common anorectal conditions. Diunduh dari:
http://www.aafp.org/afp/2012/0315/p624.html

Anda mungkin juga menyukai