Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Plekus hemoroidalis adalah suatu jaringan normal yang terdapat pada semua
orang, yang terdiri atas pleksus arteri-vena, berfungsi sebagai katup di dalam saluran
anus untuk membantu sistem sfingter anus, mencegah inkontinensia flatus dan cairan.
Pelebaran yang simptomatis dari pleksus hemoroid dan pergeseran bantalan anus ke arah
distal dari normal merupakan pengertian dari hemoroid.1
Hemoroid mengenai jutaan orang diseluruh dunia dan menjadi salah satu masalah
medis utama dan masalah sosioekonomi. Menurut data WHO, jumlah penderita
hemoroid di dunia pada tahun 2020 mencapai lebih dari 230 juta jiwa. Menurut data
Depkes tahun 2020, penderita hemoroid di Indonesia mencapai 5,7 % tetapi hanya 1,5 %
pasien hemoroid yang terdiagnosa. 2
Hemoroid lebih sering dijumpai pada penduduk yang berusia lebih dari 25 tahun.
Hemoroid dapat menimbulkan kondisi tidak nyaman pada penderita.2,3 Hemoroid
derajat 4 merupakan kategori hemoroid yang paling parah dengan penanganan yang
kompleks.1

1
BAB II
ILUSTRASI KASUS
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : NY. SY
Umur : 40 tahun
No. MR : 207573
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : jl. DI Panjaitan
Pekerjaan : IRT
Tanggal Masuk RS : Selasa 15 November 2022 jam 09:00

2.2 ANAMNESIS (autoanamnesis)


Keluhan Utama :
Keluar darah berwarna merah segar saat buang air besar sejak 1 minggu yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD Bangkinang dengan keluar darah berwarna merah
segar saat buang air besar. Keluhan dirasakan sejak 1 minggu yang lalu dan
memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Menurut pasien darah mengalir
sekitar 3 sendok teh dengan frekuensi 2 kali sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
mengeluhkan adanya benjolan berukuran kecil sebesar kacang hijau di bagian
anusnya, pasien merasakan benjolan makin membesar sejak 1 minggu terakhir dan
tidak bisa kembali masuk, dan tidak dapat masuk walaupun dengan bantuan tangan.
Menurut pasien benjolan tidak terasa nyeri. Pasien sudah berobat ke klinik namun
keluhan tak berkurang.
Sebelum merasakan keluhan ini, pasien memang mengeluh sulit dan jarang BAB.
Feses dirasakan agak padat dan keras sehingga pasien sering kali harus mengejan
saat BAB dan terlalu lama dijamban. pasien juga jarang mengkonsumsi makanan
berserat terutama sayur dan buah, pasien juga mengaku jarang minum, kadang
setelah makan pasien tidak minum. Gatal sekitar anus (-), demam (-), mual (-),
muntah (-), BAK tidak ada keluhan, penurunan berat badan (-).

2
Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat terjatuh tidak ada. Riwayat operasi tidak ada.
Pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya. Riwayat DM tidak
ada, Riwayat tumor usus (-) pasien sudah 5 kali hamil dan tidak pernah keguguran
serta proses kelahiran dengan persalinan normal
Riwayat Penyakit Keluarga : keluarga tidak ada yang mengalami penyakit serupa.
Riwayat Penggunaan Obat : Tidak ada
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALISATA
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Tanda vital :
 Tekanan darah : 120/80 mmHg
 Pernafasan : 18 x/menit
 Nadi : 94 x/menit
 Suhu : 36,8 ºC
 BB : 58 kg
Pemeriksaan kepala
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
 Mulut : kering (-), sianosis (-)
Pemeriksaan leher: Pembesaran KGB (-)
Pemeriksaan toraks
 Inspeksi : simestris kanan-kiri, tidak tampak jejas trauma
 Palpasi : vokal fremitus simestris kanan-kiri, tidak teraba krepitasi
 Perkusi : sonor dikedua lapangan paru
 Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+) , ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Pemeriksaan jantung
 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.
 Palpasi : Iktus kordis teraba
 Perkusi : Batas jantung kanan : Para strernal dekstra ICS IV 
Batas jantung kiri : Midclavicula sinistra ICS V,
  Batas atas : Para sternal sinistra ICS II
 Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)

3
Pemeriksaan abdomen
 Inspeksi : Tanda-tanda radang (-), distensi (-), jejas trauma (-)
 Auskultasi : Bising Usus (+) normal
 Perkusi : nyeri ketok (-)
 Palpasi : defens muskular (-), nyeri tekan (-)
Pemeriksaan ekstremitas
 Superior : Akral hangat, CRT <2”, edema (-)
 Inferior : Akral hangat, CRT <2”, edema (-)
STATUS LOKALISATA (Regio Anus)
 Inspeksi : benjolan arah jam 5 berwarna kemerahan, luka (-), darah (-), nyeri
tekan (-).
 Rectal Toucher: Pemeriksaan Rectal Toucher ditemukan pada posisi jam 5
terdapat benjolan berbentuk bulat berwarna kemerahan di sekitar anus dengan
ukuran 3 x 2 x 1 cm. Konsistensi lunak, Nyeri Tekan (-), benjolan tidak dapat
masuk spontan, dan tidak dapat masuk dengan bantuan tangan. Tonus sphingter
ani cukup, mukosa rektum licin, pada sarung tangan sedikit cairan feses (+),
lendir (-) dan darah (-).
2.4 DIAGNOSIS KERJA
Hemoroid Interna Grade IV
2.5 PENATALAKSANAAN
 Inj. Ketorolak 1 amp (IV)
 Inj. Ranitidin 1 amp (IV)
 Inj. Asam Traneksamat 1 amp
 Pasien PAPS (pulang atas permintaan sendiri)
2.6 RENCANA
Hemoroidektomi
2.7 RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Bangkinang dengan keluar darah berwarna merah
segar saat buang air besar. Keluhan dirasakan sejak 1 minggu yang lalu dan
memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Menurut pasien darah mengalir
sekitar 3 sendok teh dengan frekuensi 2 kali sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
mengeluhkan awlanya ada benjolan berukuran kecil sebesar kacang hijau, pasien
merasakan benjolan makin membesar sejak 1 minggu terakhir dan tidak bisa kembali

4
masuk, dan tidak dapat masuk walaupun dengan bantuan tangan. Menurut pasien
benjolan tidak terasa nyeri. Sebelum merasakan keluhan ini, pasien memang
mengeluh sulit dan jarang BAB. Feses dirasakan agak padat dan keras sehingga
pasien sering kali harus mengejan saat BAB dan terlalu lama duduk dijamban. pasien
juga jarang mengkonsumsi makanan berserat terutama sayur dan buah. kadang
setelah makan pasien tidak minum. Gatal sekitar anus (-), demam (-), mual (-),
muntah (-), BAK tidak ada keluhan, penurunan berat badan (-).
Pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya. Riwayat terjatuh
tidak ada, riwayat operasi tidak ada, Riwayat tumor usus (-) pasien sudah 5 kali
hamil dan tidak pernah keguguran serta proses kelahiran dengan persalinan normal.
riwayat diabetes tidak diketahui. Keluarga tidak ada yang mengalami penyakit
serupa. Riwayat alergi obat tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik pada regio anus pada inspeksi tampak benjolan arah jam
5 berwarna kemerahan, luka (-), darah (-), nyeri tekan (-). Pemeriksaan Rectal
Toucher ditemukan pertama, pada posisi jam 5 terdapat benjolan berbentuk bulat
berwarna kemerahan di sekitar anus dengan ukuran 3 x 2 x 1 cm. Konsistensi lunak,
Nyeri Tekan (-), benjolan tidak dapat masuk spontan, dan tidak dapat masuk dengan
bantuan tangan. Tonus sphingter ani cukup, mukosa rektum licin, pada sarung tangan
sedikit cairan feses (+), lendir (-) dan darah (-).
2.8 PROGNOSIS
Prognosis pada pasien ini dibagi atas:
 Ad vitam : dubia ad bonam
 Ad fungsionam : dubia ad bonam
 Ad sanationam : dubia ad bonam

5
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ANATOMI
3.1.1 ANATOMI KANALIS ANAL

Gambar 2.1 Anatomi Kanalis Anal


Rektum panjangnya 15 – 20 cm dan berbentuk huruf S. Mula – mula mengikuti
cembungan tulang kelangkang, fleksura sakralis, kemudian membelok kebelakang pada
ketinggian tulang ekor dan melintas melalui dasar panggul pada fleksura perinealis.
Akhirnya rektum menjadi kanalis analis dan berakhir jadi anus. Kanalis anal panjangnya
sekitar 4 cm dan berjalan ke bawah dan belakang dari ampulla recti ke anus. Kecuali
defekasi, dinding lateralnya tetap teraposisi oleh musculus levator ani dan sphincter
ani.6
Kanalis anal dibatasi pada bagian posterior oleh corpus anococcygeale, yang
merupakan massa jaringan fibrosa yang terletak antara kanalis anal dan os coccygis. Di
lateral di batasi oleh fossa ischiorectalis yang terisi lemak. Pada pria, di anterior dibatasi
oleh corpus perineale, diafragma urogenitalis, urethra pars membranacea, dan bulbus
penis. Pada wanita, di anterior dibatasi oleh corpus perineale, diafragma urogenitalis
dan bagian bawah vagina.6
Kanalis analis pada dua pertiga bagian bawahnya, ini berlapiskan kulit tipis yang
sedikit bertanduk yang mengandung persarafan sensoris yang bergabung dengan kulit

6
bagian luar, kulit ini mencapai ke dalam bagian akhir kanalis analis dan mempunyai
epidermis berpigmen yang bertanduk rambut dengan kelenjar sebacea dan kelenjar
keringat.6
Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ectoderm,
sedangkan rectum berasal dari entoderm. Karena perbedaan asal anus dan rektum ini,
maka pendarahan, persarafan, serta aliran vena dan limfe berbeda, demikian pula epitel
yang menutupinya. Rektum dilapisi oleh mukosa glanduler usus, sedangkan kanalis
analis oleh endoderm yang merupakan lanjutan epitel berlapis gepeng kulit luar. Daerah
batas rektum dan kanalis analis ditandai dengan perubahan jenis epitel. Batas atas
kanalis anus disebut garis anorektum, garis mukokutan, linea pektinata atau linea
dentate. Lekukan antar sfingter sirkuler dapat diraba di dalam kanalis analis sewaktu
melakukan colok dubur, dan menunjukkan batas antara sfingter interna dan sfingter
eksterna (garis Hilton).6
Mukosa paruh atas kanalis anal berasal dari ektoderm usus belakang (hind gut).
Gambaran anatomi yang penting adalah:6
1. Dibatasi oleh epitel selapis thoraks.
2. Mempuyai lipatan vertikal yang dinamakan collum analis yang dihubungkan satu
sama lain pada ujung bawahnya oleh plica semilunaris yang dinamakan valvula
analis (sisa membran proctedeum).
3. Persarafannya sama seperti mukosa rectum dan berasal dari saraf otonom pleksus
hypogastricus. Mukosanya hanya peka terhadap regangan.
4. Arteri yang memasok adalah arteri yang memasok usus belakang, yaitu arteri
rectalis superior, suatu cabang dari arteri mesenterica inferior. Aliran darah vena
terutama oleh vena rectalis superior, suatu cabang v. Mesenterica inerior.
5. Aliran cairan limfe terutama ke atas sepanjang arteri rectalis superior menuju
nodi lympatici para rectalis dan akhirnya ke nodi lympatici mesenterica inferior.
Mukosa paruh bawah canalis ani berasal dari ektoderm proctodeum dengan struktur
sebagai berikut:6
1. Dibatasi oleh epitel berlapis gepeng yang lambat laun bergabung pada anus
dengan epidermis perianal.
2. Tidak mempunyai collum analis
3. Persarafan berasal dari saraf somatis n. rectalis inferior sehingga peka terhadap
nyeri, suhu, raba, dan tekan.

7
4. Arteri yang memasok adalah a. rectalis inferior, suatu cabang a. pudenda interna.
Aliran vena oleh v. rectalis inferior, muara dari v. pudenda interna, yang
mengalirkan darah vena ke v. iliaca interna.
Aliran cairan limfe ke bawah menuju nodi lympatici inguinalis superficialis
medialis.

3.1.2 VASKULARISASI, DRAINASE DAN INERVASI

Gambar 2.2 Vaskularisasi


Vaskularisasi rektum dan kanalis anal sebagian besar diperoleh melalui arteri
hemorrhoidalis superior, media, dan inferior. Arteri hemorrhoidalis superior merupakan
kelanjutan akhir arteri mesentrika inferior. Arteri hemorrhoidalis media merupakan
cabang ke anterior dari arteri hipogastrika. Arteri hemorrhoidalis inferior dicabangkan
oleh arteri pubenda interna yang merupakan cabang dari arteri iliaca interna, ketika
arteri tersebut melewati bagian atas spina ischiadica. Sedangkan vena-vena dari kanalis
anal dan rektum mengikuti perjalanan yang sesuai dengan perjalanan arteri.

8
Gambar 2.3 Drainase
Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemorrhoidalis superior
(interna) yang terletak di submukosa atas anorectal junction, dan berjalan ke arah
cranial ke dalam v.mesenterika inferior dan seterusnya melalui v.lienalis ke vena porta.
Vena hemoroidalis inferior berasal dari pleksus hemorrhoidalis inferior (eksterna) yang
terletak di bawah anorectal junction dan di luar lapisan otot, mengalirkan darah ke
dalam vena pudenda interna dan ke dalam vena iliaka interna dan system kava.
Pembesaran vena hemoroidalis dapat menimbulkan keluhan hemoroid.
Persarafan rektum terdiri atas sistem saraf simpatik dan parsimpatik. Serabut
saraf simpatik berasal dari pleksus mesentrikus inferior dan dari sistem parasakral yang
terbentuk dari ganglion simpatis lumbal ruas kedua, ketiga, dan keempat. Persarafan
parasimpatik (nervi erigentes) berasal dari saraf sakral kedua, ketiga, dan keempat.
3.2 HEMOROID
3.2.1 DEFINISI
Hemoroid memiliki sinonim piles, ambeien, wasir atau shouthern pole disease
dalam istilah di masyarakat umum.6 Kata hemorrhoid berasal dari kata haemorrhoides
(Yunani) yang berarti aliran darah (haem = darah, rhoos = aliran) jadi dapat diartikan
sebagai darah yang mengalir keluar. Hemoroid adalah pelebaran pleksus
hemorrhoidalis yang tidak merupakan keadaan patologik. Hanya jika hemorhoid ini
menimbulkan keluhan atau penyulit sehingga diperlukan tindakan.1,2,6

3.2.2 EPIDEMILOGI

9
Laporan dari Amerika Serikat prevalensi hemoroid berkisar 10 juta orang atau
mencapai 4,4% dari seluruh penduduk, sedangkan laporan statistik kesehatan nasional
menyebutkan kejadian hemoroid mencapai 12,8% atau lebih 23 juta orang dewasa di
Amerika Serikat. Kejadian hemoroid akan meningkat antara usia 45-56 tahun. Kejadian
hemoroid dikaitkan dengan kehamilan.1,2
Dari data penyebab perdarahan saluran cerna bawah dan kelainan terbanyak
yang ditemukan pada pemeriksaan kolonoskopi di RSCM selama 2 tahun dari 414 kali
kolonoskopi didapatkan 108 (26,09%) kasus hemoroid. Prevalensi secaa statistik dari
hemoroid di Indonesia yaitu 9.117.318 penduduk.7
3.2.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO
Menurut Simadibrata (2014) etiologi tidak jelas, tapi masih dihubungkan
dengan adanya faktor genetik/keturunan dan faktor risiko yang ada.7 Hemoroid timbul
karena adanya faktor – faktor risiko.6
Faktor risiko terjadinya hemoroid:
a. Mengedan pada buang air besar yang sulit
b. Pola buang air besar yang salah (terlalu lama di jamban duduk)
c. Anatomi: Vena daerah anorektal tidak mempunyai katup sehingga darah
mudah kembali dan pleksus hemorrhoidalis kurang mendapat sokongan dari
otot dan fascia sekitarny
d. Herediter atau keturunan: Dalam hal ini yang menurun adalah kelemahan
dinding pembuluh darah, dan bukan hemoroidnya.
e. Peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor intra abdomen, terutama di
daerah pelvis, yang menekan vena sehingga aliranya terganggu. Misalnya
tumor rektal.
f. Kehamilan
g. Usia tua : pada umur tua terjadi degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, juga
otot sfingter menjadi tipis dan atonis.
h. Konstipasi
i. Kurang mengkonsumsi makanan berserat

3.2.4 PAGENESIS DAN KLASIFIKASI

10
Hemoroid dibagi menjadi dua yaitu:
a. Hemoroid Interna
Hemoroid ini ditemukan pada bagian proksimal dari garis dentate yang
mendapatkan inervasi viseral. Pada hemoroid ini terjadi dilatasi pada pleksus
venosus hemoroidalis. Keadaan ini dapat mengakibatkan peningkatan sekresi
mukus atau kotoran feses dari prolaps hemoroid selanjutnya akan terjadi
peningkatan sekresi glandula sebasea disekitar hemoroid yang dapat
menimbulkan rasa gatal dan iritasi perianal. Dilatasi dari pleksus venosus
hemoroidalis dapat mengakibatkan kerusakan pada bantalan epitel karena adanya
kompresi sehingga dapat menyebabkan perdarahan pada anus.6,8
Hemoroid interna berasal dari pleksus vena hemoroid superior yang
berada diatas linea atau garis dentata dan ditutupi oleh lapisan mukosa. Hemoroid
interna ini merupakan bantalan vascular di dalam jaringan submukosa pada
rectum sebelah bawah. Hemoroid sering dijumpai pada tiga posisi primer, yaitu

11
kanan-depan (jam 7), kanan-belakang (jam 11), dan kiri-lateral (jam 3).
Hemoroid yang lebih kecil terdapat diantara ketiga letak primer tersebut.
Tabel 2.1 Derajat Hemoroid Interna
6,7

Derajat Deskripsi

I Bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak proplaps keluar


kanal anus. Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop

II Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau


masuk sendiri kedalam anus secara spontan

III Pemebesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi


kedalam anus dengan bantuan dorongan jari

IV Prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung


untuk mengalami trombosis dan infark

Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Derajat 4


Gambar 2.4 Derajat Hemoroid Interna

b. Hemoroid eksterna
Hemoroid eksterna berasal dari pleksus vena hemoroid inferior yang
berada dibawah linea atau garis dentata dan ditutupi oleh lapisan epitel skuamosa,
yang kaya dengan saraf somatik.6,7
Hemoroid ini ditemukan pada bagian distal dari garis dentate yang
mendapatkan inervasi somatik. Hemoroid eksterna terjadi pengembangan pada
bantalan vaskuler disepanjang anus yang menyebabkan terjadinya reaksi
inflamasi meliputi dinding vaskular dan jaringan ikat. Inflamasi akan
menyebabkan tertebentuknya trombosis yang akan menimbulkan pembengkakan
dan aktivasi saraf somatik yang dapat menimbulkan nyeri.6,8

12
3.2.5 MANIFESTASI KLINIS
Pasien sering mengeluh menderita hemoroid atau wasir tanpa ada
hubungannya dengan gejala rectum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat jarang
sekali ada hubungannya dengan hemoroid interna dan hanya timbul pada hemoroid
eksterna yang mengalami thrombosis.6
Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama hemoroid interna akibat
trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak
bercampur dengan feses, dapat hanya berupa garis pada feses atau kertas pembersih
sampai pada perdarahan yang terlihat menetas atau mewarnai air toilet menjadi merah.
Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna merah segar karena kaya akan
zat asam. Perdarahan luas dan intensif di pleksus hemoroidalis menyebabkan darah di
vena tetap merupakan “darah arteri”.6
Kadang, perdarahan hemoroid yang berulang dapat menyebabkan anemia
berat. Hemoroid yang membesar secara perlahan akhirnya dapat menonjol ke luar dan
menyebabkan prolaps. Pada tahap awal, penonjolan ini hanya terjadi sewaktu defekasi
dan disusul oleh reduksi spontan sesudah selesai defekasi. Pada stadium lanjut,
hemoroid interna ini perlu didorong kembali setelah defekasi agar masuk ke dalam
anus. Akhirnya, hemoroid dapat berlanjut menjadi bentuk yang mengalami prolapse
menetap dan tidak dapat didorong masuk lagi.6
Keluarnya mucus dan terdapatnya feses pada pakaian dalam merupakan ciri
hemoroid yang mengalami prolaps menetap. Iritasi kulit perinatal dapat menimbulkan
rasa gatal yang dikenal sebagai pruritus anus, dan ini disebabkan oleh kelembapan yang
terus menerus dan rangsangan mucus. Nyeri hanya timbul apabila terdapat thrombosis
yang luas dengan udem dan radang.6
3.2.6 DIAGNOSIS
3.2.6.1 ANAMNESIS
Tingkat Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi, defekasi yang
keras, yamg membutuhkan tekanan intra abdominal meninggi (mengejan), pasien
sering duduk berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri bila terjadi peradangan.
Pemeriksaan umum tidak boleh diabaikan karena keadaan ini dapat disebabkan oleh
penyakit lain seperti sindrom hipertensi portal. Hemoroid eksterna dapat dilihat dengan
inspeksi apalagi bila terjadi trombosis. Bila hemoroid interna mengalami prolaps, maka
tonjolan yang ditutupi epitel penghasil musin akan dapat dilihat apabila penderita
diminta mengejan.6
13
3.2.6.2 PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan Colok Dubur
Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak dapat
diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak
nyeri. Hemoroid dapat diraba apabila sangat besar. Apabila hemoroid sering
prolaps, selaput lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa
padat dengan dasar yang lebar. Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan
kemungkinan karsinoma rectum.6
3.2.6.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Anoskopi
Dengan cara ini dapat dilihat hemoroid internus yang tidak menonjol
keluar. Anoskop dimasukkan untuk mengamati keempat kuadran. Penderita dalam
posisi litotomi. Anoskop dan penyumbatnya dimasukkan dalam anus sedalam
mungkin, penyumbat diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid
interna terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen. Apabila
penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan
penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya,
letak ,besarnya dan keadaan lain dalam anus seperti polip, fissura ani dan tumor
ganas harus diperhatikan.6
B. Pemeriksaan proktosigmoidoskopi
Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan bukan
disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat tinggi, karena
hemoroid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai. Faeces
harus diperiksa terhadap adanya darah samar.6
3.2.7 DIAGNOSIS BANDING
Perdarahan rektum merupakan manifestasi utama hemoroid interna yang juga
terjadi pada:
Perdarahan :
1. Karsinoma kolorektum
2. Penyakit divertikel
3. Polip
4. Kolitis ulserosa
Benjolan :
1. Ca anorektal

14
2. Prolaps recti / procidenti
Pemeriksaan sigmoidoskopi harus dilakukan. Foto barium kolon dan
kolonoskopi perlu dipilih secara selektif, bergantung pada keluhan dan gejala
penderita. Prolaps rektum juga harus dibedakan dari prolaps mukosa akibat hemoroid
interna.6
3.2.8 PENATALAKSANAAN
3.2.8.1 TERAPI NON BEDAH
1) Farmakologi
Bertujuan memperbaiki defekasi dan meredakan atau menghilangkan
keluhan dan gejala. Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat
macam, yaitu: 1,6,9
1. Obat yang memperbaiki defekasi
 Suplement serat (fiber suplement)
 Obat ini bekerja dengan cara membesarkan volume tinja dan
meningkatkan peristaltik usus.
 Contoh : psylium atau isphaluga Husk (ex.: Vegeta, Mulax, Metamucil,
Mucofalk)
 Pelicin tinja (stool softener). Laxant atau pencahar (ex.: laxadine,
dulcolax, dll.)
2. Obat simptomatik
 Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal,
nyeri, atau kerusakan kulit di daerah anus.
 Jenis sediaan misalnya Anusol, Boraginol N/S dan Faktu.
 Sediaan yang mengandung kortikosteroid digunakan untuk mengurangi
radang daerah hemoroid atau anus.
 Contoh obat misalnya Ultraproct, Anusol HC, Scheriproct
3. Obat penghenti perdarahan
 Campuran diosmin (90%) + hesperidin (10%) dalam bentuk micronized
 anti hemoroid
 Ex : Ardium HD (Micronized furified flavonoid fration)
 Mekanisme kerja : kontraksi vena  menurunkan ekstravasasi dari
kapiler dan menghambat reaksi inflamasi terhadap prostaglandin (PGE2,
PGF2)

15
2) Non Farmakologi

Bertujuan untuk mencegah perburukan penyakit dengan cara memperbaiki
defekasi.

Pelaksanaan berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan
minum, perbaikan pola/cara defekasi.

Perbaikan defekasi disebut Bowel Management Program (BMP) yang terdiri
atas diet, cairan, serat tambahan, pelicin feses, dan perubahan perilaku
defekasi (defekasi dalam posisi jongkok/squatting).

Selain itu, lakukan tindakan kebersihan lokal dengan cara merendam anus
dalam air selama 10-15 menit, 2-4 kali sehari. Dengan perendaman ini,
eksudat/sisa tinja yang lengket dapat dibersihkan.

Eksudat/sisa tinja yang lengket dapat menimbulkan iritasi dan rasa gatal bila
dibiarkan6
3) Skleroterapi
Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya
5% fenol dalam minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke submukosa dalam
jaringan areolar yang longgar di bawah hemoroid interna dengan tujuan
menimbulkan peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotik dan meninggalkan
parut. Penyuntikan dilakukan di sebelah atas dari garis mukokutan dengan jarum
yang panjang melalui anoskop. Apabila penyuntikan dilakukan pada tempat yang
tepat maka tidak ada nyeri. Penyulit penyuntikan termasuk infeksi, prostatitis akut
(jika penyuntikkan dilakukan melalui prostat), dan reaksi hipersensitivitas terhadap
obat yang disuntikan.6
Terapi suntikan bahan sklerotik bersama nasehat tentang makanan merupakan
terapi yang efektif untuk hemoroid interna derajat I dan II, tidak tepat untuk
hemoroid yang lebih parah atau prolaps6

16
Gambar 2.5 Skleroterapi

4) Ligasi dengan gelang karet


Hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps dapat ditangani dengan
ligasi gelang karet menurut Barron. Dengan bantuan anoskop, mukosa di atas
hemoroid yang menonjol dijepit dan ditarik atau dihisap ke tabung ligator khusus.
Gelang karet didorong dari ligator dan ditempatkan secara rapat di sekeliling
mukosa pleksus hemoroidalis tersebut. Nekrosis karena iskemia terjadi dalam
beberapa hari. Mukosa bersama karet akan lepas sendiri. Fibrosis dan parut akan
terjadi pada pangkal hemoroid tersebut. Pada satu kali terapi hanya diikat satu
kompleks hemoroid, sedangkan ligasi berikutnya dilakukan dalam jarak waktu 2 – 4
minggu.6
Penyulit utama dari ligasi ini adalah timbulnya nyeri karena terkenanya garis
mukokutan. Untuk menghindari ini maka gelang tersebut ditempatkan cukup jauh
dari garis mukokutan. Nyeri yang hebat dapat pula disebabkan infeksi. Perdarahan
dapat terjadi waktu hemoroid mengalami nekrosis, biasanya setelah 7 – 10 hari.6

17
Gambar 2.6 Ligasi dengan gelang karet

5) Bedah beku / Krioterapi


Hemoroid dapat pula dibekukan dengan suhu yang rendah sekali. Jika
digunakan dengan cermat, dan hanya diberikan ke bagian atas hemoroid pada
sambungan anus rektum, maka krioterapi mencapai hasil yang serupa dengan yang
terlihat pada ligasi dengan gelang karet dan tidak ada nyeri. Dingin diinduksi
melalui sonde dari mesin kecil yang dirancang bagi proses ini.6
Tindakan ini cepat dan mudah dilakukan dalam tempat praktek atau klinik.
Terapi ini tidak dipakai secara luas karena mukosa yang nekrotik sukar ditentukan
luasnya. Krioterapi ini lebih cocok untuk terapi paliatif pada karsinoma rektum yang
ireponibel.6
6) Hemorroidal Arteri Ligation ( HAL )
Pada terapi ini, arteri hemoroidalis diikat sehingga jaringan hemoroid tidak
mendapat aliran darah yang pada akhirnya mengakibatkan jaringan hemoroid
mengempis dan akhirnya nekrosis.
7) Infra Red Coagulation ( IRC ) / Koagulasi Infra Merah
Dengan sinar infra merah yang dihasilkan oleh alat yang dinamakan
photocuagulation, tonjolan hemoroid dikauter sehingga terjadi nekrosis pada
jaringan dan akhirnya fibrosis. Cara ini baik digunakan pada hemoroid yang sedang
mengalami perdarahan.
8) Generator galvanis
Jaringan hemoroid dirusak dengan arus listrik searah yang berasal dari baterai
kimia. Cara ini paling efektif digunakan pada hemoroid interna.
9) Bipolar Coagulation / Diatermi bipolar

18
Prinsipnya tetap sama dengan terapi hemoroid lain di atas yaitu menimbulkan
nekrosis jaringan dan akhirnya fibrosis. Namun yang digunakan sebagai penghancur
jaringan yaitu radiasi elektromagnetik berfrekuensi tinggi. Pada terapi dengan
diatermi bipolar, selaput mukosa sekitar hemoroid dipanasi dengan radiasi
elektromagnetik berfrekuensi tinggi sampai akhirnya timbul kerusakan jaringan.
Cara ini efektif untuk hemoroid interna yang mengalami perdarahan.
3.2.8.2 TERAPI BEDAH
Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahun dan
pada penderita hemoroid derajat III dan IV. Terapi bedah juga dapat dilakukan
dengan perdarahan berulang dan anemia yang tidak dapat sembuh dengan cara terapi
lainnya yang lebih sederhana. Penderita hemoroid derajat IV yang mengalami
trombosis dan kesakitan hebat dapat ditolong segera dengan hemoroidektomi.6
Prinsip yang harus diperhatikan dalam hemoroidektomi adalah eksisi yang
hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan. Eksisi sehemat mungkin
dilakukan pada anoderm dan kulit yang normal dengan tidak mengganggu sfingter
anus.6 Eksisi jaringan ini harus digabung dengan rekonstruksi tunika mukosa karena
telah terjadi deformitas kanalis analis akibat prolapsus mukosa.10
1) Bedah Konvensional
Saat ini ada 3 teknik operasi yang biasa digunakan yaitu :
a). Teknik Milligan – Morgan
Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemoroid di 3 tempat utama. Teknik
ini dikembangkan di Inggris oleh Milligan dan Morgan pada tahun 1973. Basis
massa hemoroid tepat diatas linea mukokutan dicekap dengan hemostat dan
diretraksi dari rektum. Kemudian dipasang jahitan transfiksi catgut proksimal
terhadap pleksus hemoroidalis. Penting untuk mencegah pemasangan jahitan
melalui otot sfingter internus.10
Hemostat kedua ditempatkan distal terhadap hemoroid eksterna. Suatu
incisi elips dibuat dengan skalpel melalui kulit dan tunika mukosa sekitar pleksus
hemoroidalis internus dan eksternus, yang dibebaskan dari jaringan yang
mendasarinya. Hemoroid dieksisi secara keseluruhan. Bila diseksi mencapai
jahitan transfiksi cat gut maka hemoroid ekstena dibawah kulit dieksisi. Setelah
mengamankan hemostasis, maka mukosa dan kulit anus ditutup secara
longitudinal dengan jahitan jelujur sederhana.10

19
Biasanya tidak lebih dari tiga kelompok hemoroid yang dibuang pada satu
waktu. Striktura rektum dapat merupakan komplikasi dari eksisi tunika mukosa
rektum yang terlalu banyak. Sehingga lebih baik mengambil terlalu sedikit
daripada mengambil terlalu banyak jaringan.10
b). Teknik Whitehead
Teknik operasi yang digunakan untuk hemoroid yang sirkuler ini yaitu
dengan mengupas seluruh hemoroid dengan membebaskan mukosa dari
submukosa dan mengadakan reseksi sirkuler terhadap mukosa daerah itu. Lalu
mengusahakan kontinuitas mukosa kembali.
c). Teknik Langenbeck
Pada teknik Langenbeck, hemoroid internus dijepit radier dengan klem.
Lakukan jahitan jelujur di bawah klem dengan cat gut chromic no 2/0. Kemudian
eksisi jaringan diatas klem. Sesudah itu klem dilepas dan jepitan jelujur di bawah
klem diikat. Teknik ini lebih sering digunakan karena caranya mudah dan tidak
mengandung resiko pembentukan jaringan parut sekunder yang biasa
menimbulkan stenosis.
2) Bedah Stapler

Gambar 2.7 Bedah Stapler

Teknik ini juga dikenal dengan nama Procedure for Prolapse


Hemorrhoids (PPH) atau Hemoroid Circular Stapler. Alat yang digunakan sesuai
dengan prinsip kerja stapler. Bentuk alat ini seperti senter, terdiri dari lingkaran
di depan dan pendorong di belakangnya.

20
Pada dasarnya hemoroid merupakan jaringan alami yang terdapat di
saluran anus. Fungsinya adalah sebagai bantalan saat buang air besar. Kerjasama
jaringan hemoroid dan m. sfinter ani untuk melebar dan mengerut menjamin
kontrol keluarnya cairan dan kotoran dari dubur. Teknik PPH ini mengurangi
prolaps jaringan hemoroid dengan mendorongnya ke atas garis mukokutan dan
mengembalikan jaringan hemoroid ini ke posisi anatominya semula karena
jaringan hemoroid ini masih diperlukan sebagai bantalan saat BAB, sehingga
tidak perlu dibuang semua.
Mula-mula jaringan hemoroid yang prolaps didorong ke atas dengan alat
yang dinamakan dilator, kemudian dijahitkan ke tunika mukosa dinding anus.
Kemudian alat stapler dimasukkan ke dalam dilator. Dari stapler dikeluarkan
sebuah gelang dari titanium diselipkan dalam jahitan dan ditanamkan di bagian
atas saluran anus untuk mengokohkan posisi jaringan hemoroid tersebut. Bagian
jaringan hemoroid yang berlebih masuk ke dalam stapler. Dengan memutar
sekrup yang terdapat pada ujung alat , maka alat akan memotong jaringan yang
berlebih secara otomatis. Dengan terpotongnya jaringan hemoroid maka suplai
darah ke jaringan tersebut terhenti sehingga jaringan hemoroid mengempis
dengan sendirinya.
Keuntungan teknik ini yaitu mengembalikan ke posisi anatomis, tidak
mengganggu fungsi anus, tidak ada anal discharge, nyeri minimal karena
tindakan dilakukan di luar bagian sensitif, tindakan berlangsung cepat sekitar 20
– 45 menit, pasien pulih lebih cepat sehingga rawat inap di rumah sakit semakin
singkat. Meskipun jarang, tindakan PPH memiliki resiko yaitu :
i. Jika terlalu banyak jaringan otot yang ikut terbuang, akan mengakibatkan
kerusakan dinding rektum.
ii. Jika m. sfinter ani internus tertarik, dapat menyebabkan disfungsi baik dalam
jangka waktu pendek maupun jangka panjang.
iii. Seperti pada operasi dengan teknik lain, infeksi pada pelvis juga pernah
dilaporkan.
iv. PPH bisa saja gagal pada hemoroid yang terlalu besar karena sulit untuk
memperoleh jalan masuk ke saluran anus dan kalaupun bisa masuk, jaringan
mungkin terlalu tebal untuk masuk ke dalam stapler.

21
3.2.9 KOMPLIKASI
Perdarahan akut pada umumnya jarang, hanya terjadi apabila yang pecah
adalah pembuluh darah besar. Hemoroid dapat membentuk pintasan portal sistemik
pada hipertensi portal, dan apabila hemoroid semacam ini mengalami perdarahan maka
darah dapat sangat banyak.6
Yang lebih sering terjadi yaitu perdarahan kronis dan apabila berulang dapat
menyebabkan anemia karena jumlah eritrosit yang diproduksi tidak bisa mengimbangi
jumlah yang keluar. Anemia terjadi secara kronis, sehingga sering tidak menimbulkan
keluhan pada penderita walaupun Hb sangat rendah karena adanya mekanisme
adaptasi.6
Apabila hemoroid keluar, dan tidak dapat masuk lagi (inkarserata/terjepit) akan
mudah terjadi infeksi yang dapat menyebabkan sepsis dan bisa mengakibatkan
kematian.6
3.2.10 PROGNOSIS
Sebagian besar hemoroid akan sembuh secara spontan atau dengan terapi
konservatif saja. Kambuhnya penyakit hemoroid sebagian besar timbul pada
keberhasilan edukasi, yaitu pada perubahan pola makan, defeksi dan gaya hidup.
Hemoroidektomi pada umumnya memberikan hasil yang baik.6

22
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien datang ke IGD RSUD Bangkinang dengan keluar darah berwarna merah
segar saat buang air besar. Keluhan dirasakan sejak 1 minggu yang lalu dan memberat
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Menurut pasien darah mengalir sekitar 3 sendok
teh dengan frekuensi 2 kali sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan
awalnya ada benjolan berukuran kecil sebesar kacang hijau, pasien merasakan benjolan
makin membesar sejak 1 minggu terakhir dan tidak bisa kembali masuk, dan tidak dapat
masuk walaupun dengan bantuan tangan. menurut pasien benjolan tidak terasa nyeri.
Menrut teori, diagnosis hemoroid adalah bersifat klinis yang dimulai dari riwayat
penyakit pasien terutama yang mengarah ke hemoroid seperti Cardinal sign dari
hemoroid interna yakni perdarahan berwarna merah segar tanpa disertai rasa nyeri dan
diikuti dengan keluarnya benjolan saat mengejan. Benjolan dapat kembali spontan
ataupun dengan cara manual. Jika sudah terjadi hemoroid interna derajat IV, maka
benjolan tidak dapat kembali masuk ke dalam anus.
Sebelum merasakan keluhan ini, pasien memang mengeluh sulit dan jarang BAB.
Feses dirasakan agak padat dan keras sehingga pasien sering kali harus mengejan saat
BAB dan terlalu lama dijamban. pasien juga jarang mengkonsumsi makanan berserat
terutama sayur dan buah, pasien juga mengaku jarang minum, kadang setelah makan
pasien tidak minum, pasien pernah hamil 5 kali dan semua anak dilahirkan secara
normal. Pernyataan pasien sejalan dengan teori bahwa berbagai macam faktor disebutkan
sebagai penyebab hemoroid. Beberapa faktor tersebut antara lain konstipasi, mengejan
terlalu lama, kehamilan, dan obesitas. Feses yang keras dan peningkatan tekanan
intraabdominal dapat menyebabkan obstruksi dari venous return, sehingga terjadi
pembengkakan pleksus hemoroid. Kehamilan dapat menyebabkan kongesti dari bantalan
anus dan hemoroid simtomatik, dan akan kembali normal secara spontan segera setelah
melahirkan. Mengejan yang lama saat buang air besar dapat memicu perkembangan
gejala seperti keluar darah atau munculnya benjolan saat buang air besar. Faktor diet
seperti diet rendah serat, makanan pedas, dan alkohol telah berimplikasi terhadap
terjadinya hemoroid, tetapi data yang dilaporkan masih inkonsisten.
Pada pemeriksaan fisik Rectal Toucher pada pasien ini ditemukan pada posisi
jam 5 terdapat benjolan berbentuk bulat berwarna kemerahan di sekitar anus dengan
ukuran 3 x 2 x 1 cm. Konsistensi lunak, Nyeri Tekan (-), benjolan tidak dapat masuk
23
spontan, dan tidak dapat masuk dengan bantuan tangan. Tonus sphingter ani cukup,
mukosa rektum licin, pada sarung tangan sedikit cairan feses (+), lendir (-) dan darah (-).
Menurut lokasinya hemoroid dibedakan menjadi dua yaitu hemoroid interna dan
hemoroid eksterna. Hemoroid interna adalah adalah pleksus vena hemoroidalis superior
di atas garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa. Hemoroid interna merupakan
bantalan vascular di dalam jaringan submukosa pada rektum sebelah bawah. Hemoroid
sering dijumpai pada tiga posisi primer, yaitu kanan- depan, kanan-belakang, dan kiri
lateral.
Hemoroid eksterna yang merupakan pelebaran dan penonjoan pleksus hemoroid
inferior terdapat di sebelah distal garis mukokutan di dalam jaringan dibawah epitel anus.
Kedua pleksus hemoroid, internus dan eksternus, saling berhubungan secara longgar dan
merupakan awal dari aliran vena yang kembali bermula dari rektum sebelah bawah dan
anus. Pleksus hemoroid internus mengalirkan darah ke vena hemoroidalis superior dan
selanjutnya ke vena porta. Pleksus hemoroid eksternus mengalirkan darah ke peredaran
darah sistemik melalui daerah perineum dan lipat paha ke vena iliaka.
Manajemen terapi pada hemoroid dapat berupa konservatif dan operasi.
Manajemen konservatif yaitu modifikasi gaya hidup, medikasi peroral dan medikasi
topikal. Sebagian besar pasien hemoroid internal derajat I dan II serta beberapa pasien
derajat III yang gagal dengan manajemen konservatif dapat diterapi secara lebih efektif
dengan office-based procedures seperti rubber band ligation, skleroterapi, dan infrared
coagulation, cryosurgery, manual anal dilatation (Lord’s procedure), LASER
hemorrhoidectomy, the harmonic ultrasonic scalpel hemorrhoidectomy, atomizing
hemorrhoids, doppler-guided hemorrhoidal artery ligation. Tujuan dari office-based
procedures adalah untuk meringankan gejala pasien dengan mengurangi ukuran atau
vaskularisasi dari jaringan hemoroid dan untuk meningkatkan fiksasi jaringan hemoroid
ke dinding rektum untuk meminimalkan prolaps.
Pada kasus ini dianjurkan untuk menggunakan open hemorrhoidectomy (Miligan-
Morgan Method). Ini adalah prosedur yang paling sering digunakan dan umumnya
dipandang sebagai teknik bedah terbaik untuk mengobati hemoroid. Pada tahun 1937
metode ini digambarkan oleh Dr. Milligan dan Dr. Morgan di Inggris, untuk mengobati
hemoroid derajat 2 sampai derajat IV. Potongan berpola V dibuat dipangkal hemoroid
sampai jaringan hemoroid lengkap dideseksi dari bantalanya. Deseksi dilakukan dari
kranial sampai pedikel yang kemudian diikat dengan benang catgut yang kuat dan bagian

24
distal diekstraksi. Jaringan yang tersisa juga dihilangkan dengan cara yang sama,
meninggalkan kulit bagian tengah untuk menghindari stenosis.

25
BAB V
KESIMPULAN
Hemoroid adalah pelebaran yang simptomatis dari pleksus hemoroidalis dan
pergeseran bantalan anus ke arah distal dari normal. Hemoroid dibagi menjadi dua yaitu
hemoroid interna dan hemoroid eksterna. Diagnosa hemoroid diperoleh dari riwayat
medis pasien, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Manajemen terapi pada
hemoroid dapat berupa konservatif dan operasi.

26
DAFTAR PUSTAKA
1. Ganz, Robert. Perspective In Clinical Gastroenterology and Hepatology. The
Evaluation and Treatment of Hemorrhoids. A Guide for the Gastroenterologist
Clinical Gastroenterology and Hepatology. 2013 ;11(6); p:593-603 Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23333220
2. Gami, Bharat. Hemorrhoids. A Common Ailment Among Adults, Causes &
Treatment : A Review International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences. 2011.Vol(3),p:5-12.
3. Lohsiriwat, Varut. Hemorrhoids : From Basic Pathophysiology to Clinical
Management. World Journal of Gastroenterology. 2012. Vol:18(17). Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22563187
4. Person K, Ont. Person, Benjamin. Steven, D. et all. Hemorrhoidal Disease: A
Comprehensive Review. American College of Surgeons. 2007. 204(1):102-17.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17189119
5. Vilalba, Herman. Abbas, Maher. Clinical Medicine. Hemorrhoids: Modern
Remedies for An Ancient Disease. The Permanente Journal. 2007; 11(2);p:74-76.
6. Sjamsuhidajat, W. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi ke- 2.Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2010.
7. Simadibrata, M. 2014. Hemoroid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing
8. Chan, Y., Doherty, S., Coderre, S. Hemorrhoids: Pathogenesis and Clinical
Findings. 2019. Available from:
https://calgaryguide.ucalgary.ca/wp-content/uploads/image.php?img=2019/03/
Hemorrhoids-Pathogenesis-and-Clinical-Findings.jpg
9. Brown, S,R. Therapeutic Advances in Chronic Disease. Haemorrhoids: an update
on management. 2017. Vol. 8(10);p:141 –147. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5624348/
10. Mansjur A dkk (editor). 2010. Kapita selekta Kedokteran, Jilid II: Pemeriksaan
Penunjang. FK UI. Jakarta. 321 – 324.

27

Anda mungkin juga menyukai