Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

KISTA BARTHOLINI

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Program Internsip Dokter


Rumah Sakit Umum Pakuwon Sumedang

Disusun Oleh :
dr. Eggi Erlangga

RUMAH SAKIT UMUM PAKUWON


KABUPATEN SUMEDANG
2016

BAB I

PENDAHULUAN
Kelenjar Bartholini merupakan salah satu organ genitalia eksterna, kelenjar
bartolini atau glandula vestibularis major, berjumlah dua buah berbentuk bundar,
dan berada di sebelah dorsal dari bulbus vestibulli. Saluran keluar dari kelenjar ini
bermuara pada celah yang terdapat diantara labium minus pudendi dan tepi hymen.
Kelenjar ini tertekan pada waktu koitus dan mengeluarkan sekresinya untuk
membasahi atau melicinkan permukaan vagina di bagian kaudal.(1)

Kelenjar Bartholini bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi,


peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami
infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan menyebabkan
timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian
terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista.
Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi.(2)

Kista bartholini adalah salah satu bentuk tumor kistik (berisi cairan) pada
vulva. Kista barhtolini merupakan kista yang terbentuk akibat adanya sumbatan
pada duktus kelenjar bartolini, yang menyebabkan retensi dan dilatasi kistik.
Dimana isi di dalam kista ini dapat berupa nanah yang dapat keluar melalui duktus
atau bila tersumbat dapat dapat mengumpul di dalam menjadi abses. Kista bartolini
ini merupakan masalah pada wanita usia subur, kebanyakan kasus terjadi pada usia
20 sampai 30 tahun dengan sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista
bartolini atau abses dalam hidup mereka, sehingga hal ini merupakan masalah yang
perlu untuk dicermati. Kista bartholini bisa tumbuh dari ukuran seperti kacang
polong menjadi besar dengan ukuran seperti telur.(2,3)

BAB II

LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A.M.

Umur : 50 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku/bangsa : Sunda / Indonesia

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Status pernikahan : Kawin

Status Berobat : Rawat Inap

Bangsal : Perawatan 1 Kelas III

Tanggal Masuk : 26 September 2016

No. RM : 16.11.75.60

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan 27 September 2016 Pk. 11.45 WIB di Kelas III
Perawatan 1 RSU Pakuwon Sumedang secara autoanamesis.
a. Keluhan Utama : Benjolan pada bibir kemaluan sebelah kanan.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSU Pakuwon Sumedang dengan keluhan benjolan
di bibir kemaluan sebelah kanan. Benjolan diketahui pertama kali sejak 3
hari yang lalu. Awalnya benjolan tersebut sebesar kelereng dan terasa
nyeri. Semakin hari benjolan bertambah besar. Nyeri yang dirasakan juga
semakin bertambah, sehingga pasien datang ke rumah sakit. Saat dirawat
di rumah sakit, benjolan tersebut pecah dan keluar cairan berwarna merah
kecoklatan yang berbau busuk. Setelah pecah, nyeri yang dirasakan
berkurang. Pasien juga mengeluhkan keluar keputihan berwarna kuning,
kental, banyak dan berbau amis. Untuk BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Riwayat berganti pasangan seks, riwayat penyakit menular seksual
sebelumnya, riwayat penyakit kelamin pada keluarga disangkal oleh
pasien.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
 Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
 Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal.
 Riwayat asma : disangkal.
 Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal.
 Riwayat kencing manis : disangkal.
 Riwayat konsumsi alkohol dan rokok : disangkal.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat asma : disangkal.
 Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal.
 Riwayat kencing manis : disangkal.
e. Riwayat Sosial
Pasien sudah menikah selama ± 18 tahun dan tidak memiliki anak kandung,
tidak bekerja dan tinggal bersama suami dan anak dari suaminya.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal tanggal 26 September 2016 Pk. 12.15
WIB
 Keadaan umum : baik.
 Kesadaran : compos mentis
 Vital sign
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit isi dan tegangan cukup
Respiratory rate : 20 x/menit
Suhu : 37˚C
 Status gizi : Kesan gizi cukup
a. Status Internus
Kepala : Mesocephal.
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), ikterik (-)
Hidung : Deviasi (-), secret (-)
Telinga : Nyeri tarik (-), nyeri tekan (-)
Mulut : Bibir sianosis (-), faring hiperemis (-)
Leher : deviasi (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Torak :
- Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS IV linea midclavicularis sinistra,
nyeri tekan (-).
Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal.
Auskultasi : normal.
- Pulmo :
Inspeksi : simetris, retraksi (-).
Palpasi : taktil fremitus kanan = kiri.
Perkusi : sonor seluruh lapang paru.
Auskultasi : Vesicular breathing sound +/+, suara tambahan -/-.

Abdomen : Datar, Simetris, Bising Usus (+) normal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas
Superior : akral hangat, edema (-/-)
Inferior : akral hangat, edema (-/-)
b. Pemeriksaan ginekologi
 Pemeriksaan genitalia eksterna :
Inspeksi : massa (+) di labia mayor dextra, ukuran 10 x 6 x 6 cm, batas
tegas, hiperemis (+), fluor albus (+) warna putih kekuningan, darah (+),
pus (+).
Palpasi : nyeri tekan (+), konsistensi kenyal kesan berisi cairan.
 Pemeriksaan genitalia interna : tidak dilakukan pemeriksaan.

IV. RESUME
Pasien datang ke RSU Pakuwon Sumedang dengan keluhan benjolan di bibir
kemaluan sebelah kanan. Benjolan diketahui pertama kali sejak 3 hari yang lalu.
Awalnya benjolan tersebut sebesar kelereng dan terasa nyeri. Semakin hari benjolan
bertambah besar. Nyeri yang dirasakan juga semakin bertambah, sehingga
mengganggu aktivitas sehari-harinya. saat dirawat di rumah sakit, benjolan tersebut
pecah dan keluar cairan berwarna merah kecoklatan yang berbau busuk. Setelah
pecah, nyeri yang dirasakan berkurang. Pasien juga mengeluhkan keluar keputihan
berwarna kuning, kental, banyak dan berbau amis. Untuk BAB dan BAK tidak ada
keluhan.

Dari pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran kompos mentis. Tekanan darah


110/70 mmHg, nadi 80 kali/menit, regular, isi dan tegangan cukup. Frekuensi nafas
20 kali/menit, suhu 37°C.

Pada pemeriksaan genetalia eksterna didapatkan : Inspeksi : massa (+) di


labia mayor sinistra, diameter 4 cm, batas tegas, hiperemis (+), fluor albus (+) warna
putih kekuningan, darah (+), pus (+). Palpasi : nyeri tekan (+), konsistensi kenyal
kesan berisi cairan. Pemeriksaan genitalia interna : tidak dilakukan pemeriksaan.

V. DIAGNOSIS
Kista Bartholin Terinfeksi.

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium tanggal 26 September 2016.
 Darah rutin
Pemeriksaan Hasil
Hemoglobin 13.6
Lekosit 11,800
Eritrosit 4,52
Hematokrit 42.1
Trombosit 363,000

 Kimia klinik
Glukosa sewaktu 118

VII. PENATALAKSANAAN
a. Non Medikamentosa
 Menjaga kebersihan area kewanitaan.
 Tirah baring
b. Medikamentosa
 Infus RL 20 tpm.
 Kaltrofen sup 2x1
 Cefxon 2x1 gr IV
 Metronidazole 3x1 gr IV.
 Kalnex 500 mg 3x1 IV
c. Program Operasi
Eksisi tanggal 28 September 2016

VIII. MONITORING
a. Perbaikan kondisi umum pasien.
b. Monitoring tanda-tanda infeksi pada lesi.
c. Tanda vital pasien.
IX. EDUKASI
a. Pasien diberitahu mengenai penyakitnya dan penyebab dari penyakitnya
tersebut.
b. Pasien diedukasi tentang pentingnya menjaga kebersihan di daerah
kewanitaannya.
c. Pasien diberitahu tentang tindakan operasi yang akan dilakukan dan
persiapan-persiapan sebelum operasi.

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
I. KELENJAR BARTHOLINI
A. Anatomi Kelenjar Bartholini
Kelenjar Bartolini merupakan salah satu organ genitalia eksterna, kelenjar
bartolini atau glandula vestibularis major, berjumlah dua buah berbentuk
bundar, dan berada di sebelah dorsal dari bulbus vestibulli. Saluran keluar
dari kelenjar ini bermuara pada celah yang terdapat diantara labium minus
pudendi dan tepi hymen. Glandula ini homolog dengan glandula
bulbourethralis pada pria. Kelenjar ini tertekan pada waktu coitus dan
mengeluarkan sekresinya untuk membasahi atau melicinkan permukaan
vagina di bagian caudal. kelenjar bartolini diperdarahi oleh arteri bulbi
vestibuli, dan dipersarafi oleh nervus pudendus dan nervushemoroidal
inferior.(1,2)
Kelenjar Bartolini sebagian tersusun dari jaringan erektil dari bulbus,
jaringan erektil dari bulbus menjadi sensitif selama rangsangan seksual dan
kelenjar ini akan mensekresi sekret yang mukoid yang bertindak sebagai
lubrikan. Drainase pada kelenjar ini oleh saluran dengan panjang kira- kira 2
cm yang terbuka ke arah orificium vagina sebelah lateral hymen, normalnya
kelenjar bartolini tidak teraba pada pemeriksaan palpasi.(1,2,3) seperti pada
gambar dibawah ini :

B. Histologi
Kelenjar bartolini dibentuk oleh kelenjar racemose dibatasi oleh epitel
kolumnair atau kuboid. Duktus dari kelenjar bartolini merupakan epitel
transisional yang secara embriologi merupakan daerah transisi antara traktus
urinarius dengan traktus genital.(1,2)

C. Fisiologi
Kelenjar ini mengeluarkan lendir untuk memberikan pelumasan vagina.
Kelenjar Bartolini mengeluarkan jumlah lendir yang relatif sedikit sekitar
satu atau dua tetes cairan tepat sebelum seorang wanita orgasme. Tetesan
cairan pernah dipercaya menjadi begitu penting untuk pelumas vagina, tetapi
penelitian dari Masters dan Johnson menunjukkan bahwa pelumas vagina
berasal dari bagian vagina lebih dalam. Cairan mungkin sedikit membasahi
permukaan labia vagina, sehingga kontak dengan daerah sensitif menjadi
lebih nyaman bagi wanita.(1,4)

II. KISTA BARTHOLINI


A. Definisi
Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang
terbentuk di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar
Bartholin terjadi ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar Bartholini
bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi
jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran
kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan menyebabkan timbulnya
sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian terakumulasi,
menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses
terjadi bila kista menjadi terinfeksi.(2,5,6)

Gambaran kista bartolini

B. Etiologi
Infeksi kelenjar bartholini terjadi oleh infeksi gonokokus, pada
bartholinitis kelenjar ini akan membesar, merah, dam nyeri kemudian isinya
akan menjadi nanah dam keluar pada duktusnya, karena adanya cairan
tersebut maka dapat terjadi sumbatan pada salah satu duktus yang dihasilkan
oleh kelenjar dan terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan
menbentuk suatu kista.(3,5)

C. Patofisiologi
Kista Bartholin terbentuk ketika ostium dari duktus tersumbat,
sehingga menyebabkan distensi dari kelenjar dan tuba yang berisi cairan.
Sumbatan ini biasanya merupakan akibat sekunder dari peradangan
nonspesifik atau trauma. Kista bartholin dengan diameter 1-3 cms seringkali
asimptomatik. Sedangkan kista yang berukuran lebih besar, kadang
menyebabkan nyeri dan dispareunia. Abses Bartholin merupakan akibat dari
infeksi primer dari kelenjar, atau kista yang terinfeksi.(2,3,5)

D. Gejala klinis
Kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang
dirasakan sebagai benda yang berat dan menimbulkan kesulitan pada waktu
koitus. Bila kista bartholini berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang
nyaman saat berjalan atau duduk.(5)
Tanda kista bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak
nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pambengkakan pada
daerah vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva. Jika
kista terinfeksi, gajala klinik berupa(2,3)
 Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik atau berhubungan seksual.
 Umumnya tidak disertai demam kecuali jika terifeksi dengan organisme
yang ditularkan melalui hubungan seksual.
 Dispareunia.
 Biasanya ada secret di vagina.
 Dapat terjadi ruptur spontan.

E. Diagnosis
Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung suatu
diagnosis. Pada anamnesis dinyatakan tentang gejala seperti panas, gatal,
Sudah berapa lama gejala berlangsung, kapan mulai muncul, Apakah pernah
berganti pasangan seks, keluhan saat berhubungan, riwayat penyakit menulat
seksual sebelumnya, riwayat penyakit kelamin pada keluarga.(6)
Kista bartholini di diagnosis melalui pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan
dengan posisi litotomi, terdapat pembengkakan pada kista pada posisi jam 5
atau jam 7 pada labium minus posterior. Jika kista terinfeksi, maka
pemeriksaan kultur jaringan dibutuhkan untuk mengidantifikasi jenis bakteri
penyebab abses dan untuk mengetahui ada tahu tidaknya infeksi menular.(5,6)

F. Pemeriksaan Penunjang
Apabila pasien dalam kondisi sehat, afebri, tes laboratorium darah tidak
diperlukan untuk mengevaluasi abses tanpa komplikasi atau kista. Kultur
bakteri dapat bermanfaat dalam menentukan kuman dan pengobatan yang
tepat bagi abses Bartholini.(2,6)

G. Penatalaksanaan
1. Tindakan Operatif, beberapa prosedur yang dapat digunakan (2,3,5,6)
a. Marsupialisasi
Prosedur ini tidak boleh dilakukan ketika terdapat tanda- tanda abses
akut.

Setelah dilakukan persiapan yang steril dan pemberian anestesi lokal,


dinding kista dijepit dengan dua hemostat kecil. Lalu dibuat insisi
vertikal pada vestibular melewati bagian tengah kista dan bagian luar
dari hymenal ring. Insisi dapat dibuat sepanjang 1.5 hingga 3 cm,
bergantung pada besarnya kista.

Setelah kista diinsisi, isi rongga akan keluar. Rongga ini dapat diirigasi
dengan larutan saline, dan lokulasi dapat dirusak dengan hemostat.
Dinding kista ini lalu dieversikan dan ditempelkan pada dindung
vestibular mukosa dengan jahitan interrupted menggunakan benang
absorbable 2 -0.18. Kekambuhan kista Bartholin setelah prosedur
marsupialisasi adalah sekitar 5-10 %.

b. Eksisi (Bartholinectomy)
Eksisi dari kelenjar Bartholin dapat dipertimbangkan pada pasien yang
tidak berespon terhadap drainase, namun prosedur ini harus dilakukan
saat tidak ada infeksi aktif. Eksisi kista bartholin karena memiliki risiko
perdarahan, maka sebaiknya dilakukan di ruang operasi dengan
menggunakan anestesi umum.
Pasien ditempatkan dalam posisi dorsal lithotomy. Lalu dibuat insisi
kulit berbentuk linear yang memanjang sesuai ukuran kista pada
vestibulum dekat ujung medial labia minora dan sekitar 1 cm lateral dan
parallel dari hymenal ring. Hati – hati saat melakukan insisi kulit agar
tidak mengenai dinding kista. Struktur vaskuler terbesar yang memberi
supply pada kista terletak pada bagian posterosuperior kista. Karena
alasan ini, diseksi harus dimulai dari bagian bawah kista dan mengarah
ke superior. Bagian inferomedial kista dipisahkan secara tumpul dan
tajam dari jaringan sekitar. Alur diseksi harus dibuat dekat dengan
dinding kista untuk menghindari perdarahan plexus vena dan vestibular
bulb dan untuk menghindari trauma pada rectum.

Diseksi Kista

Setelah diseksi pada bagian superior selesai dilakukan, vaskulariasi


utama dari kista dicari dan diklem dengan menggunakan hemostat.
Lalu dipotong dan diligasi dengan benang chromic atau benang
delayed absorbable 3-0.

Ligasi Pembuluh Darah

2. Pengobatan Medikamentosa.
Antibiotik sebagai terapi empirik untuk pengobatan penyakit menular
seksual biasanya digunakan untuk mengobati infeksi gonococcal dan
chlamydia. Idealnya, antibiotik harus segera diberikan sebelum dilakukan
insisi dan drainase. Beberapa antibiotik yang digunakan dalam
pengobatan(2,3)
a. Ceftriaxone.
Ceftriaxone adalah sefalosporin generasi ketiga dengan efisiensi broad
spectrum terhadap bakteri gram-negatif, efficacy yang lebih rendah
terhadap bakteri gram-positif, dan efficacy yang lebih tinggi terhadap
bakteri resisten. Dengan mengikat pada satu atau lebih penicillin-
binding protein, akan menghambat sintesis dari dinding sel bakteri dan
menghambat pertumbuhan bakteri. Dosis yang dianjurkan: 125 mg IM
sebagai single dose .4,5
b. Ciprofloxacin.
Sebuah monoterapi alternatif untuk ceftriaxone. Merupakan antibiotik
tipe bakterisida yang menghambat sintesis DNA bakteri dan, oleh sebab
itu akan menghambat pertumbuhan bakteri dengan menginhibisi DNA-
gyrase pada bakteri. Dosis yang dianjurkan: 250 mg PO 1 kali sehari.
c. Doxycycline
Menghambat sintesis protein dan replikasi bakteri dengan cara
berikatan dengan 30S dan 50S subunit ribosom dari bakteri.
Diindikasikan untuk Ctra chomatis. Dosis yang dianjurkan: 100 mg PO
2 kali sehari selama 7 hari.
BAB IV

PEMBAHASAN

Dari anamnesis didapatkan data Ny. A, usia 50 tahun datang ke RSU


Pakuwon Sumedang dengan keluhan benjolan di bibir kemaluan sebelah kanan.
Benjolan diketahui pertama kali sejak 3 hari yang lalu. Awalnya benjolan tersebut
sebesar kelereng dan terasa nyeri. Semakin hari benjolan bertambah besar. Nyeri
yang dirasakan juga semakin bertambah, sehingga mengganggu aktivitas sehari-
harinya. saat dirawat di rumah sakit, benjolan tersebut pecah dan keluar cairan
berwarna merah kecoklatan yang berbau busuk. Setelah pecah, nyeri yang
dirasakan berkurang. Pasien juga mengeluhkan keluar keputihan berwarna kuning,
kental, banyak dan berbau amis. Untuk BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Dari pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran kompos mentis. Tekanan darah


110/70 mmHg, nadi 80 kali/menit, regular, isi dan tegangan cukup. Frekuensi nafas
20 kali/menit, suhu 37°C.

Pada pemeriksaan genetalia eksterna didapatkan : Inspeksi : massa (+) di


labia mayor dextra, ukuran 10 x 6 x 6 cm, batas tegas, hiperemis (+), fluor albus (+)
warna putih kekuningan, darah (+), pus (+). Palpasi : nyeri tekan (+), konsistensi
kenyal kesan berisi cairan. Pemeriksaan genitalia interna : tidak dilakukan
pemeriksaan.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan teori
pada tinjauan pustaka yang disebutkan mengenai tanda dan gejala kista bartholini
yang telah terinfeksi. Pasien memiliki riwayat keluhan yang sama, hal ini bisa
menjadi faktor resiko dari kista bartholini yang dideritanya saat ini.

Penanganan pada pasien ini diberikan terapi anti inflamasi nonsteroid berupa
Kaltrofen suppositoria . Untuk mengurangi peradangan pada reaksi bakteri
diberikan antibiotik spektum luas berupa Cefxon 2x1 gr dan Metronidazol 3x500
mg secara intravena. Selanjutnya dilakukan operasi eksisi kista.
BAB V
KESIMPULAN

Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk
di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar Bartholin terjadi
ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar Bartolini bisa tersumbat karena
berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila
saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu
sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh
kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan
membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi.
Tanda kista bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak
nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pambengkakan pada daerah
vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva. Jika kista
terinfeksi, gejala klinik berupa(2,3)
 Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik atau berhubungan seksual.
 Umunnya tidak diserati demam kecuali jika terifeksi dengan organisme
yang ditularkan melalui hubungan seksual.
 Biasanya ada secret di vagina.
 Dapat terjadi ruptur spontan (nyeri yang mendadak mereda, diikuti dengan
timbulnya discharge).
DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, RS. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta :


Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006.
2. http://www.scribd.com/doc/43731478/LapKas-Kista-Bartholin-Ctine-
drNandono.
3. Sarwono Prawiro hardjo. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
2006.
4. Guyton, AC & Hall, CE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11.
Philadelphia : Elsevier Saunders. 2006.
5. Manuaba, Chandranita, dkk. Gawat Darurat Obstetri-Giekologi dan Obstetri-
Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta: ECG. 2008.
6. Badziat, Ali. Endokrinologi Ginekologi. Jakarta : Media Aesculapius. 2003.
Catatan Kemajuan Pasien
Tanggal/Jam Keadaan Umum Tindakan
22-10-2013 S : nyeri pada benjolan. - RL 20 tetes per menit.
O: - Inj ketorolak 3x30 mg
- KU : baik. IV.
- Kesadaran : kompos mentis - Inj ceftriaxon 3x1
- TV gram IV.
TD : 110/70 mmHg - Vit Bc/C/SF 2x1 tab.
Nadi : 80x
RR : 20x - Mempersiapkan untuk
Suhu : 37°C program
marsupialisasi
Pemeriksaan : - Pengawasan KU, TV.
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-)
- Thorax : cor dan pulmo dbn.
- Abdomen : supel, hepar dan lien
tidak teraba.
- Ekstremitas : akral dingin (-/-)
- BAK dbn
- BAB dbn

D/ kista bartholini
23-10-2013 S : nyeri pada benjolan. - RL 20 tetes per menit.
O: - Inj ketorolak 3x30 mg
- KU : baik. IV.
- Kesadaran : kompos mentis - Inj ceftriaxon 3x1
- TV gram IV.
TD : 120/80 mmHg - Vit Bc/C/SF 2x1 tab.
Nadi : 84x
RR : 20x - Mempersiapkan untuk
Suhu : 37°C program
marsupialisasi OK (+),
Pemeriksaan : Anst (+)
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-) - Pengawasan KU, TV.
- Thorax : cor dan pulmo dbn.
- Abdomen : supel, hepar dan lien
tidak teraba.
- Ekstremitas : akral dingin (-/-)
- BAK dbn
- BAB dbn

D/ kista bartholini
24-10-2013 S : nyeri pada benjolan. - RL 20 tetes per menit.
O: - Inj ketorolak 3x30 mg
- KU : baik. IV.
- Kesadaran : kompos mentis - Inj ceftriaxon 3x1
- TV gram IV.
TD : 120/80 mmHg - Vit Bc/C/SF 2x1 tab.
Nadi : 82x
RR : 20x - Program
Suhu : 37°C marsupialisasi

Pemeriksaan :
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-)
- Thorax : cor dan pulmo dbn.
- Abdomen : supel, hepar dan lien
tidak teraba.
- Ekstremitas : akral dingin (-/-)
- BAK dbn
- BAB dbn

D/ kista bartholini
25-9-2013 S : nyeri pada lokasi operasi - Ceftriaxon 3x1 tab
O: - Asam mefenamat
- KU : baik. 3x500 mg tab.
- Kesadaran : kompos mentis - Vit Bc/C/SF 2x1 tab.
- TV
TD : 110/70 mmHg - Pasien acc pulang
Nadi : 82x
RR : 20x
Suhu : 37°C

Pemeriksaan :
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-)
- Thorax : cor dan pulmo dbn.
- Abdomen : supel, hepar dan lien
tidak teraba.
- Ekstremitas : akral dingin (-/-)
- BAK dbn
- BAB dbn
D/ kista bartholini post
marsupialisasi

Anda mungkin juga menyukai